Saudagar Yang Berniaga Dengan Allah
Saidina Abdurrahman bin ‘Auf ra termasuk dalam kelompok delapan orang yang mula-mula memeluk Islam; termasuk dalam kelompok sepuluh yang diberi khabar gembira oleh Rasulullah SAW masuk syurga; termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah (sebagai formatur) dalam pemilihan khalifah sesudah ‘Umar bin Khattab al-Faruq; dan seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selagi beliau masih hidup di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin.
Namanya pada masa jahiliyah ialah ‘Abd ‘Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman. Itulah beliau Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. Abdurrahman bin ‘Auf masuk Islam sebelum Rasulullah masuk ke rumah Al-Arqam, yaitu dua hari sesudah Abu Bakar Shiddiq masuk Islam.
Sama halnya dengan kelompok kaum muslimin yang pertama-tama masuk Islam, Abdurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Tetapi beliau sabar dan tetap sabar. Pendiriannya teguh dan senantiasa teguh. Beliau menghindar dari kekejaman kaum kafir Quraisy, tetapi selalu setia dan patuh membenarkan risalah Muhammad SAW. Kemudian beliau turut berhijrah ke Habsyah bersama-sama kawan se-iman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan kaum kafir Quraisy yang senantiasa menzalimi mereka.
Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat beliau diizinkan Allah berhijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor orang-orang yang berhijrah karena dan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dalam perantauan, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar. Maka Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan beliau dengan Sa’ad ibnu Rabi’ al Anshari ra.
Pada suatu hari Sa’ad berkata kepada saudaranya, �Wahai saudaraku Abdurrahman! Aku termasuk orang kaya di antara penduduk Madinah. Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas dan dua orang pembantu. Pilihlah olehmu salah satu di antara kedua kebunku itu, ku berikan kepadamu mana yang kamu sukai. Begitu pula salah seorang di antara kedua orang pembantuku, akan ku serahkan mana yang kamu senangi, kemudian aku kawinkan engkau dengan beliau.�
Jawab Abdurrahman bin ‘Auf, �Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada saudara, kepada keluarga saudara, dan kepada harta saudara. Saya hanya akan minta tolong kepada saudara untuk menunjukkan di mana letaknya pasar Madinah ini.�
Sa’ad menunjukkan pasar tempat berjual beli kepada Abdurrahman. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum berapa lama beliau berdagang, terkumpullah wang sekadar cukup untuk mahar kahwin. Beliau datang kepada Rasulullah memakai harum-haruman. Beliau menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata,
�Wah. Alangkah wanginya kamu, hai Abdurrahman.�
Kata Abdurrahman, �Saya hendak bernikah, ya Rasulullah.�
Tanya Rasulullah, �Apakah mahar yang kamu berikan kepada istrimu?�
Jawab Abdurrahman, �Emas seberat biji kurma.�
Sabda Rasulullah, �Adakan kenduri, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahan dan harta kamu.�
Kata Abdurrahman, �Sejak itu dunia datang menghadap kepadaku (hidupku makmur dan bahagia). Hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka di bawahnya kudapati emas dan perak.�
Dalam Perang Badar Abdurrahman turut berjihad fisabilillah, dan beliau berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, antaranya ialah ‘Umair bin Uthman bin Ka’ab at-Taimy. Dalam perang Uhud beliau tetap teguh bertahan di samping Rasulullah, ketika tentara muslimin banyak yang meninggalkan barisan hadapan. Ketika selesai perang, dan kaum muslimin keluar sebagai pemenang, Abdurrahman mendapat hadiah sembilan luka parah menganga di tubuhnya, dan dua puluh luka-luka kecil. Walaupun luka kecil, namun di antaranya ada yang sedalam anak jari. Sungguh pun begitu, perjuangan dan pengorbanan Abdurrahman di medan tempur jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan perjuangan dan pengorbanannya dengan harta benda.
Pada suatu hari Rasulullah SAW berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berdiri di tengah-tengah para sahabat. Kata beliau antara lain, �Bershadaqahlah tuan-tuan! Saya hendak mengirim suatu pasukan ke medan perang.�
Mendengar ucapan Rasulullah tersebut, Abdurrahman bergegas pulang ke rumahnya dan cepat kembali ke hadapan Rasulullah di tengah-tengah kaum muslimin. Katanya, �Ya, Rasulullah! Saya mempunyai wang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah, dan dua ribu saya tinggalkan untuk keluarga saya.� Lalu wang yang dibawanya dari rumah diserahkannya kepada Rasulullah dua ribu.
Sabda Rasulullah, �Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan, dan semoga Allah memberkati pula harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu.�
Ketika Rasulullah bersiap untuk menghadapi Perang Tabuk beliau membutuhkan jumlah dana dan tentara yang tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh, yaitu tentara Rum sangat banyak. Di samping itu di Madinah tengah mengalami musim panas. Perjalanan ke Tabuk sangat jauh dan sulit. Dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi.
Banyak di antara kaum muslimin yang kecewa sedih karena ditolak Rasulullah menjadi tentera yang akan turut berperang. Sebab kenderaan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu pulang kembali dengan air mata bercucuran kesedihan, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkannya. Mereka yang tidak diterima itu terkenal dengan nama �Al-Bakkaain� (orang yang menangis). Dan pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan � Jaisyul ‘Usrah� (pasukan susah).
Karena itu Rasulullah memerintahkan kaum muslimin mengorbankan harta benda mereka untuk berjihad fisabilillah. Dengan patuh dan setia kaum muslimin memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman turut mempelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata ‘Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah, �Agaknya Abdurrahman berdosa, tidak meninggali wang belanja sedikit juga untuk isterinya.�
Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, �Adakah engkau tinggalkan untuk wang belanja isterimu?�
Jawab Abdurrahman, �Ada! Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan.�
Tanya Rasulullah, Berapa?�
Jawab Abdurrahman, �Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah.�
Pasukan muslimin berangkat ke Tabuk. Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh kaum muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk. Rasulullah terlambat hadir. Maka Abdurrahman menjadi imam shalat berjamaah bagi kaum muslimin waktu itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu beliau shalat di belakang Abdurrahman dan mengikuti sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama dari menjadi Imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para Nabi, yaitu Muhammad Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abdurrahman bin ‘Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mu’min (para istri Rasulullah). Beliau bertanggungjawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu yang mulia itu bila bepergian. Apabila para ibu tersebut pergi haji, Abdurrahman turut pula bersama-sama mereka. Beliau yang menaikkan dan menurunkan para ibu itu ke atas haudaj (penutup) khusus mereka. Itulah salah satu bidang khusus yang ditangani Abdurrahman. Beliau pantas bangga dan bahagia dengan tugas dan kepercayaan yang dilimpahkan para ibu orang-orang mukmin kepadanya.
Salah satu bukti yang dibaktikan Abdurrahman kepada ibu-ibu yang mulia, ia pernah membeli sebidang tanah berharga empat ribu dinar. Lalu tanah itu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin Bani Zuhrah, dan kepada para ibu-ibu orang mukmin, isteri Rasulullah. Ketika jatah Saidatina Aisyah ra disampaikan orang kepadanya, ibu yang mulia itu bertanya, �Siapa menghadiahkan tanah itu buat saya?�
�Abdurrahman bin ‘Auf, jawab orang itu.
Kata Ibu ‘Aisyah ra, �Rasulullah SAW pernah bersabda; Tidak ada orang yang kasihan pada kalian sepeninggalku, kecuali orang-orang yang sabar.�
Begitulah doa Rasulullah bagi Abdurrahman selalu melindunginya sepanjang hidupnya, sehingga Abdurrahman menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Perniagaannya selalu meningkat dan berkembang. Kafilah dagangnya terus menerus hilir mudik dari dan ke Madinah mengangkut gandum, tepung, minyak, pakaian, barang pecah belah, wangi-wangian dan segala kebutuhan penduduk.
Pada suatu hari iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman, terdiri dari tujuh ratus unta bermuatan sarat tiba di Madinah. Semuanya membawa pangan, sandang dan barang-barang lain kebutuhan penduduk. Ketika mereka masuk kota, bumi seolah-olah bergetar. Terdengar suara gemuruh dan hiruk pikuk. Sehingga ibu ‘Aisyah bertanya, �Suara apa yang hiruk pikuk itu?�
Dijawab orang, �Kafilah Abdurrahman dengan iring-iringan tujuh ratus ekor unta bermuatan sarat membawa pangan dan sandang serta lain-lainnya.
Kata Ibu ‘Aisyah ra, �Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Saya mendengar Rasulullah bersabda, �Abdurrahman bin Auf masuk syurga dengan merangkak (karena syurga sudah dekat sekali kepadanya).�
Sebelum menghentikan iring-iringan unta, seseorang pembawa berita mengatakan kepada Abdurrahman berita gembira yang disampaikan Ibu ‘Aisyah, bahwa Abdurrahman masuk syurga. Serentak mendengar berita itu, bagaikan terbang beliau pergi menemui Saidatina ‘Aisyah. Katanya, �Wahai Ibu, apakah Ibu mendengar sendiri ucapan itu diucapkan Rasulullah?�
Jawab Ibu ‘Aisyah, �Ya, saya mendengar sendiri!� Abdurrahman melonjak kegirangan. Katanya, �Seandainya aku sanggup, aku akan memasukinya sambil berjalan. Sudilah Ibu menyaksikan, kafilah ini dengan seluruh kenderaan dan muatannya kuserahkan untuk jihad fisabilillah.�
Sejak berita yang membahagiakan, bahwa Abdurrahman pasti masuk syurga, maka semangatnya semakin memuncak mengorbankan kekayaannya di jalan Allah. Hartanya dinafkahkan dengan kedua belah tangan, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, sehingga mencapai 40.000 dirham perak. Kemudian menyusul pula 40.000 dinar emas. Sesudah itu beliau bersedekah lagi 200 uqiyah emas. Lalu diserahkannya pula 500 ekor kuda kepada para pejuang yang lain.
Tatkala beliau hampir meninggal dunia, dimerdekakannya sejumlah besar budak yang dimilikinya. Kemudian diwasiatkan supaya memberi 400 dinar emas kepada para pejuang Badar. Mereka berjumlah seratus orang, dan semua mengambil bagiannya masing-masing. Beliau berwasiat pula supaya memberikan hartanya yang paling mulia untuk para ibu-ibu orang mukmin, sehingga Ibu ‘Aisyah sering mendoakan, �Semoga Allah memberinya minum dengan minuman dari telaga Salsabil.�
Di samping itu beliau meninggalkan warisan pula untuk ahli warisnya sejumlah harta. Beliau meninggalkan kira-kira 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, 300 ekor kambing. Beliau beristri empat orang. Masing-masing mendapat pembagian khusus 80.000. Di samping itu masih ada peninggalannya berupa emas dan perak, yang kalau dibagi-bagikan kepada ahli warisnya dengan mengampak, maka potongan-potongannya cukup menjadikan seorang ahli warisnya menjadi kaya-raya.
Walaupun begitu kaya-rayanya, namun harta kekayaannya itu seluruhnya tidak mempengaruhi jiwanya yang penuh iman dan taqwa. Apabila beliau berada di tengah-tengah budak-budaknya, orang tidak dapat membedakan di antara mereka, mana yang majikan dan mana budak.
Berbahagialah Abdurrahman bin ‘Auf dengan ribuan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Rasulullah SAW yang ucapannya selalu terbukti benar, telah memberinya khabar gembira dengan syurga Jannatun Na’im.
Telah turut menghantar jenazahnya ke tempat terakhir di dunia, antara lain sahabat mulia Sa’ad bin Abi Waqqas. Shalat jenazah turut dihadiri pula antara lain, Dzun Nurain ‘Uthman bin ‘Affan. Kata sambutan saat pemakaman, Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah.
Dalam kata sambutannya antara lain ‘Ali berkata: �Anda telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan Anda telah berhasil menundukkan kepalsuan dunia.�
Subhannallah, demikian mulia perilaku dan keimanan para sahabat Rasulullah SAW.
Allahu a’lam bisshawab.
Saidina Abdurrahman bin ‘Auf ra termasuk dalam kelompok delapan orang yang mula-mula memeluk Islam; termasuk dalam kelompok sepuluh yang diberi khabar gembira oleh Rasulullah SAW masuk syurga; termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah (sebagai formatur) dalam pemilihan khalifah sesudah ‘Umar bin Khattab al-Faruq; dan seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selagi beliau masih hidup di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin.
Namanya pada masa jahiliyah ialah ‘Abd ‘Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman. Itulah beliau Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. Abdurrahman bin ‘Auf masuk Islam sebelum Rasulullah masuk ke rumah Al-Arqam, yaitu dua hari sesudah Abu Bakar Shiddiq masuk Islam.
Sama halnya dengan kelompok kaum muslimin yang pertama-tama masuk Islam, Abdurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Tetapi beliau sabar dan tetap sabar. Pendiriannya teguh dan senantiasa teguh. Beliau menghindar dari kekejaman kaum kafir Quraisy, tetapi selalu setia dan patuh membenarkan risalah Muhammad SAW. Kemudian beliau turut berhijrah ke Habsyah bersama-sama kawan se-iman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan kaum kafir Quraisy yang senantiasa menzalimi mereka.
Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat beliau diizinkan Allah berhijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor orang-orang yang berhijrah karena dan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dalam perantauan, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar. Maka Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan beliau dengan Sa’ad ibnu Rabi’ al Anshari ra.
Pada suatu hari Sa’ad berkata kepada saudaranya, �Wahai saudaraku Abdurrahman! Aku termasuk orang kaya di antara penduduk Madinah. Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas dan dua orang pembantu. Pilihlah olehmu salah satu di antara kedua kebunku itu, ku berikan kepadamu mana yang kamu sukai. Begitu pula salah seorang di antara kedua orang pembantuku, akan ku serahkan mana yang kamu senangi, kemudian aku kawinkan engkau dengan beliau.�
Jawab Abdurrahman bin ‘Auf, �Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada saudara, kepada keluarga saudara, dan kepada harta saudara. Saya hanya akan minta tolong kepada saudara untuk menunjukkan di mana letaknya pasar Madinah ini.�
Sa’ad menunjukkan pasar tempat berjual beli kepada Abdurrahman. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum berapa lama beliau berdagang, terkumpullah wang sekadar cukup untuk mahar kahwin. Beliau datang kepada Rasulullah memakai harum-haruman. Beliau menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata,
�Wah. Alangkah wanginya kamu, hai Abdurrahman.�
Kata Abdurrahman, �Saya hendak bernikah, ya Rasulullah.�
Tanya Rasulullah, �Apakah mahar yang kamu berikan kepada istrimu?�
Jawab Abdurrahman, �Emas seberat biji kurma.�
Sabda Rasulullah, �Adakan kenduri, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahan dan harta kamu.�
Kata Abdurrahman, �Sejak itu dunia datang menghadap kepadaku (hidupku makmur dan bahagia). Hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka di bawahnya kudapati emas dan perak.�
Dalam Perang Badar Abdurrahman turut berjihad fisabilillah, dan beliau berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, antaranya ialah ‘Umair bin Uthman bin Ka’ab at-Taimy. Dalam perang Uhud beliau tetap teguh bertahan di samping Rasulullah, ketika tentara muslimin banyak yang meninggalkan barisan hadapan. Ketika selesai perang, dan kaum muslimin keluar sebagai pemenang, Abdurrahman mendapat hadiah sembilan luka parah menganga di tubuhnya, dan dua puluh luka-luka kecil. Walaupun luka kecil, namun di antaranya ada yang sedalam anak jari. Sungguh pun begitu, perjuangan dan pengorbanan Abdurrahman di medan tempur jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan perjuangan dan pengorbanannya dengan harta benda.
Pada suatu hari Rasulullah SAW berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berdiri di tengah-tengah para sahabat. Kata beliau antara lain, �Bershadaqahlah tuan-tuan! Saya hendak mengirim suatu pasukan ke medan perang.�
Mendengar ucapan Rasulullah tersebut, Abdurrahman bergegas pulang ke rumahnya dan cepat kembali ke hadapan Rasulullah di tengah-tengah kaum muslimin. Katanya, �Ya, Rasulullah! Saya mempunyai wang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah, dan dua ribu saya tinggalkan untuk keluarga saya.� Lalu wang yang dibawanya dari rumah diserahkannya kepada Rasulullah dua ribu.
Sabda Rasulullah, �Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan, dan semoga Allah memberkati pula harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu.�
Ketika Rasulullah bersiap untuk menghadapi Perang Tabuk beliau membutuhkan jumlah dana dan tentara yang tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh, yaitu tentara Rum sangat banyak. Di samping itu di Madinah tengah mengalami musim panas. Perjalanan ke Tabuk sangat jauh dan sulit. Dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi.
Banyak di antara kaum muslimin yang kecewa sedih karena ditolak Rasulullah menjadi tentera yang akan turut berperang. Sebab kenderaan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu pulang kembali dengan air mata bercucuran kesedihan, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkannya. Mereka yang tidak diterima itu terkenal dengan nama �Al-Bakkaain� (orang yang menangis). Dan pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan � Jaisyul ‘Usrah� (pasukan susah).
Karena itu Rasulullah memerintahkan kaum muslimin mengorbankan harta benda mereka untuk berjihad fisabilillah. Dengan patuh dan setia kaum muslimin memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman turut mempelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata ‘Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah, �Agaknya Abdurrahman berdosa, tidak meninggali wang belanja sedikit juga untuk isterinya.�
Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, �Adakah engkau tinggalkan untuk wang belanja isterimu?�
Jawab Abdurrahman, �Ada! Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan.�
Tanya Rasulullah, Berapa?�
Jawab Abdurrahman, �Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah.�
Pasukan muslimin berangkat ke Tabuk. Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh kaum muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk. Rasulullah terlambat hadir. Maka Abdurrahman menjadi imam shalat berjamaah bagi kaum muslimin waktu itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu beliau shalat di belakang Abdurrahman dan mengikuti sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama dari menjadi Imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para Nabi, yaitu Muhammad Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abdurrahman bin ‘Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mu’min (para istri Rasulullah). Beliau bertanggungjawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu yang mulia itu bila bepergian. Apabila para ibu tersebut pergi haji, Abdurrahman turut pula bersama-sama mereka. Beliau yang menaikkan dan menurunkan para ibu itu ke atas haudaj (penutup) khusus mereka. Itulah salah satu bidang khusus yang ditangani Abdurrahman. Beliau pantas bangga dan bahagia dengan tugas dan kepercayaan yang dilimpahkan para ibu orang-orang mukmin kepadanya.
Salah satu bukti yang dibaktikan Abdurrahman kepada ibu-ibu yang mulia, ia pernah membeli sebidang tanah berharga empat ribu dinar. Lalu tanah itu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin Bani Zuhrah, dan kepada para ibu-ibu orang mukmin, isteri Rasulullah. Ketika jatah Saidatina Aisyah ra disampaikan orang kepadanya, ibu yang mulia itu bertanya, �Siapa menghadiahkan tanah itu buat saya?�
�Abdurrahman bin ‘Auf, jawab orang itu.
Kata Ibu ‘Aisyah ra, �Rasulullah SAW pernah bersabda; Tidak ada orang yang kasihan pada kalian sepeninggalku, kecuali orang-orang yang sabar.�
Begitulah doa Rasulullah bagi Abdurrahman selalu melindunginya sepanjang hidupnya, sehingga Abdurrahman menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Perniagaannya selalu meningkat dan berkembang. Kafilah dagangnya terus menerus hilir mudik dari dan ke Madinah mengangkut gandum, tepung, minyak, pakaian, barang pecah belah, wangi-wangian dan segala kebutuhan penduduk.
Pada suatu hari iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman, terdiri dari tujuh ratus unta bermuatan sarat tiba di Madinah. Semuanya membawa pangan, sandang dan barang-barang lain kebutuhan penduduk. Ketika mereka masuk kota, bumi seolah-olah bergetar. Terdengar suara gemuruh dan hiruk pikuk. Sehingga ibu ‘Aisyah bertanya, �Suara apa yang hiruk pikuk itu?�
Dijawab orang, �Kafilah Abdurrahman dengan iring-iringan tujuh ratus ekor unta bermuatan sarat membawa pangan dan sandang serta lain-lainnya.
Kata Ibu ‘Aisyah ra, �Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Saya mendengar Rasulullah bersabda, �Abdurrahman bin Auf masuk syurga dengan merangkak (karena syurga sudah dekat sekali kepadanya).�
Sebelum menghentikan iring-iringan unta, seseorang pembawa berita mengatakan kepada Abdurrahman berita gembira yang disampaikan Ibu ‘Aisyah, bahwa Abdurrahman masuk syurga. Serentak mendengar berita itu, bagaikan terbang beliau pergi menemui Saidatina ‘Aisyah. Katanya, �Wahai Ibu, apakah Ibu mendengar sendiri ucapan itu diucapkan Rasulullah?�
Jawab Ibu ‘Aisyah, �Ya, saya mendengar sendiri!� Abdurrahman melonjak kegirangan. Katanya, �Seandainya aku sanggup, aku akan memasukinya sambil berjalan. Sudilah Ibu menyaksikan, kafilah ini dengan seluruh kenderaan dan muatannya kuserahkan untuk jihad fisabilillah.�
Sejak berita yang membahagiakan, bahwa Abdurrahman pasti masuk syurga, maka semangatnya semakin memuncak mengorbankan kekayaannya di jalan Allah. Hartanya dinafkahkan dengan kedua belah tangan, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, sehingga mencapai 40.000 dirham perak. Kemudian menyusul pula 40.000 dinar emas. Sesudah itu beliau bersedekah lagi 200 uqiyah emas. Lalu diserahkannya pula 500 ekor kuda kepada para pejuang yang lain.
Tatkala beliau hampir meninggal dunia, dimerdekakannya sejumlah besar budak yang dimilikinya. Kemudian diwasiatkan supaya memberi 400 dinar emas kepada para pejuang Badar. Mereka berjumlah seratus orang, dan semua mengambil bagiannya masing-masing. Beliau berwasiat pula supaya memberikan hartanya yang paling mulia untuk para ibu-ibu orang mukmin, sehingga Ibu ‘Aisyah sering mendoakan, �Semoga Allah memberinya minum dengan minuman dari telaga Salsabil.�
Di samping itu beliau meninggalkan warisan pula untuk ahli warisnya sejumlah harta. Beliau meninggalkan kira-kira 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, 300 ekor kambing. Beliau beristri empat orang. Masing-masing mendapat pembagian khusus 80.000. Di samping itu masih ada peninggalannya berupa emas dan perak, yang kalau dibagi-bagikan kepada ahli warisnya dengan mengampak, maka potongan-potongannya cukup menjadikan seorang ahli warisnya menjadi kaya-raya.
Walaupun begitu kaya-rayanya, namun harta kekayaannya itu seluruhnya tidak mempengaruhi jiwanya yang penuh iman dan taqwa. Apabila beliau berada di tengah-tengah budak-budaknya, orang tidak dapat membedakan di antara mereka, mana yang majikan dan mana budak.
Berbahagialah Abdurrahman bin ‘Auf dengan ribuan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Rasulullah SAW yang ucapannya selalu terbukti benar, telah memberinya khabar gembira dengan syurga Jannatun Na’im.
Telah turut menghantar jenazahnya ke tempat terakhir di dunia, antara lain sahabat mulia Sa’ad bin Abi Waqqas. Shalat jenazah turut dihadiri pula antara lain, Dzun Nurain ‘Uthman bin ‘Affan. Kata sambutan saat pemakaman, Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah.
Dalam kata sambutannya antara lain ‘Ali berkata: �Anda telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan Anda telah berhasil menundukkan kepalsuan dunia.�
Subhannallah, demikian mulia perilaku dan keimanan para sahabat Rasulullah SAW.
Allahu a’lam bisshawab.
No comments:
Post a Comment