Saturday, September 11, 2010


BAGIAN KEDUAPULUH SEMBILAN: IBADAH HAJI PERPISAHAN (1/2)
Muhammad Husain Haekal

Muhammad dan Ahli Kitab - Kedudukannya di kalangan
orang-orang Nasrani - Keramahannya kepada mereka -
Kedudukan Muhammad di kalangan mereka - Ali b. Abi
Talib diutus ke Yaman - Muhammad menyerukan orang pergi
haji, mereka datang ke Medinah dari segenap penjuru -
Sejumlah kira-kira 100.000 berangkat ke Mekah - Manasik
haji - Khotbah Muhammad.

SEJAK Ali b. Abi Talib membacakan awal Surah Bara'ah kepada
orang-orang yang pergi haji, yang terdiri dari orang-orang
Islam dan musyrik, waktu Abu Bakr memimpin jemaah haji, dan
sejak ia mengumumkan kepada mereka atas perintah Muhammad
waktu mereka berkumpul di Mina, bahwa orang kafir tidak akan
masuk surga, dan sesudah tahun ini orang musyrik tidak boleh
lagi naik haji, tidak boleh lagi bertawaf di Ka'bah dengan
telanjang, dan barangsiapa terikat oleh suatu perjanjian
dengan Rasulullah s.a.w. itu tetap berlaku sampai pada
waktunya - sejak itu pula orang-orang musyrik penduduk jazirah
Arab semua yakin sudah, bahwa buat mereka tak lagi ada tempat
untuk terus hidup dalam paganisma. Dan kalau masih juga mereka
melakukan itu, ingatlah, akan pengumuman perang dari Allah dan
RasulNya. Hal ini akan berlaku buat penduduk daerah selatan
jazirah Arab, yaitu Yaman dan Hadzramaut; sebab buat daerah
Hijaz dan sekitarnya sampai ke utara mereka sudah masuk Islam
dan bernaung di bawah bendera agama baru ini. Di bagian
selatan itu sebenarnya masih terbagi antara penganut
paganisma, dengan penganut Kristen. Tetapi orang-orang pagan
ini kemudian menerima juga, seperti yang sudah kita lihat di
atas. Secara berbondong bondong mereka masuk Islam, mereka
mengirim utusan ke Medinah, dan Nabi pun menyambut mereka
dengan sangat baik sekali, yang kiranya membuat mereka lebih
gembira lagi menerima Islam. Sebagian besar mereka kembali ke
daerah kekuasaan mereka masing-masing dan ini membuat mereka
lebih cinta lagi kepada agama baru ini.

Mengenai Ahli Kitab yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan
Nasrani, ayat-ayat yang telah dibacakan oleh Ali dari Surah
At-Taubah demikian bunyinya:

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan
oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama
yang benar, yaitu orang-orang yang sudah mendapat Al-Kitab,
sampai mereka membayar. jizya dengan patuh dalam keadaan
tunduk."1 sampai kepada firman Tuhan:

"Orang-orang beriman! Banyak sekali para pendeta dan
rahib-rahib memakan harta orang dengan jalan yang batil dan
mereka merintangi orang dari jalan Allah. Dan mereka yang
menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan
Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa yang pedih.
Tatkala semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu dengan itu
dahi mereka, lambung mereka dan punggung mereka dibakar.
'Inilah harta bendamu yang kamu timbun untuk dirimu sendiri.
Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu timbun itu."
(Qur'an, 9: 34 - 35)

Menghadapi ayat-ayat Surah At-Taubah sebagai wahyu penutup
dalam Quran itu, banyak ahli-ahli sejarah yang bertanya-tanya
dalam hati: apakah perintah Muhanmnmad 'a.s. mengenai Ahli
Kitab itu berbeda dengan perintahnya dulu ketika baru-baru ia
membawa ajarannya? Beberapa Orientalis lalu berpendapat bahwa
ayat-ayat ini hendak menempatkan Ahli Kitab dan orang-orang
musyrik dalam kedudukan yang hampir sama; dan bahwa Muhammad,
yang sudah berhasil mengalahkan paganisma di seluruh jazirah,
setelah meminta bantuan pihak Yahudi dan Nasrani, dengan
menyatakan pada tahun-tahun pertama risalahnya itu, bahwa ia
datang membawa agama Isa, Musa, Ibrahim dan rasul-rasul Iain
yang sudah lebih dulu, telah mengarahkan sasarannya kepada
orang-orang Yahudi, yang sudah lebih dulu menghadapinya dengan
permusuhan. Mereka tetap bersikap demikian, sampai akhirnya
mereka diusir dari jazirah. Sementara itu ia hendak mengambil
mati orang-orang Nasrani, lalu turun ayat-ayat yang memperkuat
iman mereka yang baik, sehingga datang firman Tuhan ini:

"Pasti akan kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi
mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang
musyrik dan pasti akan kaudapati orang-orang yang paling akrab
bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang
berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, diantara
mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu
tidak menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)

Nah, sekarang ia mengarahkan tujuannya kepada pihak Nasrani,
sama seperti yang dulu ditujukan kepada pihak Yahudi.
Orang-orang Nasrani digolongkan kedalam mereka yang tidak
percaya kepada Tuhan dan kepada Hari Kemudian. Ia melakukan
hal itu setelah pihak Nasrani memberikan perlindungan kepada
pengikut-pengikutnya kaum Muslimin ketika mereka dulu pergi ke
Abisinia di bawah naungan rajanya yang adil, dan setelah pula
Muhammad menulis surat kepada penduduk Najran dan kaum Nasrani
lainnya dengan menjamin agama mereka dan segala upacara
keagamaan yang mereka lakukan. Lalu golongan Orientalis itu
berpendapat bahwa sikap kontradiksi dalam siasat Muhammad
inilah yang kemudian membuat permusuhan antara pihak Muslimin
dengan Nasrani itu jadi berlarut-larut, dan bahwa dia pula
yang membuat saling pendekatan antara pengikut-pengikut Yesus
dengan pengikut-pengikut Muhammad jadi tidak begitu mudah,
kalau pun tidak akan dikatakan mustahil.

Mengambil argumen ini secara mendatar adakalanya dapat memikat
orang bahwa itu ada juga benarnya, atau pun dapat memikat
orang sampai mempercayainya. Akan tetapi bila orang mau
mengikuti jalur sejarah mau menelitinya sehubungan dengan
masalah-masalah dan sebab-sebab turunnya ayat-ayat itu,
samasekali orang tidak perlu sangsi tentang kesatuan sikap
Islam dan sikap Muhammad terhadap agama-agama Kitab sejak dari
permulaan risalah itu sampai akhirnya. Almasih anak Mariam
ialah Hamba Allah yang diberiNya kitab, dijadikanNya ia
seorang nabi, dijadikannya ia orang yang beroleh berkah dimana
pun ia berada! diperintahkanNya ia melakukan sembahyang,
mengeluarkan zakat selama ia masih hidup. Itulah yang telah
diturunkan oleh Qu'ran sejak dari permulaan risalah sampai
akhirnya. Allah cuma Satu. Allah itu Abadi dan Mutlak. Tidak
beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada suatu apa pun yang
meyerupaiNya. Itulah jiwa dan dasar Islam sejak dari langkah
pertama, dan itu pula jiwa Islam selama dunia ini berkembang.

Orang-orang Nasrani Najran pernah mendatangi Nabi hendak
mengajaknya berdebat tentang Tuhan dan tentang kenabian Isa
terhadap Tuhan jauh sebelum Surah At-Taubah ini turun. Mereka
bertanya kepada Muhammad:

"Ibu Isa itu Mariam; lalu siapa bapanya?"

Untuk itu datang firman Allah:

"Hal seperti terhadap Adam; dijadikanNya ia dari tanah lalu
dikatakan: 'jadilah,' maka jadilah ia. Kebenaran itu datangnya
hanya dari Tuhan. Jangan kau jadi orang yang sangsi.
Barangsiapa mengajak engkau berdebat tentang Dia setelah
engkau mendapat pengetahuan, katakanlah: 'Marilah kita panggil
anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan
wanita-wanita kamu, diri kami sendiri dan diri kamu; kemudian
kita berdoa supaya laknat Tuhan itu ditimpakan kepada yang
berdusta.' Inilah kisah kisah sebenarnya: tiada tuhan selain
Allah. Dan Allah sungguh Maha Kuasa dan Bijaksana. Kalau pun
mereka menyimpang juga, Tuhan jua yang mengetahui mereka yang
berbuat bencana. Katakanlah: 'Orang-orang Ahli Kitab! Marilah
kita menerima suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu;
bahwa tak ada yang akan kita sembah selain Allah, dan bahwa
kita takkan mempersekutukanNya dengan apa pun, dan tidak pula
antara kita akan saling mempertuhan satu sama lain, selain
daripada Allah.' Tetapi kalau mereka menyimpang juga,
katakanlah: 'Saksikanlah, bahwa kami ini orang-orang
Muslimin." (Qur'an, 3: 59 - 64)

Percakapan dalam surah ini, Surah Keluarga 'Imran dengan gaya
bahasa yang luarbiasa, ditujukan kepada Ahli Kitab, menegur
mereka mengapa mereka merintangi orang beriman dari jalan
Allah dan mengapa mereka mengingkari ayat-ayat yang datang
dari Tuhan, padahal ayat-ayat itu juga yang dibawa oleh Isa,
oleh Musa, oleh Ibrahim, sebelum kata-kata itu diubah-ubah dan
sebelum diartikan menurut kehendak nafsu sendiri disesuaikan
dengan kehidupan duniawi dengan kesenangan yang penuh tipu
daya. Banyak lagi surah-surah lain, yang dalam kata-katanya
ditujukan seperti yang terdapat dalam surah Keluarga 'Imran
itu. Dalam Surah al-Ma'idah (5) Tuhan berfirman:

"Sebenarnya mereka telah melakukan penyhinaan (terhadap
Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa Allah satu dari tiga
dalam trinitas. Tak ada tuhan kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila
tidak mau juga mereka berhenti (menghina Tuhan), pasti mereka
yang telah merendahkan (Tuhan) itu akan dijatuhi siksaan yang
amat pedih. Tidakkah mereka mau bertaubat kepada Tuhan dan
meminta ampun. Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Sebenarnya
Almasih putera Mariam itu hanya seorang rasul, dan ibunya
adalah wanita yang tulus dan jujur, keduanya memakan makanan.
Perhatikanlah, betapa Kami menjelaskan ayat-ayat itu kepada
mereka, lalu perhatikanlah, bagaimana mereka sampai
dipalingkan?" (Qur'an,5:73 - 75)

Kemudian dalam Surah al-Ma'idah itu juga Tuhan berfirman:

"Dan ingat ketika Allah berkata: 'Hai Isa anak Mariam!
engkaukah yang mengatakan kepada orang: Allah mengangkatku dan
ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?' Ia menjawab: 'Maha Suci
Engkau, tidak akan aku mengatakan yang bukan menjadi hakku.
Kalau pun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah mengetahuinya.
Engkau mengetahui apa yang ada dalam hatiku, tapi aku tidak
mengetahui apa yang ada didalam DiriMu." (Qur'an, 5: 116)

sampai pada ayat-ayat selanjutnya seperti sudah kita nukilkan
dalam pengantar buku ini. Salah satu ayat dalam Surah
al-Ma'idah inilah yang oleh penulis-penulis sejarah Kristen
dipersoalkan dan dijadikannya alasan tentang perkembangan
sikap Muhammad terhadap mereka sesuai dengan perkembangan
politiknya, yaitu ketika Tuhan berfirman:

"Pasti akan kau dapati orang-orang yang paling keras memusuhi
mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang
musyrik; dan pasti akan kaudapati orang-orang yang paling
akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang
berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, diantara
mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu
tidak menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)

Sebaliknya, ayat-ayat yang terdapat dalam Surah Bara'ah (9)
yang juga bicara tentang Ahli Kitab sekali-kali tidak
membicarakan kepercayaan mereka mengenai Almasih anak Mariam
itu. Ayat-ayat itu bicara tentang kelakukan mereka
mempersekutukan Tuhan, makan harta orang secara tidak sah
serta menimbun emas dan perak. Sedang menurut Islam Ahli Kitab
itu sudah keluar dari rel agama Isa, mereka menghalalkan apa
yang dilarang oleh Tuhan dan melakukan perbuatan orang yang
tidak beriman kepada Tuhan dan Hari Kemudian. Tetapi sungguh
pun demikian - lepas dari semua itu - keimanan mereka kepada
Tuhan sudah menjadi jembatan buat mereka untuk tidak
dipersamakan dengan orang-orang pagan. Buat mereka yang masih
gigih mau menjadikan Tuhan satu dari tiga dalam trinitas dan
mau menghalalkan apa yang dilarang Tuhan, cukup dengan
membayar jizya dengan taat dan patuh.

Seruan yang telah disampaikan oleh Ali tatkala Abu Bakr
memimpin jamaah haji itu merupakan puncak dari masuknya
penduduk jazirah bagian selatan kedalam Islam secara
berbondong-bondong. Utusan-utusan itu secara berturut-turut
telah datang ke Medinah seperti sudah kita sebutkan -
diantaranya perutusan dari orang-orang musyrik dan dari Ahli
Kitab. Nabi memberi hormat secukupnya kepada setiap utusan
yang datang dan para amir itu dikembalikan ke daerah kekuasaan
mereka dengan cara terhormat sekali. Hal ini sudah kita
sebutkan dalam bagian yang lalu. Asy'ath b. Qais dengan
memimpin 80 orang dari Kinda dengan berkendaraan, mereka
datang kepada Nabi dalam mesjid, dengan berhias rambut,
bercelak mata, mengenakan jubah yang indah-indah dan
berselempang sutera. Begitu melihat mereka, Nabi berkata:

"Bukankah kamu sudah menjadi Islam?"

"Ya," jawab mereka.

"Buat apa kamu mengenakan sutera ini di leher?" kata Nabi
lagi.

Mereka lalu melepaskan sutera itu.

"Rasulullah," kata Asy'ath kemudian, "kami dari Keluarga
Akil'l-Murar2 dan tuan juga dari keturunan Akil'l-Murar."

Mendengar itu Nabi tersenyum. Ia teringat pada 'Abbas bin
'Abd'l-Muttalib dan Rabi'a bin'l-Harith

Bersama dengan Asy'ath itu juga datang Wa'il b. Hujr al-Kindi,
seorang amir dari daerah pantai di Hadzramaut. Ia kemudian
masuk Islam. Nabi mengakui daerah kekuasaannya itu dan
dimintanya ia memungut 'usyr dari penduduk untuk diserahkan
kepada pemungut-pemungut pajak yang sudah ditunjuk oleh Rasul.
Dalam hal ini Nabi menugaskan Mu'awiya b. Abi Sufyan menemani
Wa'il ke negerinya. Tetapi Wa'il tidak mau sekendaraan dengan
dia dan tidak pula mau memberikan kepadanya alas kaki. Sekedar
dapat menahan panasnya musim, cukup dengan membiarkan dia
berjalan di bawah naungan untanya. Meskipun ini bertentangan
dengan ajaran Islam yang mengajarkan persamaan antara sesama
kaum Muslimin dan semua orang Islam bersaudara, namun Mu'awiya
menerimanya juga demi menjaga Islamnya Wa'il dan golongannya.

Setelah Islam tersiar di kawasan Yaman, Nabi mengutus Mu'adh
(b. Jabal) ke daerah itu untuk memberikan pelajaran kepada
penduduk serta untuk memperdalam hukum Islam, dengan pesan:
"Permudahlah dan jangan dipersulit. Gembirakan dan jangan
ditakut-takuti. Engkau akan bertemu dengan golongan Ahli Kitab
yang akan bertanya kepadamu: 'Apa kunci surga?' Maka jawablah:
'Suatu kesaksian, bahwa tak ada tuhan selain Allah Yang tiada
bersekutu."

Mu'adh pun berangkat, disertai beberapa orang dari kalangan
Muslimin yang mula-mula dan yang bertugas mengurus 'usyr,
serta memberikan pelajaran dan menjalankan hukum sesuai dengan
perintah Tuhan dan Rasul.

Dengan tersebarnya Islam di seluruh kawasan jazirah itu - dari
timur sampai ke barat, dari utara sampai ke selatan - maka
seluruh lingkungan itu telah menjadi satu di bawah satu panji,
yaitu panji Muhammad Rasulullah s.a.w. dan berada dalam satu
agama yaitu Islam, jantung mereka pun hanya satu pula arahnya,
yaitu menyembah Allah Yang Tunggal tiada bersekutu.

Sebelum duapuluh tahun yang lalu, kabilah-kabilah itu saling
bermusuhan, satu sama lain serang menyerang dalam peperangan,
setiap ada kesempatan. Tetapi dengan penggabungan mereka
dibawah panji Islam ini; mereka telah menjadi bersih dari
segala noda paganisma, mereka hidup tenteram dibawah
undang-undang Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian
permusuhan di kalangan penduduk itu sudah tak ada lagi. Perang
dan permusuhan sudah tidak punya tempat. Sudah tak ada lagi
orang yang akan menghunus pedang, kecuali jika hendak
mempertahankan tanah air, membela agama Allah dari serangan
pihak lain.

Akan tetapi masih ada sekelompok orang-orang Nasrani Najran
yang masih berpegang pada agama mereka, yang berbeda dengan
sebagian besar masyarakat mereka sendiri, yaitu Banu Harith
yang sudah lebih dahulu masuk Islam. Kepada mereka ini Nabi
mengutus Khalid bin'l-Walid mengajak mereka menganut Islam
supaya terhindar dari serbuannya. Tetapi begitu diserukan
mereka sudah mau masuk Islam. Khalid kemudian mengirim utusan
dari kalangan mereka sendiri ke Medinah supaya menemui Nabi,
yang kemudian disambutnya dengan ramah dan akrab sekali.
Disamping itu ada lagi sekelompok masyarakat Yaman yang masih
merasa enggan sekali tunduk di bawah panji Islam, sebab Islam
lahir di Hijaz, sedang biasanya Yaman yang menyerbu Hijaz.
Sebaliknya, sebelum itu Hijaz tidak yernah menyerang Yaman.

Kepada mereka ini Nabi mengutus Ali b. Abi Talib dengan tugas
mengajak mereka ke dalam Islam. Juga pada mulanya mereka
sangat congkak sekali. Menyambut ajakan Ali dengan
menyerangnya. Akan tetapi Ali - dengan usianya yang masih
begitu muda dan hanya membawa tiga ratus orang - sudah dapat
membuat mereka cerai-berai. Pihak penyerang yang sudah dipukul
mundur itu kembali menyusun lagi barisannya. Akan tetapi Ali
segera mengepung mereka sehingga timbul panik dalam barisan
mereka itu. Tak ada jalan lain mereka harus menyerah. Dengan
demikian kemudian mereka masuk Islam dan menjadi orang Islam
yang baik. Semua pelajaran yang diberikan oleh Mu'adh dan
sahabat-sahabatnya mereka dengarkan baik-baik. Utusan mereka
ini merupakan utusan terakhir yang diterima Nabi di Medinah
sebelum Nabi berpulang ke rahmatullah.

Sementara Ali sedang bersiap-siap kembali ke Mekah, Nabi pun
sedang dalam persiapan pula hendak menunaikan ibadah haji, dan
dimintanya orang juga bersiap-siap. Bulan berganti bulan dan
bulan Zulkaedah pun sudah pula hampir lalu. Nabi belum lagi
melakukan ibadah haji akbar meskipun sebelum itu sudah dua
kali mengadakan 'umrah dengan melakukan ibadah haji ashghar.3

(bersambung ke bagian 2/2)



BAGIAN KEDUAPULUH SEMBILAN: IBADAH HAJI PERPISAHAN       (2/2)
Muhammad Husain Haekal
 
Dalam ibadah haji ada suatu manasik (upacara) yang  dalam  hal
ini  Nabi  'a.s.  adalah  contoh bagi umat Islam. Begitu orang
mengetahui benar Nabi telah menetapkan  akan  pergi  haji  dan
mengajak  mereka  ikut serta, tersiarlah ajakan itu ke segenap
penjuru semenanjung. Beribu-ribu orang datang ke Medinah  dari
segenap  penjuru:  dari  kota-kota  dan  dari  pedalaman, dari
gunung-gunung dan dari sahara, dari semua pelosok  tanah  Arab
yang  membentang  luas,  yang  sekarang  sudah bersinar dengan
cahaya Tuhan dan cahaya Nabi yang mulia itu. Di  sekitar  kota
Medinah  sudah  pula  dipasang  kemah-kemah untuk seratus ribu
orang atau lebih, yang datang memenuhi seruan Nabi, Rasulullah
s.a.w.    Mereka   datang   sebagai   saudara   untuk   saling
kenal-mengenal,   mereka   dipertalikan   semua   oleh    rasa
kasih-sayang,  oleh  keikhlasan hati dan oleh ukhuah islamiah,
yang dalam tahun-tahun sebelum itu mereka  saling  bermusuhan.
Manusia  yang  berjumlah  ribuan itu kini sedang melihat-lihat
kota, masing-masing dengan bibir tersenyum, dengan wajah  yang
cerah  dan berseri-seri. Berkumpulnya mereka itu menggambarkan
adanya suatu kebenaran yang  telah  mendapat  kemenangan,  Nur
Ilahi  telah  tersebar  luas,  yang membuat mereka semua teguh
bersatu seperti sebuah bangunan yang kukuh.

Pada 25 Zulkaedah tahun kesepuluh Hijrah Nabi berangkat dengan
membawa  semua  isterinya,  masing-masing  dalam  hodahnya. Ia
berangkat dengan diikuti jumlah manusia yang begitu melimpah -
penulis-penulis  sejarah ada yang menyebutkan 90.000 orang dan
ada pula yang  menyebutkan  114.000  orang.  Mereka  berangkat
dibawa  oleh  iman,  jantung  mereka  penuh kegembiraan, penuh
keikhlasan, menuju  ke  Baitullah  yang  suci.  Mereka  hendak
menunaikan kewajiban ibadah haji besar.

Bilamana  mereka  sampai di Dhu'l-Hulaifa, mereka berhenti dan
tinggal selama satu malam di sana. Keesokan harinya, bila Nabi
sudah  mengenakan  pakaian  ihram kaum Muslimin yang lain juga
memakai pakaian ihram. Mereka semua  masing-masing  mengenakan
kain  selubung  bagian  bawah  dan atas. Mereka berjalan semua
dengan pakaian yang sama, yaitu pakaian yang sangat sederhana.
Dengan  demikian  mereka  telah  melaksanakan  suatu persamaan
dalam arti yang sangat jelas.
 
Dengan seluruh kalbu Muhammad telah menghadapkan  diri  kepada
Tuhan  dengan  mengucapkan talbiah yang diikuti pula oleh kaum
Muslimin dari belakang: "Labbaika Allahumma labbaika, labbaika
la   syarika   laka   labbaika.   Alhamdu  lillah  wan-ni'matu
wa'sy-syukru  laka  labbaika.   Labbaika   la   syarika   laka
labbaika."   ("Kupenuhi   panggilanMu,   ya   Allah,  kupenuhi
panggilanMu. Kupenuhi  panggilanMu.  Tiada  bersekutu  Engkau.
Kupenuhi  panggilanMu.  Puji,  nikmat  dan syukur kepunyaanMu.
Kupenuhi panggilanMu, kupenuhi  panggilanMu,  tiada  bersekutu
Engkau. Kupenuhi panggilanMu.")
 
Lembah-lembah  dan  padang  sahara  bersahut-sahutan menyambut
seruan ini, semua turut berseru dengan penuh iman. Ribuan,  ya
puluhan    ribu    kafilah    itu   menyusuri   jalan   antara
Madinat'r-Rasul dengan Kota  Mesjid  Suci.  Ia  berhenti  pada
setiap mesjid, menunaikan kewajiban sambil menyerukan talbiah,
sebagai tanda taat dan syukur atas nikmat Allah. Dengan  penuh
kesabaran  ia  menantikan  saat  ibadah  haji  akbar itu tiba.
Dengan hati rindu, dengan jantung berdetak  penuh  cinta  akan
Baitullah. Padang-padang pasir seluruh jazirah, gunung-gunung,
lembah-lembah  dan  padang  tanaman  yang   segar   menghijau,
terkejut     mendengarnya,     dengan     kumandangnya    yang
bersahut-sahutan; suatu hal yang belum pernah dikenal, sebelum
Nabi   yang  ummi  ini,  Rasul  dan  Hamba  Allah  ini  datang
memberkahinya.

Tatkala rombongan itu sampai di Sarif -  suatu  tempat  antara
jalan   Mekah   dengan   Medinah  -  Muhammad  berkata  kepada
sahabat-sahabatnya:
 
"Barangsiapa diantara kamu tidak membawa binatang  kurban  dan
ingin menjadikan (ihram) ini sebagai umrah, lakukanlah; tetapi
yang membawa binatang kurban jangan."
 
Bilamana jamaah haji sudah sampai di Mekah pada  hari  keempat
Zulhijjah,  Nabi  cepat-cepat  menuju Ka'bah diikuti oleh kaum
Muslimin yang lain. Kemudian  ia  menyentuh  hajar  aswad  dan
menciumnya,  lalu  bertawaf  di Ka'bah sebanyak tujuh kali dan
pada tiga kali  yang  pertama  ia  berlari-lari  seperti  yang
dilakukan  pada waktu 'umrat'l-qadza'. Setelah melakukan salat
di Maqam Ibrahim ia kembali  dan  sekali  lagi  mencium  hajar
aswad.  Kemudian  ia  keluar  dari mesjid itu menuju ke sebuah
bukit di Shafa, lalu melakukan sa'i antara  Shafa  dan  Marwa.
Selanjutnya  Muhammad berseru supaya barangsiapa tidak membawa
ternak  kurban  untuk  disembelih,  jangan  terus   mengenakan
pakaian  ihram.  Ada beberapa orang yang masih ragu-ragu. Atas
sikap yang  masih  ragu-ragu  ini  Nabi  marah  sekali  seraya
katanya
 
"Apa yang kuperintahkan, lakukanlah."
 
Dalam keadaan masih gusar itu Nabi memasuki kubahnya, sehingga
Aisyah bertanya:
 
"Kenapa jadi marah?"
 
"Bagaimana  takkan  marah,  aku  memerintahkan  sesuatu  tidak
dijalankan."
 
Ketika  ada  salah  seorang  sahabat menemuinya ia masih dalam
keadaan marah.
 
"Rasulullah," katanya, "orang yang  membuat  tuan  jadi  marah
akan masuk neraka."
 
Ketika itu Rasul menjawab:
 
"Tidak  kau  ketahui,  bahwa  aku memerintahkan sesuatu kepada
mereka  tapi  mereka  masih  ragu-ragu?  Jika  aku  menghadapi
tugasku,  aku  takkan  pernah mundur! Aku tidak membawa ternak
kurban itu kemari sebelum  aku  membelinya.  Sesudah  itu  aku
melepaskan   ihram   seperti  mereka  juga,"  demikian  Muslim
melaporkan.
 
Setelah kaum  Muslimin  mengetahui,  bahwa  Rasulullah  sampai
marah, ribuan mereka segera melepaskan pakaian ihramnya dengan
perasaan menyesal sekali.  Juga  isteri-isteri  Nabi,  Fatimah
puterinya  seperti yang lain juga melepaskan pakaian ihramnya.
Yang masih mengenakan ihram hanya mereka yang  membawa  ternak
kurban.

Sementara  kaum  Muslimin  sedang menunaikan ibadah haji, Ali
pun kembali dari ekspedisinya ke Yaman.  Ia  sudah  mengenakan
pula  pakaian  ihram  sebagai  persiapan  pergi  haji  setelah
diketahuinya bahwa Rasulullah memimpin jamaah berhaji.  Ketika
ia menemui Fatimah dan dilihatnya sudah melepaskan kain ihram,
hal  itu  ditanyakannya.  Fatimah   menerangkan   bahwa   Nabi
menmerintahkan mereka supaya melepaskan ihram itu waktu umrah.
Ia pun segera pergi  menemui  Nabi,  hendak  melaporkan  hasil
perjalanannya ke Yaman. Selesai laporan itu Nabi berkata:
 
"Pergilah bertawaf di Ka'bah kemudian lepaskan ihrammu seperti
teman-temanmu yang lain."
 
"Rasulullah"' kata Ali, "saya sudah mengucapkah ihlal  seperti
yang tuan ucapkan."4
 
"Kembalilah    dan    lepaskan   ihrammu   seperti   dilakukan
teman-temanmu yang lain," kata Nabi lagi.
 
"Rasulullah," demikian Ali berkata,  "ketika  saya  mengenakan
ihram,  saya  sudah  berkata  begini: Allahumma Ya Allah, saya
berihlal seperti  yang  dilakukan  oleh  NabiMu,  HambaMu  dan
RasulMu Muhammad."
 
Nabi   bertanya,  kalau-kalau  dia  sudah  mempunyai  binatang
kurban. Setelah oleh Ali dijawab  tidak,  Muhammad  membagikan
binatang kurban yang dibawanya itu kepada Ali. Dengan demikian
Ali tetap mengenakan ihram dan melakukan  manasik  haji  akbar
sampai selesai.

Pada  hari  kedelapan  Zulhijjah,  yaitu Hari Tarwia, Muhammad
pergi ke Mina. Selama sehari itu  sambil  melakukan  kewajiban
salat  ia  tinggal  dalam  kemahnya itu. Begitu juga malamnya,
sampai pada waktu fajar menyingsing pada  hari  haji.  Selesai
salat  subuh,  dengan  menunggang  untanya  al-Qashwa' tatkala
matahari mulai tersembul ia menuju  arah  ke  gunung  'Arafat.
Arus-manusia  dari  belakang  mengikutinya.  Bilamana ia sudah
mendaki  gunung  itu  dengan  dikelilingi  oleh  ribuan   kaum
Muslimin  yang  mengikuti perjalanannya - ada yang mengucapkan
talbiah, ada yang bertakbir,  sambil  ia  mendengarkan  mereka
itu, dan membiarkan mereka masing-masing.
 
Di  Namira,  sebuah  desa  sebelah  timur  'Arafat, telah pula
dipasang sebuah kemah  buat  Nabi,  atas  permintaannya.  Bila
matahari  sudah tergelincir, dimintanya untanya al-Qashwa, dan
ia berangkat lagi sampai di perut wadi di bilangan 'Urana.  Di
tempat  itulah  manusia  dipanggilnya, sambil ia masih di atas
unta, dengan  suara  lantang;  tapi  sungguhpun  begitu  masih
diulang  oleh  Rabi'a b. Umayya b. Khalaf. Setelah mengucapkan
syukur dan puji kepada Allah dengan berhenti pada setiap  anak
kalimat  ia  berkata,  "Wahai manusia sekalian!5 perhatikanlah
kata-kataku ini! Aku tidak  tahu,  kalau-kalau  sesudah  tahun
ini,  dalam  keadaan  seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu
dengan kamu sekalian.
 
"Saudara-saudara!5 Bahwasanya darah kamu dan harta-benda  kamu
sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini
yang suci   sampai  datang  masanya  kamu  sekalian  menghadap
Tuhan.  Dan  pasti  kamu  akan menghadap Tuhan; pada waktu itu
kamu dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu. Ya,
aku sudah menyampaikan ini!
 
"Barangsiapa  telah  diserahi  amanat,  tunaikanlah amanat itu
kepada yang berhak menerimanya.
 
"Bahwa semua riba sudah  tidak  berlaku.  Tetapi  kamu  berhak
menerima   kembali  modalmu.  Janganlah  kamu  berbuat  aniaya
terhadap orang lain, dan jangan  pula  kamu  teraniaya.  Allah
telah  menentukan  bahwa  tidak  boleh lagi ada riba dan bahwa
riba 'Abbas b. 'Abd'l-Muttalib semua sudah tidak berlaku.
 
"Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak berlaku
lagi,  dan  bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah
darah Ibn Rabi'a bin'l Harith b. 'Abd'l-Muttalib!
 
"Kemudian daripada itu saudara-saudara.5 Hari ini nafsu  setan
yang   minta   disembah   di   negeri  ini  sudah  putus  buat
selama-lamanya. Tetapi, kalau  kamu  turutkan  dia  walau  pun
dalam  hal  yang  kamu  anggap kecil, yang berarti merendahkan
segala amal perbuatanmu,  niscaya  akan  senanglah  dia.  Oleh
karena itu peliharalah agamamu ini baik-baik.
 
"Saudara-saudara.5  Menunda-nunda  berlakunya  larangan  bulan
suci berarti memperbesar  kekufuran.  Dengan  itu  orang-orang
kafir  itu  tersesat.  Pada satu tahun mereka langgar dan pada
tahun lain mereka sucikan,  untuk  disesuaikan  dengan  jumlah
yang  sudah  disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa
yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana  yang  sudah
dihalalkan.
 
"Zaman  itu  berputar  sejak Allah menciptakan langit dan bumi
ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada  duabelas  bulan,
empat   bulan  di  antaranya  ialah  bulan  suci,  tiga  bulan
berturut-turut dan bulan Rajab itu antara  bulan  Jumadilakhir
dan Sya'ban.
 
"Kemudian  daripada  itu,  saudara-saudara.5  Sebagaimana kamu
mempunyai hak atas isteri kamu, juga isterimu  sama  mempunyai
hak   atas  kamu.  Hak  kamu-atas  mereka  ialah  untuk  tidak
mengijinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan  kaki  ke
atas  lantaimu,  dan jangan sampai mereka secara jelas membawa
perbuatan keji. Kalau sampai mereka melakukan semua itu  Tuhan
mengijinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh
memukul  mereka  dengan  suatu  pukulan  yang   tidak   sampai
mengganggu.  Bila  mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka
kewajiban kamulah memberi nafkah  dan  pakaian  kepada  mereka
dengan  sopan-santun.  Berlaku  baiklah  terhadap isteri kamu,
mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka tidak  memiliki
sesuatu  untuk  diri  mereka.  Kamu  mengambil  mereka sebagai
amanat Tuhan,  dan  kehormatan  mereka  dihalalkan  buat  kamu
dengan nama Tuhan.
 
"Perhatikanlah  kata-kataku  ini,  saudara-saudara5  Aku sudah
menyampaikan ini. Ada masalah yang  sudah  jelas  kutinggalkan
ditangan  kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu takkan sesat
selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
 
"Wahai  Manusia  sekalian!5  Dengarkan  kata-kataku  ini   dan
perhatikan!  Kamu  akan  mengerti,  bahwa setiap Muslim adalah
saudara  buat  Muslim  yang  lain,  dan  kaum  Muslimin  semua
bersaudara.   Tetapi  seseorang  tidak  dibenarkan  (mengambil
sesuatu) dari saudaranya,  kecuali  jika  dengan  senang  hati
diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.
 
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?"
 
Sementara  Nabi  mengucapkan  itu Rabi'a mengulanginya kalimat
demi  kalimat,  sambil  meminta  kepada   orang   banyak   itu
menjaganya  dengan  penuh  kesadaran. Nabi juga menugaskan dia
supaya menanyai mereka  misalnya:  Rasulullah  bertanya  "hari
apakah  ini?  Mereka  menjawab: Hari Haji Akbar! Nabi bertanya
lagi: "Katakan kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu  oleh
Tuhan  disucikan,  seperti  hari  ini yang suci, sampai datang
masanya kamu sekalian bertemu Tuhan."
 
Setelah sampai pada penutup kata-katanya itu ia berkata lagi:
 
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?!"
 
Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab: "Ya!"
 
Lalu katanya:
 
"Ya Allah, saksikanlah ini!"
 
Selesai Nabi mengucapkan pidato ia  turun  dari  al-Qashwa'  -
untanya  itu.  Ia  masih  di tempat itu juga sampai pada waktu
sembahyang lohor dan asar. Kemudian  menaiki  kembali  untanya
menuju  Shakharat.  Pada  waktu  itulah  Nahi  a.s. membacakan
firman Tuhan ini kepada mereka:
 
"Hari inilah Kusempurnakan agamamu  ini  untuk  kamu  sekalian
dengan Kucukupkan NikmatKu kepada kamu, dan yang Kusukai Islam
inilah menjadi agama kamu." (Qur'an, 5: 3)
 
Abu Bakr ketika mendengarkan ayat itu ia menangis, ia  merasa,
bahwa  risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya
Nabi hendak menghadap Tuhan.
 
Setelah  meninggalkan  Arafat  malam  itu  Nabi  bermalam   di
Muzdalifa.  Pagi-pagi  ia bangun dan turun ke Masy'ar'l-Haram.
Kemudian  ia  pergi  ke  Mina  dan  dalam  perjalanan  itu  ia
melemparkan  batu-batu  kerikil. Bila sudah sampai di kemah ia
menyembelih 63 ekor unta, setiap seekor unta untuk satu  tahun
umurnya,  dan  yang  selebihnya  dari jumlah seratus ekor unta
kurban  yang  dibawa  Nabi  sewaktu  keluar  dari  Medinah   -
disembelih   oleh  Ali.  Kemudian  Nabi  mencukur  rambut  dan
menyelesaikan ibadah hajinya.
 
Dengan selesainya ibadah haji ini, ada orang yang menamakannya
'Ibadah  haji  perpisahan'  yang lain menyebutkan 'ibadah haji
penyampaian' ada lagi yang mengatakan  'ibadah  haji  Islam.'6
Nama-nama   itu  memang  benar  semua.  Disebut  'ibadah  haji
perpisahan' karena ini yang penghabisan kali Muhammad  melihat
Mekah  dan  Ka'bah.  Dengan  'ibadah haji Islam,' karena Tuhan
telah  menyempurnakan  agama  ini  kepada  umat  manusia   dan
mencukupkan  pula nikmatNya. 'Ibadah haji penyampaian' berarti
Nabi telah menyampaikan kepada umat  manusia  apa  yang  telah
diperintahkan  Tuhan  kepadanya.  Tiada  lain  Muhammad  hanya
memberi  peringatan  dan   pembawa   berita   gembira   kepada
orang-orang beriman.
 
Catatan kaki:
 
 1 Qur'an, 9: 29.
   
 2 Akil'l-Murar nama suatu kabilah dan sebutan ini
   menandakan keturunan amir-amir yang sangat dibanggakan
   (A).
   
 3 Lihat catatan bawah halaman 580 (A).
   
 4 Aslinya 'Innani ahlaltu kama ahlalta,' harfiah, Aku
   sudah ber-ihlal seperti tuan ber-ihlal: Dalam
   terminologi agama 'Ihlal, meninggikan suara dengan
   talbiah' (N). 'Ahalla, ihlal berarti meninggikan suara
   dengan talbiah di waktu haji atau umrah secara
   berulangulang' (LA) yang biasa dilakukan di miqat atau
   muhall, yaitu tempat yang telah ditentukan untuk
   memulai niat haji (A).
   
 5 Aslinya Ayyuhan-nas, harfiah: "Wahai manusia!" (A).
   
 6 Yakni 'Hijjat'l-Wada', 'hijjat'l-balagh' dan
   'hijjat'l-Islam , (A).
 

No comments:

Post a Comment