tag:blogger.com,1999:blog-87095786827613778832024-02-07T02:31:42.124-08:00SEJARAH NABI2 SERTA KISAH2 TELADANMOGA JADI PANDUAN HIDUP KERANA KITA TIDAK KEKAL DI DUNIA INI....BERIBADAHLAH SEBANYAK MUNGKIN
...HEBAH2KAN GAN KAWAN2 BLOG NI..TK KERANA SERING MELAYARI BLOG INI. رَبِّيْ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ Tuhanku (Allah) lapangkanlah dadaku dan permudahkanlah urusanku.. amin...سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَ اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ لاحول ولا قوّة إلاّ باللّه العظيمUnknownnoreply@blogger.comBlogger127125tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-32657997632369805422014-09-09T08:42:00.000-07:002014-09-09T08:42:01.234-07:00NABI IDRIS A.S<div>
<h2 class="_5clb">
<span style="font-size: x-large;"><span style="color: red;">Kisah Nabi Idris AS Melihat Surga dan Neraka</span></span></h2>
</div>
<div class="mts _50f8">
<a class="uiLinkSubtle" href="https://www.facebook.com/notes/blog-realiti-konspirasi-zackzukhairi/kisah-nabi-idris-as-melihat-surga-dan-neraka/412848278794">August 6, 2010</a></div>
<div class="_5k3v _5k3w clearfix">
<div>
<br /><br /><br />Setiap
hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali,
sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa
saya melihat surga dan neraka?”<br /><br />“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.<br /><br />Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.<br /><br />“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.<br /><br />“Terus
terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan,
iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan
alasannya.<br /><br />Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris
langsung pingsan. Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan.
Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah
semasa hidupnya. Nabi Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan
yang mengerikan itu. Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh
menakutkan, tak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat
ini.<br /><br />Dengan tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang
mengerikan itu. Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga.
“Assalamu’alaikum…” kata Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga
pintu surga yang sangat tampan.<br /><br />Wajah Malaikat Ridwan selalu
berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun akan senang memandangnya.
Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia mempersilahkan para penghuni
surga untuk memasuki tempat yang mulia itu.<br /><br />Waktu melihat isi
surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona. Semua yang
ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris terpukau tanpa
bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah di depannya.
“Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris beulang-ulang.<br /><br /><span class="photo "><img alt="" class="photo_img img" height="266" src="https://scontent-a-sin.xx.fbcdn.net/hphotos-xaf1/v/t1.0-9/39487_419387951260_6223343_n.jpg?oh=20a437651ab265c34b0b05e501af1dae&oe=54829AB1" title="" width="400" /></span><br /><br />Nabi
Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir
sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak.
Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan
ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.<br /><br />Waktu
berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah
para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat tampan
wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.<br /><br />Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”<br /><br />“Silakan
minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan
surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat dari
emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia amat
bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa
enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu.
“Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap
syukur berulang-ulang.<br /><br />Setelah puas melihat surga, tibalah
waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau
kembali ke bumi. Hatinya sudah terpikat keindahan dan kenikmatan surga
Allah.<br /><br />“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.<br /><br />“Tuan
boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah
di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan
orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.<br /><br />“Tapi Allah itu Maha
Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah mengkaruniakan sebuah
tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris menjadi satu-satunya Nabi
yang menghuni surga tanpa mengalami kematian. Waktu diangkat ke tempat
itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.<br /><br />Firman Allah:<br /><br />“Dan
ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang yang
sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya ke
martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).<br /><br />***<br />Pada saat
Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau
bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada Jibril
yang mendampinginya waktu itu.<br /><br />“Inilah Idris,” jawab Jibril.
Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an
Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.<br /><br /><span class="photo "><img alt="" class="photo_img img" height="266" src="https://fbcdn-sphotos-a-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xaf1/v/t1.0-9/40279_419388281260_4465537_n.jpg?oh=29394a5d57b69c6b1bb5ef9b2f2af0d0&oe=54A1EF73&__gda__=1418697794_4a4a6f60232b7888ba7b50e66c318e76" title="" width="400" /></span><br /><br />***************************************<br /><br />Sumber Bacaan: <br />Alkisah Nomor 01 / 3-16 Januari 2005<br /><br />p/s:<br />Semoga kita sama-sama mendapat rahmat Allah s.w.t agar berpeluang merasa nikmat syurga. <br />Amiin...<br />
<h1 class="post-title entry-title">
Kisah Nabi Idris a.s
</h1>
<div class="infox">
<div class="post-author vcard">
<span class="fn">
<a href="https://plus.google.com/116914051341178424138" itemprop="author" rel="author" title="author profile">
islamnya muslim
</a>
</span>
</div>
<div class="d-header">
<span class="timestamp-link"><abbr class="published updated" title="2013-06-11T19:37:00+08:00">19.37</abbr></span></div>
</div>
<div class="labelatas">
<a href="http://www.islamnyamuslim.com/search/label/kisah" rel="tag">kisah</a>
<a href="http://www.islamnyamuslim.com/search/label/kisah%20nabi%20rasul" rel="tag">kisah nabi rasul</a>
</div>
<div id="iklandalamposting">
<ins class="adsbygoogle iklandalampostingan" data-ad-client="ca-pub-2952620517660516" data-ad-slot="4758640784" data-adsbygoogle-status="done" style="display: inline-block; height: 600px; width: 160px;"><ins id="aswift_1_expand" style="background-color: transparent; border: none; display: inline-table; height: 600px; margin: 0; padding: 0; position: relative; visibility: visible; width: 160px;"><ins id="aswift_1_anchor" style="background-color: transparent; border: none; display: block; height: 600px; margin: 0; padding: 0; position: relative; visibility: visible; width: 160px;"></ins></ins></ins>
</div>
Nabi Idris as merupakan keturunan dari Qabil dan Iqlima (putera dan
puteri Nabi Adam as) kepada keturununannya inilah Idris ditugaskan Tuhan
mengajak kepada kebenaran.<br />
<br />
Nabi Idris adalah orang pertama yang menerima wahyu lewat Malaikat
Jibril, ketika berumur 82 tahun. Tak ada informasi tentang lokasi pasti
mengenai kehidupan Idris (Hurmus al-Haramisah) yang ditugaskan untuk
membenahi akhlak anak cucu Qabil ini.<br />
<br />
Ada yang menyebut daerah Munaf, Mesir, namun adapula yang menyebut
Babilonia. Yang pasti Idris yang sejak kecil belajar ilmu dari Nabi
Syits (Putra Adam as), kepadanya telah diturunkan wahyu kenabian.<br />
<br />
“Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang
tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat
membenarkan dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat
yang tinggi.” (QS. Maryam: 56-57)<br />
<br />
Idris menurut riwayat dalam hadis Bukhari adalah kakeknya bapak Nuh a.s.
berarti Nabi Idris merupakan generasi ke enam dari Adam, mengingat Nuh
sendiri sebagai keturunan ke sepuluh dari Adam as.<br />
<br />
<h2>
<span style="font-size: x-large;"><span style="color: red;"><b>Kelebihan Nabi Idris a.s</b></span></span></h2>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; float: left; text-align: center;">
<img alt="nabi idris as" border="0" height="158" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGIqiilz_PsLxfGWKB_25xPa9mObqmOMvYEPT5jA0lTfeh7fMq_2uVVgwzF9nXVFSignbTwM068HF_9pD8JUE_ubha0Rz43I4Kjfj1x9JJmPuVUZ6i6CLBJbLWQ8fdwuWnpSBesxJymYc/s200/nabi+idris+as.jpg" title="nabi idris as" width="200" /></div>
Nabi Idris as memiliki beberapa kelebihan alias mukjizat dari Tuhan:<br />
<br />
Pertama, dia manusia pertama yang pandai baca tulis dengan pena. Kepada
Idrislah Allah swt memberikan 30 sahifah alias suhuf lembaran-lembaran
ajaran Tuhan, berisi petunjuk untuk disampaikan kepada umatnya.<br />
<br />
Kedua, Nabi Idris diberi bermacam-macam pengetahuan mulai dari merancak
(merawat) kuda, ilmu perbintangan (falaq), sampai ilmu berhitung alias
matematika.<br />
<br />
Ketiga, Nama Nabi Idris sendiri berasal dari kata Darasa yang artinya
belajar. Idris memang sangat rajin mengkaji ajaran Allah swt yang
diturunkan kepada Adam dan Nabi Syits, bahkan yang langsung kepada
dirinya. Nabi Idris juga sangat tekun mengkaji fenomena alam semesta,
yang semua merupakan ayat dan pertanda dari Tuhannya.<br />
<br />
Keempat, Nabi Idris as ialah orang yang pertama pandai memotong dan
menjahit pakaiannya. Orang-orang sebelumnya konon hanya mengenakan kulit
binatang secara sederhana dan apa adanya untuk dijadikan penutup aurat.<br />
<br />
Idris yang haus akan ilmu pengetahuan sehari-hari memang disibukkan oleh
berbagai kepentingan, namun ia tetap selalu ingat kepada Tuhan. Dengan
berbekal pengetahuan yang mencapai kelengkapan, dengan kekuatan dan
kehebatan yang mumpuni.<br />
<br />
Idris menjadi gagah berani tak takut mati, tak gentar kepada siapa saja,
terutama dalam menyadarkan keturunan Qabil-Iqlima yang saat itu penuh
dengan kesesatan. Dapat dipahami jika ia mendapat gelar kehormatan
Asadul Usud alias “Singa di atas segala singa” dari Allah swt.<br />
<br />
Kepada kaumnya, Idris diperintahkan memberantas kebiasaan melakukan
kenistaan. Idris ditugaskan untuk membenahi pekerti rendah, zalim
terhadap sesama, suka permusuhan, serta suka berbuat kerusakan. Kepada
keturunan Qabil, Idris menandaskan, iman kepada Allah bisa memberikan
keberuntungan. “Untuk itu wahai kaumku,” kata Idris, <br />
<br />
“Peganglah tali agama Allah, beribdalah hanya kepada Allah. Bebaskan
diri dari azab akhirat dengan cara amal saleh dan kebaikan. Zuhudlah di
dunia dan berlaku adil, mengerjakan shalat sesuai dengan ajaran Tuhan.
Berpuasa pada hari tertentu setiap bulan, jihad melawan musuh agama
bikinan setan, serta keluarkan zakat dan sedekah membantu kaum papa dan
kaum yang ditimpa kemalangan”<br />
<br />
Selain itu, Idris juga selalu menyatakan beberapa pesan kebajikan:<br />
Pertama, salat mayit lebih sebagai penghormatan, karena pemberi syafaat hanya Tuhan sesuai ukuran amal kebajikan.<br />
<br />
Kedua, besarnya rasa syukur yang diucapkan, tetap tidak akan mampu mengalahkan besarnya nikmat Tuhan yang diberikan.<br />
<br />
Ketiga, sambutlah seruan Tuhan secara ikhlas, untuk shalat, puasa, maupun menaati semua perintah-Nya.<br />
<br />
Keempat, hindari hasad alias dengki kepada sasama yang mendapat rezki, karena hakikat jumlahnya tidak seberapa.<br />
<br />
Kelima, menumpuk numpuk harta tidak ada manfaat bagi dirinya. Keenam,
kehidupan handaknya diisi hikmah kebijakan (Ma’al anbiya’ fil Quranil
Karim:78)<br />
<br />
Semoga bermafaat…
<h1 class="entry-title">
<span style="color: red;">Cerita Nabi Idris as – Kisah dengan malaikat maut Izroil</span></h1>
<div class="entry-info">
<div class="entry-author">
By <address class="author vcard">
<a class="url fn n" href="http://ceritaislami.net/author/admin/" title="Gunawan">Gunawan</a></address>
</div>
– <abbr class="published" title="2013-04-20T21:09:35+00:00">April 20, 2013</abbr><span class="entry-cat"><strong>Posted in: </strong><a href="http://ceritaislami.net/category/cerita-nabi/">Cerita Nabi</a></span></div>
<h2 style="text-align: justify;">
Cerita nabi idris</h2>
<div style="text-align: justify;">
Sebuah <a href="http://ceritaislami.net/" target="_blank" title="cerita islami">cerita islami</a> yaitu yang mengulas tentang <strong><a href="http://ceritaislami.net/cerita-nabi-idris-as-kisah-dengan-malaikat-maut-izroil/" target="_blank" title="cerita nabi idris">cerita Nabi Idris</a></strong>
merupakan salah satu nabi utusan Allah SWT yang diberi tugas untuk
menyampaikan risalah kepada kaumnya. Nabi Idris diberi hak kenabian oleh
Allah setelah nabi Adam As. Nabi Idris hidup sekitar tahun 4533 sampai
dengan 4188 sebelum masehi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi
idris as merupakan keturunan keenam dari Nabi Adam as. Berikut merupakan
Silsilah lengkap asal usul nabi idris adalah, Idris bin yarid bin
Mahlail bin qainan bin anusy bin syits bin adam. Menurut kitab tafsir,
nabi istris hidup seribu tahun setelah Nabi Adam as wafat.</div>
<a href="http://ceritaislami.net/cerita-nabi-idris-as-kisah-dengan-malaikat-maut-izroil/"><img alt="Cerita Nabi Idris as - Kisah dengan malaikat maut Izroil" class="size-full wp-image-518 alignright" height="183" src="http://i1.wp.com/ceritaislami.net/wp-content/uploads/2013/04/Cerita-Nabi-Idris-as-penghuni-surga.jpg?resize=275%2C183" title="Cerita Nabi Idris as - Kisah dengan malaikat maut Izroil" width="275" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
Nabi
idris merupakan hamba Allah yang selalu mempelajari mushaf-mushaf nabi
adam as. Ia juga mendapat gelar sebagai ”Asadul Usud” yang artinya
Singa, karena ia tidak pernah putus asa ketika menjalankan tugasnya
sebagai seorang Nabi. Ia tidak pernah takut menghadapi umatnya yang
kafir. Namun ia tidak pernah sombong, ia juga memiliki sifat pemaaf.</div>
<div style="text-align: justify;">
Selain
sifat yang terpuji, Nabi idris as sebagai nabi Allah juga dianugrahi
dengan berbagai kepandian dan kemahiran dalam berbagai disiplin ilmu, ia
juga dianugrahi kemampuan untuk membuat berbagai peralatan untuk
mempermudah kegiatan atau pekerjaan manusia. Dalam beberapa kisah
islam, ia dikisahkan sebagai nabi pertama yang mengenal tulisan,
menguasai berbagai bahasa, ilmu perhitungan, ilmu alam, astronomi dan
lain lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Cerita Nabi Idris</strong>
– Pada masa nabi idris, pernah suatu ketika banyak manusia melupakan
Allah, sehingga Allah pun menghukum manusia dengan membuat kemarau yang
panjang. Kemudian nabi idris pun turun tangan, ia memohon kepada Allah
untuk mengakhiri hukum kemarau panjang tersebut. Allah menghabulkan
permohonan nabi idris itu, dan lalu musim kemarau pun berakhir, hujan
turun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi Idris as diutus oleh
Allah untuk menegakkan agama Allah, mengajarkan tauhid, dan beribadah
menyebambah kepada Allah serta memberi beberapa pedoman hidup bagi
pengikutnya supaya selamat dari siksaan di dunia maupun di akhirat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi
Idris as disebutkan dalam sebuah hadist sebagai salah seorang dari
nabi-nabi pertama yang berbicara dengan Nabi Muhammad SAW dalam salah
satu surga selama Mi’raj. Ketik Nabi Muhammad sedang melakukan
perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau bertemu Nabi Indris as. Nabi
Muhammad bertanya kepada malaikat Jibril yang mendampinya saat itu ”
Siapa orang ini?”</div>
<div style="text-align: justify;">
Malaikat jibril menjawab ”Inilah Idris”</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi
idris as diyakini sebagai seorang penjahit berdasarkan hadist ; Ibnu
Abbas berkata, ”Dawud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang
petani, Nuh seorang tukang kayu, idris seorang penjahit dan musa adalah
penggembala” (dari Al-Hakim)</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Nasihat Nabi Idris as</h3>
<div style="text-align: justify;">
Nabi Idris as mempunyai beberarapa nasihat dan untaian kata mutiara, antara lain sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
Kesabaran
yang diserai iman kepada Allah (akan) membawa kemenangan, orang yang
bahagia adalah orang yang waspada dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya
dengan amal-amal salehnya, Bila kamu memohon sesuatu kepada Allah dan
berdoa, maka ikhlaskanlah niatmu. Demikian pula (untuk) puasa dan
salatmu, janganlah bersumpah palsu dan janganlah menutup-nutupi sumpah
palsu supaya kamu idak ikut berdosa, Taatlah kepada rajamu dan
tundukklah kepada pembesarmu serta penuhilah selalu mulutmu dengan
ucapan syukur dan puji kepada Allah. Janganlah iri hati kepada
orang-orang yang baik nasibnya karema mereka tidak akan banyak dan lama
menikmati kebaikan nasibnya. Barang siapa melampaui kesederhanaan tidak
sesuatu pun akan memuaskannya. Tanpa membagi-bagikan nikmat yang
diperolehnya, seorang tidak dapat bersyukur kepada Allah atas
nikmat-nikmat yang diperoleh itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Allah
pun memberikan mukjizat kepadanya berupa kepandaian di segala bidang.
Di antara mukjizat nabi Idris as adalah sebagai berikut; Hebat dalam
menunggang kuda, pada saat itu sedikit orang yang dapat menunggang kuda,
ia dapat menulis. Ketika itu tidak ada umatnya yang dapat menulis. Ia
dapat menjahit pakaian, pada saat itu, belum ada yang mampu menjahit
pakaian.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi idris as mendapat kitab
dari Allah SWT sebanyak 30 Shohifah. Dalam kita ini berisi jaran
kebenaran seperti halnya Al Qur’an. Kitab itu merupakan petunjuk yang
disampaikan kepada ummatnya. Sehingga ummatnya yang sudah rusak
akhlaknya sedikit demi sedikit kembali ke jalan yang benar.</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Kisah Nabi Idris dan Malaikan maut Izroil</h3>
<div style="text-align: justify;">
Setiap
hari malaikat Izroid dan Nabi Idris as beribadah bersama. Suatu kali,
sekali lagi Nabi Idris as mengajukan permintaan ”Bisakah engkau membawa
saya melihat surga dan neraka?”</div>
<div style="text-align: justify;">
Malaikat izroil pun menjawab ”Wahai Nabi Allah, lagi lagi permintaanmu aneh”</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi
idris pun di bawa ke tempat yang ingin dilihatnya, tentunya malaikat
izrois telah memohon izin kepada Allah, dan Allah mengizinkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Malaikat izroil berkata lagi ”Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para malaikat pun takut untuk melihatnya”</div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian
Nabi Idris pun menjelaskan alasannya ”Terus terang, saya takut sekali
kepada azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi lebih tebal
setelah melihatnya”</div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Cerita Nabi Idris</strong>
– Saat malaikat izroil dan Nabi Idris sampai di dekat neraka, nabi
idris as langsung pingsan. Malaikat penjaga neraka merupakan sosok yang
sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka
kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris as tidak sanggup menyaksikan
berbagai siksaan yang sangat mengerikan itu. Tidak ada pemandangan yang
lebih mengerikan dibandingkan dengan neraka. Api berkobar dahsyat, bunyi
yang bermuruh menakutkan dan hal-hal yang mengerikan lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi
idris meninggalkan neraka dengan tubuh yang lemas. Selanjutnya, Nabi
Idris di bawah oleh malaikat izroil ke surga. Malaikat Izroil
mengucapkan salam kepada malaikat penjaga pintu surga yaitu Malaikat
Ridwan, Assalamu’alaikum …” berbeda dengan malaikat penjaga neraka,
malaikat Ridwan memiliki paras yang tampan, wajahnya selalu berseri-seri
dan dihiasai dengan senyum yang ramah. Siapaun akan senang untuk
memandangnya. Selain itu juga menampilkan sikap yang amat sopan, lemah
lembut ketika mempersilahkan para penguni surga memasuki tempat yang
penuh kedamaian dan kenikmatan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak
berbeda saat melihat neraka, nabi idris nyaris pingsan saat melihat
surga, bukan karena takut, tapi karena terpesona. Begitu indah dan
menakjubkan apa yang ada di surga. Subhanallah, Subhanallah,
Subhanallah.. ucapan nabi Idris berulang-ulang karena ia begitu terpukau
oleh keindahan surga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<em><strong>Cerita nabi Idris</strong></em>
– Dilihatnya sunga-sungai yang airnya begitu bening seperi kaca.
Sementara itu di pingir sungai terdapat pohon-pohon yang bagian
batangnya terbuat dari peak dan emas. Lalu ada juga istana-istaina untuk
para penghuni surga. Di setiap penjuru ada pohon yang menghasilkan
buah-buahan, buahnya pun begit segar, ranum dan harum.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi
idris juga mempunyai kesempatan untuk berkeliling, ia diiringin oleh
para pelayan surga. Mereka merupaka para bidadari yang cantik jelita dan
anak-anak mudah yang sangat tampan wajahnya. Mereka menampilkan tingkah
laku yang baik, dan sopan saat berbicara. Tiba tiba nabi idris iingin
meminum air sungai surga. Nabi idris pun meminta izin, ”bolehkah saya
meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali”</div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu
malaikat izroil mengizinkannya, ”Silahkan minum, inilah minuman untuk
penguni surga.” Jawab malaikat izroil. Pelayan surga datang membawa
segelas minum yang terbuat dari emas dan perak. Nabi idris kemudian
meminum air itu dengan nikmat. Dia begitu bersyukur diberi kesempatan
bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa enak. Minuman
yang selezat itu tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ucapan hamdalah
berkali-kali pun terucap dari mulutnya ”Alhamdulillah, Alhamdulillah,
Alhamdulillah”</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah nabi idris
puas melihat surga, akhirnya tiba jug waktu baginya untuk meninggalkan
surga dan kembali lagi ke bumi. Namun ia tidak mau kembali lagi ke bumi.
Hatinya sudah terpikat oleh keindahan dan kenikmatan surga milik Allah
yang maha kuasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi idris as pun berkata ”Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kimata nanti,”</div>
<div style="text-align: justify;">
Malaikat
izroil pun menjawab ”Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti,
setelah semua amal ibadah dihisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni
surga bersama para Nabi dan orang beriman lainnya,”</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun
Allah merupakan Tuhan Yang Maha pengasih, terutama kebada Nabi-Nya.
Allah pun mengkaruniakan sebuah tempat yang begitu mulia di langit sana,
dan nabi idris merupakan satu-satunya nabi yang tinggal di surga tanpa
mengalami kematian. Ketika dibawa ke tempat mulia itu, saat itu nabi
idris baru berusia 82 tahun. <em>cerita nabi idris</em></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada
4 ayat dalam Al Qur an yang berhubungan dengan kisah Nabi Idris as,
ayat-ayat tersebut saling terhubungan di dalam surah maryam dan surah
Al-Anbiya’. ”dan ceritakanlah (hai muhammad kepada mereka, kisah) Idris
yang terdapat tersebut di dalam Al Qur an. Sesungguhnya ia merupakan
orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan kami telah
mengangkatnya ke martabat yang tinggi (Qs. 19 : 56 – 57)</div>
<div style="text-align: justify;">
”Dan
(ingatlah kisah) ismail, idris, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk
orang-orang yang sabar. Kami telah memasukan mereka ke dalam rahmat
Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang sabar.” (Qs. 21 : 85
– 86)</div>
<div style="text-align: justify;">
Semoga <em>cerita nabi idris</em>
di atas bisa kita ambil hikmahnya, semakin meyakini adanya surga dan
neraka. Meningkatkan iman dan takwa kita agar diizinka masuk surga,
menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan Allah agar tidak
terkena siksa api neraka. Aamiin.</div>
<h2>
<span style="color: red;">Kisah Nabi Idris v.s. Dengan Iblis</span></h2>
<div class="postinfo">
Posted on <span class="postdate">Jun 8, 2011</span> by nursyirah </div>
<em>Dirujuk dari Ust. <a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=100000564354692">Abu Basyer</a> </em><br />
<strong>أًلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ</strong><br />
<strong>بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ</strong><br />
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat serta salam buat
junjungan mulia Nabi Muhammad S.A.W. keluarga serta para sahabat dan
pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat.<br />
<br />
Sahabat yang dirahmati Allah,<br />
Iblis akan datang menggoda dan menghasut anak Adam dalam semua
peringka. Tetapi Iblis amat sukar untuk menggoda para rasul dan para
nabi yang bersifat maksum dan sentiasa didalam pemeliharaan Allah SWT.<br />
<br />
Iblis berusaha untuk menggoda Nabi Idris a.s. ternyata usaha-usahanya
gagal kerana kedatangan Iblis sudah diketahui oleh Nabi Idris a.s.
terlebih dahulu.<br />
<br />
Pada suatu hari Nabi Idris a.s. didatangi seorang lelaki yang membawa
sebiji telor. Ketika itu Nabi Idris a.s. sedang menjahit bajunya. Tanpa
ucapan salam, lelaki itu terus menegur Nabi Idris, “Wahai Idris,
bolehkah Tuhan kamu memasukkan dunia ke dalam telor yang sedang aku
pegang ini?”<br />
<br />
Dengan izin Allah SWT. Nabi Idris tahu dengan siapa dia sedang
berhadapan. Lalu berkata Nabi Idris, “Datanglah dekat denganku dan
tanyalah apa yang engkau hendak tanya.” Lelaki itu pun mendekati Nabi
Idris yang masih sedang menjahit.<br />
<br />
“Bolehkah Tuhanmu memasukkan dunia ke dalam telur ini?” Lelaki asing itu mengulangi pertanyaannya.<br />
<br />
“Tuhanku boleh memasukkan dunia ke mana sahaja, jangankan ke dalam
telur yang engkau pegang itu, bahkan Dia boleh masukkan dunia ke dalam
lubang jarum yang aku pegang ini.” kata Nabi Idris a.s.<br />
<br />
Kemudian dengan pantas sekali baginda bingkas mencucuk mata lelaki
itu dengan jarum yang ada di tangannya. Terperanjat lelaki asing itu dan
dia tidak sempat berbuat apa-apa. Kelam-kabut dia melarikan diri
meninggalkan Nabi Idris a.s. yang telah membutakan matanya.<br />
<br />
Lelaki yang menganggu Nabi Idris a.s adalah Iblis laknatullah.<br />
<br />
Pengajarannya :<br />
1. Iblis akan datang untuk menggoda anak Adam, samaada terdiri
daripada para Nabi atau manusia biasa dengan berbagai helah dan tipu
daya. Oleh itu kita hendaklah berhati-hati dengan tipu muslihat Iblis.<br />
<br />
2. Tips yang diajarkan oleh ulama untuk menghindari hasutan Iblis ini
iaitu apabila ada keraguan atau was-was dalam hati cepat-cepat
tinggalkan was-was tersebut dan terus ambil tindakkan yang pasti. Contoh
jika kita terlupa bilangan rekaat dalam solat samaada rekaat ke3 atau
ke 4, ambil sebagai rekaat ke3 dan tambah satu lagi rekaat dan diakhiri
dengan sujud sahwi.<br />
<br />
3. Apabila berhajat untuk bersedekah atau ingin membuat sesuatu amal
soleh, terus dilaksanakan jangan di tangguh-tangguh lagi kerana yang
cuba melenggah-lenggahkannya adalah dari bisikan Iblis.<br />
<br />
4. Senjata yang dapat menghancurkan Iblis :<br />
<br />
Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud :”Wahai Iblis, apakah senjata yang dapat menghancurkan engkau?”<br />
<br />
Berkata Iblis, “Ya Nabi Allah. Orang-orang yang banyak berzikir dan
banyak bersedekah dengan bersembunyi (ikhlas hati) serta
berbanyak-banyak taubat dan banyak membaca al-Qur’an Kalam Allah, dan
banyak sembahyang di tengah malam. Itu semua akan menghancurkan aku”.<br />
<div class="title-date-comments">
<div class="title-and-date">
<h2 class="post-title entry-title">
<span style="color: red;">Mata Iblis Ditusuk Jarum Oleh Nabi Idris as</span>
</h2>
<div class="post-date">
<span>Posted by Kisah Islami Teladan on Jumat, Februari 07, 2014</span>
</div>
</div>
</div>
Assalamu’alaikum wr. wb.<br />
Kesalehan Nabi Idrus as ternyata mampu mengalahkan kemampuan Iblis.
Bahkan, hanya dengan sepucuk jarum jahit yang biasa digunakan untuk
bekerja, dia mampu membuat mata Iblis menjadi buta.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbJVGe1aOzjkeMtKPr3jZyddrnIelrgjZigvUjcSYgSjWqOur6KFMGBWmVJUuOCFtNfALnn6Fi8GctHKN6xIfVwtjhGDes0Htiislrp7k2Jba9CABYNIVHfkTHE9LDvbxbGQPdvPbc3GB_/s1600/Iblis.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="162" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbJVGe1aOzjkeMtKPr3jZyddrnIelrgjZigvUjcSYgSjWqOur6KFMGBWmVJUuOCFtNfALnn6Fi8GctHKN6xIfVwtjhGDes0Htiislrp7k2Jba9CABYNIVHfkTHE9LDvbxbGQPdvPbc3GB_/s200/Iblis.jpg" width="200" /></a></div>
<h3>
Kisahnya</h3>
<br />
Nabi Idris as merupakan sosok nabi dan rasul yang terkenal kesalehannya.
Beliau merupakan keturunan keenam dari Nabi Adam as. Beliau lahir 1.000
tahun setelah wafatnya Nabi Adam as. Nama aslinya adalah Ukhunuh. Namun
karena tekun mempelajari ilmu agama dan kitab-kitab Allah, maka beliau
dikenal dengan nama Idris.<br />
<br />
Menurut riwayat, Nabi Idris as adaalah seorang nabi pertama yang paling
pandai menulis dengan bahasa dan dapat membaca. Karena kemampuannya
membaca itu, Allah SWT telah menurunkan 30 syahifah yang berupa petunjuk
untuk disampaikan kepada umatnya yang terdiri dari keturunan Qabil yang
merupakan putra Nabi Adam as yang durhaka kepada Allah SWT.<br />
<br />
<h3>
Pandai Menjahit</h3>
Selain terkenal karena kemampuannya dalam
menulis dan membaca, beliau juga dikenal sebagai orang pertama yang
mampu menunggang kuda, mengetahui ilmu bintang, pandai mengira serta
memerangi orang yang durhaka kepada Allah SWT. Beliau juga adalah orang
pertama yang pandai menggunting dan menjahit pakaian yang dibuat dari
kulit binatang.<br />
<br />
Kehidupan sehari-harinya selalu diisi dengan kegiatan beribadah kepada
Allah SWT serta menolong orang miskin. Pada saat waktu luang beliau
gunakan untuk menjahit pakaian. Biasanya apabila pakaian itu siap, dia
akan memberikannya kepada orang yang miskin. Di samping itu, setiap hari
dia tidak pernah lepas dari berpuasa.<br />
<br />
Nabi Idris as tidak pernah lupa untuk berbakti dan beribadah kepada
Allah SWT meskipun dia sibuk menhadapi tugas-tugas harian. Nabi Idris
as juga seorang yang gagah, beliau memiliki kekuatan luar biasa. Karena
itulah beliau dikenali sebagai “Asadul Usud” atau singa dari segala
singa.<br />
<br />
Dengan dikaruniai Allah SWT sifat gagah itu, Nabi Idris as mampu
memerangi orang yang durhaka kepada Allah SWT. Karena itulah beliau
dimuliakan Allah SWT seperti penjelasan dalam Surat Maryam ayat 56-57.<br />
<br />
Allah SWT berfirman,<br />
<br />
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (٥٦)<br />
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا (٥٧)<br />
<br />
56. dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang
tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat
membenarkan dan seorang Nabi.<br />
57. dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.<br />
<br />
Hal ini juga dikuatkan dalam surat Al Anbiya ayat 85-86.<br />
Allah SWT berfirman,<br />
<br />
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ (٨٥)<br />
وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي رَحْمَتِنَا إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ (٨٦)<br />
<br />
85. dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. semua mereka Termasuk orang-orang yang sabar.<br />
86. Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat kami. Sesungguhnya mereka Termasuk orang-orang yang saleh.<br />
<br />
<h3>
Menikam Mata Iblis</h3>
Selama masa hidupnya, Nabi Idris as sangat
takwa dan saleh, ini yang membuat iblis dan setan iri hati. Pada suatu
hari ketika Nabi Idris as sedang duduk menjahit baju, tiba-tiba dan
entah darimana datangnya, muncullah seorang laki-laki di depan pintu
rumahnya sambil memegang sebutir telur di tangannya. <br />
<br />
Iblis yang menyamar sebagai lelaki itu berkata,<br />
“Ya Nabiyullah, bisakah Tuhanmu memasukkan dunia ke dalam telur ini?<br />
Sekilas Nabi Idris as melihat lelaki itu dan dia sudah mengetahui bahwa
orang yang berada di hadapannya itu adalah iblis laknatullah yang sedang
menyamar.<br />
<br />
Nabi Idris as berkata,<br />
“Kemarilah, mendekatlah kepadaku dan tanyalah yang engkau mau.”<br />
Iblis menyangka dirinya pandai menyamar dan mendekat Nabi Idris as. Dia
terlihat senang karena merasa penyamarannya tidak diketahui oleh Nabi
Idris as.<br />
Iblis berkata,<br />
“Bisakah Tuhanmu memasukkan dunia ke dalam telur ini?”<br />
“Jangankan memasukkan dunia ini ke dalam telur sebesar ini, bahkan ke
dalam lubang jarumku ini pun Tuhanku berkuasa melakukannya,” jawab Nabi
Idris as.<br />
<br />
Lalu dengan secepat kilat Nabi Idris as menusuk mata iblis dengan
jarumnya. Secepat kilat jarum itu mengenai matanya, dan iblis pun
menjerit kesakitan. Dia terkejut dan tidak menyangka kalau Nabi Idris as
akan mengetahui tipu dayanya.<br />
<br />
Karena mata iblis tertusuk jarum Nabi Idris, maka matanya telah menjadi
buta. Tanpa membuang waktu, iblis pun lari tunggang langgang hingga
hilang dari pandangan Nabi Idris as.<br />
<br />
Wassalamu’alaikum wr. wb.
<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
<span style="font-size: x-large;"><span style="color: red;">Nabi Idris a.s
</span></span></h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-9186845693792524662" itemprop="description articleBody">
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif2teqpC_MvqUWMiwfDh3DwI-ZALdmsRu1Vu5ED9_04nYJ7EWrSEUa-X52NjYovrxLmHLEbHj0a7UiOuvt9IyU7iqNNqSkPz-Y8YyhaEB-hlLmFhr4HUVUaEkAxMXjooCojplEyHfELDE/s1600/images+%25285%2529.jpg" style="font-family: Georgia, serif;"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5712045294488200626" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif2teqpC_MvqUWMiwfDh3DwI-ZALdmsRu1Vu5ED9_04nYJ7EWrSEUa-X52NjYovrxLmHLEbHj0a7UiOuvt9IyU7iqNNqSkPz-Y8YyhaEB-hlLmFhr4HUVUaEkAxMXjooCojplEyHfELDE/s200/images+%25285%2529.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 155px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 200px;" /></a><br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: Georgia, serif; text-align: left;">Nabi Idris
adalah keturunan keenam daripada nabi Adam. Nama baginda ialah Idris bin
Mahlail bin Qinan bin Anusy bin Syits bin Adam dan nama sebenarnya
ialah Khanaukh. Nabi Idris adalah keturunan nabi Adam yang pertama
dilantik menjadi nabi selepas Adam a.s dan Syits a.s. Baginda juga
merupakan moyang kepada nabi Nuh a.s. Allah telah menyebut Idris sebagai
Nabi dan orang yang benar di dalam surah Maryam ayat 56-57.</span></div>
<div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
“Ceritakanlah (kepada mereka, wahai Muhammad! (kisah)) Idris di dalam
al-Quran. Sesungguhnya dia adalah orang yang benar(shiddiq) dan seorang
nabi. Kami telah mengangkat (darjatnya) ke tingkatan yang tinggi.”</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Semasa kanak-kanak, Idris telah belajar daripada Syits dan baginda telah
mendapat banyak ilmu. Setelah dewasa, Allah telah melantik Idris
menjadi nabi dan memberikan baginda sebanyak 30 kitab. Setelah menjadi
nabi, Idris telah menyeru pengikutnya menyembah Allah dan berbuat
kebaikan.</div>
<img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5712045288985164946" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilWHaJIoWMWW2V6hfyAkcLheq2EMTlx6ak1TnealHJ1BrgmhS45lZ1dYf4GXhng3rFuuT8QM92hzOYtLipwfEQrux6oQd_X5QiNeVqoL8NWn3pD_KZRFn52GQu0D6RWYNCFsdFlB_EYvA/s200/nabi-idris.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 200px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 148px;" /></div>
<div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Nabi Idris adalah orang yang pertama menulis menggunakan pen dan memakai
baju yang berjahit.Nabi Idris juga memiliki kepakaran menunggang kuda,
mengira, ilmu bintang, menggunting dan menjahit pakaian. Baginda juga
adalah seorang yang sangat berani dan gagah dalam melaksanakan dakwah
dan menentang kejahatan sehingga digelar Asadul Asad iaitu Singa dari
segala Singa.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Sepanjang nabi Idris berdakwah, baginda hanya mempunyai pengikut yang
sedikit. Ramai orang yang menentang nabi Idris sehingga baginda terpaksa
melarikan diri dan meninggalkan Mesir.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Allah telah menurunkan wahyu kepada baginda dan memberitahunya bahawa
Allah mengangkat darjat nabi Idris seperti seluruh amalan anak Adam.
Salah satu malaikat pilihan Allah datang menemui Nabi Idris dan mengajak
baginda berbincang sehingga amalan nabi Idris bertambah. Kemudian,
malaikat tersebut membawa nabi Idris di antara kedua sayapnya naik ke
langit. Apabila sampai ke langit keempat, mereka bertemu dengan Izrail.
Izrail bertanya di mana nabi Idris. Malaikat yang membawa nabi Idris
memberitahu bahawa Idris ada di belakangnya. Kemudian, Izrail
memberitahu bahawa nyawa nabi Idris harus dicabut di langit yang keempat
dan Izrail terus mencabut roh nabi Idris.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Begitulah kisah nabi Idris yang telah Allah muliakan di dalam firmanNya,
“Ingatlah kisah Ismail, Idris dan Zulkifli. Masing-masing tergolong
orang yang sabar.”(Al-Anbiya’:85)</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Tidak banyak keterangan yang didapati tentang kisah Nabi Idris di dalam
Al-Quran mahupun dalam kitab-kitab Tafsir dan kitab-kitab sejarah
nabi-nabi.Di dalam Al-Quran hanya terdapat dua ayat tentang Nabi Idris
iaitu dalam surah Maryam ayat 56 dan 57 dan dalam surah Anbiya ayat 85
dan 86: "Dan ceritakanlah { hai Muhammad kepada mereka , kisah } Idris
yang terdapat tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang
yang sangat membenarkan dan seorang nabi. 57 - Dan Kami telah
mengangkatnya ke martabat yang tinggi." { Maryam : 56 - 57 } "Dan
(demikianlah pula) Nabi-nabi Ismail dan Idris serta Zul-Kifli; semuanya
adalah dari orang-orang yang sabar. Dan Kami masukkan mereka dalam
(kumpulan yang dilimpahi) rahmat Kami: sesungguhnya mereka adalah dari
orang-orang yang soleh." { Anbiya : 85 - 86 }</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Nabi Idris adalah keturunan keenam dari Nabi Adam a.s. putera dari Yarid
bin Mihla'iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S. dan adalah
keturunan pertama yang dikurniai kenabian menjadi Nabi setelah Adam dan
Syith. Menurut Ibnu Kathir dalam Qhisasul Anbiya' mengatakan bahawa Nabi
Idris a.s sempat bertemu dengan Nabi Adam. Ini menggambarkan bahawa
enam generasi dapat bertemu diantara satu sama lain.[1]</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Nabi Idris dianugerahkan kepandaian di dalam pelbagai disiplin ilmu
kemahiran serta mencipta peralatan yang digunakan manusia sekarang ini
seperti penulisan, matematik, astronomi, dan lain-lain lagi. Menurut
sebuah kisah, terdapat satu masa di mana kebanyakan manusia telah
melupakan tuhan, dan bumi telah dihukum dengan kemarau.
Walaubagaimanapun, Nabi Idris a.s. telah berdoa ke hadrat Allah s.w.t.
dan berakhirlah musim kemarau tersebut dengan turunnya hujan.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Nabi Idris menurut sementara riwayat bermukim di Mesir di mana ia
berdakwah untuk agama Allah mengajarkan tauhid dan beribadat menyembah
Allah serta memberi beberapa pendoman hidup bagi pengikut-pengikutnya
agar menyelamat diri dari seksaan di akhirat dan kehancuran serta
kebinasaan di dunia. Ia hidup sampai usia 82 tahun.</div>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilWHaJIoWMWW2V6hfyAkcLheq2EMTlx6ak1TnealHJ1BrgmhS45lZ1dYf4GXhng3rFuuT8QM92hzOYtLipwfEQrux6oQd_X5QiNeVqoL8NWn3pD_KZRFn52GQu0D6RWYNCFsdFlB_EYvA/s1600/nabi-idris.jpg" style="font-family: Georgia, serif;"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5712045295960985122" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVV6VngEjO3aqLGrpNY3PDI6TPuZNctMmFXE4UIvJhdJlwmuL1GuqB78ZTsgEv_BoR3nd1hMq1gki16qbvVo4_Q6PMDWt6Gb2BuOrpaAJVMsYqlbP85UZ-wLxjYUBT8iYlqtw-e0c6dTg/s200/images+%25286%2529.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 123px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 192px;" /></a><br />
<div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Menurut sebuah buku The Prophet of God Enoch: Nabiyullah Idris, Idris
ialah nama Arab bagi Enoch. Beliau dinyatakan di dalam Al-Quran sebagai
manusia yang dipilih oleh Allah s.w.t. sehingga beliau diangkat ke
langit.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Satu kepercayaan yang tidak dipastikan kesahihannya mengatakan bahawa
piramid telah dibina sebagai merujuk kepada Nabi Idris a.s., kerana di
kawasan itulah di mana beliau diangkat ke langit.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Nasihat Dan Pengajaran</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Di antara beberapa nasihat dan kata-kata mutiaranya ialah : ~</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="font-family: Georgia, serif; text-indent: -18pt;">
1.<span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span><span dir="LTR"></span>Kesabaran yang disertai iman kepada Allah membawa kepada kemenangan.</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Georgia, serif; text-indent: -18pt;">
2.<span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span><span dir="LTR"></span>Orang yang bahagia ialah orang yang berwaspada dan mengharapkan syafaat daripada Tuhannya dengan amal-amal solehnya.</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Georgia, serif; text-indent: -18pt;">
3.<span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span><span dir="LTR"></span>Apabila kamu memohon sesuatu kepada Allah dan berdoa maka ikhlaskanlah niatmu demikian pula puasa dan solatmu.</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Georgia, serif; text-indent: -18pt;">
4.<span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span><span dir="LTR"></span>Janganlah
bersumpah dalam keadaan kamu berdusta dan janganlah menuntut sumpah
dari orang yang berdusta agar kamu tidak menyekutui mereka dalam dosa.</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Georgia, serif; text-indent: -18pt;">
5.<span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span><span dir="LTR"></span>Taatlah
kepada raja-rajamu dan tunduklah kepada pembesar-pembesarmu serta
penuhilah selalu mulut-mulutmu dengan ucapan syukur dan pujian kepada
Allah.</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Georgia, serif; text-indent: -18pt;">
6.<span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span><span dir="LTR"></span>Janganlah iri hati kepada orang-orang yang bernasib baik , kerana mereka tidak akan banyak dan lama menikmati nasib baiknya.</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Georgia, serif; text-indent: -18pt;">
7.<span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span><span dir="LTR"></span>Barang siapa melampaui kesederhanaan tidak sesuatu pun akan memuaskannya.</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="font-family: Georgia, serif; text-indent: -18pt;">
8.<span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span><span dir="LTR"></span>Tanpa
membahagi-bahagikan nikmat yang diperolehnya seorang tidak dapat
bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diperolehinya itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia, serif;">
Firman Allah bahawa Nabi Idris diangkat martabatnya. Ibnu Abi Hatim
dalam tafsirnya meriwayatkan bahawa Nabi Idris wafat tatkala berada di
langit keempat dibawa oleh seorang Malaikat Wallahu a'alam bissawab.</div>
</div>
</div>
<span class="post-author vcard">
Dicatat oleh
<span class="fn" itemprop="author" itemscope="itemscope" itemtype="http://schema.org/Person">
<a class="g-profile" data-gapiattached="true" data-gapiscan="true" data-onload="true" href="https://plus.google.com/107773874094105925464" rel="author" title="author profile">
<span itemprop="name">Azlan Rodzli</span></a></span></span><h1 class="post-title">
<span style="font-size: x-large;"><span style="color: red;">Kisah Nabi Idris Naik Ke Langit</span></span></h1>
<div class="post-byline">
by <a href="http://kisahmuslim.com/author/minan/" rel="author" title="Posts by Admin">Admin</a> · January 20, 2012</div>
<div class="post-thumbnail">
<a href="http://kisahmuslim.com/nabi-idris-naik-ke-langit/" title="Kisah Nabi Idris Naik Ke Langit">
<img alt="Kisah Nabi Idris Naik Ke Langit" class="attachment-thumb-large wp-post-image" height="272" src="http://cdn.kisahmuslim.com/wp-content/uploads/2012/01/Kisah-Nabi-Idris-Naik-Ke-Langit.jpg" width="564" /> </a>
<a class="post-comments" href="http://kisahmuslim.com/nabi-idris-naik-ke-langit/#comments"><span>5</span></a>
</div>
<h2>
Nabi Idris <em>‘Alaihissalam</em><strong><br />
</strong></h2>
<strong>Nabi Idris</strong> <em>‘alaihissalam</em> adalah seorang
nabi yang Allah puji akan sifat pembenaran yang sempurna, mempunyai ilmu
yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan banyaknya amal shaleh. Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> juga mengangkat namanya ke seluruh penjuru alam, serta Allah angkat kedudukannya di antara makhluk yang dekat dengan-Nya <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>. Demikianlah komentar Syaikh As-Sa’di dalam menafsirkan Surat Maryam: 56-57.<br />
Dalam Alquran dan sunah tidaklah terlalu panjang lebar cerita akan Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em>. Dalam Alquran hanya tiga ayat yang menyebut langsung tentangnya. Di antaranya,<br />
<div class="arab">
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا {56} وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا {57}</div>
“<em>Dan ingatlah apa di dalam al-Kitab tentang Nabi Idris. Dia adalah seorang sangat pembenar, lagi seorang Nabi</em>.” (QS. Maryam: 56-57)<br />
Mujahid menjelaskan tentang ayat tersebut bahwa Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> diangkat ke langit dalam keadaan tidak mati seperti Nabi Isa <em>‘alaihissalam</em> (<em>Tafsir Ath-Thabari</em>,
72:16 dengan sanad yang shahih). Ada riwayat lain yang menjelaskan
bahwa dia diangkat malaikat ke langit, kemudian datanglah malaikat maut
mencabut nyawanya di sana, <em>w</em><em>allahu </em><em>a</em><em>’lam</em>.<br />
Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> bertemu Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> di langit yang keempat saat peristiwa mi’raj. Hal ini menunjukkan bahwa Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> menempatkan kedudukannya pada derajat yang tinggi di antara para nabi lainnya. Firman Allah <em>Subhanahu wa Ta’ala</em> dalam ayat yang lain,<br />
<div class="arab">
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كَلٌّ مِّنَ الصَّابِرِينَ</div>
“<em>Dan Nabi Ismail, Nabi Idris, Nabi Dzulkifli, mereka termasuk orang-orang yang sabar</em>.” (QS. Al-Anbiya: 85)<br />
Demikian juga, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> menyebutkan dalam hadis sesuatu yang mengisyaratkan tentang sifat Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em>. Beliau bersabda:<br />
“<em>Adalah seorang nabi dari para nabi yang menggaris nasib, maka
barang siapa yang mampu melakukannya (dengan bekal ilmu yang pasti dan
mencocoki), maka hal itu boleh baginya</em>.” (HR. Muslim)<br />
Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa nabi yang dimaksud (dalam hadis di atas) adalah Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em>.
Imam Nawawi menjelaskan tentang hadis ini, “Maksud yang sesungguhnya
menggaris nasib itu hukumnya haram, dikarenakan hal itu tidaklah
dilakukan kecuali dengan syarat harus dengan ilmu yang pasti dan
mencocoki, dan tidak ada bagi kita. Adapun Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>
tidak menyebutkan hukumnya, supaya tidak salah tafsir bahwa apa yang
dilakukan nabi tersebut haram, karena memang nabi tersebut punya ilmunya
sehingga boleh melakukannya. Adapun kita tidak punya ilmu tentangnya.” (<em>Syarh Muslim</em>, 5:21)<br />
<h3>
Kapan Masa Hidup Nabi Idris <em>‘</em><em>A</em><em>laihissalam</em>?</h3>
Terjadi perbedaan yang mendasar tentang riwayat Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em>, apakah dia seorang nabi yang hidup sebelum Nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em>
ataukah sesudahnya? Ahli sejarah seperti Ibnu Katsir, Ath-Thabari, Ibnu
Ishaq, Ibnu Jarir, Asy-Syaukani, As-Suyuthi, dan lainnya menjelaskan
bahwa Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> hidup sebelum Nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em>. Alasan mereka:<br />
1. Ditinjau dari nasab bahwa Nabi Idris itu nama aslinya adalah Khonukh yang termasuk nenek moyang nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em>.<br />
2. Tafsir ayat:<br />
<div class="arab">
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ
النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ ءَادَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ
وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَاءِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا
وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَّحْمَـنِ خَرُّوا
سُجَّدًا وَبُكِيًّا</div>
“<em>Mereka itulah adalah orang-orang yang Allah telah beri nikmat,
yaitu kalangan para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang yang Kami
angkat bersama Nuh dari keturunan Ibrohim dan Israil, dan dari
orang-orang yang Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka
menyangka dengan bersujud dan menangis</em>.” (QS. Maryam: 58)<br />
Makna (من ذرية آدم) adalah nabi Idris <em>‘alaihissalam</em>. Sebab dalam ayat itu diurutkan tentang silsilah keturunannya. Dan Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> termasuk keturunan Nabi Adam <em>‘alaihissalam</em> yang tidak bersama Nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em> dalam perahu. Berarti Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> urutannya sebelum Nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em>.<br />
3. Imam an-Nawawi berkata, “Perkataan Nabi Idris (مرحبا بالنبي الصالح
والأخ الصالح) ) tidak menghalangi bahwa keberadaan Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> sebagai bapak nabi kita yakni Muhammad <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,
sebab perkataan ‘saudara yang shaleh’ mengandung pengertian bahwa itu
sebagai bahasa lembut dan beradab, di mana memakai lafaz saudara
sekalipun ia anak laki-lakinya karena para nabi semuanya bersaudara,
demikian juga orang-orang mukmin semuanya bersaudara.” (<em>Syarh Muslim,</em> 2:220).<br />
Adapun ulama yang lain, seperti Al-Qurthubi, Muhammad bin Abdul Wahab, Ibnu Utsaimin, dan lainnya menyatakan bahwa Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> itu hidup sesudah Nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em>. Mereka beralasan:<br />
1. Perkataan manusia kepada Nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em> di saat meminta syafa’at:<br />
“Wahai Nuh…! Engkau adalah rasul pertama yang Allah utus untuk penduduk bumi.”<br />
Di sini telah jelas bahwa tidak ada rasul sebelum Nabi Nuh. Jadi
kalau Nabi Idris termasuk rasul maka tidak mungkin dia hidup sebelum
Nabi Nuh.<br />
2. Tafsir QS. An-Nisa: 163. Di sini para nabi diurutkan sesudah Nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em>, termasuk di antaranya Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em>, berarti masanya setelah Nabi Nuh <em>‘alaihissalam.</em><br />
3. Ucapan Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya bahwa Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> adalah Nabi Ilyas <em>‘alaihissalam</em>. Dan telah jelas diketahui bahwa Nabi Ilyas <em>‘alaihissalam</em> hidupnya setelah Nabi Nuh.<br />
4. Perkataan Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> sendiri ketika bertemu Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>
di langit keempat (dalam peristiwa mi’raj) (مرحبا بالنبي الصالح والأخ
الصالح) (“Selamat datang wahai Nabi yang shaleh dan saudara yang
shaleh!”). kalau Nabi Idris <em>‘alaihissalam</em> hidup sebelum Nabi Nuh <em>‘alaihissalam</em>.
Tentu ia akan mengatakan: (مرحبا بالنبي الصالح والأخ الصالح) (“Selamat
datang wahai Nabi yang shaleh dan anak yang shaleh!”) sebagaimana ucapan
Nabi Adam dan Nabi Ibrahim <em>‘alaihissalam</em>.<br />
Ada lagi pendapat yang tidak memihak, di antaranya adalah:<br />
1. Ibnu Hajar berkata, “Pengertian bahwa Nabi Nuh sebagai rasul yang
pertama itu berkaitan dengan penduduk bumi. Sebab di zaman Nabi Adam
tidak ada penghuni di bumi ini melainkan keluarganya saja, jadi
kerasulan Nabi Adam ibarat pendidikan untuk anak-anaknya. Juga
mengandung pengertian bahwa kerasulan Nabi Nuh itu untuk anak-anaknya
dan selainnya yang sudah menyebar di beberapa daerah. Adapun Nabi Adam,
kerasulannya hanya terbatas pada anaknya dan mereka dalam satu daerah
saja. Adapun tentang Nabi Idris terjadi masalah, karena keberadaannya
sebelum atau sesudah Nabi Nuh diperselisihkan.” (<em>Fathul Bari</em><em>,</em> 6:418)<br />
2. Al-Qadhi Iyadh berkata, “Bila Nabi Idris itu adalah Nabi Ilyas
dari Bani Israil maka berarti ia hidup sesudah Nabi Nuh, sehingga
benarlah bahwa Nabi Nuh adalah seorang nabi dan rasul yang pertama dan
Nabi Idris pun juga seorang nabi dan rasul. Adapun Nabi Adam dan anaknya
Syits, sekalipun juga seorang rasul, tetapi hanya terbatas pada
anak-anaknya dan keluarganya; mengingat saat itu belum ada orang kafir.
Keduanya mengajarkan iman dan taat kepada Allah <em>Ta’ala</em>. Lain
lagi dengan Nabi Nuh, ia diutus kepada orang-orang kafir yang sudah
mulai ada di bumi. Dan inilah barangkali pedanpat yang lebih dekat bahwa
Nabi Adam dan Idris <em>‘alaihissalam</em> keduanya bukanlah seorang rasul melainkan keduanya nabi.” (<em>Syarh Muslim oleh Imam an-Nawawi</em>, 3:55)<br />
Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 11 Tahun ke-1 Jumadal Ula 1429/Juni 2008<br />
<strong>Artikel <a href="http://kisahmuslim.com/">www.KisahMuslim.com</a></strong><br />
<span class="post-author vcard"><span class="fn" itemprop="author" itemscope="itemscope" itemtype="http://schema.org/Person"><a class="g-profile" data-gapiattached="true" data-gapiscan="true" data-onload="true" href="https://plus.google.com/107773874094105925464" rel="author" title="author profile"><span itemprop="name"></span> </a></span></span><a class="goog-inline-block share-button sb-pinterest" href="http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=7024184951426874600&postID=9186845693792524662&target=pinterest" target="_blank" title="Kongsi ke Pinterest"><span class="share-button-link-text"></span></a></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-41641313384118831212010-12-24T18:45:00.000-08:002010-12-24T18:45:12.521-08:00CARILAH KETENANGAN DENGAN MENTAATI ALLAH SWT<iframe src="http://www.youtube.com/embed/1gqyIukuwlk?fs=1" width="425" frameborder="0" height="344"></iframe>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-36511007005298803782010-12-06T08:48:00.000-08:002010-12-06T08:48:18.409-08:00SELAMAT MAAL HIJRAH 1432<iframe src="http://www.youtube.com/embed/lSEXCuc6ak0?fs=1" width="425" frameborder="0" height="344"></iframe>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-9670269998187803042010-11-17T16:31:00.001-08:002010-11-17T16:31:43.410-08:00INSYAALLAH AKAN DIMASKINI JIKA ADA KELAPANGAN SERTA BAHAN...TERIMA KASIH TUAN PUAN KERANA MELAYARINYA....<div class="MsoNormal" style="color: red;"><span style="font-size: large;"><b>BLOG2 BOLEH DILAYARI...</b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>1.ASYIKLAH KITA DENGAN ALLAH</b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>2.CINTA ITU SANGAT INDAH DAN IA MERUPAKAN KURNIAAN ALLAH SWT</b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>3.fenditazkirah</b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>4.CINTA ITU MENGASYIKKAN 1</b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>5.blogtazkirah</b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>6.SEJARAH NABI2 SERTA KISAH2 TELADAN</b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>7.KAUNSELING CARA ISLAM</b></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7JlvUpPfDXKsPgGlgMXeCAsQFGaI4qv_jfDNdi3GtXeZ0WohMsGEcfmzdgTsOtOzlycZxEWHHyqxaTClCWU-bwcgqO8pXYA9PCJgqMB3mOTIaJCaOdJab0jLdOZmmz00W8Xdfd96LWy7J/s1600/44874_159072280787536_100000542945924_388255_1812175_n2.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7JlvUpPfDXKsPgGlgMXeCAsQFGaI4qv_jfDNdi3GtXeZ0WohMsGEcfmzdgTsOtOzlycZxEWHHyqxaTClCWU-bwcgqO8pXYA9PCJgqMB3mOTIaJCaOdJab0jLdOZmmz00W8Xdfd96LWy7J/s320/44874_159072280787536_100000542945924_388255_1812175_n2.jpg" width="250" /></a></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>8.MOTIVASI ISLAM PERCUMA</b></span></div><div class="MsoNormal" style="color: yellow;"><span style="font-size: x-large;"><b>9.CORETANKU 1431@2010</b></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: white;"><b>MUDAH SAJA...TULIS/TAIP DIKOTAK@TAB GOOGLE...KEMUDIAN KLIK SEARCH...</b></div><div class="MsoNormal" style="color: white;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: white;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="color: white;"><b>TK KERANA MELAYARINYA.....</b></div><div class="MsoNormal" style="color: white;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><b style="color: white;">Mudahan2 sedikit sebanyak dapat memberi maklumat dan ilmu...InsyaAlla</b><span style="color: white;">h.</span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-84321661363587338722010-11-16T04:44:00.000-08:002010-11-16T04:44:28.622-08:00Selamat Hari Raya Aidiladha kepada semua rakan2@pelayar blog ini...moga dapat kurban apa saja untuk Allah swt...<object style="background-image: url("http://i4.ytimg.com/vi/gwtYgDgWwps/hqdefault.jpg");" width="425" height="344"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/gwtYgDgWwps?fs=1&hl=en_US"><param name="allowFullScreen" value="true"><param name="allowscriptaccess" value="always"><embed src="http://www.youtube.com/v/gwtYgDgWwps?fs=1&hl=en_US" allowscriptaccess="never" allowfullscreen="true" wmode="transparent" type="application/x-shockwave-flash" width="425" height="344"></embed></object>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-5168296532826170452010-09-24T16:22:00.001-07:002010-09-24T16:22:07.042-07:00<h3 class="post-title entry-title"> <a href="http://coretanku10.blogspot.com/2010/09/coretanku-40.html">CORETANKU 40</a> </h3><div class="post-header"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJu10EGolvEcw7BYuneRetl4ZqzOOXl8C6Mlc2pgeX7A-Mf1P-xq2WNdQ7ZquQlvfTdObeuJbaZILJB4iXawuNtIpm6gjBzpAuMOckG4b0yxoegFJUqef5RPkrId4LHZBD_-AWvH524uDu/s1600/000s0534b_g.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJu10EGolvEcw7BYuneRetl4ZqzOOXl8C6Mlc2pgeX7A-Mf1P-xq2WNdQ7ZquQlvfTdObeuJbaZILJB4iXawuNtIpm6gjBzpAuMOckG4b0yxoegFJUqef5RPkrId4LHZBD_-AWvH524uDu/s320/000s0534b_g.jpg" width="240" /></a></div><div class="p-head"><h1 style="color: red;">10 pesanan Luqman Al-Hakim pada anaknya..</h1><span style="font-size: large;"><br style="color: black;" /></span></div><div class="snap_preview" style="color: black;"><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana;">10 Pesanan Lukmanul Hakim Kepada Anaknya</span></b></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:</span></b></div><div style="color: white; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="color: white; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” QS. 31:13</span></b></div><div style="color: white; text-align: justify;"><b><br />
</b></div><div style="color: white; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="color: white; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Tiada kata seindah doa dan nasihat yang berguna, Lukmanul Hakim adalah seorang hamba pilihan Allah, yang dianugerahi banyak hikmah dan rahsia kehidupan. Pada anaknya Lukmanul Hakim memberi nasihat, yang sarat makna dan rahsia kehidupan, semuga jadi pegangan.</span></b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">1. Wahai Anakku yang ku sayangi…</span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Ketahuilah sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam di dalamnya. Bila engkau ingin selamat, layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama taqwa, isinya iman dan layarnya adalah tawakkal kepada Allah SWT.</span></div><div style="color: red; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">2. Wahai anakku yang ku sayangi…</span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Sesungguhnya orang-orang yang selalu menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat perjuangan dari Allah. Orang yang insaf dan sedar telah menerima kemuliaaan dari Allah.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"><b><span style="color: red;">3. Wahai anakku yang ku sayangi… </span></b></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadah dan taat kepada Allah, maka dia bertawadhu’ kepadaNya. Dia akan lebih taat kepada Allah dan selalu berusaha menghindari maksiat.</span></div><div style="color: red; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"><b style="color: red;">4. Wahai anakku yang ku sayangi… </b></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Seandainya orang tuamu marah kepadamu (kerana kesalahanmu) maka marahnya orang tuamu itu adalah bagaikan pupuk bagi tanaman.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">5. Wahai anakku yang ku sayangi…</span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Jauhkanlah dirimu dari berhutang kerana sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.</span></div><div style="color: red; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">6. Wahai anakku yang ku sayangi…</span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Selalu berharap kepada Allah tentang segala sesuatu yang menyebabkan dirimu tidak derhaka kepada Allah. Takutlah kepadaNya dengan sebenar takut, tentulah engkau akan terlepas sifat putus asa dari rahmat Allah SWT</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">7. Wahai anakku yang ku sayangi…</span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya kerana tidak dipercayai orang dan seseorang yang telah rosak akhlaknya akan senantiasa melamunkan perkara yang tidak benar, ketahuilah memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih mudah dari mengembalikan nama baik atau kehormatan.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">8. Wahai anakku yang ku sayangi…</span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Engkau telah merasakan betapa berat memindahkan batu itu dan besi yang amat berat tetapi akan berat lagi dari semua itu, adalah apabila kamu mempunyai jiran tetangga yang jahat.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"><b style="color: red;">9. Wahai anakku yang ku sayangi… </b></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Janganlah sekali-kali engkau mengirimkan seseorang yang bodoh menjadi utusan. Jika tidak ada orang yang cerdas dan pintar, sebaiknya dirimu sendiri yang menjadi utusan.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: red; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">10. Wahai anakku yang ku sayangi…</span></b></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;"> </span></div><div style="color: white; text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 9pt;">Makanlah makanan bersama orang-orang yang bertakwa dan musyawarahkanlah urusanmu dengan para alim ulama dengan cara memohon nasihat kepadanya.</span></div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-80224404213917773312010-09-24T16:10:00.001-07:002010-09-24T16:10:52.753-07:00<h2 class="posttitle"> <a href="http://cheahmad.blogspot.com/2009/07/25-pesanan-luqman-hakim-kepada-anak.html" rel="bookmark" title="Permanent Link to 25 Pesanan Luqman Hakim Kepada Anak-Anaknya Dalam Bentuk Wallpaper">25 Pesanan Luqman Hakim Kepada Anak-Anaknya Dalam Bentuk Wallpaper</a> </h2><div class="postdata"> <span class="category"> </span><br />
<span class="comments"> </span> </div><br />
<h2 style="color: red;">25 Pesanan Luqman Al-Hakim kepada anak-anaknya</h2><strong><span style="color: red;">Pesanan 1</span>:</strong> “Hai anakku, ketahuilah sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam di dalamnya. Bila engkau ingin selamat agar jangan karam, layarilah lautan itu dengan sampan yg bernama Takwa, isinya ialah Iman dan layarnya adalah Tawakkal kepada ALLAH.”<br />
<div style="color: red;"><a href="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgsyR7tlLI/AAAAAAAABUQ/0cV3TQ6_Cfk/s1600-h/1%20-%20dunia%20ibarat%20laut%20yang%20dalam%5B4%5D.jpg"><img alt="1 - dunia ibarat laut yang dalam" src="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgsz5yGDqI/AAAAAAAABUU/i4MJPu3woHA/1%20-%20dunia%20ibarat%20laut%20yang%20dalam_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="1 - dunia ibarat laut yang dalam" /></a></div><strong style="color: red;">Pesanan 2:</strong> “Orang-orang yang sentiasa menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari ALLAH. Orang yang insaf dan sedar setelah menerima nasihat orang lain, dia akan sentiasa menerima kemulian dari ALLAH juga.”<br />
<a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgs3gbHcPI/AAAAAAAABUY/Yo6VaKd3GTg/s1600-h/2%20-%20terima%20nasihat%5B4%5D.jpg"><img alt="2 - terima nasihat" src="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgs5crdowI/AAAAAAAABUc/84QEqdvVFio/2%20-%20terima%20nasihat_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="2 - terima nasihat" /></a> <br />
<strong style="color: red;">Pesanan 3:</strong> “Hai anakku, orang yg merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kpd ALLAH, maka dia tawadduk kepada ALLAH, dia akan lebih dekat kepada ALLAH dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepada ALLAH.”<br />
<div style="color: red;"><a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgs9TLgkQI/AAAAAAAABUg/9X4ennvdn5o/s1600-h/3%20-%20tawadduk%5B4%5D.jpg"><img alt="3 - tawadduk" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgs-yq8D4I/AAAAAAAABUk/UciAmt8ikDA/3%20-%20tawadduk_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 260px; width: 413px;" title="3 - tawadduk" /></a> </div><strong><span style="color: red;">Pesanan 4</span>:</strong> “Hai anakku, seandainya ibubapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang dilakukanmu, maka marahnya ibubapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman.”<br />
<a href="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtC6J_4nI/AAAAAAAABUo/qRGCtkgPLaI/s1600-h/4%20-%20baja%20bagi%20tanaman%5B4%5D.jpg"><img alt="4 - baja bagi tanaman" src="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtEbzlJqI/AAAAAAAABUs/gy0Mn6vQoHw/4%20-%20baja%20bagi%20tanaman_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 261px; width: 416px;" title="4 - baja bagi tanaman" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 5</span>:</strong> “Jauhkan dirimu dari berhutang, kerana sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.”<br />
<a href="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtIAz7JdI/AAAAAAAABUw/sy7sCjg1dio/s1600-h/5%20-%20hutang%5B4%5D.jpg"><img alt="5 - hutang" src="http://lh5.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtJn62UoI/AAAAAAAABU4/gl_lAZ15LxI/5%20-%20hutang_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 262px; width: 418px;" title="5 - hutang" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 6</span>:</strong> “Dan selalulah berharap kepada ALLAH tentang sesuatu yg menyebabkan untuk tidak menderhakai ALLAH. Takutlah kepada ALLAH dengan sebenar-benar takut ( taqwa ), tentulah engkau akan terlepas dari sifat berputus asa dari rahmat ALLAH.”<br />
<a href="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtMH5XDjI/AAAAAAAABU8/Yz6OSOJeoao/s1600-h/6%20-%20putus%20asa%20dari%20rahmat%20Allah%5B4%5D.jpg"><img alt="6 - putus asa dari rahmat Allah" src="http://lh5.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtNBSspRI/AAAAAAAABVA/JgpzObWT0t0/6%20-%20putus%20asa%20dari%20rahmat%20Allah_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="6 - putus asa dari rahmat Allah" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 7</span>:</strong> “Hai anakku, seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya kerana tidak dipercayai orang dan seseorang yang telah rosak akhlaknya akan sentiasa banyak melamunkan hal- hal yang tidak benar. Ketahuilah, memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih mudah daripada memberi pengertian kepada orang yang tidak mahu mengerti.”<br />
<a href="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtPMXbd0I/AAAAAAAABVE/IET2u8Rocbw/s1600-h/7%20-%20pendusta%20akan%20hilang%20kpercayaan%5B4%5D.jpg"><img alt="7 - pendusta akan hilang kpercayaan" src="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtQFGSCvI/AAAAAAAABVI/rr-vz-6hUxY/7%20-%20pendusta%20akan%20hilang%20kpercayaan_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="7 - pendusta akan hilang kpercayaan" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 8</span>:</strong> “Hai anakku, engkau telah merasakan betapa beratnya mengangkat batu besar dan besi yang amat berat, tetapi akan lebih berat lagi daripada semua itu, adalah bilamana engkau mempunyai tetangga (jiran) yang jahat.”<br />
<a href="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtWT5qX5I/AAAAAAAABVM/6JiT1yXOsx8/s1600-h/8%20-%20jiran%20tetangga%20yang%20jahat%5B4%5D.jpg"><img alt="8 - jiran tetangga yang jahat" src="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtYj8wfRI/AAAAAAAABVQ/grk6wV3CC1I/8%20-%20jiran%20tetangga%20yang%20jahat_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="8 - jiran tetangga yang jahat" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 9</span>:</strong> “Hai anakku, janganlah engkau mengirimkan orang yang bodoh sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.”<br />
<a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtaJoFYeI/AAAAAAAABVU/IE26Iuoxm0Y/s1600-h/9%20-%20orang%20bodoh%20sebagai%20utusan%5B5%5D.jpg"><img alt="9 - orang bodoh sebagai utusan" src="http://lh5.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtbD3oyfI/AAAAAAAABVY/gadLNkWNaA4/9%20-%20orang%20bodoh%20sebagai%20utusan_thumb%5B2%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 260px; width: 415px;" title="9 - orang bodoh sebagai utusan" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 10</span>:</strong> “Jauhilah bersifat dusta, sebab dusta itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit sahaja berdusta itu telah memberikan akibat yang berbahaya.”<br />
<a href="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgtc_fMRZI/AAAAAAAABVc/HQXe6hzwM8g/s1600-h/10%20-%20dusta%20dan%20daging%20burung%5B4%5D.jpg"><img alt="10 - dusta dan daging burung" src="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgtd0uT-eI/AAAAAAAABVg/Xm4BB2MKEgA/10%20-%20dusta%20dan%20daging%20burung_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="10 - dusta dan daging burung" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 11</span>:</strong> “Hai anakku, bila engkau mempunyai dua pilihan, takziah orang mati atau hadir majlis perkahwinan, pilihlah utk menziarahi orang mati, sebab ianya akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedangkan menghadiri pesta perkahwinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi sahaja.”<br />
<a href="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgtgf1FDiI/AAAAAAAABVk/WhQ-wy6mVY4/s1600-h/11%20-%20pilih%20majlis%5B4%5D.jpg"><img alt="11 - pilih majlis" src="http://lh5.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgthuRmVgI/AAAAAAAABVo/a6boUOR8z_Q/11%20-%20pilih%20majlis_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="11 - pilih majlis" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 12</span>:</strong> “Janganlah engkau makan sampai kenyang yang berlebihan, kerana sesungguhnya makan yang terlalu kenyang itu adalah lebih baiknya bila makanan itu diberikan kepada anjing sahaja.”<br />
<a href="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtjiPk7AI/AAAAAAAABVs/VgxldqAnIpo/s1600-h/12%20-%20jangan%20makan%20sampai%20kenyang%5B4%5D.jpg"><img alt="12 - jangan makan sampai kenyang" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgtk3jIlDI/AAAAAAAABVw/1Xdw_CLIgbY/12%20-%20jangan%20makan%20sampai%20kenyang_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 260px; width: 415px;" title="12 - jangan makan sampai kenyang" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 13</span>:</strong> “Hai anakku, janganlah engkau langsung menelan sahaja kerana manisnya barang dan janganlah langsung memuntahkan saja kerana pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.”<br />
<a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgtoa-YyRI/AAAAAAAABV0/HqqiJfUMxOQ/s1600-h/13%20-%20pahit%20dan%20manis%5B4%5D.jpg"><img alt="13 - pahit dan manis" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgtqD_vdfI/AAAAAAAABV4/fimPWD-Q3WA/13%20-%20pahit%20dan%20manis_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="13 - pahit dan manis" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 14</span>:</strong> “Makanlah makananmu bersama-sama dengan orang-orang yang taqwa dan bermusyawarahlah urusanmu dengan para alim ulamak dengan cara meminta nasihat dari mereka.”<br />
<a href="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgttJruJ2I/AAAAAAAABV8/PBAntApQgSY/s1600-h/14%20-%20makan%20bersama%20orang%20yang%20bertakwa%5B4%5D.jpg"><img alt="14 - makan bersama orang yang bertakwa" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgtuyx0nLI/AAAAAAAABWA/1He6IVycc8Y/14%20-%20makan%20bersama%20orang%20yang%20bertakwa_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 257px; width: 410px;" title="14 - makan bersama orang yang bertakwa" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 15</span>:</strong> “Hai anakku, bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah bagaikan orang yang mencari kayu api, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih mahu menambahkannya.”<br />
<a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlguO-dy9vI/AAAAAAAABWE/pDW6_0f4n9w/s1600-h/15%20-%20ilmu%20untuk%20diamalkan%5B4%5D.jpg"><img alt="15 - ilmu untuk diamalkan" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlguQOnPwCI/AAAAAAAABWI/brSFEKr7ShE/15%20-%20ilmu%20untuk%20diamalkan_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 261px; width: 416px;" title="15 - ilmu untuk diamalkan" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 16</span>:</strong> “Hai anakku, bilamana engkau mahu mencari kawan sejati, maka ujilah terlebih dahulu dengan berpura-pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu dia masih berusaha menginsafkan kamu, maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati-hatilah.”<br />
<div style="color: red;"><a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlguU4ueByI/AAAAAAAABWM/b7qTm11VDFE/s1600-h/16%20-%20mencari%20kawan%20sejati%5B4%5D.jpg"><img alt="16 - mencari kawan sejati" src="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlguWz8XsCI/AAAAAAAABWQ/wLKnpDmtvSY/16%20-%20mencari%20kawan%20sejati_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="16 - mencari kawan sejati" /></a> </div><strong><span style="color: red;">Pesanan 17</span>:</strong> “Selalulah baik tutur kata dan halus budi bahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yang pernah memberikan barang yang berharga.”<br />
<a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlguY_L6-nI/AAAAAAAABWU/Sw2aDsrvcQ4/s1600-h/17%20-%20bertutur%20dengan%20baik%20dan%20sopan%20serta%20bermanis%20muka%5B4%5D.jpg"><img alt="17 - bertutur dengan baik dan sopan serta bermanis muka" src="http://lh5.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlguZ43NLdI/AAAAAAAABWY/GkxTdi_2aVg/17%20-%20bertutur%20dengan%20baik%20dan%20sopan%20serta%20bermanis%20muka_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="17 - bertutur dengan baik dan sopan serta bermanis muka" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 18</span>:</strong> “Hai anakku, bila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanya sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu.”<br />
<a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgucU7U_II/AAAAAAAABWc/d8irE-6G_Nk/s1600-h/18%20-%20pilih%20teman%20yang%20berharap%5B4%5D.jpg"><img alt="18 - pilih teman yang berharap" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgudfJOjOI/AAAAAAAABWk/m_auFZsRd2s/18%20-%20pilih%20teman%20yang%20berharap_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="18 - pilih teman yang berharap" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 19</span>:</strong> “Jadikanlah dirimu dalam segala tingkahlaku sebagai orang yang tidak ingin menerima pujian atau mengharapkan sanjungan orang lain kerana itu adalah sifat riya' yang akan mendatangkan cela pada dirimu.”<br />
<div style="color: red;"><a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgufhEPN1I/AAAAAAAABWo/pm1BqTyVJZQ/s1600-h/19%20-%20jangan%20riya%27%20dan%20mengharapkan%20sanjungan%5B4%5D.jpg"><img alt="19 - jangan riya' dan mengharapkan sanjungan" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgugqUhGqI/AAAAAAAABWs/oOiYbWkQrOM/19%20-%20jangan%20riya%27%20dan%20mengharapkan%20sanjungan_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="19 - jangan riya' dan mengharapkan sanjungan" /></a> </div><strong><span style="color: red;">Pesanan 20</span>:</strong> “Hai anakku, janganlah engkau condong kepada urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan oleh dunia saja kerana engkau diciptakan ALLAH bukanlah untuk dunia sahaja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.”<br />
<a href="http://lh5.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgujrMWRgI/AAAAAAAABWw/EcU4ZwROilM/s1600-h/20%20-%20jangan%20condong%20kepada%20dunia%5B4%5D.jpg"><img alt="20 - jangan condong kepada dunia" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slguk8qw2II/AAAAAAAABW0/AppP0mD2VyQ/20%20-%20jangan%20condong%20kepada%20dunia_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 258px; width: 412px;" title="20 - jangan condong kepada dunia" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 21</span>:</strong> “Hai anakku, usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata-kata yang busuk dan kotor serta kasar, kerana engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, usahakanlah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.”<br />
<a href="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgunGly3MI/AAAAAAAABW4/z-02zEKwoBE/s1600-h/21%20-%20berdiam%20diri%20lebih%20baik%20dari%20berkata%20yang%20kotor%5B4%5D.jpg"><img alt="21 - berdiam diri lebih baik dari berkata yang kotor" src="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlguoNHVzaI/AAAAAAAABW8/KE7OMx4p7eo/21%20-%20berdiam%20diri%20lebih%20baik%20dari%20berkata%20yang%20kotor_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 260px; width: 415px;" title="21 - berdiam diri lebih baik dari berkata yang kotor" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 22</span>:</strong> “Hai anakku, janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan kerana sesuatu yang menggelikan, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yang pasti, janganlah engkau bertanya sesuatu yang tidak ada guna bagimu, janganlah mensia-siakan hartamu.”<br />
<a href="http://lh6.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgu1A99Y_I/AAAAAAAABXA/IEh04jTztew/s1600-h/22%20-%20berjalan%20tanpa%20tujuan%20dan%20mensia-siakan%20harta%5B4%5D.jpg"><img alt="22 - berjalan tanpa tujuan dan mensia-siakan harta" src="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgu2yVf4HI/AAAAAAAABXE/KqpT0CaLSw8/22%20-%20berjalan%20tanpa%20tujuan%20dan%20mensia-siakan%20harta_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="22 - berjalan tanpa tujuan dan mensia-siakan harta" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 23</span>:</strong> “Barang siapa yang penyayang tentu akan disayangi, sesiapa yang pendiam akan selamat daripada berkata yang mengandungi racun, dan sesiapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari berkata kotor tentu akan menyesal.”<br />
<a href="http://lh5.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgu40PtWuI/AAAAAAAABXI/85qo_5pzSls/s1600-h/23%20-%20disayangi%20dan%20tiada%20penyesalan%5B4%5D.jpg"><img alt="23 - disayangi dan tiada penyesalan" src="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgu5lR5fII/AAAAAAAABXM/G_-m0Tfyous/23%20-%20disayangi%20dan%20tiada%20penyesalan_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="23 - disayangi dan tiada penyesalan" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 24</span>:</strong> “Hai anakku, bergaul rapatlah dengan orang yang alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya kerana sesungguhnya sejuklah hati ini mendengarkan nasihatnya, hiduplah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata-katanya bagaikan tanah yang subur lalu disirami air hujan.”<br />
<a href="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/Slgu_PxW7tI/AAAAAAAABXQ/dZCv19yyGas/s1600-h/24%20-%20bergaul%20rapat%20dengan%20orang%20yang%20alim%20dan%20berilmu%5B4%5D.jpg"><img alt="24 - bergaul rapat dengan orang yang alim dan berilmu" src="http://lh5.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgvCNSYJJI/AAAAAAAABXU/UWpltrvuF_U/24%20-%20bergaul%20rapat%20dengan%20orang%20yang%20alim%20dan%20berilmu_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 260px; width: 415px;" title="24 - bergaul rapat dengan orang yang alim dan berilmu" /></a> <br />
<strong><span style="color: red;">Pesanan 25</span>:</strong> “Hai anakku, ambillah harta dunia sekadar keperluanmu sahaja, dan nafkahkanlah yang selebihnya untuk bekalan akhiratmu. Jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang atau bakul sampah kerana nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya kerana sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka. Janganlah engkau bertemankan dengan orang yang bersifat talam dua muka, kelak akan membinasakan dirimu.”<br />
<a href="http://lh4.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgvIbhiWEI/AAAAAAAABXY/LvIbPuvmNj8/s1600-h/25%20-%20ala%20kadar%20dan%20jangan%20hipokrit%5B4%5D.jpg"><img alt="25 - ala kadar dan jangan hipokrit" src="http://lh3.ggpht.com/_aRDohTl8XHI/SlgvKv2UbXI/AAAAAAAABXc/yK-zeX_J_QI/25%20-%20ala%20kadar%20dan%20jangan%20hipokrit_thumb.jpg?imgmax=800" style="display: inline; height: 259px; width: 413px;" title="25 - ala kadar dan jangan hipokrit" /></a>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-16253131230291599362010-09-11T08:37:00.001-07:002010-09-11T08:37:03.826-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>KOTBAH 'ARAFAT</b></div><br />
Di Namira, sebuah desa sebelah timur 'Arafat, telah pula<br />
dipasang sebuah kemah buat Nabi, atas permintaannya. Bila<br />
matahari sudah tergelincir, dimintanya untanya al-Qashwa, dan<br />
ia berangkat lagi sampai di perut wadi di bilangan 'Urana. Di<br />
tempat itulah manusia dipanggilnya, sambil ia masih di atas<br />
unta, dengan suara lantang; tapi sungguhpun begitu masih<br />
diulang oleh Rabi'a b. Umayya b. Khalaf. Setelah mengucapkan<br />
syukur dan puji kepada Allah dengan berhenti pada setiap anak<br />
kalimat ia berkata,<br />
<br />
"Wahai manusia sekalian!5 perhatikanlah kata-kataku ini!<br />
Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam<br />
keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu dengan<br />
kamu sekalian.<br />
<br />
"Saudara-saudara!5 Bahwasanya darah kamu dan harta-benda<br />
kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini<br />
dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu<br />
sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap<br />
Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggung-jawaban<br />
atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini!<br />
<br />
"Barangsiapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat<br />
itu kepada yang berhak menerimanya.<br />
<br />
"Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu<br />
berhak menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat<br />
aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu<br />
teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh lagi<br />
ada riba dan bahwa riba 'Abbas b. 'Abd'l-Muttalib semua<br />
sudah tidak berlaku.<br />
<br />
"Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak<br />
berlaku lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang<br />
kuhapuskan ialah darah Ibn Rabi'a bin'l Harith b.<br />
'Abd'l-Muttalib!<br />
<br />
"Kemudian daripada itu saudara-saudara.5 Hari ini nafsu<br />
setan yang minta disembah di negeri ini sudah putus buat<br />
selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walau<br />
pun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti<br />
merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan<br />
senanglah dia. Oleh karena itu peliharalah agamamu ini<br />
baik-baik.<br />
<br />
"Saudara-saudara.5 Menunda-nunda berlakunya larangan<br />
bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itu<br />
orang-orang kafir itu tersesat. Pada satu tahun mereka<br />
langgar dan pada tahun lain mereka sucikan, untuk<br />
disesuaikan dengan jumlah yang sudah disucikan Tuhan.<br />
Kemudian mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan<br />
Allah dan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan.<br />
<br />
"Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan<br />
bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada<br />
duabelas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan<br />
suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab itu<br />
antara bulan Jumadilakhir dan Sya'ban.<br />
<br />
"Kemudian daripada itu, saudara-saudara.5 Sebagaimana<br />
kamu mempunyai hak atas isteri kamu, juga isterimu sama<br />
mempunyai hak atas kamu. Hak kamu-atas mereka ialah<br />
untuk tidak mengijinkan orang yang tidak kamu sukai<br />
menginjakkan kaki ke atas lantaimu, dan jangan sampai<br />
mereka secara jelas membawa perbuatan keji. Kalau sampai<br />
mereka melakukan semua itu Tuhan mengijinkan kamu<br />
berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh memukul<br />
mereka dengan suatu pukulan yang tidak sampai<br />
mengganggu. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu,<br />
maka kewajiban kamulah memberi nafkah dan pakaian kepada<br />
mereka dengan sopan-santun. Berlaku baiklah terhadap<br />
isteri kamu, mereka itu kawan-kawan yang membantumu,<br />
mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka. Kamu<br />
mengambil mereka sebagai amanat Tuhan, dan kehormatan<br />
mereka dihalalkan buat kamu dengan nama Tuhan.<br />
<br />
"Perhatikanlah kata-kataku ini, saudara-saudara5 Aku<br />
sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas<br />
kutinggalkan ditangan kamu, yang jika kamu pegang teguh,<br />
kamu takkan sesat selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah<br />
Rasulullah.<br />
<br />
"Wahai Manusia sekalian!5 Dengarkan kata-kataku ini dan<br />
perhatikan! Kamu akan mengerti, bahwa setiap Muslim<br />
adalah saudara buat Muslim yang lain, dan kaum Muslimin<br />
semua bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan<br />
(mengambil sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan<br />
senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu<br />
menganiaya diri sendiri.<br />
<br />
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?"<br />
<br />
Sementara Nabi mengucapkan itu Rabi'a mengulanginya kalimat<br />
demi kalimat, sambil meminta kepada orang banyak itu<br />
menjaganya dengan penuh kesadaran. Nabi juga menugaskan dia<br />
supaya menanyai mereka misalnya: Rasulullah bertanya "hari<br />
apakah ini?" Mereka menjawab: Hari Haji Akbar! Nabi bertanya<br />
lagi:<br />
<br />
"Katakan kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu<br />
oleh Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci,<br />
sampai datang masanya kamu sekalian bertemu Tuhan."<br />
<br />
Setelah sampai pada penutup kata-katanya itu ia berkata lagi:<br />
<br />
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?!"<br />
<br />
Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab: "Ya!"<br />
<br />
Lalu katanya:<br />
<br />
"Ya Allah, saksikanlah ini!"<br />
<br />
Selesai Nabi mengucapkan pidato ia turun dari al-Qashwa' -<br />
untanya itu. Ia masih di tempat itu juga sampai pada waktu<br />
sembahyang lohor dan asar. Kemudian menaiki kembali untanya<br />
menuju Shakharat. Pada waktu itulah Nahi a.s. membacakan<br />
firman Tuhan ini kepada mereka:<br />
<br />
"Hari inilah Kusempurnakan agamamu ini untuk kamu<br />
sekalian dengan Kucukupkan NikmatKu kepada kamu, dan<br />
yang Kusukai Islam inilah menjadi agama kamu."<br />
(Qur'an, 5: 3)<br />
<br />
Abu Bakr ketika mendengarkan ayat itu ia menangis, ia merasa,<br />
bahwa risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya<br />
Nabi hendak menghadap Tuhan.<br />
<br />
Setelah meninggalkan Arafat malam itu Nabi bermalam di<br />
Muzdalifa. Pagi-pagi ia bangun dan turun ke Masy'ar'l-Haram.<br />
Kemudian ia pergi ke Mina dan dalam perjalanan itu ia<br />
melemparkan batu-batu kerikil. Bila sudah sampai di kemah ia<br />
menyembelih 63 ekor unta, setiap seekor unta untuk satu tahun<br />
umurnya, dan yang selebihnya dari jumlah seratus ekor unta<br />
kurban yang dibawa Nabi sewaktu keluar dari Medinah -<br />
disembelih oleh Ali. Kemudian Nabi mencukur rambut dan<br />
menyelesaikan ibadah hajinya.<br />
<br />
Dengan selesainya ibadah haji ini, ada orang yang menamakannya<br />
'Ibadah haji perpisahan' yang lain menyebutkan 'ibadah haji<br />
penyampaian' ada lagi yang mengatakan 'ibadah haji Islam.'6<br />
Nama-nama itu memang benar semua. Disebut 'ibadah haji<br />
perpisahan' karena ini yang penghabisan kali Muhammad melihat<br />
Mekah dan Ka'bah. Dengan 'ibadah haji Islam,' karena Tuhan<br />
telah menyempurnakan agama ini kepada umat manusia dan<br />
mencukupkan pula nikmatNya. 'Ibadah haji penyampaian' berarti<br />
Nabi telah menyampaikan kepada umat manusia apa yang telah<br />
diperintahkan Tuhan kepadanya. Tiada lain Muhammad hanya<br />
memberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada<br />
orang-orang beriman.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
5 Aslinya Ayyuhan-nas, harfiah: "Wahai manusia!" (A).<br />
<br />
6 Yakni 'Hijjat'l-Wada', 'hijjat'l-balagh' dan<br />
'hijjat'l-Islam , (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-32968137135759630372010-09-11T08:34:00.001-07:002010-09-11T08:34:28.890-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>SEJARAH PEMBENTUKAN MUSHAF AL-QUR'AN</b></div><div style="color: red;"><b>MENURUT AHLI SEJARAH NON-MUSLIM (1/2)</b></div><br />
(dikutip dari SEJARAH HIDUP MUHAMMAD <br />
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL)<br />
<br />
PENDAPAT MUIR<br />
<br />
Sebenarnya apa yang diterangkan kaum Orientalis dalam hal<br />
ini cukup banyak. Tapi coba kita ambil apa yang ditulis oleh<br />
Sir William Muir dalam The Life of Mohammad supaya mereka<br />
yang sangat berlebih-lebihan dalam memandang sejarah dan<br />
dalam memandang diri mereka yang biasanya menerima begitu<br />
saja apa yang dikatakan orang tentang pemalsuan dan<br />
perubahan Qur'an itu, dapat melihat sendiri. Muir adalah<br />
seorang penganut Kristen yang teguh dan yang juga berdakwah<br />
untuk itu. Diapun ingin sekali tidak akan membiarkan setiap<br />
kesempatan melakukan kritik terhadap Nabi dan Qur'an, dan<br />
berusaha memperkuat kritiknya.<br />
<br />
Ketika bicara tentang Qur'an dan akurasinya yang sampai<br />
kepada kita, Sir William Muir menyebutkan:<br />
<br />
"Wahyu Ilahi itu adalah dasar rukun Islam. Membaca beberapa<br />
ayat merupakan bagian pokok dari sembahyang sehari-hari yang<br />
bersifat umum atau khusus. Melakukan pembacaan ini adalah<br />
wajib dan sunah, yang dalam arti agama adalah perbuatan baik<br />
yang akan mendapat pahala bagi yang melakukannya. Inilah<br />
sunah pertama yang sudah merupakan konsensus. Dan itu pula<br />
yang telah diberitakan oleh wahyu. Oleh karena itu yang<br />
hafal Qur'an di kalangan Muslimin yang mula-mula itu banyak<br />
sekali, kalau bukan semuanya. Sampai-sampai di antara mereka<br />
pada awal masa kekuasaan Islam itu ada yang dapat membaca<br />
sampai pada ciri-cirinya yang khas. Tradisi Arab telah<br />
membantu pula mempermudah pekerjaan ini. Kecintaan mereka<br />
luar biasa besarnya. Oleh karena untuk memburu segala yang<br />
datang dari para penyairnya tidak mudah dicapai, maka<br />
seperti dalam mencatat segala sesuatu yang berhubungan<br />
dengan nasab keturunan dan kabilah-kabilah mereka, sudah<br />
biasa pula mereka mencatat sajak-sajak itu dalam lembaran<br />
hati mereka sendiri. Oleh karena itu daya ingat (memori)<br />
mereka tumbuh dengan subur. Kemudian pada masa itu mereka<br />
menerima Qur'an dengan persiapan dan dengan jiwa yang hidup.<br />
Begitu kuatnya daya ingat sahabat-sahabat Nabi, disertai<br />
pula dengan kemauan yang luar biasa hendak nnenghafal<br />
Qur'an, sehingga mereka, bersama-sama dengan Nabi dapat<br />
mengulang kembali dengan ketelitian yang meyakinkan sekali<br />
segala yang diketahui dari pada Nabi sampai pada waktu<br />
mereka membacanya itu."<br />
<br />
"Sungguhpun dengan tenaga yang sudah menjadi ciri khas daya<br />
ingatnya itu, kita juga bebas untuk tidak melepaskan<br />
kepercayaan kita bahwa kumpulan itu adalah satu-satunya<br />
sumber. Tetapi ada alasan kita yang akan membuat kita yakin,<br />
bahwa sahabat-sahabat Nabi menulis beberapa macam naskah<br />
selama masa hidupnya dari berbagai macam bagian dalam<br />
Qur'an. Dengan naskah-naskah inilah hampir seluruhnya Qur'an<br />
itu ditulis. Pada umumnya tulis-menulis di Mekah sudah<br />
dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak<br />
hanya seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan<br />
kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang<br />
dapat mengajarkan tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang<br />
jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak hanya seorang<br />
saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan<br />
surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat mengajarkan<br />
tulis-menulis kepada kaum Anshar di Medinah, sebagai<br />
imbalannya mereka dibebaskan. Meskipun penduduk Medinah<br />
dalam pendidikan tidak sepandai penduduk Mekah, namun banyak<br />
juga di antara mereka yang pandai tulis-menulis sejak<br />
sebelum Islam. Dengan adanya kepandaian menulis ini, mudah<br />
saja kita mengambil kesimpulan tanpa salah, bahwa ayat-ayat<br />
yang dihafal menurut ingatan yang sangat teliti itu, itu<br />
juga yang dituliskan dengan ketelitian yang sama pula."<br />
<br />
"Kemudian kitapun mengetahui, bahwa Muhammad telah mengutus<br />
seorang sahabat atau lebih kepada kabilah-kabilah yang sudah<br />
menganut Islam, supaya mengajarkan Qur'an dan mendalami<br />
agama. Sering pula kita membaca, bahwa ada utusan-utusan<br />
yang pergi membawa perintah tertulis mengenai<br />
masalah-masalah agama itu. Sudah tentu mereka membawa apa<br />
yang diturunkan oleh wahyu, khususnya yang berhubungan<br />
dengan upacara-upacara dan peraturan-peraturan Islam serta<br />
apa yang harus dibaca selama melakukan ibadat."<br />
<br />
PENULISAN QUR'AN PADA ZAMAN NABI<br />
<br />
"Qur'an sendiripun menentukan adanya itu dalam bentuk<br />
tulisan. Begitu juga buku-buku sejarah sudah menentukan<br />
demikian, ketika menerangkan tentang Islamnya Umar, tentang<br />
adanya sebuah naskah Surat ke-20 [Surah Taha] milik<br />
saudaranya yang perempuan dan keluarganya. Umar masuk Islam<br />
tiga atau empat tahun sebelum Hijrah. Kalau pada masa<br />
permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling dipertukarkan,<br />
tatkala jumlah kaum Muslimin masih sedikit dan mengalami<br />
pelbagai macam siksaan, maka sudah dapat dipastikan sekali,<br />
bahwa naskah-naskah tertulis itu sudah banyak jumlahnya dan<br />
sudah banyak pula beredar, ketika Nabi sudah mencapai puncak<br />
kekuasaannya dan kitab itu sudah menjadi undang-undang<br />
seluruh bangsa Arab."<br />
<br />
BILA BERSELISIH KEMBALI KEPADA NABI<br />
<br />
"Demikian halnya Qur'an itu semasa hidup Nabi, dan demikian<br />
juga halnya kemudian sesudah Nabi wafat; tetap tercantum<br />
dalam kalbu kaum mukmin. Berbagai macam bagiannya sudah<br />
tercatat belaka dalam naskah-naskah yang makin hari makin<br />
bertambah jumlahnya itu. Kedua sumber itu sudah seharusnya<br />
benar-benar cocok. Pada waktu itu pun Qur'an sudah sangat<br />
dilindungi sekali, meskipun pada masa Nabi masih hidup,<br />
dengan keyakinan yang luarbiasa bahwa itu adalah kalam<br />
Allah. Oleh karena itu setiap ada perselisihan mengenai<br />
isinya, untuk menghindarkan adanya perselisihan demikian<br />
itu, selalu dibawa kepada Nabi sendiri. Dalam hal ini ada<br />
beberapa contoh pada kita: 'Amr bin Mas'ud dan Ubayy bin<br />
Ka'b membawa hal itu kepada Nabi. Sesudah Nabi wafat, bila<br />
ada perselisihan, selalu kembali kepada teks yang sudah<br />
tertulis dan kepada ingatan sahabat-sahabat Nabi yang<br />
terdekat serta penulis-penulis wahyu."<br />
<br />
PENGUMPULAN QUR'AN LANGKAH PERTAMA<br />
<br />
"Sesudah selesai menghadapi peristiwa Musailima - dalam<br />
perang Ridda - penyembelihan Yamama telah menyebabkan kaum<br />
Muslimin banyak yang mati, di antaranya tidak sedikit mereka<br />
yang telah menghafal Qur'an dengan baik. Ketika itu Umar<br />
merasa kuatir akan nasib Qur'an dan teksnya itu; mungkin<br />
nanti akan menimbulkan keragu-raguan orang bila mereka yang<br />
telah menyimpannya dalam ingatan itu, mengalami suatu hal<br />
lalu meninggal semua. Waktu itulah ia pergi menemui Khalifah<br />
Abu Bakr dengan mengatakan: "Saya kuatir sekali pembunuhan<br />
terhadap mereka yang sudah hafal Qur'an itu akan terjadi<br />
lagi di medan pertempuran lain selain Yamama dan akan banyak<br />
lagi dari mereka yang akan hilang. Menurut hemat saya,<br />
cepat-cepatlah kita bertindak dengan memerintahkan<br />
pengumpulan Qur'an."<br />
<br />
"Abu Bakr segera menyetujui pendapat itu. Dengan maksud<br />
tersebut ia berkata kepada Zaid bin Thabit, salah seorang<br />
Sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang cerdas dan<br />
saya tidak meragukan kau. Engkau adalah penulis wahyu pada<br />
Rasulullah s.a.w. dan kau mengikuti Qur'an itu; maka<br />
sekarang kumpulkanlah."<br />
<br />
"Oleh karena pekerjaan ini terasa tiba-tiba sekali di luar<br />
dugaan, mula-mula Zaid gelisah sekali. Ia masih meragukan<br />
gunanya melakukan hal itu dan tidak pula menyuruh orang lain<br />
melakukannya. Akan tetapi akhirnya ia mengalah juga pada<br />
kehendak Abu Bakr dan Umar yang begitu mendesak. Dia mulai<br />
berusaha sungguh-sungguh mengumpulkan surah-surah dan<br />
bagian-bagiannya dari segenap penjuru, sampai dapat juga ia<br />
mengumpulkan yang tadinya di atas daun-daunan, di atas batu<br />
putih, dan yang dihafal orang. Setengahnya ada yang<br />
menambahkan, bahwa dia juga mengumpulkannya dari yang ada<br />
pada lembaran-lembaran, tulang-tulang bahu dan rusuk unta<br />
dan kambing. Usaha Zaid ini mendapat sukses."<br />
<br />
"Ia melakukan itu selama dua atau tiga tahun terus-menerus,<br />
mengumpulkan semua bahan-bahan serta menyusun kembali<br />
seperti yang ada sekarang ini, atau seperti yang dilakukan<br />
Zaid sendiri membaca Qur'an itu di depan Muhammad, demikian<br />
orang mengatakan. Sesudah naskah pertama lengkap adanya,<br />
oleh Umar itu dipercayakan penyimpanannya kepada Hafsha,<br />
puterinya dan isteri Nabi. Kitab yang sudah dihimpun oleh<br />
Zaid ini tetap berlaku selama khilafat Umar, sebagai teks<br />
yang otentik dan sah.<br />
<br />
"Tetapi kemudian terjadi perselisihan mengenai cara membaca,<br />
yang timbul baik karena perbedaan naskah Zaid yang tadi atau<br />
karena perubahan yang dimasukkan ke dalam naskah-naskah itu<br />
yang disalin dari naskah Zaid. Dunia Islam cemas sekali<br />
melihat hal ini. Wahyu yang didatangkan dari langit itu<br />
"satu," lalu dimanakah sekarang kesatuannya? Hudhaifa yang<br />
pernah berjuang di Armenia dan di Azerbaijan, juga melihat<br />
adanya perbedaan Qur'an orang Suria dengan orang Irak."<br />
<br />
MUSHAF USMAN<br />
<br />
"Karena banyaknya dan jauhnya perbedaan itu, ia merasa<br />
gelisah sekali. Ketika itu ia lalu meminta agar Usman turun<br />
tangan. "Supaya jangan ada lagi orang berselisih tentang<br />
kitab mereka sendiri seperti orang-orang Yahudi dan<br />
Nasrani." Khalifahpun dapat menerima saran itu. Untuk<br />
menghindarkan bahaya, sekali lagi Zaid bin Thabit dimintai<br />
bantuannya dengan diperkuat oleh tiga orang dari Quraisy.<br />
Naskah pertama yang ada di tangan Hafsha lalu dibawa, dan<br />
cara membaca yang berbeda-beda dari seluruh persekemakmuran<br />
Islam itupun dikemukakan, lalu semuanya diperiksa kembali<br />
dengan pengamatan yang luarbiasa, untuk kali terakhir.<br />
Kalaupun Zaid berselisih juga dengan ketiga sahabatnya dari<br />
Quraisy itu, ia lebih condong pada suara mereka mengingat<br />
turunnya wahyu itu menurut logat Quraisy, meskipun dikatakan<br />
wahyu itu diturunkan dengan tujuh dialek Arab yang<br />
bermacam-macam."<br />
<br />
"Selesai dihimpun, naskah-naskah menurut Qur'an ini lalu<br />
dikirimkan ke seluruh kota persekemakmuran. Yang selebihnya<br />
naskah-naskah itu dikumpulkan lagi atas perintah Khalifah<br />
lalu dibakar. Sedang naskah yang pertama dikembalikan kepada<br />
Hafsha."<br />
<br />
(bersambung 2/2)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
SEJARAH PEMBENTUKAN MUSHAF AL-QUR'AN<br />
MENURUT AHLI SEJARAH NON-MUSLIM (2/2)<br />
<br />
PERSATUAN ISLAM ZAMAN USMAN<br />
<br />
"Maka yang sampai kepada kita adalah Mushhaf Usman. Begitu<br />
cermat pemeliharaan atas Qur'an itu, sehingga hampir tidak<br />
kita dapati -bahkan memang tidak kita dapati- perbedaan<br />
apapun dari naskah-naskah yang tak terbilang banyaknya, yang<br />
tersebar ke seluruh penjuru dunia Islam yang luas itu.<br />
Sekalipun akibat terbunuhnya Usman sendiri - seperempat abad<br />
kemudian sesudah Muhammad wafat - telah menimbulkan adanya<br />
kelompok-kelompok yang marah dan memberontak sehingga dapat<br />
menggoncangkan kesatuan dunia Islam - dan memang demikian<br />
adanya - namun Qur'an yang satu, itu juga yang selalu tetap<br />
menjadi Qur'an bagi semuanya. Demikianlah, Islam yang hanya<br />
mengenal satu kitab itu ialah bukti yang nyata sekali, bahwa<br />
apa yang ada di depan kita sekarang ini tidak lain adalah<br />
teks yang telah dihimpun atas perintah Usman yang malang<br />
itu.<br />
<br />
"Agaknya di seluruh dunia ini tak ada sebuah kitabpun selain<br />
Qur'an yang sampai duabelas abad lamanya tetap lengkap<br />
dengan teks yang begitu murni dan cermatnya. Adanya cara<br />
membaca yang berbeda-beda itu sedikit sekali untuk sampai<br />
menimbulkan keheranan. Perbedaan ini kebanyakannya terbatas<br />
hanya pada cara mengucapkan huruf hidup saja atau pada<br />
tempat-tempat tanda berhenti, yang sebenarnya timbul hanya<br />
belakangan saja dalam sejarah, yang tak ada hubungannya<br />
dengan Mushhaf Usman."<br />
<br />
"Sekarang, sesudah ternyata bahwa Qur'an yang kita baca<br />
ialah teks Mushhaf Usman yang tidak berubah-ubah, baiklah<br />
kita bahas lagi: Adakah teks ini yang memang persis<br />
bentuknya seperti yang dihimpun oleh Zaid sesudah adanya<br />
persetujuan menghilangkan segi perbedaan dalam cara membaca<br />
yang hanya sedikit sekali jumlahnya dan tidak pula penting<br />
itu? Segala pembuktian yang ada pada kita meyakinkan sekali,<br />
bahwa memang demikian. Tidak ada dalam berita-berita lama<br />
atau yang patut dipercaya yang melemparkan kesangsian<br />
terhadap Usman sedikitpun, bahwa dia bermaksud mengubah<br />
Qur'an guna memperkuat tujuannya. Memang benar, bahwa Syi'ah<br />
kemudian menuduh bahwa dia mengabaikan beberapa ayat yang<br />
mengagungkan Ali. Akan tetapi dugaan ini tak dapat diterima<br />
akal. Ketika Mushhaf ini diakui, antara pihak Umawi dengan<br />
pihak Alawi (golongan Mu'awiya dan golongan Ali) belum<br />
terjadi sesuatu perselisihan faham. Bahkan persatuan Islam<br />
masa itu benar-benar kuat tanpa ada bahaya yang<br />
mengancamnya. Di samping itu juga Ali belum melukiskan<br />
tuntutannya dalam bentuknya yang lengkap. Jadi tak adalah<br />
maksud-maksud tertentu yang akan membuat Usman sampai<br />
melakukan pelanggaran yang akan sangat dibenci oleh kaum<br />
Muslimin itu. Orang-orang yang memahami dan hafal benar<br />
Qur'an seperti yang mereka dengar sendiri waktu Nabi<br />
membacanya mereka masih hidup tatkala Usman mengumpulkan<br />
Mushhaf itu. Andaikata ayat-ayat yang mengagungkan Ali itu<br />
sudah ada, tentu terdapat juga teksnya di tangan<br />
pengikut-pengikutnya yang banyak itu. Dua alasan ini saja<br />
sudah cukup untuk menghapus setiap usaha guna menghilangkan<br />
ayat-ayat itu. Lagi pula, pengikut-pengikut Ali sudah<br />
berdiri sendiri sesudah Usman wafat, lalu mereka mengangkat<br />
Ali sebagai Pengganti."<br />
<br />
"Dapatkah diterima akal - pada waktu kemudian mereka sudah<br />
memegang kekuasaan - bahwa mereka akan sudi menerima Qur 'an<br />
yang sudah terpotong-potong, dan terpotong yang disengaja<br />
pula untuk menghilangkan tujuan pemimpin mereka?! Sungguhpun<br />
begitu mereka tetap membaca Qur'an yang juga dibaca oleh<br />
lawan-lawan mereka. Tak ada bayangan sedikitpun bahwa mereka<br />
akan menentangnya. Bahkan Ali sendiripun telah memerintahkan<br />
supaya menyebarkan naskah itu sebanyak-banyaknya. Malah ada<br />
diberitakan, bahwa ada beberapa di antaranya yang ditulisnya<br />
dengan tangannya sendiri."<br />
<br />
"Memang benar bahwa para pemberontak itu telah membuat<br />
pangkal pemberontakan mereka karena Usman telah mengumpulkan<br />
Qur'an lalu memerintahkan supaya semua naskah dimusnahkan<br />
selain Mushhaf Usman. Jadi tantangan mereka ditujukan kepada<br />
langkah-langkah Usman dalam hal itu saja, yang menurut<br />
anggapan mereka tidak boleh dilakukan. Tetapi di balik itu<br />
tidak seorangpun yang menunjukkan adanya usaha mau mengubah<br />
atau menukar isi Qur'an. Tuduhan demikian pada waktu itu<br />
adalah suatu usaha perusakan terang-terangan. Hanya kemudian<br />
golongan Syi'ah saja yang mengatakan itu untuk kepentingan<br />
mereka sendiri."<br />
<br />
"Sekarang kita dapat mengambil kesimpulan dengan meyakinkan,<br />
bahwa Mushhaf Usman itu tetap dalam bentuknya yang persis<br />
seperti yang dihimpun oleh Zaid bin Thabit, dengan lebih<br />
disesuaikan bahan-bahannya yang sudah ada lebih dulu dengan<br />
dialek Quraisy. Kemudian menyisihkan jauh-jauh bacaan-bacaan<br />
selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar di seluruh<br />
daerah itu."<br />
<br />
MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP<br />
<br />
"Tetapi sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain<br />
yang terpampang di depan kita, yakni: adakah yang<br />
dikumpulkan oleh Zaid itu merupakan bentuk yang sebenarnya<br />
dan lengkap seperti yang diwahyukan kepada Muhammad?<br />
Pertimbangan-pertimbangan di bawah ini cukup memberikan<br />
keyakinan, bahwa itu adalah susunan sebenarnya yang telah<br />
selengkapnya dicapai waktu itu:"<br />
<br />
"Pertama - Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan<br />
Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang sahabat yang jujur dan<br />
setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya<br />
beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang hubungannya<br />
begitu erat sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun<br />
terakhir dalam hayatnya, serta kelakuannya dalam khilafat<br />
dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari<br />
gejala ambisi, sehingga baginya memang tak adalah tempat<br />
buat mencari kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa<br />
yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah,<br />
sehingga tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu<br />
itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya."<br />
<br />
Pernyataan semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah<br />
menyelesaikan pengumpulan itu pada masa khilafatnya.<br />
Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua kaum<br />
Muslimin waktu itu, tak ada perbedaan antara para penulis<br />
yang membantu melakukan pengumpulan itu, dengan seorang<br />
mu'min biasa yang miskin, yang memiliki wahyu tertulis di<br />
atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu membawanya semua<br />
kepada Zaid. Semangat mereka semua sama, ingin<br />
memperlihatkan kalimat-kalimat dan kata-kata seperti yang<br />
dibacakan oleh Nabi, bahwa itu adalah risalah dari Tuhan.<br />
Keinginan mereka hendak memelihara kemurnian itu sudah<br />
menjadi perasaan semua orang, sebab tak ada sesuatu yang<br />
lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka seperti rasa kudus<br />
yang agung itu, yang sudah mereka percayai sepenuhnya<br />
sebagai firman Allah. Dalam Qur'an terdapat<br />
peringatan-peringatan bagi barangsiapa yang mengadakan<br />
kebohongan atas Allah atau menyembunyikan sesuatu dari<br />
wahyuNya. Kita tidak akan dapat menerima, bahwa pada kaum<br />
Muslimin yang mula-mula dengan semangat mereka terhadap<br />
agama yang begitu rupa mereka sucikan itu, akan terlintas<br />
pikiran yang akan membawa akibat begitu jauh membelakangi<br />
iman."<br />
<br />
"Kedua - Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga<br />
tahun sesudah Muhammad wafat. Kita sudah melihat beberapa<br />
orang pengikutnya, yang sudah hafal wahyu itu di luar<br />
kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian, juga sudah<br />
ada serombongan ahli-ahli Qur'an yang ditunjuk oleh<br />
pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam guna<br />
melaksanakan upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam<br />
agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu mata rantai<br />
penghubung antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu<br />
dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan saja<br />
bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf<br />
itu, tapi juga mempunyai segala fasilitas yang dapat<br />
menjamin terlaksananya maksud tersebut, menjamin<br />
terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam kitab itu,<br />
yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna<br />
dikumpulkan."<br />
<br />
"Ketiga - Juga kita mempunyai jaminan yang lebih dapat<br />
dipercaya tentang ketelitian dan kelengkapannya itu, yakni<br />
bagian-bagian Qur'an yang tertulis, yang sudah ada sejak<br />
masa Muhammad masih hidup, dan yang sudah tentu jumlah<br />
naskahnyapun sudah banyak sebelum pengumpulan Qur'an itu.<br />
Naskah-naskah demikian ini kebanyakan sudah ada di tangan<br />
mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa apa<br />
yang dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan orang dan<br />
langsung dibaca sesudah pengumpulannya. Maka logis sekali<br />
kita mengambil kesimpulan, bahwa semua yang terkandung dalam<br />
bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka. Oleh karena itu<br />
keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada<br />
suatu sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa<br />
para penghimpun itu telah melalaikan sesuatu bagian, atau<br />
sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa yang terdapat di<br />
dalamnya itu, berbeda dengan yang ada dalam Mushhaf yang<br />
sudah dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini memang ada,<br />
maka tidak bisa tidak tentu terlihat juga, dan tentu dicatat<br />
pula dalam dokumen-dokumen lama yang sangat cermat itu; tak<br />
ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang penting."<br />
<br />
"Keempat - Isi dan susunan Qur'an itu jelas sekali<br />
menunjukkan cermatnya pengumpulan. Bagian-bagian yang<br />
bermacam-macarn disusun satu sama lain secara sederhana<br />
tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat."<br />
<br />
"Tak ada bekas tangan yang mencoba mau mengubah atau mau<br />
memperlihatkan keahliannya sendiri. Itu menunjukkan adanya<br />
iman dan kejujuran sipenghimpun dalam menjalankan tugasnya<br />
itu. Ia tidak berani lebih daripada mengambil ayat-ayat suci<br />
itu seperti apa adanya, lalu meletakkannya yang satu di<br />
samping yang lain."<br />
<br />
"Jadi kesimpulan yang dapat kita sebutkan dengan meyakinkan<br />
sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu bukan hanya<br />
hasil ketelitian saja, bahkan - seperti beberapa kejadian<br />
menunjukkan - adalah juga lengkap, dan bahwa penghimpunnya<br />
tidak bermaksud mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita<br />
dapat meyakinkan, berdasarkan bukti-bukti yang kuat, bahwa<br />
setiap ayat dari Qur'an itu, memang sangat teliti sekali<br />
dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad."<br />
<br />
Panjang juga kita mengutip kalimat-kalimat Sir William Muir<br />
seperti yang disebutkan dalam kata pengantar The Life of<br />
Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita kutip<br />
itu tidak perlu lagi rasanya kita menyebutkan tulisan<br />
Lammens atau Von Hammer dan Orientalis lain yang sama<br />
sependapat. Secara positif mereka memastikan tentang<br />
persisnya Qur'an yang kita baca sekarang, serta menegaskan<br />
bahwa semua yang dibaca oleh Muhammad adalah wahyu yang<br />
benar dan sempurna diterima dari Tuhan. Kalaupun ada<br />
sebagian kecil kaum Orientalis berpendapat lain dan<br />
beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami perubahan, dengan<br />
tidak menghiraukan alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir<br />
dan sebagian besar Orientalis, yang telah mengutip dari<br />
sejarah Islam dan dari sarjana-sarjana Islam, maka itu<br />
adalah suatu dakwaan yang hanya didorong oleh rasa dengki<br />
saja terhadap Islam dan terhadap Nabi.<br />
<br />
Betapapun pandainya tukang-tukang tuduh itu menyusun<br />
tuduhannya, namun mereka tidak dapat meniadakan hasil<br />
penyelidikan ilmiah yang murni. Dengan caranya itu mereka<br />
takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali beberapa pemuda<br />
yang masih beranggapan bahwa penyelidikan yang bebas itu<br />
mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka sendiri,<br />
memalingkan muka dari kebenaran karena sudah terbujuk oleh<br />
kepalsuan yang indah-indah. Mereka percaya kepada semua yang<br />
mengecam masa lampau sekalipun pengecamnya itu tidak<br />
mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-68021397971060463822010-09-11T08:29:00.001-07:002010-09-11T08:29:22.751-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM (1/6)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
WASHINGTON IRVING sebagai penulis terkemuka telah menjadi<br />
kebanggaan Amerika Serikat terhadap bangsa-bangsa lain dalam<br />
abad ke-19. Dia telah menulis buku tentang sejarah hidup Nabi.<br />
Dalam buku ini dibentangkannya sejarah Nabi itu dengan<br />
kemampuan retorika yang cukup besar sehingga tidak sedikit<br />
bagian-bagian yang dapat memikat hati pembacanya. Disamping<br />
kemampuannya itu kadang terlihat juga kejujurannya, tapi<br />
kadang tampak pula tidak toleran dan penuh prasangka. Buku ini<br />
disudahi dengan sebuah penutup yang menjelaskan pokok-pokok<br />
ajaran rukun Islam, serta apa yang dikiranya sumber-sumber<br />
yang berdasarkan sejarah yang telah dijadikan landasan ajaran<br />
itu, didahului dengan soal keimanan kepada Tuhan, kepada para<br />
malaikat, kitab-kitab, para rasul dan hari kemudian. Kemudian<br />
katanya:<br />
<br />
"Rukun keenam dan terakhir daripada rukun akidah Islam (rukun<br />
iman) ialah jabariah.1 Sebagian besar kemenangan Muhammad<br />
dalam perang didasarkan kepada ajaran ini. Segala peristiwa<br />
yang terjadi dalam hidup sudah ditentukan lebih dulu oleh<br />
takdir Tuhan, sudah tertulis dalam 'Papan Abadi'2 sebelum<br />
Tuhan menciptakan alam ini, dan bahwa nasib dan ajal manusia<br />
semua sudah ditentukan, sudah tak dapat dielakkan lagi. Dengan<br />
cara apa pun menurut kemampuan usaha dan pikiran manusia,<br />
sudah tak dapat dimajukan lagi. Dengan keyakinan ini kaum<br />
Muslimin terjun ke medan perang tanpa merasa takut sama<br />
sekali. Kalau mati dalam pertempuran demikian ini sama dengan<br />
mati syahid yang akan langsung masuk surga, maka mereka yakin<br />
salah satu ini pasti akan mereka capai -syahid atau menang.<br />
<br />
"Ajaran yang menentukan, bahwa manusia tidak berdaya dengan<br />
kemauannya yang bebas itu untuk menghindari dosa atau selamat<br />
dari siksa, sebagian kaum Muslimin menganggapnya bertentangan<br />
dengan keadilan dan rahmat Tuhan. Beberapa golongan timbul.<br />
Mereka berusaha dan terus berusaha hendak meringankan dan<br />
memberi penjelasan mengenai ajaran yang membingungkan ini.<br />
Tetapi jumlah yang masih sangsi tidak banyak. Mereka ini tidak<br />
termasuk golongan Sunnah (orthodoks).<br />
<br />
"Muhammad mendapat inspirasi tentang ajaran ini tepat pada<br />
waktunya. Memang ini ilham yang luar biasa terjadi pada waktu<br />
yang tepat sekali. Kejadian ini persis sesudah Perang Uhud<br />
yang malang itu, yang tidak sedikit makan korban<br />
sahabat-sahabatnya, termasuk Hamzah pamannya. Ketika itulah,<br />
tatkala kesedihan dan kegelisahan sedang mencekam hati<br />
sahabat-sahabat yang mengelilinginya, peraturan ini<br />
dikeluarkan -- bahwa manusia tak dapat mengelak dari kematian,<br />
bila ajal sudahm tiba, sama saja di tempat tidur atau di medan<br />
perang ...<br />
<br />
"Kiranya orang takkan dapat melukiskan suatu ajaran yang lebih<br />
tepat dari ini untuk mendorong sekelompok tentara yang bodoh<br />
tidak berpengalaman itu menyerbu secara buas ke medan perang.<br />
Mereka sudah diyakinkan, kalau hidup mendapat rampasan perang,<br />
kalau mati mendapat surga! Karena ajaran ini juga tentara<br />
Muslimin sudah hampir tak dapat dikalahkan lagi. Akan tetapi<br />
ini juga yang mengandung racun yang akan menghancurkan<br />
kekuasaan Islam itu. Begitu pengganti-pengganti Nabi itu<br />
berhenti sebagai penakluk, begitu mereka menyarungkan kembali<br />
pedangnya untuk selama-lamanya, ajaran jabariah ini pun mulai<br />
pula mengerumit (menggerogoti) untuk merusak. Urat-saraf<br />
Muslimin sudah peka terhadap perdamaian, juga sudah peka<br />
terhadap kekayaan materi yang dibolehkan oleh Qur'an, dan yang<br />
merupakan pemisahan yang tajam antara prinsip-prinsip ini<br />
dengan agama Kristen, agama suci dan kasih sayang. Seorang<br />
Muslim yang ditimpa kemalangan menganggapnya sebagai nasib<br />
yang sudah ditakdirkan Tuhan dan tak dapat dihindarkan, jadi<br />
harus tunduk dan menerima, selama segala daya upaya dan<br />
pikiran manusia memang tidak berguna.<br />
<br />
"Rumus yang berbunyi: "Tolonglah dirimu, Tuhan akan<br />
menolongmu" dipandang oleh pengikut-pengikut Muhammad tak<br />
dapat dilaksanakan, bahkan sebaliknya yang mereka ambil. Dari<br />
sanalah salib berhasil mengikis bulan sabit. Adanya bulan<br />
sabit ini sampai sekarang di Eropa - yang pada suatu waktu<br />
pernah mencapai kekuatan yang luar biasa hanyalah karena<br />
perbuatan negara-negara Kristen yang besar-besar; atau lebih<br />
tepat lagi: karena persaingan mereka sendiri. Bertahannya<br />
bulan sabit itu barangkali untuk menjadi bukti yang baru,<br />
bahwa: "barang siapa menggunakan pedang akan binasa oleh<br />
pedang."<br />
<br />
Demikianlah kata-kata Washington Irving, orang yang dengan<br />
studinya itu belum memungkinkan ia dapat menangkap jiwa Islam<br />
dan dasar kebudayaannya. Salah sekali pendapatnya dalam<br />
mengartikan soal al-qadza wal-qadar (kadar atau takdir) serta<br />
soal ajal itu. Barangkali dia masih dapat dimaafkan mengingat<br />
beberapa buku Islam yang dijadikan bahan bacaannya membuat dia<br />
berpendirian demikian itu. Tetapi sebaliknya Qur'an, tidak<br />
dapat diukur dengan kalimat "Tolonglah dirimu, Tuhan akan<br />
menolongmu" dari segi kuatnya dorongan Qur'an supaya orang<br />
percaya kepada diri sendiri, dan bahwa manusia mendapat<br />
imbalan sesuai dengan perbuatan serta niat yang melahirkan<br />
perbuatan itu.<br />
<br />
"Katakan: 'Wahai umat manusia! Kebenaran dari Tuhan sudah<br />
datang. Barang siapa menurut jalan yang benar, maka kebenaran<br />
itu buat kebaikan dirinya, dan barang siapa menjadi sesat, dia<br />
sesat karena dirinya juga'." (Qur'an, 10: 108.)<br />
<br />
"Barang siapa menurut jalan yang benar, maka kebenaran itu<br />
buat kebaikan dirinya; dan barang siapa menjadi sesat, dia<br />
sesat karena dirinya juga. Seseorang tidak dapat memikulkan<br />
beban orang lain, dan Kami tiada akan menjatuhkan siksaan<br />
sebelum Kami mengutus seorang rasul." (Qur'an, 17: 15).<br />
<br />
"Barang siapa menghendaki keuntungan akhirat akan Kami<br />
tambahkan keuntungan itu, dan barangsiapa menghendaki<br />
keuntungan dunia akan Kami berikan juga. Tetapi di akhirat ia<br />
tidak mendapat bagian." (Qur'an, 42: 20)<br />
<br />
"Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu golongan kalau mereka<br />
tidak mengubah nasib mereka sendiri." (Qur'an, 13: 11.)<br />
<br />
Dan contoh serupa ini banyak sekali dalam Qur'an. Jelas sekali<br />
ia menunjukkan bahwa manusia mendapat pahala atau mendapat<br />
siksa sumbernya pada kehendak dan perbuatannya sendiri. Tuhan<br />
mendorong manusia berusaha dan mencari rejeki untuk makannya<br />
di muka bumi ini. Mereka disuruh berjuang di jalan Allah<br />
dengan ayat-ayat yang cukup jelas dan kuat seperti yang sudah<br />
kita baca sebagian dalam buku ini. Ini sama sekali tidak<br />
sesuai dengan apa yang dikatakan Irving dan beberapa penulis<br />
Barat, bahwa Islam agama tawakal, serba tak acuh dan pasrah,<br />
mengajar pemeluknya bahwa mereka tidak berkuasa atas diri<br />
mereka sendiri untuk mendatangkan kebaikan atau keburukan,<br />
jadi tak ada gunanya mereka berusaha dan berkehendak, sebab<br />
usaha dan kehendaknya tergantung kepada takdir Tuhan. Kalau<br />
kita berusaha dan ditakdirkan takkan memberi hasil atas usaha<br />
kita, tidak akan berhasil juga. Sebaliknya kalaupun kita tidak<br />
berusaha tapi sudah ditakdirkar; kita akan menjadi orang kaya,<br />
orang kuat atau menjadi orang beriman, kita pun akan jadi<br />
demikian tanpa ada usaha atau kerja. Ayat-ayat yang sudah kita<br />
kemukakan itu menolak dan bertentangan sekali dengan pendapat<br />
ini.<br />
<br />
Mereka-yang menghubungkan sikap tawakal kaum Muslimin pada<br />
masa-masa belakangan ini berpegang pada ayat terakhir, seperti<br />
firman Tuhan ini:<br />
<br />
"Nyawa yang harus menemui kematiannya, hanyalah dengan ijin<br />
Tuhan, sebab waktunya sudah ditentukan." (Qur'an, 3: 145).<br />
<br />
"Setiap umat sudah mempunyai waktunya tertentu. Apabila sudah<br />
tiba waktunya, mereka takkan dapat mengundurkan atau<br />
memajukannya barang sedikit pun juga." (Qur'an, 7: 34).<br />
<br />
"Setiap peristiwa yang terjadi di bumi dan pada dirimu sendiri<br />
sudah ditentukan terlebih dulu sebelum Kami menciptakannya.<br />
Buat Tuhan hal semacam ini mudah sekali." (Qur'an, 57: 22).<br />
<br />
"Katakan: Takkan ada yang menimpa kita, kalau tidak sudah<br />
ditentukan Tuhan kepada kita. Dialah Pelindung kita, dan<br />
orang-orang yang beriman kepadaNya-lah mempercayakan diri."<br />
(Qur'an, 9: 51)<br />
<br />
Kalau pun itu yang menjadi pegangan mereka, sebenarnya mereka<br />
tidak dapat menangkap arti ayat-ayat itu dan yang semacamnya<br />
serta hubungan erat yang digambarkan antara hamba dengan<br />
Tuhannya. Mereka sudah terdorong dengan dugaan bahwa Islam<br />
mengajarkan orang pasrah; padahal yang sebenarnya Islam<br />
menyuruh orang berjuang dan bersedia mati sebagai pahlawan,<br />
mempertahankan harga diri dan kehormatannya, dengan<br />
kebudayaannya yang dibangun atas dasar persaudaraan dan<br />
kasih-sayang.<br />
<br />
Sebenarnya ayat-ayat itu dan yang sejalan dengan itu telah<br />
melukiskan suatu kenyataan ilmiah yang telah diakui pula oleh<br />
sebagian besar filsuf-filsuf dan sarjana-sarjana Barat dengan<br />
diberi nama mazhab jabariah (fatalisma) juga dan menghubungkan<br />
pengertian jabr (nasib) ini kepada hukum alam dan sejumlah<br />
kehidupan biologis yang ada, sebaliknya daripada akan<br />
menghubungkannya kepada kehendak dan kekuasaan Allah. Mazhab<br />
yang sudah diakui oleh sebagian besar filsuf-filsuf Barat ini<br />
tidak lebih puas, tidak lebih toleran, juga tidak lebih sesuai<br />
untuk umat manusia daripada mazhab filsafat yang disarikan<br />
dari Qur'an Suci itu, seperti yang akan kita lihat nanti.<br />
<br />
Jabariah ilmiah (scientific determinism) ini berpendapat,<br />
bahwa ikhtiar3 yang ada pada kita dalam kehidupan ini ialah<br />
ikhtiar nisbi dengan nilai yang kecil sekali, sedang pendapat<br />
tentang ikhtiar nisbi ini lebih banyak bergantung kepada<br />
keperluan hidup sosial dari segi praktisnya daripada kepada<br />
kenyataan ilmiah atau filsafat. Kalau mazhab ikhtiar ini tidak<br />
dijadikan suatu keputusan, akan sulit juga masyarakat<br />
menemukan suatu patokan sebagai dasar hukumnya dan<br />
batas-batasnya, akan menyusun suatu pola kehidupan dan tingkah<br />
laku setiap orang yang sudah ditentukan hukumannya itu, dengan<br />
suatu hukuman pidana atau perdata.<br />
<br />
Memang benar, bahwa di kalangan sarjana-sarjana dan ahli-ahli<br />
hukum itu ada juga yang tidak mendasarkan patokan hukumannya<br />
kepada pengertian jabr dan ikhtiar (nasib dan usaha, atau<br />
sengaja dan tidak sengaja), melainkan kepada reaksi yang<br />
terjadi yang sudah merupakan pegangan masyarakat yang hendak<br />
menjaga eksistensi mereka, dan yang juga berlaku buat individu<br />
yang hendak menjaga eksistensinya pula. Buat masyarakat yang<br />
berpegang kepada reaksi ini sama saja, apakah individu itu<br />
bertindak atas kemauan sendiri atau tidak atas kemauan<br />
sendiri. Akan tetapi tindakan secara ikhtiar (dengan sadar)<br />
ini pada sebagian besar ahli-ahli hukum tetap merupakan dasar<br />
dalam menjatuhkan hukuman. Sebagai alasannya ialah orang yang<br />
sudah kehilangan kebebasan atau kemauan, seperti orang gila,<br />
anak kecil atau orang dungu, ia tidak dikenakan hukuman atas<br />
perbuatannya seperti terhadap orang dewasa yang sudah dapat<br />
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.<br />
<br />
Kalau pertimbangan-pertimbangan praktis dalam yurispruden<br />
perundang-undangan ini kita kesampingkan dan kita hanya mau<br />
mencurahkannya kepada kenyataan ilmiah dan filsafat, maka kita<br />
melihat jabariah inilah kenyataannya. Tak ada orang yang dapat<br />
memilih pada zaman mana ia mau dilahirkan, pada bangsa apa,<br />
pada lingkungan mana, juga ibu bapa yang siapa, dengan segala<br />
kekayaan dan kemiskinannya, dengan segala kelebihan dan<br />
kekurangannya. Juga bukan karena dia pria atau wanita, bukan<br />
karena peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya - dalam<br />
banyak hal - yang akan menjadi faktor utama dalam membentuk<br />
dan mengarahkan segala pekerjaan dan kehidupannya. Mengenai<br />
mazhab ini Hippolyte Taine menyatakan: "Manusia itu produk<br />
lingkungannya."<br />
<br />
Tidak sedikit kalangan sarjana dan para filsuf yang mendukung<br />
kenyataan ini, sampai-sampai mereka mengatakan bahwa kalau<br />
dunia kita dapat mencapai pengetahuan mengenai segala hukum<br />
dan rahasia hidup manusia ini seperti pengetahuan yang sudah<br />
diketahuinya dalam hukum tata surya, tentu orang akan dapat<br />
menentukan nasib setiap individu atau masyarakat dengan pasti<br />
sekali, seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli ilmu falak yang<br />
secara pasti sudah dapat menentukan waktu-waktu akan<br />
terjadinya gerhana matahari atau bulan. Namun begitu, tidak<br />
ada orang baik di Barat atau di Timur - yang mengatakan bahwa<br />
mazhab jabariah ini merintangi orang dalam usahanya mencapai<br />
sukses dalam kehidupan, atau akan merintangi bangsa-bangsa<br />
untuk terjun ke tempat yang paling baik, juga tak ada yang<br />
mengatakan bahwa bangsa-bangsa yang menganut mazhab ini akan<br />
mengalami kemunduran. Sungguh pun begitu namun mazhab<br />
fatalisma di Barat tidak memberikan dorongan kepada orang<br />
supaya berusaha dan bekerja seperti yang terdapat dalam<br />
ayat-ayat Qur'an tentang tanggung awab manusia terhadap<br />
pekerjaannya.<br />
<br />
"Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang diusahakannya.<br />
Dan hasil usahanya itu akan terlihat juga." (Qur'an 53: 39 -<br />
40)<br />
<br />
Bukankah satu ini saja sudah cukup tepat sebagai argumen<br />
terhadap prasangka pihak Orientalis yang menduga bahwa<br />
jabariah Islam itu membawa bangsa-bangsa yang menganutnya<br />
menjadi mundur?<br />
<br />
Bahkan jabariah Islam ini lebih besar memberi dorongan orang<br />
berusaha untuk kebaikan dan untuk mendapatkan hasil rejekinya<br />
dari pada fatalisma di Barat. Kedua mazhab ini memang sudah<br />
bertemu bahwa dalam alam ini sudah ada hukum-hukum yang tak<br />
dapat diubah atau diganti, dan semua yang ada dalam alam ini<br />
tunduk kepada hukum-hukum tersebut. Juga manusia tunduk<br />
seperti yang lain yang ada dalam alam ini. Tetapi fatalisma<br />
ini menundukkan orang kepada lingkungannya dan cara yang<br />
turun-temurun yang sudah tak dapat lagi dihindari dan membuat<br />
iradat manusia harus tunduk kepada lingkungannya. Dalam hal<br />
ini sudah tak ada jalan lagi ia dapat mengubah diri.<br />
Sebaliknya Qur'an mengajak iradat setiap individu atas dasar<br />
rasio menuju ke arah yang lebih baik, dan diingatkannya bahwa<br />
bilamana hasil yang baik itu sudah ditentukan buat mereka,<br />
maka itu adalah atas usaha mereka sendiri dan mereka tidak<br />
akan mendapat hasil yang baik dengan seenaknya saja tanpa<br />
usaha.<br />
<br />
"Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu golongan kalau mereka<br />
tidak mengubah nasib mereka sendiri." (Qur'an, 13: 11)<br />
<br />
Setelah Tuhan memberi petunjuk kepada umat manusia dengan<br />
kitab-kitab suci mengenai apa yang harus mereka lakukan,<br />
setelah kepada para nabi dan rasul dibukakan jalan yang benar<br />
dan disuruh memikirkan dan merenungkan segala isi dan hukum<br />
alam serta kekuasaan Tuhan, maka dengan kemampuan mereka<br />
sendiri, mereka akan memikirkan dan merenungkan semua itu.<br />
Orang yang sudah beriman akan hal ini dan mengarahkan diri ke<br />
arah itu, tentu ia akan memperoleh apa yang sudah ditentukan<br />
Tuhan. Apabila sudah ditentukan dia akan mati membela<br />
kebenaran atau kebaikan seperti diperintahkan Allah, tidak<br />
perlu ia kuatir. Dia dan yang sebangsanya akan tetap hidup di<br />
sisi Tuhan. Manalah anjuran yang lebih besar dari ini supaya<br />
orang berinisiatif, berusaha dan berkemauan?! Dan dimana pula<br />
tempatnya sikap serba tak acuh seperti diduga oleh Irving dan<br />
Orientalis-orientalis lain itu?<br />
<br />
Sikap serba tak acuh sama sekali bukan tawakal4 kepada Allah.<br />
Dengan bertawakal kepada Allah tidak mungkin orang hanya akan<br />
bertopang dagu berpeluk lutut dan meninggalkan segala yang<br />
diperintahkan Tuhan. Bahkan sebaliknya, ia harus bekerja keras<br />
untuk itu, seperti dalam firman Allah:<br />
<br />
"Kalau engkau telah berketetapan hati, tawakallah kepada<br />
Allah."<br />
<br />
Jadi ketetapan hati dan iradat ini harus mendahului tawakal.<br />
Kita sudah berketetapan hati, lalu kita bertawakal kepada<br />
Allah, kita mencapai tujuan kita berkat itu juga. Apa yang<br />
patut kita tuju hanya Dia semata, kita patut bersikap takut<br />
hanya kepadaNya semata - kita akan mencapai semua hasil yang<br />
baik itu berdasarkan undang-undang Tuhan dalam alam ini.<br />
Undang-undang Tuhan takkan berubah dan tidak akan<br />
berganti-ganti. Hasil yang baik ini yang harus menjadi tujuan<br />
kita sampai usaha kita mencapai sukses, atau kita akan mati<br />
karenanya. Hasil usaha baik yang kita capai adalah dari Tuhan.<br />
Segala bencana yang menimpa kita karena perbuatan kita sendiri<br />
dan karena kita menempuh jalan bukan ke jalan Allah. Jadi<br />
segala kebaikan dari Tuhan dan segala kesesatan dan kejahatan<br />
dari perbuatan setan.<br />
<br />
Tentang kekuasaan Tuhan mengetahui segala yang terjadi dalam<br />
alam sebelum Tuhan menciptakan alam, dan bahwa Tuhan Maha<br />
Agung<br />
<br />
"... tiada yang tersembunyi padaNya barang seberat atom pun di<br />
langit dan di bumi, tiada yang lebih besar atau lebih kecil<br />
dari itu, semua sudah dalam Kitab yang nyata," (Qur'an, 34:<br />
3.)<br />
<br />
berarti bahwa Tuhan telah menentukan beberapa hukum dalam alam<br />
ini yang tak dapat diubah-ubah dan pengaruhnya harus lahir<br />
pula dari sana.<br />
<br />
Apabila sarjana-sarjana berpendapat seperti yang sudah kita<br />
kemukakan tadi, bahwa bila ilmu yang positif dapat mengetahui<br />
rahasia-rahasia dan undang-undang kehidupan manusia,<br />
mengetahui apa yang sudah ditentukan setiap individu dan<br />
masyarakat, seperti halnya dalam menentukan waktu-waktu akan<br />
terjadinya gerhana matahari dan bulan, maka keimanan kepada<br />
Allah tidak bisa lain berlaku juga keimanan kepada<br />
kekuasaanNya yang mengetahui segalanya sebelum alam ini<br />
diciptakan. Apabila seorang arsitek bangunan yang membuat<br />
sebuah rencana rumah atau gedung serta menantikan<br />
dilaksanakannya rencana itu, dapat mengetahui sampai berapa<br />
lama kekuatan bangunan itu dan bagian-bagiannya yang mungkin<br />
akan bertahan selama beberapa tahun lagi; demikian juga<br />
sarjana-sarjana ekonomi berpendapat, bahwa hukum ekonomi pun<br />
memberi kepastian kepada mereka untuk mengetahui adanya krisis<br />
atau kemakmuran yang akan terjadi dalam kehidupan dunia<br />
ekonomi, maka memperdebatkan ilmu Tuhan mengenai segala yang<br />
kecil dan yang besar yang menjadi ciptaanNya dalam alam ini<br />
sifatnya akan sangat merendahkan Tuhan, suatu hal yang tak<br />
dapat diterima oleh akal sehat.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 2/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM (2/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Ilmu ini tidak seharusnya akan menghentikan orang dari<br />
memikirkan hari kemudian mereka serta berusaha sekuat tenaga<br />
mengikuti jalan yang benar dan menghindarkan diri dari jalan<br />
yang sesat. Ilmu Allah itu buat mereka masih gaib. Tetapi<br />
akhirnya mereka akan sampai juga kepada kebenaran sekalipun<br />
agak lambat. Tuhan telah menetapkan sifat kasih sayang itu<br />
dalam DiriNya. Ia selalu menerima taubat hamba-Nya yang mau<br />
bertaubat dan sudah banyak dosa yang diampuniNya. Selama<br />
rahmat Tuhan itu meliputi segalanya, manusia tidak perlu<br />
berputus asa akan memperoleh jalan yang benar, asal ia mau<br />
merenungkan dan memikirkan alam semesta ini. Orang tidak perlu<br />
berputus asa dari rahmat Tuhan kalau renungannya itu akhirnya<br />
akan mengantarkannya ke jalan Allah. Manusia yang celaka ialah<br />
yang tidak mengakui sifat manusianya, dan merasa dirinya sudah<br />
terlampau besar untuk memikirkan dan merenungkan hal-hal yang<br />
akan mengantarkan dirinya kepada petunjuk Tuhan. Mereka itulah<br />
orang-orang yang hendak menentang Tuhan, bukan mengharapkan<br />
beroleh rahmat Tuhan. Jantung mereka oleh Tuhan sudah ditutup,<br />
mereka yang akan menjadi penghuni neraka, yang akan mendapat<br />
tempat yang paling celaka.<br />
<br />
Apakah Orientalis-orientalis itu sudah melihat arti jabariah<br />
Islam yang begitu tinggi, begitu luas jangkauannya? Apakah<br />
mereka melihat bahwa anggapan mereka itu memang sangat lemah,<br />
yang menduga bahwa jabariah Islam itu menyuruh orang berpeluk<br />
lutut tanpa usaha atau mau menerima hidup hina atau mau<br />
menyerah begitu saja? Disamping semua itu ajaran ini selalu<br />
memberikan harapan, bahwa pintu rahmat dan taubat selalu<br />
terbuka bagi barangsiapa yang mau bertaubat. Apa yang mereka<br />
duga bahwa ajaran ini menyuruh tiap Muslim menganggap setiap<br />
keuntungan dan malapetaka yang menimpa dirinya sebagai takdir<br />
yang sudah ditentukan Tuhan dan oleh karenanya ia harus diam<br />
saja, menerima segala bencana dan kehinaan itu dengan sabar,<br />
maka semua itu jauh dari kenyataan yang sebenarnya dari ajaran<br />
jabariah ini, yang mengajar orang supaya selalu berjuang dan<br />
berusaha untuk memperoleh kerelaan Allah, untuk selalu berhati<br />
teguh sebelum tawakal kepada Allah. Apabila orang belum<br />
berhasil mendapat sukses sekarang, hendaknya terus ia berusaha<br />
kalau-kalau besok ia berhasil. Harapannya yang selalu pada<br />
Tuhan agar langkahnya mendapat bimbingan ke arah yang benar,<br />
agar mendapat pengampunan dari segala dosa, adalah pendorong<br />
yang paling utama untuk berpikir dan berusaha terus-menerus<br />
dalam mencapai tujuan menurut kehendak Allah. KepadaNya ia<br />
menyembah dan kepadaNya pula ia meminta pertolongan. Tempat<br />
orang mengharapkan petunjuk batin, dan ke sana pula segalanya<br />
akan kembali.<br />
<br />
Sungguh besar kekuatan yang dibangkitkan oleh ajaran yang<br />
tinggi ini kedalam jiwa manusia! Sungguh luas jangkauan<br />
harapan yang dibukakan itu. Kita terbimbing kepada kebaikan<br />
selama apa yang kita kerjakan memang karena Allah. Kalau kita<br />
sampai disesatkan oleh setan, taubat kita pun akan diterima<br />
selama pikiran kita dapat mengalahkan nafsu kita dan membawa<br />
kita kembali ke jalan yang lurus. Jalan lurus ini ialah<br />
undang-undang Tuhan dalam ciptaanNya, undang-undang yang akan<br />
menjadi penyuluh kita dengan segenap hati dan pikiran kita,<br />
serta dengan permenungan kita akan segala yang diciptakan<br />
Tuhan. Dan kita pun mulai berusaha mengenal semua rahasia alam<br />
itu.<br />
<br />
Akan tetapi, apabila sesudah itu masih ada orang yang sesat<br />
dan mempersekutukan Tuhan, masih ada orang yang mau melakukan<br />
kerusakan di muka bumi ini, masih ada yang mau menutup mata<br />
dari segala arti persaudaraan, maka itu adalah contoh yang<br />
diberikan Tuhan kepada manusia guna memperlihatkan kekuasaan<br />
Tuhan sehingga yang demikian itu kelak menjadi suatu teladan<br />
buat mereka. Inilah keadilan dan rahmat Tuhan kepada seluruh<br />
umat manusia. Orang tidak akan mencegah atau membatasi<br />
melakukan semua itu. Tetapi hukuman yang akan diterimanya<br />
sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya.<br />
<br />
Akan tetapi, buat apa manusia berpikir, buat apa bekerja,<br />
kalau maut itu memang selalu mengintai mereka! Bila ajal sudah<br />
sampai sesaat pun tak dapat diundurkan atau dimajukan. Buat<br />
apa manusia berpikir dan buat apa pula bekerja kalau orang<br />
yang bahagia sudah ditentukan lebih dulu akan jadi bahagia,<br />
dan yang sengsara akan jadi sengsara?<br />
<br />
Ini adalah pertanyaan ulangan sengaja jawabannya kita<br />
kemukakan supaya dapat kita lihat masalah ketentuan ajal ini<br />
dari segi lain: Apa yang sudah ditentukan Tuhan lebih dulu<br />
ialah undang-undang alam sejak sebelum alam itu diciptakan dan<br />
sebelum difirmankan kepadanya 'Jadilah'! maka ia pun jadi.'<br />
Dalam melukiskan ini tak ada yang lebih tepat dari firman<br />
Allah ini "Tuhan kamu telah menetapkan sifat kasih sayang itu<br />
dalam DiriNya." Ini berarti bahwa kasih sayang itu sudah<br />
menjadi sifat Tuhan dan menjadi salah satu undang-undangNya<br />
dalam alam semesta. Tak ada suatu kewajiban yang diharuskan<br />
terhadap DiriNya. Kewajiban memang tidak seharusnya ada atas<br />
Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini Allah berfirman:<br />
<br />
"Kami tiada akan menjatuhkan siksaan sebelum Kami mengutus<br />
seorang rasul."<br />
<br />
Apabila ada suatu golongan yang sesat dan kepada mereka Tuhan<br />
tidak mengutus seorang rasul, maka undang-undang Tuhan disini<br />
berlaku - tiada seorang dari mereka akan dijatuhi siksaan.<br />
Buat setiap orang yang beriman, tanda-tanda kebesaran Tuhan<br />
dalam alam ini sudah wajar sekali, bahwa Tuhanlah yang<br />
menciptakan alam. Apabila Tuhan sudah mengutus seorang rasul<br />
kepada suatu golongan, kemudian berlaku hukum alam dan<br />
kehendak Tuhan atas golongan itu, yaitu bahwa setelah diberi<br />
petunjuk ada orang dari golongan tersebut yang masih tetap<br />
mempertahankan kesesatannya, maka orang yang telah menganiaya<br />
dirinya sendiri itu akan menjadi contoh buat orang lain.<br />
<br />
Sungguh naive sekali untuk mengatakan bahwa orang yang telah<br />
sesat ini diperlakukan tidak adil karena telah dijatuhi<br />
hukuman atas kesesatannya, padahal kesesatan demikian memang<br />
sudah termaktub lebih dulu (ditentukan) terhadap dirinya. Kita<br />
mengatakan naive untuk tidak mengatakan merendahkan Tuhan,<br />
sebab jalan pikiran yang paling tepat akan mengatakan kepada<br />
kita, bahwa barangsiapa yang sesat, ia telah menganiaya<br />
dirinya, bukan Tuhan yang menganiayanya.<br />
<br />
Untuk menjelaskan ini cukup kiranya kita mengambil contoh<br />
seorang ayah yang penuh kasih sayang mendekatkan api kepada<br />
anaknya yang masih bayi. Kalau sianak memegangnya,<br />
dijauhkannya api itu seraya memberi isyarat, bahwa api itu<br />
panas. Kemudian secara berulang-ulang api itu didekatkannya<br />
lagi kepada sibayi, tidak apa juga kalau jari bayi itu sampai<br />
terbakar sedikit supaya dialami sendiri dalam kenyataan apa<br />
yang sudah diperingatkan kepadanya itu dan supaya selalu<br />
diingat selama hidupnya. Tetapi bilamana sesudah dewasa ia<br />
masih mau memegang api atau menceburkan diri ke dalam api,<br />
maka apa yang sudah menimpanya itulah ganjarannya, dan jangan<br />
ayahnya yang disalahkan, jangan ada yang minta supaya sang<br />
ayah mengalanginya dari perbuatan itu. Begitu juga misalnya<br />
seorang ayah yang sudah memberi petunjuk tentang bahaya judi<br />
atau minuman keras kepada anaknya. Maka bilamana sianak itu<br />
kelak sudah dewasa dan dia melanggar juga apa yang sudah<br />
dilarang oleh ayahnya lalu karenanya ia mendapat bencana, maka<br />
bukanlah sang ayah yang kejam menganiayanya, sekalipun ia akan<br />
mampu mencegah dari berbuat demikian. Sang ayah sama sekali<br />
bukan kejam kalau membiarkan sianak sampai melanggar apa yang<br />
sudah menjadi larangan, dan ini merupakan contoh buat keluarga<br />
dan saudara-saudaranya yang lain. Begitu juga keluarga dan<br />
saudara-saudara yang sampai ratusan atau ribuan jumlahnya<br />
dalam sebuah kota yang memang banyak godaannya karena pengaruh<br />
keadaan. Sudah cukup baik dan adil sekali kiranya kalau<br />
konsekwensi yang tak dapat dihindarkan menimpa mereka sebagai<br />
ganjaran terhadap perbuatan mereka sendiri. Itu akan dapat<br />
memperbaiki keadaan anggota masyarakat yang lain, meskipun apa<br />
yang telah menimpa anak-anak negeri yang aniaya itu sangat<br />
disesalkan. Inilah contoh keadilan yang paling sederhana dan<br />
berimbang sehubungan dengan masyarakat manusia kita ini,<br />
seperti yang sudah kita lukiskan tadi. Apalagi bila kita<br />
membayangkan dan membandingkan dengan alam semesta, dengan<br />
makhluk-makhluk yang berjuta-juta banyaknya dalam luasan ruang<br />
dan waktu yang tak terbatas! Apa yang sudah menimpa individu<br />
dan masyarakat - karena perbuatannya sendiri - dalam bentuk<br />
yang sudah tidak mampu lagi khayal kita membayangkannya, semua<br />
itu baru merupakan contoh keadilan atau keseimbangan dalam<br />
bentuknya yang sangat sederhana.<br />
<br />
Kalau adanya kekejaman itu kita alamatkan kepada sang ayah,<br />
karena dia membiarkan anaknya yang sesat itu harus menerima<br />
ganjaran kesesatannya, pada hal kesesatan itu memang sudah<br />
termaktub atas dirinya, maka juga beralasan sekali kekejaman<br />
demikian itu kita alamatkan kepada diri kita sebab kita telah<br />
membunuh seekor kutu yang sangat mengganggu, dikuatirkan akan<br />
membawa penularan kepada kita, yang ada kalanya akan<br />
menimbulkan bencana kepada masyarakat kalau ini sampai menular<br />
kepada orang lain. Atau karena kita membuang batu dari dalam<br />
kandung empedu atau ginjal kita sebab takut mengakibatkan rasa<br />
sakit atau penderitaan, atau kita memotong salah satu bagian<br />
anggota tubuh kita karena dikuatirkan bagian yang rusak itu<br />
akan menjalar ke seluruh badan dan akibatnya akan fatal<br />
sekali. Kalau semua itu tidak kita lakukan, karena memang<br />
sudah termaktub atas diri kita, kemudian kita menderita atau<br />
sampai mati karenanya, maka yang harus disalahkan akibat<br />
bencana itu hanyalah diri kita sendiri, sebab Tuhan sudah<br />
membukakan pintu penderitaan buat kita, sama halnya dengan<br />
pintu taubat yang terbuka buat orang yang berdosa. Hanya<br />
orang-orang bodoh sajalah yang rela menerima penderitaan<br />
demikian itu dengan anggapan bahwa itu memang sudah termaktub<br />
atas dirinya. Ini karena kedunguan dan ketololan mereka saja.<br />
<br />
Sementara kita melihat kutu yang dibunuh, batu yang dibuang<br />
dan dicabutnya anggota tubuh yang sakit sungguh adil sekali -<br />
meskipun dalam hukum alam sudah termaktub, bahwa kutu akan<br />
mengganggu dan akan membawa penularan penyakit kepada manusia,<br />
batu dan anggota tubuh yang sakit akan mendesak bagian tubuh<br />
yang lain sehingga dapat membinasakan - dengan melihat semua<br />
ini bagaimana kita tidak akan menganggapnya suatu kebodohan<br />
yang naive sekali, yang tak dapat diterima akal selain pikiran<br />
egoistis yang sempit, yang melihat keadilan itu hanya dari<br />
segi kita yang subyektif saja, dan tidak menghubungkannya<br />
kepada seluruh masyarakat insani, atau lebih dari itu,<br />
menghubungkannya kepada alam semesta?!<br />
<br />
Apa artinya kutu, batu dan manusia dibandingkan dengan alam<br />
ini? Bahkan apa artinya seluruh umat manusia dibandingkan<br />
dengan alam? Dengan khayal kita yang sempit, kita berusaha<br />
hendak membayangkan batas-batas alam yang luas, dengan ruang<br />
dan waktu, dengan awal dan akhir, dan dengan segala kata-kata<br />
yang semacam itu. Sudah tak ada jalan lain lagi buat kita akan<br />
dapat membayangkan bentuk alam ini selain itu, karena memang<br />
sangat terbatas sekali, sesuai dengan pengetahuan yang ada<br />
pada kita, yang juga terbatas, dan masih sedikit sekali. Dan<br />
yang sedikit ini sudah cukup memperlihatkan kepada kita bahwa<br />
undang-undang Tuhan dalam alam ialah undang-undang yang<br />
teratur dan seimbang, yang tak berubah-ubah dan<br />
bertukar-tukar. Kita sampai mengetahui undang-undang ini<br />
karena Tuhan menganugerahkan kepada kita pendengaran,<br />
penglihatan dan jantung, supaya kita melihat segala keindahan<br />
ciptaanNya ini, dapat memahami alam sesuai dengan<br />
undang-undangNya itu. Maka kita pun mengagungkan kemuliaan<br />
Tuhan, kita berbuat baik menurut yang diperintahkanNya. Dan<br />
berbuat baik atas dasar iman, buat mereka yang mengerti ialah<br />
suatu manifestasi ibadat yang paling tinggi kepada Tuhan.<br />
<br />
Maut ialah akhir hidup dan permulaan hidup. Oleh karena itu<br />
yang merasa takut mati hanya mereka yang menolak adanya hidup<br />
akhirat dan merasa takut pada kehidupan akhirat karena<br />
perbuatan mereka yang buruk selama dalam dunia. Mereka tidak<br />
ingin mati mengingat adanya perbuatan tangan mereka sendiri.<br />
Akan tetapi mereka yang memang sudah bersedia mati, ialah<br />
orang-orang yang benar-benar beriman dan mereka yang berbuat<br />
kebaikan selama hidup di dunia. Seperti dalam firman Allah:<br />
<br />
"Dia Yang telah menciptakan Mati dan Hidup untuk menguji kamu<br />
siapa diantara kamu yang lebih baik perbuatannya. Dia Maha<br />
Kuasa, Maha Pengampun." (Qur'an, 67: 2)<br />
<br />
Dan firmanNya lagi yang ditujukan kepada Nabi:<br />
<br />
"Kami tidak pernah menjadikan manusia sebelum engkau itu kekal<br />
selamanya. Kalau engkau mati, apakah mereka akan hidup kekal?<br />
Setiap jiwa akan merasakan mati dan kamu akan Kami uji dengan<br />
yang buruk dan yang baik sebagai suatu cobaan, dan kamu kelak<br />
pun akan kembali kepada Kami." (Qur'an, 21: 34 - 35)<br />
<br />
"Perumpamaan mereka yang dibebani membawa Kitab Taurat,<br />
kemudian tidak mereka bawa, sama seperti keledai yang membawa<br />
kitab-kitab besar. Buruk sekali perumpamaan orang-orang yang<br />
mendustakan ayat-ayat Tuhan itu; dan Tuhan tidak memberi<br />
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Katakanlah: 'Wahai<br />
orang-orang yang menganut agama Yahudi, kalau kamu mendakwakan<br />
bahwa kamu sahabat-sahabat Tuhan diluar orang lain,<br />
nyatakanlah keinginanmu akan mati itu -jika benar-benar kamu<br />
jujur. Tetapi kamu tidak akan pernah menyatakan keinginanmu<br />
itu, karena perbuatan tangan mereka sendiri yang telah mereka<br />
lakukan. Tuhan Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim<br />
itu." (Qur'an, 62 :5 - 7)<br />
<br />
"Dialah Yang telah mengambil jiwamu pada malam hari dan Dia<br />
mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang harinya. Kemudian<br />
kamu dibangkitkan kembali supaya waktu tertentu dapat<br />
dipenuhi. Sesudah itu kepadaNya juga tempat kamu kembali.<br />
Kemudian kepadamu diberitahukanNya apa yang telah kamu<br />
kerjakan." (Qur'an, 6: 60)<br />
<br />
Inilah beberapa ayat yang sudah jelas sekali menolak apa yang<br />
dikatakan orang bahwa jabariah Islam itu mengajar orang<br />
bertopang dagu dan enggan berusaha. Tuhan menciptakan maut dan<br />
hidup untuk menguji manusia, siapa daripada mereka yang<br />
melakukan perbuatan baik. Perbuatan dalam dunia dan balasannya<br />
sesudah mati. Mereka yang tidak berusaha, tidak berjuang di<br />
muka bumi ini, tidak mencari nafkah sebagai karunia Tuhan;<br />
kalau mereka tidak mau menafkahkan harta mereka; kalau mereka<br />
tidak mau mengutamakan sahabatnya meskipun mereka sendiri<br />
dalam kekurangan, mereka telah melanggar perintah Tuhan.<br />
<br />
Sebaliknya, bilamana semua itu mereka lakukan dengan baik,<br />
perbuatan mereka akan diterima baik oleh Allah dan pada hari<br />
kemudian mendapat pahala dan balasan yang baik. Tuhan akan<br />
menguji kita dalam hidup kita ini dengan yang baik dan yang<br />
buruk sebagai suatu cobaan. Dengan otak kita, kita juga yang<br />
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.<br />
Barangsiapa berbuat baik seberat atom pun akan dilihatnya,<br />
barangsiapa berbuat keburukan seberat atom juga akan<br />
dilihatnya. Kalau apa yang sudah menimpa kita itu bukan karena<br />
sudah ditentukan Tuhan terhadap diri kita, niscaya itu akan<br />
membuat kita lebih tekun melakukan kebaikan untuk melihat<br />
hasil yang baik pula. Sesudah itu sama saja buat kita: adakah<br />
Tuhan akan menjadikan kita manusia yang kuat, yang masih giat<br />
bekerja, atau akan dikembalikan ke usia yang sudah pikun, yang<br />
sudah tidak dapat kita ketahui lagi apa yang dulunya sudah<br />
pernah kita ketahui. Kriterium atau ukuran hidup seseorang<br />
bukanlah dari jumlah tahun yang sudah ditempuhnya, melainkan<br />
dari perbuatan-perbuatan baik apa yang sudah dilakukannya<br />
selama itu, dan yang akan menjadi peninggalannya. Mereka yang<br />
sudah meninggal di jalan Tuhan (dalam berbuat kebaikan), dalam<br />
pandangan Tuhan mereka hidup, di tengah-tengah kita juga<br />
kenangan mereka tetap hidup. Berapa banyak nama-nama yang<br />
tetap kekal selama berabad-abad karena orang-osrang itu telah<br />
mengabdikan diri dan segala daya upayanya untuk kebaikan,<br />
mereka itu berada di tengah-tengah kita yang masih hidup,<br />
sungguh pun mereka telah berpulang sejak ratusan tahun yang<br />
lalu.<br />
<br />
"Apabila sudah tiba waktunya, mereka takkan dapat mengundurkan<br />
atau memajukannya barang sedikit pun juga."<br />
<br />
Inilah yang benar. Hanya ini yang sesuai dengan hukum alam.<br />
Manusia sudah mempunyai batas waktu yang takkan dapat<br />
dilampauinya. Sama halnya dengan matahari dan bulan, sudah<br />
mempunyai waktu-waktu gerhana yang tidak berubah-ubah, tak<br />
dapat dimajukan atau diundurkan. Waktu yang sudah ditentukan<br />
ini lebih mendorong orang untuk berusaha dan melakukan<br />
perbuatan-perbuatan yang baik. Ia akan berusaha sekuat tenaga.<br />
<br />
Ia tidak tahu kapan ia akan menemui ajalnya. Bilamana ajal itu<br />
sampai maka balasannya apa yang sudah dikerjakannya. Di<br />
hadapan kita setiap hari sudah ada buktinya bahwa ajal itu<br />
takdir yang tak dapat dielakkan. Ada orang yang mati dengan<br />
tiba-tiba dan orang tidak tahu apa sakitnya. Ada orang yang<br />
sakit, yang sudah sekian puluh tahun menderita dan merintih<br />
melawan penyakitnya itu sampai ia tua serta sudah tak<br />
bertenaga lagi. Dari kalangan kedokteran dewasa ini ada yang<br />
berpendapat bahwa manusia itu dilahirkan dalam proses<br />
pembentukannya sudah ada benih yang menentukan hidupnya. Jarak<br />
waktu yang akan ditempuh oleh benih itu untuk mencapai<br />
tujuannya yang terakhir dapat pula diketahui asal saja<br />
benihnya sendiri dapat kita ketahui. Tetapi untuk mengetahui<br />
benih ini bukan soal yang begitu mudah. Adakalanya ia dalam<br />
bentuk fisik, tersembunyi dalam salah satu bagian dalam tubuh<br />
- bagian yang penting atau tidak penting - adakalanya dalam<br />
bentuk psychis dalam pikiran kita, bertalian dengan<br />
lapisan-lapisan otak yang akan mendorong pihak yang<br />
bersangkutan hidup berpetualang dan mau menghadapi bahaya,<br />
atau sebagai pemberani. Allah mengetahui belaka semua itu. Dia<br />
yang mengetahui saat kematian setiap manusia itu akan tiba,<br />
menurut hukum alam, tanpa dapat diubah dan ditukar-tukar.<br />
<br />
Sebagai tanda kasih sayang Tuhan, Ia tidak akan menjatuhkan<br />
siksaan sebelum mengutus seorang rasul yang akan memberikan<br />
bimbingan kepada manusia dalam mencapai Kebenaran serta<br />
menjelaskan pula jalan kebaikan yang harus ditempuhnya.<br />
Sekiranya Tuhan akan menghukum manusia karena perbuatan mereka<br />
yang salah, niscaya takkan ada makhluk hidup di muka bumi ini<br />
yang akan ketinggalan. Tuhan menunda mereka sampai pada waktu<br />
tertentu sampai mereka dapat mendengarkan dan mau menerima<br />
ajakan para rasul itu dan tidak sampai benar mereka terpesona<br />
oleh godaan hidup duniawi. Tuhan tidak mengutus para rasul itu<br />
dari kalangan raja-raja, orang-orang kaya, orang-orang<br />
berpangkat atau dari kalangan orang cerdik pandai. Mereka<br />
diutus dari kalangan rakyat jelata. Nabi Ibrahim tukang kayu,<br />
ayahnya pun tukang kayu. Nabi Isa juga tukang kayu di<br />
Nazareth. Juga tidak sedikit dari nabi-nabi itu yang tadinya<br />
penggembala kambing, termasuk Nabi penutup Muhammad<br />
'alaihissalam. Tuhan mengutus para rasul dari rakyat jelata<br />
itu untuk memperlihatkan bahwa Kebenaran itu bukan menjadi<br />
milik orang-orang kaya atau orang-orang kuat melainkan milik<br />
orang yang mencari Kebenaran demi kebenaran semata. Kebenaran<br />
yang azali, yang abadi, ialah orang yang baru sempurna imannya<br />
apabila ia sudah dapat mencintai saudaranya seperti mencintai<br />
dirinya sendiri.<br />
(bersambung ke bagian 3/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM (3/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
"Yang paling mulia di kalangan kamu dalam pandangan Tuhan<br />
ialah yang paling takwa - yang dapat menjaga diri dari<br />
kejahatan."<br />
<br />
"Dan bekerjalah, nanti Tuhan akan melihat hasil pekerjaan<br />
kamu, dan balasan diberikan hanya sesuai dengan apa yang kamu<br />
lakukan."<br />
<br />
Dan Kebenaran terbesar ialah bahwa Allah itu Benar, tiada<br />
Tuhan selain Dia.<br />
<br />
Maut, akhir dan permulaan hidup. Akhir hidup duniawi dan<br />
permulaan hidup akhirat. Soal hidup duniawi yang kita ketahui<br />
hanya sedikit sekali. Yang kita ketahui tentang hidup hanya<br />
yang berhubungan dengan indera kita, dengan akal kita yang<br />
membimbing kita, kemudian dengan jantung kita yang membukakan<br />
rahasia hidup itu kepada kita. Sedang mengenai hidup akhirat<br />
tak ada yang dapat kita ketahui selain apa yang sudah<br />
diterangkan Tuhan kepada kita. Hukum-hukum alam buat kita<br />
masih gelap. Ilmunya ada pada Tuhan. Apa yang sudah<br />
diterangkan Tuhan dalam Kitab Suci mengenai hal ini sudah<br />
memadai kiranya, bahwa itu adalah tempat pembalasan. Kita<br />
menyiapkan diri kita dalam dunia ini dengan perbuatan kita,<br />
dengan kehendak dan niat kita serta sikap kita sesudah itu;<br />
kita bertawakal kepada Allah akan adanya balasan yang adil<br />
itu. Sedang apa yang dibalik itu soalnya ada pada Tuhan<br />
semata-mata.<br />
<br />
Sudahkah agaknya mereka sependapat dengan Washington Irving<br />
dari kalangan Orientalis dan diluar Orientalis dalam melihat<br />
sampai berapa jauh kesalahan mereka dalam menggambarkan<br />
jabariah Islam itu? Yang kita catat disini hanyalah yang ada<br />
didalam Qur'an. Kita tidak ingin menempatkan masalah ini dalam<br />
suatu perdebatan seperti pendapat ahli-ahli ilmu kalam dari<br />
kalangan kaum sufi dan yang lain, termasuk para filsuf dan<br />
golongan-golongan tertentu dalam kalangan Muslimin. Yang jelas<br />
sekali kesalahan Irving ialah dugaannya bahwa masalah qadza<br />
dan qadar (takdir atau nasib) dan ketentuan umur diturunkan<br />
dan disebutkan di dalam Qur'an sesudah Perang Uhud dan setelah<br />
terbunuhnya Hamzah sebagai syahid utama. Pada hal ayat-ayat<br />
yang sudah kita kutipkan itu ialah ayat-ayat yang turun di<br />
Mekah sebelum hijrah dan sebelum peperangan-peperangan<br />
dimulai. Irving dan yang semacamnya telah terjerumus ke dalam<br />
kesalahan semacam itu sebab mereka tidak mau menyulitkan diri<br />
dalam membahas persoalan yang begitu penting dengan cara yang<br />
ilmiah dan cermat. Bahkan mereka menggambarkan Islam menurut<br />
konsepsi yang sejalan dengan kecenderungan mereka sendiri<br />
sebagai orang-orang Kristen, lalu mereka mengarang-ngarang<br />
dalil menurut nafsu mereka sendiri, dengan dugaan bahwa dalil<br />
mereka itu akan sudah meyakinkan pembaca tanpa ada orang lain<br />
yang akan membuktikan kesalahan mereka itu.<br />
<br />
Kalau kalangan Orientalis dapat memahami arti jabariah Islam<br />
seperti yang sudah kita gambarkan, niscaya mereka dapat pula<br />
menghargai konsepsi filsafatnya yang begitu tinggi, begitu<br />
dalam melukiskan hidup ini sehingga dapat menampilkan<br />
teori-teori ilmu dan filsafat. Dan ini telah dicapai oleh<br />
pikiran manusia dalam pelbagai zaman dengan segala<br />
perkembangan dan kemajuannya. Pengertian filsafat Islam ini<br />
ialah pengertian yang berimbang, yang tidak mempersempit<br />
pengertian determinisma, dunia sebagai kemauan dan pikiran<br />
(die Welt als Wille und Vorstellung) dan evolusi kreatif.5<br />
Bahkan semua mazhab itu, dalam susunannya mengikuti jalannya<br />
hukum alam dan kehidupan. Kalau pun disini tempatnya tidak<br />
cukup memadai untuk menjelaskan gambaran ini, namun akan saya<br />
coba meringkaskannya dengan seteliti dan sejelas mungkin. Saya<br />
kira orang yang sudah membaca apa yang saya tulis akan<br />
sependapat, bahwa dari semua yang pernah kita ketahui tentang<br />
teori-teori, pengertian ini memang sangat tinggi, luas dan<br />
dalam sekali. Pengertian ini kemudian hari akan membukakan<br />
jalan pada pemikiran umat manusia yang lebih agung.<br />
<br />
Sebelum saya menjelaskan ini secara ringkas, ada dua masalah<br />
ingin saya catat dalam hal ini, hendaknya jangan dilupakan<br />
pertama dengan ini saya tidak bermaksud hendak menentang teori<br />
Kristen. Apa yang pernah diajarkan Isa, oleh Islam juga diakui<br />
seperti sudah beberapa kali saya sebutkan dalam buku ini.<br />
Hanya saja apa yang diajarkan Islam lebih menyeluruh dan<br />
memahkotai semua kenabian dan kerasulan sebelumnya.<br />
Kitab-kitab Injil telah juga menegaskan kata-kata Yesus ini.<br />
"Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan<br />
Hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk<br />
meniadakannya melainkan untuk menggenapinya." Begitu juga<br />
keimanan Muslimin kepada Ibrahim, kepada Musa, kepada Isa dan<br />
nabi-nabi yang lain sebelum itu, semua sama. Hanya saja<br />
kedatangan Islam melengkapi apa yang telah diutus Tuhan kepada<br />
mereka itu, mengoreksl kata-kata yang telah dibelokkan oleh<br />
pengikut-pengikut mereka, dari arti yang sebenarnya. Kedua<br />
mengenai filsafat Islam yang diambil dari Qur'an sudah<br />
dikemukakan orang sebelum saya, meskipun tidak sama dengan<br />
yang saya kemukakan sekerang ini. Hanya saja yang saya tempuh<br />
dalam hal ini sesuai dengan garis tuntunan Qur'an dan dengan<br />
cara yang sesuai dengan metoda ilmiah sekarang. Kalau ini<br />
berhasil mencapai sasarannya, sudah tentu karena rahmat dan<br />
karunia Tuhan juga. Kalau hasil itu belum juga saya peroleh,<br />
maka doa yang paling besar saya panjatkan kepada Tuhan ialah<br />
semoga mereka yang berpengetahuan dapat memberi petunjuk<br />
kepada saya untuk mencapai sasaran itu.<br />
<br />
Yang mula-mula ditentukan oleh Qur'an ialah bahwa Tuhan sudah<br />
menentukan hukum tertentu dalam alam semesta ini, yang tidak<br />
berubah-ubah dan bertukar-tukar. Sudah tentu alam itu bukan<br />
hanya planet kita ini saja dengan segala isinya, Juga bukan<br />
terbatas hanya pada apa yang tertangkap oleh pancaindera kita<br />
saja yang terdiri dari planet-planet dan tata surya, tetapi<br />
alam itu ialah segala yang diciptakan Tuhan, yang dapat dan<br />
yang tidak dapat dirasakan - sensibilia dan insensibilia, yang<br />
nyata dan yang gaib. Untuk mengetahui hal ini benar-benar,<br />
cukup kalau kita bayangkan bahwa pengetahuan yang ada pada<br />
kita memang sedikit sekali: eter yang ada di sekitar kita dan<br />
sekitar tata surya yang lain, listrik yang memenuhi eter dan<br />
memenuhi bumi kita, jarak yang begitu jauh memisahkan kita<br />
dari matahari dan planet-planet lain yang lebih jauh dari<br />
matahari, dan di balik planet-planet itu yang jaraknya sampai<br />
ribuan tahun cahaya lebih jauh dari matahari.6<br />
<br />
Kemudian, dibalik semua itu yang tiada terbatas, yang takkan<br />
dapat dijangkau oleh imajinasi kita, dan yang halnya ada pada<br />
Tuhan ilmunya semua itu berjalan menurut hukum yang sudah<br />
pasti tak berubah-ubah. Apa yang sudah kita ketahui semua ini<br />
berdasarkan data ilmiah menurut istilah kita sekarang - yang<br />
tidak mencampur adukkan fantasi dengan fakta. Kemudian fakta<br />
itu disamping fantasi menjadi makin kecil sampai sedemikian<br />
rupa, kemudian fakta itu masih tinggal sejauh yang dapat kita<br />
ketahui, yang dapat kita ukur menurut ukuran kita, dan apa<br />
yang kita peroleh dengan dasar itu, itulah yang kita sebut<br />
hukum alam dan kehidupan. Kalau kita mau melepaskan fantasi<br />
kita sebebas-bebasnya untuk menggambarkan betapa kecilnya apa<br />
yang kita ketahui itu, tentu contohnya akan banyak sekali di<br />
hadapan kita, sehingga ruangan dalam buku ini pun akan terlalu<br />
sempit karenanya. Kita ambil misalnya penghuni planet Mars.<br />
Mereka membangun sebuah pemancar dengan kekuatan 100.000.000<br />
kilowatt supaya dengan demikian apa yang terjadi di tempat<br />
mereka diperdengarkan dan diperlihatkan melalui pesawat<br />
televisi kepada kita penghuni bumi ini. Sesudah itu, dapatkah<br />
kita menahan pikiran kita? Sedang Mars bukanlah planet yang<br />
terjauh jaraknya dari kita, juga bukan yang paling sulit akan<br />
dapat kita hubungi.<br />
<br />
Pengetahuan kita tentang alam ini yang hanya sedikit sekali,<br />
segala yang ada dalam alam itu memberi pengaruh juga kepada<br />
kehidupan bumi kita dengan segala isinya. Andaikata satu saja<br />
dari planet-planet itu dengan ketentuan dari Tuhan berbeda<br />
edarannya, tentu hukum alam itu akan jadi berubah, dan berubah<br />
pula hidup kita yang pendek dan sedikit ini, terpengaruh oleh<br />
keadaan di sekitar kita, oleh hal-hal yang tiada penting<br />
sekalipun. Hidup itu terpengaruh dan tunduk kepada kodrat alam<br />
karena peristiwa-peristiwa alam yang besar-besar. Dalam<br />
menerima pengaruh itu kadang ia menjurus kepada yang baik,<br />
kadang malah menyimpang. Baik dalam tujuan yang menjurus ke<br />
arah yang baik atau yang menyimpang, dalam kedua hal itu atas<br />
dasar yang mempengaruhinya tidak didorong oleh faktor-faktor<br />
kehidupan saja melainkan juga oleh kesediaannya dalam menerima<br />
pengaruh kehidupan itu serta kekuatan yang timbal-balik saling<br />
mempengaruhi. Ada beberapa faktor tertentu yang dapat memberi<br />
pengaruh besar dan beranekarupa kedalam jiwa orang. Kemudian<br />
pengaruh-pengaruh itu akan saling terdesak ke sudut. Salah<br />
satu diantaranya akan jadi juru pemisah, akan jadi batas<br />
antara yang baik dengan yang jahat. Yang selebihnya, yang satu<br />
akan menjurus kepada yang baik, yang lain kepada yang jahat.<br />
<br />
Adanya yang baik dan yang jahat dalam kehidupan ini tidak lain<br />
ialah suatu akibat saja dari adanya saling pengaruh antara<br />
faktor-faktor kehidupan dengan jiwa manusia. Oleh karena<br />
itulah yang baik dan yang jahat itu sudah merupakan sebagian<br />
dari gejala hukum yang sudah pasti dalam alam ini. Adanya<br />
kedua sifat baik dan jahat ini sudah pula merupakan suatu<br />
keharusan, seperti halnya dengan negatif dan positif yang<br />
merupakan suatu keharusan adanya listrik. Demikian juga adanya<br />
beberapa macam kuman sudah merupakan keharusan hidup dalam<br />
tubuh manusia.<br />
<br />
Tidak ada suatu kejahatan hanya untuk kejahatan saja atau<br />
kebaikan hanya untuk kebaikan saja; tetapi itu tergantung<br />
kepada maksud yang menjadi tujuannya serta akibat yang terjadi<br />
karenanya. Adakalanya terjadinya kejahatan dan kebaikan itu<br />
karena keharusan yang mendesak sekali. Alat-alat perusak yang<br />
digunakan dalam peperangan untuk menghancurkan jutaan manusia,<br />
memusnakan karya-karya ciptaan manusia yang sungguh agung dan<br />
indah, diwaktu damai besar sekali artinya. Kalau tidak karena<br />
dinamit manusia takkan mampu membelah terowongan dan memasang<br />
jalan kereta api didalamnya, takkan mampu menemukan<br />
tambang-tambang yang berisikan harta karun terdiri dari<br />
batu-batu dan logam yang sangat berharga. Begitu juga gas<br />
beracun yang dilepaskan orang yang sedang berperang kepada<br />
penduduk sipil dari bangsa yang diperanginya dan yang dianggap<br />
sebagai suatu cemar dan cacat besar kepada perikemanusiaan dan<br />
sebagai suatu manifestasi kebiadaban dan kepengecutan yang<br />
tiada taranya, dimasa damai gas ini besar sekali faedahnya; ia<br />
dapat mengabdi kepada perikemanusiaan, menolong umat manusia<br />
dari pelbagai penyakit menular yang cukup mengerikan. Gas ini<br />
juga yang dapat menjernihkan air dari kuman-kuman berbahaya,<br />
seperti gas chlorine misalnya. Dalam dunia perkapalan ia<br />
berguna sekali karena sebagian dapat digunakan membasmi hama<br />
tikus dan sebagian lagi dapat membahayakan kehidupan para<br />
nelayan. Dahulu kala orang membayangkan, bahwa ada jenis-jenis<br />
serangga, burung dan binatang-binatang yang sama sekali tak<br />
ada gunanya. Tetapi kemudian setelah diselidiki dan dipelajari<br />
betapa besar manfaat serangga-serangga, burung-burung dan<br />
binatang-binatang itu buat manusia. Negara pun telah pula<br />
membuat undang-undang memberikan suaka dan melarang orang<br />
membunuh atau memburunya, mengingat betapa menguntungkan<br />
makhluk-makhluk itu untuk umat manusia. Mereka yang telah<br />
mempelajari makhluk-makhluk ini melihat bahwa makhluk-makhluk<br />
ini ingin damai, ingin sekali menyesuaikan diri dengan dunia<br />
disekitarnya dalam batas-batas ia dapat mempertahankan<br />
eksistensinya, supaya dapat pula ia mengimbangi adanya<br />
kebaikan yang harus dipelihara. Binatang-binatang ini tidak<br />
mengganggu, kecuali bila hendak membela diri, bila ada pihak<br />
yang menyerangnya atau yang mengganggunya.<br />
<br />
Juga perbuatan-perbuatan kita sebagai manusia tidak ada<br />
kebaikan hanya untuk kebaikan saja atau kejahatan hanya untuk<br />
kejahatan saja; tetapi yang ada, semua itu tergantung kepada<br />
maksud yang menjadi tujuannya serta akibat yang terjadi<br />
karenanya. Bukankah pembunuhan itu suatu perbuatan dosa yang<br />
dilarang? Sungguhpun begitu dalam melarang pembunuhan Tuhan<br />
berfirman:<br />
<br />
"Dan janganlah kamu membunuh yang oleh Tuhan sudah dilarang,<br />
kecuali jika atas dasar kebenaran." Membunuh atas dasar<br />
kebenaran tidak berdosa. "Dengan hukum qishash itu berarti<br />
suatu kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang yang mengerti<br />
..."<br />
<br />
Algojo yang membunuh seorang penjahat yang telah dijatuhi<br />
hukuman mati, orang yang membunuh karena membela diri,<br />
prajurit yang membunuh karena membela tanah air, orang beriman<br />
yang membunuh supaya jangan digoda orang dan keyakinan<br />
agamanya - mereka semua tidak melakukan perbuatan dosa, tidak<br />
melakukan pelanggaran. Tidak lebih mereka hanya menyampaikan<br />
tugas yang telah diwajibkan Tuhan kepada mereka, dan balasan<br />
untuk mereka pun sebagai orang-orang yang telah berbuat<br />
kebaikan.<br />
<br />
Apa yang berlaku terhadap pembunuhan itu, berlaku juga<br />
terhadap yang lain, terhadap perbuatan-perbuatan yang silih<br />
berganti antara yang baik dengan yang jahat. Sarjana yang<br />
telah menemukan alat-alat perusak untuk kepentingan pertahanan<br />
tanah air, atau alat-alat perusak yang dapat memberi manfaat<br />
kepada dunia di masa damai, orang yang membuat senjata, setiap<br />
pekerja, setiap orang di muka bumi ini, apakah ia bekerja<br />
untuk melakukan pekerjaan baik atau melakukan pelanggaran,<br />
tergantung kepada sasaran yang menjadi tujuannya serta akibat<br />
yang terjadi karena perbuatannya itu.<br />
<br />
Ini adalah iradat dan undang-undang Tuhan dalam alam. Oleh<br />
karena dalam menangkap hukum ini manusia yang diciptakan Tuhan<br />
itu kesanggupannya bertingkat-tingkat satu dengan yang lain,<br />
maka ada orang yang hanya memusatkan seluruh kegiatannya pada<br />
"titik" tempat ia dilahirkan, serta berusaha mengembangkan dan<br />
memeliharanya, ada pula yang bakatnya dalam kerajinan, sedang<br />
yang lain punya bakat dalam bidang usaha lain - dalam bidang<br />
kesenian, tehnik, ilmu pengetahuan misalnya, yang tidak begitu<br />
mudah bagi mereka akan dapat menangkap arti hukum itu. Oleh<br />
karena mengenal hukum alam itu merupakan dasar bagi manusia<br />
supaya ia dapat mencapai tujuan hidupnya, maka ada pula<br />
diantara mereka yang telah diberi bakat kenabian. Yang lain<br />
diberi kesanggupan untuk menjelaskan ajaran itu kepada kita,<br />
mana yang baik dan mana pula yang jahat. Yang lain lagi<br />
mendapat karunia berupa ilmu dan pikiran yang akan membuat<br />
mereka menjadi pewaris para nabi, maka dituntunnya kita kepada<br />
apa yang harus kita lakukan dan apa- pula yang harus kita<br />
hindarkan. Juga kita dilengkapi dengan tenaga pikiran dan<br />
perasaan, supaya kita dapat menangkap ajaran yang diberikan<br />
kepada kita. Dengan itu kita dapat melatih diri supaya kita<br />
dapat mencapai tujuan kita dalam hidup ini sebaik-baiknya,<br />
supaya kita dapat mengajak orang berbuat baik dan mencegah<br />
melakukan kejahatan.<br />
<br />
Sungguhpun begitu, apabila ada orang-orang yang terjerumus<br />
dalam hal ini sampai mereka itu melakukan pelanggaran - lalu<br />
untuk menjaga eksistensinya masyarakat menjatuhkan hukuman<br />
kepada mereka dengan maksud supaya pelanggaran mereka tidak<br />
sampai merugikan masyarakat - maka adanya hukuman ini tidak<br />
berarti suatu jalan buntu untuk mereka bertaubat dan kembali<br />
kepada kebenaran. Barangsiapa melakukan perbuatan dosa karena<br />
tidak tahu kemudian ia menyadari dan, mau mengubah keadaan<br />
dirinya, mau kembali kepada Tuhan sebagai orang yang patuh,<br />
Tuhan akan mengampuni dosanya yang telah lampau. Dengan<br />
demikian orang yang telah bersalah dan berbuat dosa akan<br />
mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah itu dan akan<br />
membersihkan hatinya. Ia akan kembali ke jalan yang benar<br />
dengan penuh taubat, dan Allah pun akan menerima taubatnya,<br />
sebab Dia Maha Pengasih dan Pengampun.<br />
<br />
Gambaran kehidupan demikian ini dapat mempertemukan beberapa<br />
aliran filsafat yang bermacam-macam, yang tadinya diduga tidak<br />
akan dapat dipertemukan. Jelas sekali bahwa eksistensi ini<br />
suatu kemauan. "Sesungguhnya perintah Kami terhadap sesuatu<br />
apabila Kami menghendakinya Kami hanya mengatakan kepadanya<br />
'Jadilah!' maka ia pun jadi." Alam dapat memantulkan apa yang<br />
dapat ditangkap oleh daya rasa dan apa yang tidak. Alam sudah<br />
mempunyai hukum-hukum tertentu, yang dalam batas-batas ilmu<br />
kita yang nyata ini kita dapat mengetahui apa yang akan<br />
dicapai oleh pikiran kita. Makin bertambah kita berusaha akan<br />
makin bertambah pula penemuan kita tentang alam. Yang menjadi<br />
dasar hukum alam ialah kebaikan. Akan tetapi kejahatan selalu<br />
hendak melawannya dan kadang sampai hampir mengalahkannya.<br />
Perlawanan kebaikan terhadap kejahatan, itulah yang disebut<br />
evolusi kreatif yang telah membawa kemajuan yang luar-biasa<br />
kepada alam dan umat manusia, sehingga dengan langkah itu ia<br />
telah mencapai kesempurnaannya seperti sekarang ini.<br />
<br />
Kita sudah melihat, bahwa gambaran ini mengandung suatu<br />
konsepsi dengan tujuan hidup yang lebih sempurna dengan<br />
lukisan yang begitu baik yang pernah dikenal oleh pemikiran<br />
filsafat. Disamping apa yang sudah kita sebutkan, hal ini<br />
menunjukkan penggambaran Qur'an mengenai evolusi rohani dalam<br />
kehidupan sejak Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya.<br />
"Tuhan telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari,<br />
kemudian Dia pun berkuasa diatas Singgasana." Adakah enam hari<br />
ini sama dengan hari-hari kita di bumi ataukah hari-hari<br />
seperti dalam firman Tuhan:<br />
<br />
"Satu hari menurut Tuhanmu sama dengan seribu tahun menurut<br />
perhitungan kamu." (Qur'an, 22: 47)<br />
<br />
(bersambung ke bagian 4/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM (4/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Tetapi bukanlah disini tempatnya kita mengadakan pembahasan.<br />
Kalau pun kita menjumpai adanya teori evolusi, dan yang sudah<br />
menjadi salah satu pula undang-undang Tuhan dalam alam, namun<br />
pembicaraan dalam hal ini masih akan luas sekali. Tuhan<br />
menciptakan Adam dan Hawa lalu berkata kepada para malaikat<br />
supaya bersujud kepada Adam. Selain Iblis mereka pun bersujud,<br />
Iblis masih tetap menolak meskipun Tuhan telah mengajarkan<br />
semua nama-nama kepada Adam, seperti dalam firman Allah:<br />
<br />
"Hai Adam! Tinggallah engkau dengan isterimu di dalam surga!<br />
Dan makanlah mana yang kamu sukai, tetapi pohon ini jangan<br />
kamu dekati, sebab nanti kamu akan menjadi orang yang salah<br />
karenanya. Lalu datang setan membisikkan pikiran jahat kepada<br />
mereka, supaya aurat mereka yang tertutup dibuka. Dan setan<br />
pun berkata: 'Tuhan melarang mendekati pohon ini hanya supaya<br />
kamu berdua jangan menjadi malaikat atau menjadi orang-orang<br />
yang kekal.' Dan dia bersumpah kepada mereka: 'Sungguh aku ini<br />
penasehat kamu.' Lalu dengan tipu daya itu setan pun dapat<br />
menjatuhkan mereka berdua; setelah keduanya merasakan buah<br />
pohon itu, tampaklah bagi mereka berdua itu aurat mereka, lalu<br />
mereka pun menutupi diri dengan daun pohon surga. Oleh Tuhan<br />
kedua mereka dipanggilNya: 'Bukankah Aku telah melarang kamu<br />
berdua dari pohon itu dan sudah Kukatakan kepadamu bahwa setan<br />
itu musuh yang jelas sekali buat kamu.' Keduanya mengatakan:<br />
'Wahai Tuhan kami. Kami telah menganiaya diri kami sendiri.<br />
Kalau tidak karena pengampunan dan rahmat yang akan Engkau<br />
limpahkan kepada kami, niscaya kami akan menjadi orang yang<br />
rugi.' Tuhan berkata: 'Turunlah kamu. Kamu akan saling<br />
bermusuhan. Kamu akan tinggal dan hidup di dunia sampai pada<br />
waktu tertentu!' Tuhan berkata: 'Di tempat itu kamu hidup, di<br />
sana kamu akan mati dan dari sana pula kamu akan dibangkitkan<br />
kembali. Wahai anak Adam! Kepadamu Kami telah menurunkan<br />
pakaian penutup auratmu, dan pakaian perhiasan. Akan tetapi<br />
pakaian takwa itu lebih baik. Itulah tanda-tanda kebesaran<br />
Tuhan, supaya kamu ingat. Wahai anak Adam! Jangan sekali-kali<br />
kamu dapat ditipu oleh setan seperti yang dilakukannya dalam<br />
mengeluarkan ibu bapamu dari surga. Ia menanggalkan pakaian<br />
mereka berdua untuk saling memperlihatkan aurat; ia dan<br />
pengikut-pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu arah yang<br />
tak dapat kamu lihat mereka. Kami telah menjadikan setan itu<br />
pemuka-pemuka mereka yang tiada beriman." (Qur'an, 7: 19-27)<br />
<br />
Adam dan Hawa turun dari surga, sebahagian keturunannya satu<br />
sama lain akan saling bermusuhan. Mereka turun dengan kekuatan<br />
yang diberikan Tuhan untuk memperjuangkan hidup, dan demikian<br />
seterusnya generasi demi generasi.<br />
<br />
Gejala pertama kehidupan manusia di dunia ini ialah kekerasan<br />
dan fanatisma, seperti dalam firman Allah:<br />
<br />
"Ceritakanlah kepada mereka dengan sebenarnya kisah kedua<br />
putera Adam itu ketika keduanya mempersembahkan kurban. Dari<br />
yang seorang diterima, dari yang lain tidak. Yang seorang<br />
berkata: 'Akan kubunuh engkau.' Yang lain menjawab: 'Tuhan<br />
hanya menerimanya dari orang-orang yang bertakwa. Kalau engkau<br />
menggerakkan tangan hendak membunuhku, aku tidak akan<br />
menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sungguh aku takut<br />
kepada Allah, Tuhan semesta alam. Akan kubiarkan engkau<br />
memikul dosaku dan dosamu sendiri, supaya engkau menjadi isi<br />
neraka. Dan itulah balasan orang-orang yang melakukan<br />
kejahatan.' Kemudian kehendak nafsunya akan membunuh<br />
saudaranya itu diturutinya, maka dibunuhnyalah ia. Dia sudah<br />
menjadi orang yang rugi. Kemudian Tuhan pun mengirim seekor<br />
burung gagak menggali tanah dengan memperlihatkan kepadanya<br />
bagaimana caranya ia menguburkan mayat saudaranya itu.<br />
Katanya: 'Aduhai! Kenapa aku tidak seperti burung gagak ini,<br />
aku menguburkan mayat saudaraku.' Itu sebabnya, ia menjadi<br />
orang menyesal sekali. Oleh karena itulah, Kami telah<br />
menetapkan kepada anak-anak Israil, bahwa barangsiapa membunuh<br />
seorang manusia bukan karena suatu pembunuhan atau karena<br />
melakukan keonaran di muka bumi ini, maka orang itu seolah<br />
membunuh semua manusia. Dan barangsiapa dapat memelihara hidup<br />
seorang manusia, maka seolah ia telah menghidupkan semua<br />
manusia. Rasul-rasul Kami kepada mereka pun sudah datang,<br />
sudah memberikan keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi<br />
sesudah itu masih banyak juga di kalangan mereka orang-orang<br />
yang melampaui batas melakukan kejahatan di muka bumi ini."<br />
(Qur'an, 5: 27 - 32)<br />
<br />
Pembunuhan seorang saudara atas saudaranya jelas sekali karena<br />
dendam, dengki, perangai yang kasar dan keras hati Tetapi<br />
saudaranya itu orang yang bertakwa, yang takut kepada Tuhan<br />
ketika dikatakan oleh saudaranya: aku akan membunuhmu - ia,<br />
tidak mau meminta pengampunan Tuhan, bahkan katanya: Akan<br />
kubiarkan engkau memikul dosaku dan dosamu sendiri supaya<br />
engkau menjadi isi neraka. Ini adalah suatu dominasi kodrat<br />
manusia serta logika hukum terhadap kebesaran jiwa dan maaf<br />
yang sungguh indah. Anak cucu Adam pun berkembang biak di bumi<br />
ini. Lalu Tuhan mengutus para nabi kepada mereka dengan<br />
memberikan berita gembira di samping peringatan. Tetapi mereka<br />
tetap bersikeras, masih dalam kesesatan. Kehidupan rohani<br />
mereka jadi beku, hati mereka kaku tertutup. Tuhan mengutus<br />
Nuh dengan mengajak golongannya sendiri, supaya hanya Tuhanlah<br />
Yang disembah sebab "aku kuatir kamu akan mendapat siksaan<br />
Tuhan." Ia pun didustakan oleh masyarakat itu dan hanya<br />
sedikit saja yang mau percaya. Sesudah itu berturut-turut<br />
datang pula nabi-nabi yang lain sesudah Nuh, datang pula<br />
ajaran-ajaran yang menyerukan agar jangan orang<br />
mempersekutukan Tuhan. Akan tetapi sikap manusia itu lebih<br />
berkuasa, pikiran mereka tetap beku belum dapat memahami.<br />
Beberapa macam manifestasi alam ini dijadikannya Tuhan. Setiap<br />
ada seorang rasul yang diutus Tuhan, ada yang mendustakannya,<br />
ada pula yang membunuhnya. Akan tetapi kekakuan mereka itu<br />
berangsur kendor. Dengan datangnya ajaran-ajaran Tuhan secara<br />
berturut-turut itu sudah merupakan bibit yang baik juga<br />
meskipun lamban sekali tumbuhnya. Sungguhpun begitu namun ada<br />
juga meninggalkan bekas. Pernahkah ajaran kebenaran itu pada<br />
suatu waktu menjadi hilang! Kalau pun orang sudah terdorong<br />
oleh rasa congkak dan tinggi hati terhadap ajaran itu dan<br />
dalam beberapa hal mereka memperolok pembawanya, namun bila<br />
mereka sudah kembali seorang diri, mereka kembali<br />
bertanya-tanya tentang Kebenaran yang ada dalam ajaran itu.<br />
Hanya saja mereka yang dapat memahami kebenaran yang<br />
terkandung didalamnya tidak banyak jumlahnya.<br />
<br />
Pada masa Firaun di Mesir para pendetanya percaya akan keesaan<br />
Tuhan. Tetapi mereka mengajar orang sebaliknya dengan<br />
bermacam-macam Tuhan. Tidak lain mereka melakukan itu karena<br />
ingin mempertahankan kekuasaan terhadap orang lain dan<br />
mempertahankan kedudukan mereka. Malah sengaja mereka<br />
memerangi Musa dan Harun ketika keduanya datang kepada Firaun,<br />
mengajaknya menyembah Tuhan, dan dimintanya Anak-anak Israil<br />
itu dilepaskan pergi bersama mereka.<br />
<br />
Oleh Qur'an juga diceritakan berita tentang para nabi, yang<br />
silih berganti selama beberapa generasi di kalangan umat<br />
manusia. Tetapi umat itu tetap dalam kesesatan; hanya sedikit<br />
saja yang mendapat petunjuk Tuhan dalam mengenal kebenaran<br />
itu. Dalam kisah-kisah para nabi ada suatu gejala yang perlu<br />
sekali direnungkan. Untuk jelasnya, baik juga kalau kita<br />
kembali ke masa Musa dan Isa serta kepada tuntunan Muhammad<br />
'alaihissalam kemudian.<br />
<br />
Gejala ini ialah adanya pemisahan atau yang semacarn itu pada<br />
mulanya, antara rasio dan logikanya dengan iman kepercayaan<br />
yang didasarkan kepada mukjizat dan hal-hal yang tak masuk<br />
akal. Para nabi itu oleh Tuhan telah diperkuat dengan mujizat<br />
untuk masyarakatnya, supaya mereka percaya. Sungguh pun<br />
demikian cuma sedikit mereka itu yang mau percaya. Logika dan<br />
cara berpikir mereka belum cukup untuk dapat memahami, bahwa<br />
Tuhan menciptakan segalanya, bahwa Ia Maha Kuasa. Setelah<br />
dengan ketentuan Tuhan Musa disuruh keluar meninggalkan Mesir,<br />
sebelum kerasulannya itu ia pergi dari sana dengan membawa<br />
perasaan takut. Ketika sampai pada sebuah mata air di Madyan,<br />
ia kawin dengan seorang wanita penduduk kota itu. Setelah<br />
Tuhan memberi ijin ia kembali, ... terdengar ada suara<br />
memanggilnya dari balik lembah sebelah kanan, pada tempat yang<br />
telah diberi berkah dari batang pohon itu:<br />
<br />
"Hai Musa! Aku ini Allah, Tuhan semesta alam. Lemparkanlah<br />
tongkatmu!, Setelah dilihatnya tongkat itu bergerak-gerak<br />
seperti ular, ia lari ke belakang tidak menoleh lagi. 'Hai<br />
Musa! Kembalilah, jangan takut! Engkau sudah mendapat<br />
lindungan keamanan. Masukkanlah tanganmu kedalam saku bajumu,<br />
niscaya akan keluar dalam keadaan putih tanpa cacat dan<br />
dekapkan tanganmu ke badanmu jika engkau merasa takut.' Inilah<br />
dua mujizat dari Tuhan ditujukan kepada Firaun dan<br />
pembesar-pembesarnya; sebab mereka itu orang-orang yang<br />
jahat." (Qur'an, 28: 30 - 32)<br />
<br />
Sungguhpun begitu tukang-tukang sihir Firaun itu tidak juga<br />
percaya kepada ajakan Musa. Ketika kemudian apa yang mereka<br />
kerjakan itu disergap oleh tongkat Musa, ketika itulah<br />
tukang-tukang sihir itu menyerah sujud, lalu mereka berkata:<br />
Kami beriman kepada Tuhannya Harun dan Musa. Sungguhpun<br />
demikian orang-orang Israil masih juga dalam keadaan sesat,<br />
sampai-sampai mereka berkata kepada Musa: "Perlihatkan Allah<br />
itu terang-terang kepada kami." Setelah Musa wafat, kembali<br />
mereka menyembah anak sapi. Kemudian sesudah Musa, datang lagi<br />
nabi-nabi yang lain kepada mereka, diajaknya mereka menyembah<br />
Allah. Tetapi nabi-nabi itu malah dibunuh dengan<br />
sewenangwenang. Setelah kemudian mereka kembali teringat<br />
kepada Tuhan, mereka menanti-nantikan kedatangan seorang nabi<br />
lagi yang akan dapat mengembalikan kerajaan mereka dengan<br />
memerintah dunia untuk selama-lamanya.<br />
<br />
Peristiwa ini berlangsung dalam sejarah belum begitu lama dari<br />
kita. Tidak lebih dari 25 abad yang lalu. Dalam pada itu jelas<br />
sekali ini membuktikan adanya dominasi perasaan diatas<br />
pengertian rohani. Sesudah lampau lima-enam abad kemudian<br />
datang pula Isa mengajak masyarakatnya itu menyembah Tuhan,<br />
diperkuat dengan Ruh Kudus dari Tuhan. Oleh karena Isa orang<br />
Yahudi, ketika begitu pertama kali berita tentang dia itu<br />
sampai kepada pihak Yahudi mereka menduga bahwa dia inilah<br />
nabi yang mereka nanti-nantikan (Messiah) untuk mengembalikan<br />
kerajaan yang hilang itu ke Tanah atau Negeri yang Dijanjikan.<br />
Mereka rindu sekali akan kerajaan semacam ini setelah begitu<br />
lama mereka berada dibawah kekuasaan dan kekejaman pihak<br />
Rumawi. Akan tetapi mereka masih menunggu, ingin mengetahui<br />
keadaan yang sebenarnya tentang diri Isa. Adakah ia bicara<br />
kepada mereka dengan bahasa rasio semata-mata? Tidak, malah<br />
jalan mujizat itulah yang ditempuhnya untuk meyakinkan mereka.<br />
<br />
Kalau pun sumber Kristen itu benar. bahwa ia telah mengubah<br />
air menjadi minuman anggur dalam suatu pesta perkawinan di<br />
Kana, Galilea, itulah yang mula-mula menarik perhatian orang.<br />
Sesudah itu lalu mujizat roti dan ikan, mujizat-mujizat<br />
menyembuhkan orang-orang sakit dan menghidupkan orang-orang<br />
mati. Itulah yang membuat dia tidak ragu-ragu lagi mengajar<br />
orang melalui jalan hati dan perasaan tanpa memberikan tempat<br />
yang terutama kepada rasio dan logika dalam ajaran-ajarannya<br />
itu. Tetapi bidang ini memang diberikan lebih luas daripada<br />
yang pernah diberikan oleh rasul-rasul sebelumnya. Dalam<br />
ajaran-ajarannya itu dorongan perasaan kepada kasih-sayang,<br />
pengampunan dosa dan cinta-kasih bercampur-baur dengan ajaran<br />
rasionil yang tidak dilandasi oleh dalil logika tentang<br />
Kerajaan Tuhan. Apabila ada rasa syak yang menyusup ke dalam<br />
hati orang mengenai ajaran rasionil ini maka Tuhan segera<br />
memberikan mujizat baru yang akan membuat orang lebih dapat<br />
menerima dan percaya kepada Almasih. Dengan mujizat-mujizat<br />
yang telah dapat menyembuhkan penyakit kusta, orang buta dan<br />
menghidupkan orang mati, sudah begitu jauh membuat<br />
pengikut-pengikutnya percaya, sehingga sebagian ada yang<br />
mengira dia adalah Tuhan yang menjelma di atas bumi untuk<br />
menebus dosa umat manusia. Ini bukti yang jelas sekali bahwa<br />
kemampuan rasio sampai pada waktu itu belum begitu matang,<br />
yang akan membuat orang dengan itu saja sudah dapat memahami<br />
hakekat tertinggi tentang arti Al-Khalik dan bahwa Dia Maha<br />
Esa, Tempat segalanya bergantung, tidak beranak dan tidak pula<br />
diperanakkan, dan tiada suatu apa pun yang menyerupaiNya.<br />
<br />
Pada zaman Musa dan Isa itu keadaan ilmu, filsafat dan<br />
perundang-undangan di Mesir zaman Firaun sudah pindah ke<br />
Yunani dan Rumawi, dan dengan segala pengaruhnya sudah dapat<br />
menguasai cara berpikir bangsa-bangsa itu terutama dalam<br />
bidang filsafat dan peradaban Yunani. Kesadaran berpikir logis<br />
sudah mulai menggugah orang bahwa hal-hal yang tak masuk akal<br />
dengan sendirinya secara logis tak dapat dijadikan pegangan.<br />
Karena pengaruh itu pula filsafat Yunani yang bertetangga<br />
dengan agama Kristen di Mesir, Palestina dan Syam telah dapat<br />
menimbulkan bermacam-macam mazhab Kristen - seperti sudah kita<br />
sebutkan dalam buku ini. Dalam undang-undang Tuhan sudah<br />
menentukan bahwa akal pikiran adalah mahkota hidup umat<br />
manusia, dengan syarat bahwa pikiran demikian itu jangan<br />
sampai kering tanpa perasaan dan jiwa. Bahkan hendaknya ia<br />
dapat menjadi pikiran yang berimbang, dapat mengimbangi akal,<br />
perasaan dan jiwa, sehingga dapat ia memahami rahasia-rahasia<br />
alam ini sejauh mungkin. Demikian juga Tuhan telah menentukan<br />
pula kedatangan seorang nabi yang akan membawa Islam ke dalam<br />
alam ini dengan mengajarkan kebenaran menurut hukum logika,<br />
dilandasi oleh perasaan dan jiwa, dan yang akan menjadi<br />
mujizat logika ini ialah Kitab Suci Qur'an yang telah<br />
diwahyukan oleh Allah kepada Nabi. Dengan demikian Tuhan telah<br />
menyempurnakan agama ini dan memberikan nikmat secukupnya<br />
kepada umat manusia. Ia telah menjadi mahkota dan penutup<br />
semua ajaran Ilahi<br />
<br />
Tetapi semua itu terjadi baru setelah adanya perjuangan yang<br />
begitu berat terus-menerus, yang juga pernah dilakukan oleh<br />
para nabi dan para rasul, yang membawa umat manusia kedalam<br />
evolusi rohani sehingga akhirnya ajaran Islam dapat mencapai<br />
kemurnian tauhid serta keimanan kepada Tuhan Yang Maha<br />
Tunggal.<br />
<br />
Untuk melengkapi akidah ini maka keimanan itu harus meliputi<br />
beberapa kewajiban seperti yang sudah kita sebutkan pada<br />
pembahasan pertama dalam penutup buku ini. Supaya orang yang<br />
beriman dapat mencapai puncak akidahnya maka ia harus<br />
sungguh-sungguh dapat memahami hukum Tuhan dalam alam ini<br />
dengan cara terus-menerus sampai pada waktu Tuhan menciptakan<br />
bumi dengan segala isinya ini. Dan inilah yang sudah dimulai<br />
oleh orang-orang Islam pada permulaan sejarahnya dan pada<br />
zaman berikutnya, hingga tiba masanya zaman itu beredar lagi.<br />
<br />
Alasan-alasan yang saya kemukakan ini dengan sendirinya sudah<br />
membantah apa yang ditafsirkan oleh orientalis-orientalis<br />
tentang jabariah Islam serta tafsiran mereka tentang takdir,<br />
nasib dan umur seperti yang terdapat dalam Qur'an. Dengan<br />
tidak usah diragukan lagi argumen ini sudah dapat memperkuat,<br />
bahwa Islam agama usaha, agama perjuangan dalam pelbagai<br />
lapangan hidup, rohani dan ilmu, agama dan dunia. Dalam hukum<br />
alam ini Tuhan sudah menentukan bahwa manusia mendapat<br />
ganjaran sesuai dengan perbuatannya, dan bahwa Tuhan takkan<br />
merugikan siapa pun, tapi manusia itu sendirilah yang<br />
merugikan dirinya. Mereka merugikan diri sendiri bilamana<br />
mereka menduga bahwa mereka sudah mendapat kasih Tuhan hanya<br />
dengan berpeluk lutut dan menyerah begitu saja atas nama<br />
tawakal kepada Allah.<br />
<br />
Kendatipun argumen-argumen ini sudah cukup kuat sesuai dengan<br />
maksud yang saya kemukakan itu, namun saya tak dapat<br />
mengabaikan argumen terakhir yang saya pandang sangat tepat<br />
dan kuat sekali, yakni argumen yang dapat diambil dari firman<br />
Tuhan:<br />
<br />
"Harta dan anak-anak keturunan adalah hiasan kehidupan dunia,<br />
tetapi perbuatan baik yang kekal lebih baik pahalanya dalam<br />
pandangan Tuhan serta harapan yang lebih baik pula." (Qur'an,<br />
18: 46)<br />
<br />
(bersambung ke bagian 5/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM (5/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Dalam hidup ini rasanya tak ada yang lebih baik merangsang<br />
kita dalam bekerja dan berusaha seperti dalam mencari nafkah<br />
dan harta. Demi harta sebagian besar orang berusaha dan<br />
berjuang, yang kadang sampai diluar kemampuannya. Dalam dunia<br />
kita sekarang ini, sekali lihat saja orang sudah dapat<br />
memperoleh kesan apa yang sedang bergolak dalam dunia ini -<br />
perjuangan dan kesulitan, perang dan damai, pemberontakan dan<br />
kekacauan - demi harta. Demi harta inilah kerajaan-kerajaan<br />
terbalik menjadi republik, untuk harta ini pertumpahan darah<br />
terjadi, nyawa manusia melayang. Juga anak-anak keturunan!<br />
Kesulitan yang bagaimanakah yang tidak akan kita pikul demi<br />
anak-anak buah hati kita! Kepahitan yang bagaimana pula yang<br />
takkan terasa manis kalau memang untuk kesenangan mereka,<br />
untuk menjamin kemakmuran hidup dan kemuliaan mereka! Segala<br />
kesulitan untuk mencapai kebahagiaan mereka itu jadi mudah.<br />
Bahkan, demi harta dan anak-anak keturunannya itu, ada orang<br />
yang menganggap segala yang mustahil itu tiada berarti. Ada<br />
yang sampai berlebih-lebihan sekali dalam hal ini sehingga<br />
untuk itu ia mengorbankan segala kesenangannya, bahkan<br />
hidupnya.<br />
<br />
Memang demikianlah, harta dan anak-anak keturunan itu memang<br />
hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia. Tetapi disamping inti<br />
kehidupan yang sebenarnya bentuk luar itu bukan apa-apa. Orang<br />
yang mengorbankan inti demi hiasan lahir, sama dengan orang<br />
yang berpikir sempit dan bodoh saja: sama dengan perempuan<br />
yang tidak memandang penting kesehatannya sendiri asal dia<br />
tampak cantik untuk sementara waktu; sama dengan pemuda yang<br />
sudah lupa daratan, yang mau mengorbankan pikiran dan harga<br />
dirinya ditengah-tengah ejekan kawan-kawannya bila ia mengira<br />
bahwa dirinya adalah pemimpin mereka sebab dia sudah<br />
menghambur-hamburkan harta untuk mereka itu; atau sama seperti<br />
mereka, orang-orang yang begitu bodoh, yang tertipu oleh<br />
kenyataan dibalik kebenaran, oleh hari ini dibalik hari esok.<br />
Mereka yang mengejar harta dan anak-anak keturunan sebagai<br />
hiasan kehidupan dunia dan melupakan yang lain, mereka ini<br />
tidak kurang pula bodohnya. Harta dan anak-anak keturunan<br />
suatu hiasan. Sedang inti kehidupan ialah segala pekerjaan dan<br />
perbuatan baik yang kekal. Dan untuk perbuatan-perbuatan baik<br />
inilah orang harus mencurahkan tenaga dan perjuangannya lebih<br />
dari pada untuk hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia, harta<br />
dan anak-anak keturunannya.<br />
<br />
Kita sudah melihat betapa luhurnya tujuan yang digambarkan<br />
ayat Qur'an Suci ini. Kalau kita sudah mencurahkan segala<br />
tenaga dan darah kita demi hiasan kehidupan dunia ini, maka<br />
kita juga harus mencurahkan jiwa dan hati kita untuk inti<br />
daripada kehidupan itu, bentuk harus tunduk kepada inti. Oleh<br />
karena itu segala hidup kita, harta kita dan anak-anak<br />
keturunan kita harus ditujukan kepada tujuan ini, kepada inti<br />
daripada perbuatan-perbuatan baik yang kekal itu yang lebih<br />
besar pahalanya dalam pandangan Tuhan serta harapan yang lebih<br />
baik pula.<br />
<br />
Mengenai logika yang begitu sehat dan jelas ini bagaimana<br />
dalam pemikiran Muslimin dapat berubah menjadi bermacam-macam<br />
kepercayaan yang sama sekali tidak sesuai? Pada pembahasan<br />
yang pertama buku ini sepintas lalu ada juga kita singgung<br />
tatkala kita sebutkan tentang keadaan yang sudah berubah pada<br />
umat Islam itu.<br />
<br />
Karena adanya penaklukan-penaklukan yang pernah menguasai<br />
imperium Islam secara berturut-turut sejak berakhirnya zaman<br />
dinasti Abbasiah - seperti yang sudah kita singgung sepintas<br />
lalu dalam pengantar cetakan kedua - cara musyawarah yang<br />
berlaku pada permulaan sejarah Islam telah berubah menjadi<br />
kerajaan yang sewenang-wenang pada zaman dinasti Umayyah, lalu<br />
menjadi hak suci pada masa Abbasiah kedua.<br />
<br />
Baiklah sekarang kita ikuti keterangan almarhum Syaikh<br />
Muhammad Abduh dengan agak terperinci dalam Al-Islam<br />
wan-Nashrania sebagai berikut:<br />
<br />
"Islam pada mulanya agama yang dianut orang Arab. Kemudian<br />
setelah berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang tadinya<br />
bercorak Yunani ilmu itu pun lalu bercorak Arab pula. Kemudian<br />
ada seorang khalifah yang salah dalam menjalankan politik.<br />
Keluasan Islam digunakannya untuk apa yang dikiranya akan<br />
membawa keuntungan untuk kepentingannya - dikiranya bahwa<br />
tentara yang terdiri dari orang-orang Arab itu mungkin saja<br />
akan jadi pendukung seorang khalifah golongan Ali, sebab<br />
golongan ini dekat sekali pertaliannya dengan keluarga Nabi<br />
s.a.w. Oleh karena itu ia mau mempergunakan tentara dari luar,<br />
yang terdiri dari orang-orang Turki, Dailam dan lain-lain yang<br />
dikiranya pula bahwa dengan kekuasaannya itu mereka ini akan<br />
dapat diperhamba, dapat dipergunakan untuk kepentingannya.<br />
Suasana tidak akan membantu adanya pihak yang akan memberontak<br />
kepadanya atau menuntut kedudukannya sebagai penguasa,<br />
meskipun keluasan hukum Islam akan membenarkan ia melakukan<br />
itu. Sejak itulah Islam jadi bercorak asing.<br />
<br />
"Ada seorang khalifah Banu Abbas - yang karena mengingat<br />
kepentingannya sendiri serta anak cucunya - ia ingin sebagian<br />
besar tentaranya itu diangkat dari orang-orang asing, demikian<br />
juga pembesar-pembesarnya. Suatu tindakan yang buruk sekali,<br />
baik terhadap bangsanya atau pun terhadap agama. Tetapi tidak<br />
lama kemudian pembesar-pembesar militer ini pun telah pula<br />
dapat mengalahkan para khalifah itu. Dengan kekuasaan yang ada<br />
itu mereka telah dapat bertindak sewenang-wenang. Sekarang<br />
kekuasaan negara berada ditangan mereka, dengan tiada<br />
persiapan pikiran seperti yang diajarkan Islam dan dengan hati<br />
yang sudah diisi oleh pendidikan agama. Bahkan sebaliknya,<br />
mereka datang menerima Islam dalam keadaan biadab dan bodoh,<br />
dengan membawa segala macam kekejaman. Tubuh mereka mengenakan<br />
pakaian Islam, tapi ajarannya belum sampai menembusi hati<br />
mereka. Masih banyak diantara mereka itu yang membawa berhala<br />
untuk disembah dengan diam-diam. Kalau pun ada yang<br />
menjalankan salat bersama-sama, itu hanya untuk memperkuat<br />
kekuasaannya.<br />
<br />
"Kemudian datang lagi yang lain melanda Islam, seperti bangsa<br />
Tatar dan yang lain misalnya, malah persoalan agama juga<br />
dibawah kekuasaannya. Buat mereka musuh yang paling besar<br />
ialah ilmu pengetahuan. Orang pun sudah mengenal siapa mereka,<br />
sudah mengetahui sejarah mereka yang buruk itu. Mereka sangat<br />
memusuhi ilmu, juga memusuhi yang menjadi pelindung ilmu,<br />
yakni Islam. Segala yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan<br />
tidak pernah mendapat perhatian mereka, bantuan untuk itu pun<br />
dihentikan. Tidak sedikit dari kaki tangan mereka itu yang<br />
turut menyusup kedalam jiwa orang yang masih awam dalam<br />
agamanya. Mereka menempatkan diri ke tengah-tengah orang yang<br />
masih hijau dalam agama itu, sebagai orang yang taat dan<br />
pelindung agama. Mereka menganggap agama masih belum sempurna,<br />
perlu disempurnakan, atau sedang sakit, perlu diobati, atau<br />
juga sedang miring, perlu ditopang, sudah hampir roboh, jadi<br />
perlu dibangun kembali.<br />
<br />
"Dengan mengingat masa lampau mereka yang masih dalam<br />
kemegahan paganisma, adat-istiadat golongan-golongan Nasrani<br />
yang terdapat di sekitarnya, mereka pun hendak menerapkan<br />
semua itu ke dalam Islam - suatu hal yang diluar tanggungjawab<br />
Islam. Tetapi dalam meyakinkan orang-orang awam bahwa yang<br />
demikian ini demi kebesaran syiar agama, mereka berhasil.<br />
Rakyat jelata memang alat penguasa dan senjata kaum tiran.<br />
Mereka telah menciptakan bermacam-macam pesta dan<br />
upacara-upacara keagamaan. Merekalah yang membuat peraturan<br />
kepada kita tentang adanya pemujaan kepada para wali, kepada<br />
ulama dan yang sebangsanya. Mereka telah memecah belah umat<br />
Islam, dan menjerumuskan orang kedalam kesesatan. Mereka juga<br />
yang menentukan, bahwa kita yang datang kemudian harus<br />
mengikuti apa yang dikatakan oleh orang dahulu. Hal ini oleh<br />
mereka telah dijadikannya pula suatu akidah, yang membuat<br />
orang jadi berhenti berpikir, membuat pikiran jadi beku.<br />
<br />
"Lalu kaki tangan mereka menyebarkan cerita-cerita,<br />
berita-berita dan bermacam-macam pandangan ke seluruh pelosok<br />
kawasan Islam - yang akan membuat orang awam jadi puas dan<br />
yakin - bahwa mereka tidak berhak mencampuri soal-soal umum.<br />
Segala yang berhubungan dengan soal-soal masyarakat dan negara<br />
adalah menjadi wewenang para penguasa. Barangsiapa mau<br />
mencampuri soal semacam ini di luar mereka, berarti ia<br />
memasuki persoalan yang bukan bidangnya. Apabila sampai timbul<br />
kerusakan-kerusakan dan suasana yang tidak menyenangkan, semua<br />
itu bukan karena perbuatan para penguasa, melainkan suatu<br />
kenyataan seperti yang disebutkan dalam hadis-hadis sebagai<br />
ciri-ciri akhir zaman. Orang tidak perlu menghindarkan diri<br />
baik untuk masa sekarang mau pun untuk masa yang akan datang.<br />
Maka lebih aman apabila hal ini kita serahkan saja kepada<br />
Tuhan. Kewajiban seorang Muslim hanyalah mengurus diri<br />
sendiri.<br />
<br />
"Dalam hal ini mereka menemukan pula beberapa hadis yang<br />
secara harfiah membantu sekali maksud mereka. Demikian juga<br />
adanya hadis-hadis palsu dan lemah dapat memperkuat tujuan<br />
mereka menyebarkan pelbagai ilusi semacam itu. Barisan yang<br />
menyesatkan semacam itu sudah tersebar luas di kalangan<br />
Muslimin sendiri, dengan mendapat bantuan di mana-mana dari<br />
pembesar-pembesar yang memang berbahaya itu. Kepercayaan<br />
tentang takdir mereka pergunakan sebagai alat pemadam<br />
semangat, sebagai belenggu yang akan dipasang di tangan orang<br />
yang mau berusaha. Faktor yang paling kuat mendorong hati<br />
orang menerima dongengan-dongengan semacam ini ialah tingkat<br />
pengetahuan yang masih bersahaja, kesadaran beragama yang<br />
lemah dan mudah terbawa nafsu. Ketiga faktor ini bila bertemu<br />
berarti suatu kehancuran. Kebenaran sudah tertimbun oleh<br />
kepalsuan yang begitu tebal. Kepercayaan-kepercayaan yang<br />
bertentangan dengan ajaran pokok agama, dan mengaburkannya<br />
sekaligus - seperti kata orang - sudah sangat melekat ke dalam<br />
hati.<br />
<br />
"Politik demikian ini adalah politik tirani dan egoistis<br />
sifatnya. Politik inilah yang menyebarkan hal-hal yang bukan<br />
dan agama dimasukkan kedalam agama. Politik inilah yang telah<br />
merampas harapan dari si Muslim yang tadinya hendak menembusi<br />
lapisan langit; terpaku ia dalam hidup putus asa, hidup dengan<br />
makhluk-makhluk hewan yang membisu ... Sebagian besar yang<br />
kita saksikan sekarang, yang dinamakan Islam, sebenarnya bukan<br />
Islam. Hanya bentuknya saja yang masih dipelihara sebagai<br />
amalan-amalan Islam - sembahyang, puasa, naik haji, ditambah<br />
sedikit hafalan kata-kata-yang artinya sudah dibelokkan pula.<br />
Ajaran-ajaran bid'ah dan dongengan-dongengan yang dimasukkan<br />
kedalam agama dan dianggap sebagai agama, telah membuat orang<br />
jadi beku dalam berpikir, seperti sudah saya sebutkan tadi.<br />
<br />
Semoga Tuhan menjauhkan semua kita dari mereka dan dari<br />
kebohongan yang mereka buat-buat atas nama Tuhan dan agama<br />
itu! Segala cacat yang sekarang dialamatkan kepada kaum<br />
Muslimin sebenarnya bukan dari Islam, tetapi sesuatu yang lain<br />
yang mereka namakan Islam."7<br />
<br />
Keadaan yang digambarkan oleh Syaikh Muhammad Abduh ini memang<br />
merupakan beberapa pendirian yang bertentangan sekali, yang<br />
oleh mereka disiar-siarkan dan disebarkan begitu luas dengan<br />
mengatakan bahwa itu ajaran Islam, itu perintah Tuhan dan<br />
Rasul. Dan pelbagai macam pendirian inilah lahirnya mazhab<br />
jabariah, yang oleh mereka yang datang kemudian telah<br />
digambarkan begitu rupa, berlainan sekali dengan apa yang ada<br />
dalam Qur'an. Lukisan Qur'an mengenai hal ini sudah kita lihat<br />
di atas. Sebaliknya yang datang kemudian, mereka hanya<br />
menyuruh orang duduk-duduk dan menyerah saja. dengan<br />
mengatakan bahwa lapangan hidup ini bukan harus dilakukan<br />
dengan usaha dan rencana, tetapi memang sudah tergantung<br />
kepada rejeki dan takdir juga, bukan kepada jasa pekerjaan<br />
seseorang. Ini adalah jabariah yang salah sama sekali, yang<br />
telah memberi peluang kepada beberapa orang di Barat untuk<br />
menuduh Islam dengan tidak pada tempatnya. Berdasarkan<br />
pendirian inilah timbul mazhab merendamkan arti materi dan<br />
tidak mau campur tangan dalam persoalan semacam ini. Ini<br />
adalah mazhab kaum Stoa8 di Yunani, juga pada suatu ketika<br />
pernah tersebar di kalangan segolongan kaum Muslimin,<br />
kendatipun ini memang bertentangan dengan firman Tuhan:<br />
<br />
"Dan jangan kau lupakan nasibmu dalam kehidupan dunia ini."<br />
(Qur'an 28 - 77)<br />
<br />
Sungguhpun demikian aliran ini mempunyai literatur yang cukup<br />
luas pada masa Banu Abbas dan sesudahnya. Yang dikehendaki<br />
oleh Qur'an ialah jalan tengah. Ia tidak membenarkan orang<br />
hidup serba menahan diri, juga tidak membenarkan ibahiyah atau<br />
hidup serba boleh seperti diduga oleh Irving, bahwa cara hidup<br />
demikian itu telah menghanyutkan kaum Muslimin kedalam<br />
kemewahan dan melupakan perjuangannya, serta menjerumuskan<br />
umat Islam ke dalam keadaan mereka seperti sekarang ini.<br />
<br />
Penulis Amerika ini mengatakan, bahwa ajaran Kristen<br />
mengajarkan kesucian dan kasih sayang sebaliknya daripada<br />
lslam, seperti yang dituduhkannya. Bukan maksud saya akan<br />
membanding-bandingkan Islam dengan Kristen dalam hal ini,<br />
sebab keduanya memang sejalan, dan tidak berbeda. Biasanya<br />
membanding-bandingkan demikian itu hanya akan berakhir pada<br />
perdebatan dan pertentangan yang tidak akan menguntungkan<br />
Kristen ataupun Islam. Akan tetapi apa yang saya perhatikan -<br />
dan inilah yang ingin saya tekankan - ialah bahwa antara<br />
sejarah hidup Isa 'a.s. dengan ajaran Stoaisma dan hidup<br />
menahan diri secara berlebih-lebihan yang dihubungkan kepada<br />
ajaran Kristen, terdapat perbedaan yang jelas sekali. Almasih<br />
bukan seorang penganut ajaran stoa. Bahkan mujizatnya yang<br />
mula-mula dan utama, ialah ketika ia mengubah air tawar<br />
menjadi minuman anggur dalam pesta perkawinan di Kana,<br />
Galilea, yang juga dia diundang, dan dia ingin jangan orang<br />
kekurangan minuman keras itu setelah habis dari persediaan.<br />
Juga dia tidak menolak undangan kaum Parisi9 yang mengadakan<br />
pesta makan yang mewah dan dia tidak keberatan orang mengecap<br />
kenikmatan yang diberikan Tuhan.<br />
<br />
Sedang sejarah hidup Muhammad dalam hal ini lebih menekankan<br />
pada keseimbangan jalan tengah. Memang benar bahwa Isa<br />
menganjurkan orang-orang kaya bermurah hati kepada fakir<br />
miskin dan mencintai mereka. Tetapi sepanjang yang pernah<br />
dikenal umat manusia dalam hal ini, Qur'an lebih-lebih lagi<br />
menekankan. Pembaca tentu sudah melihat sendiri ketika kita<br />
bicara tentang zakat dan sedekah, sehingga tidak perlu lagi<br />
kiranya diulang. Dan cukup kalau terhadap Irving dan yang<br />
semacamnya itu kita jawab, bahwa Qur'an mengajarkan jalan<br />
tengah dalam segala hal.<br />
<br />
Tinggal lagi kata-kata terakhir yang diuraikan Irving itu,<br />
yaitu kata-kata yang oleh pihak Barat dimaksudkan untuk<br />
mencemarkan kita tapi sebenarnya itu merupakan kecemaran Barat<br />
sendiri, merupakan arang di kening dan aib di wajah<br />
kebudayaannya sendiri. Irving berkata: "Adanya bulan sabit ini<br />
sampai sekarang di Eropa - yang pada suatu waktu pernah<br />
mencapai kekuatan yang luarbiasa - hanyalah karena perbuatan<br />
negara-negara Kristen yang besar-besar; atau lebih tepat lagi:<br />
karena persaingan mereka sendiri. Bertahannya bulan sabit itu<br />
barangkali untuk menjadi bukti yang baru, bahwa: "barangsiapa<br />
menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."<br />
<br />
"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang." Ini<br />
sebuah ayat dalam Injil (Perjanjian Baru) yang oleh Irving<br />
dialamatkan kepada Islam, atas nama Kristen. Sungguh aneh!<br />
Barangkali Irving masih dapat dimaafkan mengingat apa yang<br />
dikatakannya itu sudah seabad yang lalu. Pada waktu itu<br />
penjajahan Barat, menurut istilah kita - atau penjajahan<br />
Kristen menurut istilahnya - keserakahan dan penggunaan<br />
pedangnya belum separah seperti sekarang. Tetapi Marshal<br />
Allenby, yang dalam tahun 1918 menaklukkan Yerusalem atas nama<br />
Sekutu, ia berkata seperti kata-kata itu juga sambil berteriak<br />
di Kuil Sulaiman: "Sekarang Perang Salib sudah selesai!"<br />
<br />
Atau seperti dikatakan oleh Dr. Peterson Smith dalam sebuah<br />
bukunya tentang kehidupan Almasih, bahwa "Penaklukan Yerusalem<br />
itu adalah merupakan Perang Salib kedelapan yang dilancarkan<br />
pihak Kristen untuk mencapai maksudnya." Bisa jadi benar juga<br />
bahwa penaklukan itu berhasil bukan atas usaha pihak Kristen,<br />
tapi atas usaha orang-orang Yahudi yang telah mempergunakan<br />
mereka untuk menjadikan impian Israel dahulu kala suatu<br />
kenyataan, lalu menjadikan Tanah yang dijanjikan itu sebagai<br />
daerah nasional bangsa Yahudi.<br />
<br />
"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."<br />
Kalau kata-kata Injil ini dapat diterapkan kepada sesuatu<br />
golongan maka golongan yang paling tepat menerimanya dewasa<br />
ini ialah Eropa yang menganut Kristen itulah. Islam tidak<br />
pernah mempergunakan pedang dan oleh karenanya tidak akan<br />
binasa oleh pedang. Sebaliknya Eropa yang menganut Kristen,<br />
pada zaman belakangan ini telah menggunakan pedang untuk<br />
mengejar kebebasan hidup yang berlebih-lebihan dan kemewahan<br />
yang oleh Irving dipalsukan alamatnya, kepada Islam dan<br />
Muslimin. Dewasa ini Eropa yang menganut Kristen itu telah<br />
mengambil alih peranan yang dulu dipegang oleh Mongolia dan<br />
Tatar, tatkala mereka yang secara lahir menggunakan baju Islam<br />
menaklukkan beberapa kerajaan tanpa membawa ajaran-ajaran<br />
Islam. Merekapun mengalami kehancuran bersama-sama kaum<br />
Muslimin. Inilah keruntuhan yang telah menimpa bangsa-bangsa<br />
Islam. Tetapi Eropa yang menganut Kristen dewasa ini tidak<br />
lebih baik dari bangsa-bangsa Tatar dan Mongolia itu. Begitu<br />
menaklukkan bangsa-bangsa Islam, segera pula mereka sendiri<br />
menganut Islam, melihat kebesaran dan kesederhanaan yang ada<br />
dalam ajaran Islam. Sebaliknya Eropa, ia menyerang bukan mau<br />
menyiarkan sesuatu kepercayaan atau kebudayaan, tapi mau<br />
menjajah, mau menjadikan agama Kristen sebagai alat<br />
penjajahan.<br />
<br />
Oleh karena itu propaganda misi Kristen Eropa tidak pernah<br />
berhasil, sebab tujuannya memang sudah tidak ikhlas. Terutama<br />
di kalangan bangsa-bangsa beragama Islam propaganda ini tidak<br />
pernah berhasil dan tidak akan berhasil. Kebesaran dan<br />
kesederhanaan Islam, demikian juga ajarannya yang memberi<br />
tempat kepada pikiran logis dan ilmu, tidak memberi harapan<br />
kepada propaganda agama apa pun untuk berhasil mempengaruhi<br />
pemeluk-pemeluk Islam<br />
<br />
"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang." Ini<br />
benar. Meskipun ini memang sesuai dengan keadaan Muslimin yang<br />
datang kemudian, yang berperang hendak menaklukkan beberapa<br />
kerajaan dan untuk menjajahnya, bukan untuk membela diri dan<br />
membela keyakinannya, tapi buat masa sekarang hal ini lebih<br />
sesuai lagi dengan Barat yang berperang dan menaklukkan untuk<br />
merendahkan dan menjajah bangsa-bangsa lain.<br />
<br />
Kaum Muslimin yang mula-mula pada zaman Nabi dan para<br />
penggantinya dan yang datang sesudah itu, mereka berperang<br />
bukan untuk menaklukkan atau menjajah, melainkan untuk<br />
mempertahankan keyakinan mereka tatkala mereka diancam oleh<br />
Quraisy dan oleh orang-orang Arab, kemudian diancam pula oleh<br />
Rumawi dan oleh Persia. Dalam peperangan ini mereka tidak<br />
memaksa orang harus menganut Islam, karena memang tak ada<br />
paksaan dalam agama. Juga dengan peperangan itu mereka tidak<br />
bermaksud hendak menjajah bangsa lain. Beberapa kerajaan dan<br />
amirat oleh Nabi dibiarkan dalam kerajaan dan amiratnya<br />
masing-masing Tujuannya hanyalah supaya ada kebebasan<br />
mempropagandakan agama. Oleh karena akidah Islam memang begitu<br />
kuat dan jelas mempertahankan kebenaran yang diajarkannya,<br />
jelas sekali bahwa tidak ada keistimewaan orang Arab terhadap<br />
bangsa lain yang non-Arab, kecuali dengan takwa, dan bahwa<br />
kekuasaan tertinggi itu hanya ada pada Allah, maka cepat<br />
sekalilah ajaran ini tersebar ke segenap penjuru bumi, seperti<br />
halnya dengan setiap kebenaran yang sungguh-sungguh jujur akan<br />
cepat pula tersebar.<br />
<br />
Akan tetapi setelah kemudian ada pihak-pihak yang masuk Islam<br />
dan mereka ini terjun kedalam kancah peperangan dan<br />
menaklukkan dengan menggunakan pedang, mereka pun kemudian<br />
dihancurkan oleh pedang pula. Tetapi Islam tidak sekali-kali<br />
mempergunakan pedang dan tidak akan binasa oleh pedang. Islam<br />
tidak pernah mempergunakan pedang. Malah ia dapat memikat<br />
pikiran dan hati nurani manusia hanya dengan kekuatan yang ada<br />
di dalam Islam itu sendiri.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 6/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM (6/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Itu juga sebabnya, meskipun bangsa-bangsa yang menganut Islam<br />
secara silih berganti ditaklukkan, dikuasai dan dijaJah oleh<br />
bangsa-bangsa lain, namun keislaman mereka tak pernah goyah,<br />
keimanan mereka tak pernah berubah. Sampai saat ini Eropa<br />
masih tetap menguasai bangsa-bangsa beragama Islam. Tetapi<br />
mereka takkan mampu mengubah iman bangsa itu kepada Tuhan.<br />
Sebaliknya, mereka yang dewasa ini mempergunakan pedang dan<br />
menaklukkan umat Islam, maka nasib merekapun - supaya cocok<br />
dengan kata-kata dalam Injil itu binasa oleh pedang sebagai<br />
balasan yang sesuai pula.<br />
<br />
Para penguasa dan raja-raja itu oleh Nabi telah dikembalikan<br />
kepada kekuasaan mereka masing-masing. Negeri Arab yang pada<br />
akhir zaman Nabi itu merupakan suatu kesatuan beberapa bangsa<br />
Arab yang beragama Islam, tak ada sebuah negara pun yang dalam<br />
status jajahan tunduk kepada Mekah atau Medinah. Dengan iman<br />
mereka yang begitu teguh semua golongan Arab pada waktu itu<br />
merasa sama rata di hadapan Allah. Mereka semua sejalan<br />
seiring dalam menghadap pihak yang hendak melanda mereka atau<br />
hendak membujuk mereka dari agamanya. Sampai pada waktu<br />
sesudah itu, pada waktu Pax Islamica atau liga kesatuan<br />
bangsa-bangsa Islam mulai goyah, pusat kediaman khalifah tetap<br />
menjadi pusat liga itu. Kekuasaan Khalifah tidak pernah<br />
mendakwakan sebagai pemegang monopoli masalah-masalah rohani<br />
atau monopoli dalam kebudayaan. Bahkan semua bangsa yang<br />
menganut Islam tidak mengenal adanya suatu kekuasaan rohani<br />
diluar kekuasaan Tuhan. Semua pusat kawasan Islam waktu itu<br />
adalah juga pusat pengembangan seni, ilmu dan teknologi. Yang<br />
demikian ini berjalan terus, sampai datang waktunya keadaan<br />
kaum Muslimin terpisah dari Islam. Ajaran Islam yang begitu<br />
gemilang sudah tidak mereka kenal lagi, persaudaraan di<br />
kalangan sesama mukmin sudah mereka lupakan, seseorang tidak<br />
sempurna imannya sebelum ia mencintai saudaranya seperti<br />
mencintai diri sendiri sudah mereka lupakan pula. Yang mulai<br />
berlaku kemudian ialah mementingkan diri sendiri, yang mulai<br />
memegang peranan kemudian ialah politik destruktif. Maka<br />
pedang itulah yang dijadikan juru selamat. Terjadilah mereka<br />
yang mempergunakan pedang akan binasa oleh pedang.<br />
<br />
Berhubung dengan itu, sejak abad ke-15 Kristen Eropa mulai<br />
bangkit dengan jiwa baru, yang barangkali akan ada juga<br />
gunanya buat dunia kalau tidak segera mengalami kehancuran<br />
yang sudah menjadi suatu keharusan sebagai akibat<br />
pecah-belahnya ajaran Kristen menjadi sekte-sekte. Dalam pada<br />
itu, bersamaan dengan masa kebangkitan itu pula bangsa-bangsa<br />
Islam yang sudah melupakan Islam itu pun mulai pula dihadapkan<br />
pada kekerasan pedang dan akan tetap dihadapkan pada pedang.<br />
Dan pedang itu jugalah yang dijadikan juru selamat dalam<br />
berhadapan dengan bangsa-bangsa Islam. Dalam hal ini apabila<br />
pedang yang berbicara, maka segala pikiran, ilmu pengetahuan,<br />
segala kebaikan, cinta kasih, iman bahkan kemanusiaan, sudah<br />
tak ada gunanya lagi.<br />
<br />
Dikuasainya dunia dewasa ini oleh pedang, ialah karena adanya<br />
krisis rohani dan psikologi yang telah melandanya dan sampai<br />
manusia menderita karenanya. Beberapa negara besar yang telah<br />
menguasai dunia dengan pedang selama Perang Dunia Pertama -<br />
yakni duapuluh tahun yang lalu - mereka sudah yakin sekali<br />
akan kenyataan ini, dan lalu bermaksud hendak mengadakan<br />
perdamaian di dunia. Maka untuk mencapai tujuan ini<br />
dibangunlah Liga Bangsa-bangsa dan tugas liga ini ialah<br />
seperti dalam firman Tuhan:<br />
<br />
"Dan apabila ada dua golongan orang-orang beriman berkelahi,<br />
maka damaikanlah keduanya itu. Tetapi jika salah satu dari<br />
keduanya membangkang terhadap yang lain, maka lawanlah yang<br />
membangkang itu sampai ia kembali kepada perintah Allah. Bila<br />
mereka kembali, damaikanlah keduanya itu dengan cara yang<br />
adil. Hendaklah berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang beriman<br />
itu bersaudara. Demikianlah kedua golongan saudara kamu itu.<br />
Berbaktilah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."<br />
(Qur'an, 49: 9-10)<br />
<br />
Akan tetapi jiwa perdamaian itu belum lagi merata ke seluruh<br />
dunia, karena dasar kebudayaan yang kini berkuasa ialah<br />
kebudayaan imperialisma, imperialisma yang didasarkan kepada<br />
nasionalisma dengan segala pertentangannya, dengan segala daya<br />
upayanya, setiap negara yang kuat hendak mengisap<br />
negara-negara kecil lainnya, maka sudah menjadi hak setiap<br />
bangsa yang masih dijajah, bahkan harus menjadi kewajiban<br />
pertama, berusaha menghancurkan belenggu si penjajah itu,<br />
sebab penjajahan itulah bibit segala pemberontakan dan<br />
peperangan. Selama masih ada penjajahan, perdamaian tak<br />
mungkin terwujud, peperangan takkan berkesudahan, kecuali<br />
dalam bentuk formalitas saja. Setiap bangsa, satu sama lain<br />
akan tetap memandang dengan saling curiga-mencurigai, dengan<br />
hati-hati dan menunggu-nunggu kesempatan hendak mengadakan<br />
pembunuhan gelap. Dimana mungkin ada perdamaian kalau jiwa<br />
semacam ini masih tetap berakar! Perdamaian itu baru ada,<br />
apabila orang dari pelbagai bangsa dapat mengubah diri. Mereka<br />
harus benar-benar percaya akan arti perdamaian, memegang teguh<br />
segala ajaran yang didasarkan pada perdamaian dan dengan<br />
ikhlas pula bersepakat menghadapi setiap usaha yang hendak<br />
mengeruhkannya.<br />
<br />
Hal ini baru akan terjadi apabila imperialisma itu sudah tidak<br />
lagi menjadi dasar kebudayaan dunia, apabila semua orang di<br />
segenap pelosok bumi ini sudah menyadari kewajibannya yang<br />
pokok, yaitu yang kuat membantu yang lemah, yang besar<br />
mengasihi yang kecil, yang pandai mau mendidik yang belum<br />
pandai, dengan menyebarkan sinar panji ilmu pengetahuan ke<br />
segenap penjuru bumi, dengan hasrat hendak memberi kebahagiaan<br />
kepada umat manusia, bukan hendak mempergunakannya sebagai<br />
alat memeras bangsa-bangsa lain atas nama ilmu pengetahuan,<br />
atas nama perkembangan teknologi.<br />
<br />
Apabila dunia semua sudah memegang prinsip ini, apabila orang<br />
semua sudah merasa, bahwa dunia semua tanah airnya, dan bahwa<br />
mereka semua bersaudara, satu sama lain saling mencintai<br />
seperti mencintai diri sendiri - ketika itu akan ada toleransi<br />
antara sesama manusia, akan ada keakraban; ketika itu mereka<br />
akan berdialog dengan bahasa yang tidak lagi seperti sekarang.<br />
Mereka akan saling percaya-mempercayai, sekalipun<br />
masing-masing berjauhan tempat. Mereka semua akan bekerja<br />
untuk kebaikan demi Allah. Ketika itulah segala permusuhan dan<br />
kebencian akan terhapus. Dengan rahmat Tuhan kepada umat<br />
manusia, dan kerelaan manusia kepada Tuhan, hanya kebenaran<br />
yang akan ada, hanya perdamaian yang akan merata.<br />
<br />
"Orang-orang yang beriman dan pengikut-pengikut Yahudi,<br />
Nasrani dan orang-orang Shabi'un yang percaya kepada Allah dan<br />
Hari Kemudian serta mengerjakan perbuatan yang baik, mereka<br />
akan mendapat ganjaran dari Tuhan. Mereka tidak perlu takut,<br />
tidak usah bersedih hati." (Qur'an, 2: 62)<br />
<br />
Adakah dalam hal ini toleransi yang lebih luas dari ini! Orang<br />
yang beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian lalu berbuat<br />
kebaikan, mereka akan mendapat ganjaran dari Tuhan. Pada<br />
dasarnya tiada perbedaan antara orang-orang yang beriman itu<br />
dengan mereka yang belum mendapat ajakan Islam, baik Yahudi,<br />
Nasrani atau Shabi'un10 (atau Sabian) yang belum dipalsukan<br />
itu.<br />
<br />
Tuhan berfirman:<br />
<br />
"Dan ada sebagian Ahli Kitab itu yang beriman kepada Allah dan<br />
kepada apa yang sudah diturunkan kepada kamu dan yang<br />
diturunkan kepada mereka. Mereka sangat berendah hati kepada<br />
Tuhan, tidak menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah.<br />
Mereka itulah yang akan mendapat ganjaran dari Tuhan, sebab<br />
Allah sangat cepat memperhitungkan." (Qur'an, 3: 199)<br />
<br />
Mana pula semua itu bila dibandingkan dengan kebudayaan Barat<br />
yang kini menguasai dunia dengan segala chauvinisma dan<br />
fanatisma agamanya serta segala peperangan dan kehancuran yang<br />
timbul sebagai akibat fanatisma itu!<br />
<br />
Inilah semangat jiwa yang begitu tinggi memberikan toleransi,<br />
semangat yang harus merata menguasai dunia bila memang<br />
dikehendaki supaya perdamaian itu bertakhta di dunia demi<br />
kebahagiaan umat manusia. Semangat inilah yang telah membuat<br />
setiap studi tentang sejarah hidup orang yang telah menerima<br />
wahyu Allah dengan firman ini, menjadi suatu studi ilmiah yang<br />
benar-benar bersih demi ilmu semata. Masalah-masalah psikologi<br />
dan spirituil yang hendak mengantarkan manusia ke jalan<br />
kebudayaan baru yang selama ini dicarinya, seharusnya sudah<br />
dapat diungkapkan oleh ilmu pengetahuan. Dengan mendalami<br />
studi demikian ini akan banyak sekali hal-hal yang akan dapat<br />
diungkapkan, yang sejak sekian lama orang menduga tidak<br />
mungkin akan dapat dianalisa secara ilmiah. Ternyata<br />
pembahasan-pembahasan ilmu jiwa kemudian dapat menerangkan<br />
dengan jelas sekali, terutama bagi mereka yang memang mau<br />
memahaminya.<br />
<br />
Seperti sudah kita lihat, keluhuran hidup Muhammad adalah<br />
hidup manusia yang sudah begitu tinggi sejauh yang pernah<br />
dicapai oleh umat manusia. Hidup yang penuh dengan teladan<br />
yang luhur dan indah bagi setiap insan yang sudah mendapat<br />
bimbingan hati nurani, yang hendak berusaha mencapai kodrat<br />
manusia yang lebih sempurna dengan jalan iman dan perbuatan<br />
yang baik. Dimana pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran<br />
dalam hidup seperti yang terdapat dalam diri Muhammad ini,<br />
yang dalam hidup sebelum kerasulannya sudah menjadi suri<br />
teladan pula sebagai lambang kejujuran, lambang harga diri dan<br />
tempat kepercayaan orang. Demikian juga sesudah masa<br />
kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan, untuk Allah, untuk<br />
kebenaran, dan untuk itu pula Allah telah mengutusnya. Suatu<br />
pengorbanan yang sudah berkali-kali menghadapkan nyawanya<br />
kepada maut. Tetapi, bujukan masyarakatnya sendiri pun - yang<br />
dalam gengsi dan keturunan ia sederajat dengan mereka - yang<br />
baik dengan harta, kedudukan atau dengan godaan-godaan lain<br />
-mereka tidak dapat merintanginya.<br />
<br />
Kehidupan insani yang begitu luhur dan cemerlang itu belum ada<br />
dalam kehidupan manusia lain yang pernah mencapainya,<br />
keluhuran yang sudah meliputi segala segi kehidupan. Apalagi<br />
yang kita lihat suatu kehidupan manusia yang sudah bersatu<br />
dengan kehidupan alam semesta sejak dunia ini berkembang<br />
sampai akhir zaman, berhubungan dengan Pencipta alam dengan<br />
segala karunia dan pengampunanNya. Kalau tidak karena adanya<br />
kesungguhan dan kejujuran Muhammad menyampaikan risalah Tuhan,<br />
niscaya kehidupan yang kita lihat ini lambat laun akan<br />
menghilangkan apa yang telah diajarkannya itu.<br />
<br />
Tetapi, seribu tigaratus limapuluh tahun ini sudah lampau,<br />
namun amanat Tuhan yang disampaikan Muhammad, masih tetap<br />
menjadi saksi kebenaran dan bimbingan hidup. Untuk itu cukup<br />
satu saja kiranya kita kemukakan sebagai contoh, yaitu apa<br />
yang diwahyukan Allah kepada Muhammad, bahwa dia adalah<br />
penutup para nabi dan para rasul. Empat belas abad sudah lalu,<br />
tiada seorang juga sementara itu yang mendakwakan diri bahwa<br />
dia seorang nabi atau rasul Tuhan lalu orang mempercayainya.<br />
Sementara dalam abad-abad itu memang sudah lahir tokoh-tokoh<br />
di dunia yang sudah mencapai kebesaran begitu tinggi dalam<br />
pelbagai bidang kehidupan, namun anugerah sebagai kenabian dan<br />
kerasulan tidak sampai kepada mereka. Sebelum Muhammad memang<br />
sudah ada para nabi dan rasul yang datang silih berganti.<br />
Mereka semua sudah memberi peringatan kepada masyarakatnya<br />
masing-masing bahwa mereka itu sesat, dan diajaknya mereka<br />
kepada agama yang benar. Namun tiada seorang diantara mereka<br />
itu yang menyebutkan, bahwa dia diutus kepada seluruh umat<br />
manusia, atau bahwa dia adalah penutup para nabi dan para<br />
rasul. Sebaliknya Muhammad, ia mengatakan itu, dan sejarah pun<br />
sepanjang abad membenarkan kata-katanya. Dan itu bukan suatu<br />
cerita yang dibuat-buat, tetapi memang hendak memperkuat apa<br />
yang sudah ada, serta menjelaskan sesuatunya, sebagai petunjuk<br />
dan rahmat bagi mereka yang beriman.<br />
<br />
Tujuan pokok yang saya harapkan ialah, semoga apa yang saya<br />
maksudkan dengan pembahasan ini sudah akan memadai juga<br />
hendaknya, dan semoga dengan ini saya sudah merambah jalan ke<br />
arah adanya pembahasan-pembahasan yang lebih dalam dan<br />
menyeluruh dalam bidangnya. Saya sudah berusaha kearah itu<br />
sekuat kemampuan saya, dan Tuhan juga kiranya yang akan<br />
memberi keringanan kepada saya.<br />
<br />
"Tuhan tidak akan memaksa seseorang di luar kesanggupannya.<br />
Segala usaha baik yang dikerjakannya adalah untuk dirinya, dan<br />
yang sebaliknya pun untuk dirinya pula. 'Ya Allah, jangan kami<br />
dianggap bersalah, bila kami lupa atau keliru. Ya Allah,<br />
janganlah Kaupikulkan kepada kami beban seperti yang pernah<br />
Kaupikulkan kepada mereka yang sebelum kami. Ya Allah, jangan<br />
hendaknya Kaupikulkan kepada kami beban yang kiranya takkan<br />
sanggup kami pikul. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan<br />
berilah kami rahmat. Engkau jugalah Pelindung kami terhadap<br />
mereka yang tiada beriman itu." (Qur'an, 2: 286)<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Paham jabariyah ini mengatakan bahwa Tuhan menciptakan<br />
manusia dengan perbuatannya, sehingga manusia tak dapat<br />
berbuat lain daripada yang sudah ditakdirkan Tuhan (lihat<br />
catatan di bawah). Paham ini sering disamakan dengan<br />
'fatalisma' dan 'predestination.' Sebaliknya dari paham<br />
ini ialah qadariyah yang berpendapat bahwa Tuhan hanya<br />
menciptakan manusia tapi tidak menciptakan perbuatannya.<br />
Kedua aliran paham ini timbul sekitar abad ke-8 M.<br />
Menurut Qur'an (2: 177) rukun iman ada lima, yang keenam,<br />
yaitu jabariyah tidak ada. Paham ini didasarkan kepada<br />
hadis, yang menurut beberapa ahli sanadnya tidak begitu<br />
kuat dan dianggap bertentangan dengan Qur'an (A).<br />
<br />
2 Yang dimaksud dengan 'papan abadi' tentunya ialah<br />
'al-lauh'l-mahfuz' yang secara harfiah 'papan tulis yang<br />
terjaga' dan secara awam kadang diartikan, bahwa segala<br />
perbuatan nasib manusia sudah ditakdirkan dan tertulis<br />
lebih dulu dalam 'papan' ini, sehingga manusia sudah tak<br />
dapat mengelak lagi. Padahal arti 'lauh mafhuz' yang<br />
sebenarnya ialah Qur'an (85: 21-22) yang terjaga, yang<br />
takkan pernah dapat dipalsu atau diubah oleh tangan<br />
manusia (15: 9). Juga tidak sekali-kali dalam arti materi<br />
terbuat dari batu, kayu dan sebagainya (A).<br />
<br />
3 Ikhtiar disini berarti kemauan bebas atau free will,<br />
atau sengaja, sebaliknya daripada jabariyah atau<br />
fatalisma (A).<br />
<br />
4 Tawakal atau tawakkal berarti mempercayakan diri kepada<br />
Allah setelah segala usaha dan daya upaya dilakukan, atau<br />
seperti kata pepatah 'habis akal barulah tawakal' (A).<br />
<br />
5 Determinisma ilmiah, 'dunia sebagai kemauan dan<br />
pikiran' dan 'evolusi kreatif' ialah beberapa mazhab<br />
filsafat Barat. Yang pertama menurut pendapat kaum<br />
Positivist, yang kedua menurut Schopenhauer dan yang<br />
ketiga menurut Bergson. Di sini tempatnya sangat terbatas<br />
untuk dapat menguraikan semua ini.<br />
<br />
6 Sekedar gambaran, jarak matahari dari bumi 93.000.000<br />
mil jauhnya. Kecepatan tertinggi yang dapat dicatat oleh<br />
ilmu pengetahuan sampai sekarang ialah cahaya, yakni<br />
186.000 mil per detik. Ada beberapa bintang yang demikian<br />
jauh sehingga cahayanya baru sampai ke bumi sesudah lebil<br />
dari 2.000.000 tahun (A).<br />
<br />
7 Al-Islam wan-Nashrania, p. 122 - 125.<br />
<br />
8 Stoa ialah suatu ajaran filsafat Yunani dibangun oleh<br />
Zeno (336? - 264? sebelum Masehi). Kaum Stoa percaya<br />
bahwa segala kejadian harus diterima dengan tenang dan<br />
sabar dan bebas dari segala perasaan benci dan suka,<br />
sedih dan gembira (A).<br />
<br />
9 Kaum Parisi ialah suatu sekte agama Yahudi dahulu kala<br />
yang memisahkan diri, sangat kaku sekali mempertahankan<br />
undang-undang agama, baik yang tertulis (Taurat), lisan<br />
ataupun adat kebiasaan. Lawan sekte Saduki (A).<br />
<br />
10 Dalam menafsirkan ayat ini At-Tabari menyebutkan,<br />
bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman itu<br />
ialah mereka yang percaya kepada Rasulullah;<br />
pengikut-pengikut Yahudi ialah orang-orang (yang menganut<br />
agama) Yahudi. Mereka ini disebut Yahudi karena kata-kata<br />
mereka juga: inna hudna ilaika - 'kami kembali kepadaMu'<br />
atau 'kami bertaubat.' Orang-orang Nasrani ialah<br />
pengikut-pengikut Kristus. Dinamakan Nasrani, satu<br />
pendapat mengatakan nama itu dinisbatkan kepada Nazareth,<br />
yaitu nama desa di Palestina tempat Isa dilahirkan, yang<br />
lain berpendapat, ialah karena ucapan Isa yang mengatakan<br />
'man anshari ila'llah' ('siapakah penolong-penolongku ke<br />
jalan Allah'), maka penolong-penolong itu diberi sebutan<br />
'Nashara' (bentuk jamak 'Nashrani); Shabi'un (atau<br />
Sabian) menurut satu pendapat ialah mereka yang menyembah<br />
malaikat. Pendapat lain mengatakan, bahwa mereka ini<br />
percaya kepada: keesaan Tuhan, tetapi tidak mempunyai<br />
kitab suci, tak ada nabi dan tidak mengamalkan sesuatu<br />
selain percaya bahwa tak ada tuhan selain Allah. Pendapat<br />
ketiga mengatakan, bahwa kaum Shabi'un ini orang-orang<br />
tidak beragama (Lihat juga catatan bawah halaman 33). Ibn<br />
Jarir menafsirkan ayat dalam firman Tuhan: "Orang yang<br />
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian" ialah orang yang<br />
percaya akan hari kebangkitan sesudah mati pada hari<br />
kiamat, orang berbuat kebaikan dan taat kepada perintah<br />
Allah, mereka itulah yang akan mendapat ganjaran dari<br />
Tuhan, yakni mereka akan mendapat pahala dari Tuhan<br />
karena perbuatan-perbuatan yang baik. Sedang firman<br />
"mereka tidak perlu takut, tidak usah berduka cita,"<br />
ialah bahwa mereka tidak perlu takut dalam menghadapi<br />
hari kebangkitan, juga mereka tidak usah bersedih hati<br />
akan kehidupan dunia yang ditinggalkannya dalam<br />
menghadapi pahala dan kenikmatan abadi dari Tuhan. Dalam<br />
hal ini selanjutnya Ibn Jarir mengatakan, bahwa ayat ini<br />
ditujukan kepada orang Nasrani yang telah mengajak Salman<br />
al-Farisi menganut agama mereka. Salah seorang dari<br />
mereka juga mengatakan kepada Salman bahwa kelak akan<br />
muncul nabi di negeri Arab dengan menunjukkan sekali akan<br />
tanda-tanda kenabiannya itu. Dinasehatinya bahwa kalau<br />
nanti sampai ia mengalami supaya dia pun menjadi<br />
pengikutnya. Setelah Salman masuk Islam dan hal ini<br />
disampaikannya kepada Nabi, Nabi berkata: "Salman, mereka<br />
itu penghuni neraka." Hal ini sangat berkesan sekali pada<br />
Salman. Maka turunlah ayat ini "Orang-orang yang berirnan<br />
dari pengikut-pengikut Yahudi," dan seterusnya. Ada lagi<br />
yang berpendapat bahwa Tuhan telah menghapus ayat<br />
tersebut dengan firmanNya: "Barangsiapa menerima agama<br />
selain Islam ia tidak akan diterima." Tetapi Ibn Jarir<br />
menambahkan: "Apa yang kita sebutkan menurut penafsiran<br />
yang pertama itu lebih mirip dengan keadaan wahyu menurut<br />
lahirnya saja, sebab Tuhan tidak mengkhususkan ganjaran<br />
itu atas perbuatan baik, dengan yang sebagian beriman dan<br />
yang lain tidak. Predikat dengan kata-kata 'Orang yang<br />
beriman kepada Allah dan hari kemudian' meliputi semua<br />
yang disebutkan dalam ayat pertama itu. Barangkali dapat<br />
juga disebutkan - untuk memperkuat pendapat Ibn Jarir<br />
mengenai ulasan ayat "Barangsiapa menerima agama selain<br />
Islam, ia tidak akan diterima," - bahwa itu ditujukan<br />
kepada orang-orang Islam yang memilih agama lain setelah<br />
mereka dilahirkan secara Islam atau sesudah beriman<br />
kepada ajaran Islam. Sebaliknya yang dilahirkan tidak<br />
sebagai Muslim, ajakan dan ajaran Islam tidak sampai<br />
kepadanya seperti apa adanya, maka halnya sama dengan<br />
mereka yang sebelum datangnya kerasulan Muhammad atau<br />
yang semasa dengan itu tapi belum mengetahui tentang<br />
ajaran itu dengan sebenarnya. [Lihat tafsir at-Tabarr<br />
(Jami'l Bayan) Jilid Satu hal. 253 - 257]Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-85704581567826256552010-09-11T08:20:00.001-07:002010-09-11T08:20:26.406-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN (1/6)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
MUHAMMAD telah meninggalkan warisan rohani yang agung,<br />
yang telah menaungi dunia dan memberi arah kepada<br />
kebudayaan dunia selama dalam beberapa abad yang lalu.<br />
Ia akan terus demikian sampai Tuhan menyempurnakan<br />
cahayaNya ke seluruh dunia. Warisan yang telah memberi<br />
pengaruh besar pada masa lampau itu, dan akan demikian,<br />
bahkan lebih lagi pada masa yang akan datang, ialah<br />
karena ia telah membawa agama yang benar dan meletakkan<br />
dasar kebudayaan satu-satunya yang akan menjamin<br />
kebahagiaan dunia ini. Agama dan kebudayaan yang telah<br />
dibawa Muhammad kepada umat manusia melalui wahyu Tuhan<br />
itu, sudah begitu berpadu sehingga tidak dapat lagi<br />
terpisahkan.<br />
<br />
Kalau pun kebudayaan Islam ini didasarkan kepada metoda-metoda<br />
ilmu pengetahuan dan kemampuan rasio, - dan dalam hal ini sama<br />
seperti yang menjadi pegangan kebudayaan Barat masa kita<br />
sekarang, dan kalau pun sebagai agama Islam berpegang pada<br />
pemikiran yang subyektif dan pada pemikiran metafisika namun<br />
hubungan antara ketentuan-ketentuan agama dengan dasar<br />
kebudayaan itu erat sekali. Soalnya ialah karena cara<br />
pemikiran yang metafisik dan perasaan yang subyektif di satu<br />
pihak, dengan kaidah-kaidah logika dan kemampuan ilmu<br />
pengetahuan di pihak lain oleh Islam dipersatukan dengan satu<br />
ikatan, yang mau tidak mau memang perlu dicari sampai dapat<br />
ditemukan, untuk kemudian tetap menjadi orang Islam dengan<br />
iman yang kuat pula. Dari segi ini kebudayaan Islam berbeda<br />
sekali dengan kebudayaan Barat yang sekarang menguasai dunia,<br />
juga dalam melukiskan hidup dan dasar yang menjadi landasannya<br />
berbeda. Perbedaan kedua kebudayaan ini, antara yang satu<br />
dengan yang lain sebenarnya prinsip sekali, yang sampai<br />
menyebabkan dasar keduanya itu satu sama lain saling bertolak<br />
belakang.<br />
<br />
Timbulnya pertentangan ini ialah karena alasan-alasan sejarah,<br />
seperti sudah kita singgung dalam prakata dan kata pengantar<br />
cetakan kedua buku ini. Pertentangan di Barat antara kekuasaan<br />
agama dan kekuasaan temporal1 sebagai bangsa yang menganut<br />
agama Kristen atau dengan bahasa sekarang antara gereja<br />
dengan negara menyebabkan keduanya itu harus berpisah, dan<br />
kekuasaan negara harus ditegakkan untuk tidak mengakui<br />
kekuasaan gereja. Adanya konflik kekuasaan itu ada juga<br />
pengaruhnya dalam pemikiran Barat secara keseluruhan. Akibat<br />
pertama dari pengaruh itu ialah adanya permisahan antara<br />
perasaan manusia dengar pikiran manusia, antara pemikiran<br />
metafisik dengan ketentuan-ketentuan ilmu positif (knowledge<br />
of reality) yang berlandaskan tinjauan materialisma.<br />
Kemenangan pikiran materialisma ini besar sekali pengaruhnya<br />
terhadap lahirnya suatu sistem ekonomi yang telah menjadi<br />
dasar utama kebudayaan Barat.<br />
<br />
Sebagai akibatnya, di Barat telah timbul pula aliran-aliran<br />
yang hendak membuat segala yang ada di muka bumi ini tunduk<br />
kepada kehidupan dunia ekonomi. Begitu juga tidak sedikit<br />
orang rang ingin menempatkan sejarah umat manusia dari segi<br />
agamanya, seni, f1lsafat, cara berpikir dan pengetahuannya -<br />
dalam segala pasang surutnya pada berbagai bangsa - dengan<br />
ukuran ekonomi. Pikiran ini tidak terbatas hanya pada sejarah<br />
dan penulisannya, bahkan beberapa aliran filsafat Barat telah<br />
pula membuat pola-pola etik atas dasar kemanfaatan materi ini<br />
semata-mata. Sungguh pun aliran-aliran demikian ini dalam<br />
pemikirannya sudah begitu tinggi dengan daya ciptanya yang<br />
besar sekali, namun perkembangan pikiran di Barat itu telah<br />
membatasinya pada batas-batas keuntungan materi yang secara<br />
kolektif dibuat oleh pola-pola etik itu secara keseluruhan.<br />
Dan dari segi pembahasan ilmiah hal ini sudah merupakan suatu<br />
keharusan yang sangat mendesak.<br />
<br />
Sebaiiknya mengenai masalah rohani, masalah spiritual, dalam<br />
pandangan kebudayaan Barat ini adalah masalah pribadi semata,<br />
orang tidak perlu memberikan perhatian bersama untuk itu. Oleh<br />
karenanya membiarkan masalah kepercayaan ini secara bebas di<br />
Barat merupakan suatu hal yang diagungkan sekali, melebihi<br />
kebebasan dalam soal etik. Sudah begitu rupa mereka<br />
mengagungkan masalah kebebasan etik itu demi kebebasan ekonomi<br />
yang sudah sama sekali terikat oleh undang-undang.<br />
Undang-undang ini akan dilaksanakan oleh tentara atau oleh<br />
negara dengan segala kekuatan yang ada.<br />
<br />
Kebudayaan yang hendak menjadikan kehidupan ekonomi sebagai<br />
dasarnya, dan pola-pola etik didasarkan pula pada kehidupan<br />
ekonomi itu dengan tidak menganggap penting arti kepercayaan<br />
dalam kehidupan umum, dalam merambah jalan untuk umat manusia<br />
mencapai kebahagiaan seperti yang dicita-citakannya itu,<br />
menurut hemat saya tidak akan mencapai tujuan. Bahkan<br />
tanggapan terhadap hidup demikian ini sudah sepatutnya bila<br />
akan menjerumuskan umat manusia ke dalam penderitaan berat<br />
seperti yang dialami dalam abad-abad belakangan ini. Sudah<br />
seharusnya pula apabila segala pikiran dalam usaha mencegah<br />
perang dan mengusahakan perdamaian dunia tidak banyak membawa<br />
arti dan hasilnya pun tidak seberapa. Selama hubungan saya<br />
dengan saudara dasarnya adalah sekerat roti yang saya makan<br />
atau yang saudara makan, kita berebut, bersaing dan bertengkar<br />
untuk itu, masing-masing berpendirian atas dasar kekuatan<br />
hewaninya, maka akan selalu kita masing-masing menunggu<br />
kesempatan baik untuk secara licik memperoleh sekerat roti<br />
yang di tangan temannya itu. Masing-masing kita satu sama lain<br />
akan selalu melihat teman itu sebagai lawan, bukan sebagai<br />
saudara. Dasar etik yang tersembunyi dalam diri kita ini akan<br />
selalu bersifat hewani, sekali pun masih tetap tersembunyi<br />
sampai pada waktunya nanti ia akan timbul. Yang selalu akan<br />
menjadi pegangan dasar etik ini satu-satunya ialah keuntungan.<br />
Sementara arti perikemanusiaan yang tinggi, prinsip-prinsip<br />
akhlak yang terpuji, altruisma, cinta kasih dan persaudaraan<br />
akan jatuh tergelincir, dan hampir-hampir sudah tak dapat<br />
dipegang lagi.<br />
<br />
Apa yang terjadi dalam dunia dewasa ini ialah bukti yang<br />
paling nyata atas apa yang saya sebutkan itu. Persaingan dan<br />
pertentangan ialah gejala pertama dalam sistem ekonomi, dan<br />
itu pula gejala pertamanya dalam kebudayaan Barat, baik dalam<br />
paham yang individualistis, maupun sosialistis sama saja<br />
adanya. Dalam paham individualisma, buruh bersaing dengan<br />
buruh, pemilik modal dengan pemilik modal. Buruh dengan<br />
pemilik modal ialah dua lawan yang saling bersaing.<br />
Pendukung-pendukung paham ini berpendapat bahwa persaingan dan<br />
pertentangan ini akan membawa kebaikan dan kemajuan kepada<br />
umat manusia. Menurut mereka ini merupakan perangsang supaya<br />
bekerja lebih tekun dan perangsang untuk pembagian kerja, dan<br />
akan menjadi neraca yang adil dalam membagi kekayaan.<br />
<br />
Sebaliknya paham sosialisma yang berpendapat bahwa perjuangan<br />
kelas yang harus disudahi dengan kekuasaan berada di tangan<br />
kaum buruh, merupakan salah satu keharusan alam. Selama<br />
persaingan dan perjuangan mengenai harta itu dijadikan pokok<br />
kehidupan, selama pertentangan antar-kelas itu wajar, maka<br />
pertentangan antar-bangsa juga wajar, dengan tujuan yang sama<br />
seperti pada perjuangan kelas. Dari sinilah konsepsi<br />
nasionalisma itu, dengan sendirinya, memberi pengaruh yang<br />
menentukan terhadap sistem ekonomi. Apabila perjuangan<br />
bangsa-bangsa untuk menguasai harta itu wajar, apabila adanya<br />
penjajahan untuk itu wajar pula, bagaimana mungkin perang<br />
dapat dicegah dan perdamaian di dunia dapat dijamin? Pada<br />
menjelang akhir abad ke-20 ini kita telah dapat menyaksikan -<br />
dan masih dapat kita saksikan - adanya bukti-bukti, bahwa<br />
perdamaian di muka bumi dengan dasar kebudayaan yang semacam<br />
ini hanya dalam impian saja dapat dilaksanakan, hanya dalam<br />
cita-cita yang manis bermadu, tetapi dalam kenyataannya tiada<br />
lebih dari suatu fatamorgana yang kosong belaka.<br />
<br />
Kebudayaan Islam lahir atas dasar yang bertolak belakang<br />
dengan dasar kebudayaan Barat. Ia lahir atas dasar rohani yang<br />
mengajak manusia supaya pertama sekali dapat menyadari<br />
hubungannya dengan alam dan tempatnya dalam alam ini dengan<br />
sebaik-baiknya. Kalau kesadaran demikian ini sudah sampai ke<br />
batas iman, maka imannya itu mengajaknya supaya ia tetap<br />
terus-menerus mendidik dan melatih diri, membersihkan hatinya<br />
selalu, mengisi jantung dan pikirannya dengan prinsip-prinsip<br />
yang lebih luhur - prinsip-prinsip harga diri, persaudaraan,<br />
cinta kasih, kebaikan dan berbakti. Atas dasar prinsip-prinsip<br />
inilah manusia hendaknya menyusun kehidupan ekonominya. Cara<br />
bertahap demikian ini adalah dasar kebudayaan Islam, seperti<br />
wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad, yakni mula-mula<br />
kebudayaan rohani, dan sistem kerohanian disini ialah dasar<br />
sistem pendidikan serta dasar pola-pola etik (akhlak). Dan<br />
prinsip-prinsip etik ini ialah dasar sistem ekonominya. Tidak<br />
dapat dibenarkan tentunya dengan cara apa pun mengorbankan<br />
prinsip-prinsip etik ini untuk kepentingan sistem ekonomi<br />
tadi.<br />
<br />
Tanggapan Islam tentang kebudayaan demikian ini menurut hemat<br />
saya ialah tanggapan yang sesuai dengan kodrat manusia, yang<br />
akan menjamin kebahagiaan baginya. Kalau ini yang ditanamkan<br />
dalam jiwa kita dan kehidupan seperti dalam kebudayaan Barat<br />
itu kesana pula jalannya, niscaya corak umat manusia itu akan<br />
berubah, prinsip-prinsip yang selama ini menjadi pegangan<br />
orang akan runtuh, dan sebagai gantinya akan timbul<br />
prinsip-prinsip yang lebih luhur, yang akan dapat mengobati<br />
krisis dunia kita sekarang ini sesuai dengan tuntunannya yang<br />
lebih cemerlang.<br />
<br />
Sekarang orang di Barat dan di Timur berusaha hendak mengatasi<br />
krisis ini, tanpa mereka sadari - dan kaum Muslimin sendiri<br />
pun tidak pula menyadari - bahwa Islam dapat menjamin<br />
mengatasinya. Orang-orang di Barat dewasa ini sedang mencari<br />
suatu pegangan rohani yang baru, yang akan dapat menanting<br />
mereka dari paganisma yang sedang menjerumuskan mereka; dan<br />
sebab timbulnya penderitaan mereka itu, penyakit yang<br />
menancapkan mereka ke dalam kancah peperangan antara sesama<br />
mereka, ialah mammonisma - penyembahan kepada harta.<br />
Orang-orang Barat mencari pegangan baru itu didalam beberapa<br />
ajaran di India dan di Timur Jauh; padahal itu akan dapat<br />
mereka peroleh tidak jauh dari mereka, akan mereka dapati itu<br />
sudah ada ketentuannya didalam Qu'ran, sudah dilukiskan dengan<br />
indah sekali dengan teladan yang sangat baik diberikan oleh<br />
Nabi kepada manusia selama masa hidupnya.<br />
<br />
Bukan maksud saya hendak melukiskan kebudayaan Islam dengan<br />
segala ketentuannya itu disini. Lukisan demikian menghendaki<br />
suatu pembahasan yang mendalam, yang akan meminta tempat<br />
sebesar buku ini atau lebih besar lagi. Akan tetapi - setelah<br />
dasar rohani yang menjadi landasannya itu saya singgung<br />
seperlunya - lukisan kebudayaan itu disini ingin saya<br />
simpulkan, kalau-kalau dengan demikian ajaran Islam dalam<br />
keseluruhannya dapat pula saya gambarkan dan dengan<br />
penggambaran itu saya akan merambah jalan ke arah pembahasan<br />
yang lebih dalam lagi. Dan sebelum melangkah ke arah itu<br />
kiranya akan ada baiknya juga saya memberi sekadar isyarat,<br />
bahwa sebenarnya dalam sejarah Islam memang tak ada<br />
pertentangan antara kekuasaan agama (theokrasi) dengan<br />
kekuasaan temporal, yakni antara gereja dengan negara. Hal ini<br />
dapat menyelamatkan Islam dari pertentangan yang telah<br />
ditinggalkan Barat dalam pikiran dan dalam haluan sejarahnya.<br />
<br />
Islam dapat diselamatkan dari pertentangan serta segala<br />
pengaruhnya itu, sebabnya ialah karena Islam tidak kenal apa<br />
yang namanya gereja itu atau kekuasaan agama seperti yang<br />
dikenal oleh agama Kristen. Belum ada orang di kalangan<br />
Muslimin - sekalipun ia seorang khalifah - yang akan<br />
mengharuskan sesuatu perintah kepada orang, atas nama agama,<br />
dan akan mendakwakan dirinya mampu memberi pengampunan dosa<br />
kepada siapa saja yang melanggar perintah itu. Juga belum ada<br />
di kalangan Muslimin - sekalipun ia seorang khalifah - yang<br />
akan mengharuskan sesuatu kepada orang selain yang sudah<br />
ditentukan Tuhan di dalam Qur'an. Bahkan semua orarg Islam<br />
sama di hadapan Tuhan. Yang seorang tidak lebih mulia dari<br />
yang lain, kecuali tergantung kepada takwanya - kepada<br />
baktinya. Seorang penguasa tidak dapat menuntut kesetiaan<br />
seorang Muslim apabila dia sendiri melakukan perbuatan dosa<br />
dan melanggar penntah Tuhan. Atau seperti kata Abu Bakr<br />
ash-Shiddiq kepada kaum Muslimin dalam pidato pelantikannya<br />
sebagai Khalifah "Taatilah saya selama saya taat kepada<br />
(perintah) Allah dan RasulNya. Tetapi apabila saya melanggar<br />
(perintah) Allah dan Rasul maka gugurkanlah kesetiaanmu kepada<br />
saya."<br />
<br />
Kendatipun pemerintahan dalam Islam sesudah itu kemudian<br />
dipegang oleh seorang raja tirani, kendatipun di kalangan<br />
Muslimin pernah timbul perang saudara, namun kaum Muslimin<br />
tetap berpegang kepada kebebasan pribadi yang besar itu, yang<br />
sudah ditentukan oleh agama, kebebasan yang sampai menempatkan<br />
akal sebagai patokan dalam segala hal, bahkan dijadikan<br />
patokan didalam agama dan iman sekalipun. Kebebasan ini tetap<br />
mereka pegang sekalipun sampai pada waktu datangnya<br />
penguasa-penguasa orang-orang Islam yang mendakwakan diri<br />
sebagai pengganti Tuhan di muka bumi ini - bukan lagi sebagai<br />
pengganti Rasulullah. Padahal segala persoalan Muslimin sudah<br />
mereka kuasai belaka, sampai-sampai ke soal hidup dan matinya.<br />
<br />
Sebagai bukti misalnya apa yang sudah terjadi pada masa<br />
Ma'mun, tatkala orang berselisih mengenai Qur'an: makhluk atau<br />
bukan makhluk - yang diciptakan atau bukan diciptakan! Banyak<br />
sekali orang yang menentang pendapat Khalifah waktu itu,<br />
padahal mereka mengetahui akibat apa yang akan mereka terima<br />
jika berani menentangnya.<br />
<br />
Dalam segala hal akal pikiran oleh Islam telah dijadikan<br />
patokan. Juga dalam hal agama dan iman ia dijadikan patokan.<br />
Dalam firman Tuhan:<br />
<br />
"Perumpamaan orang-orang yang tidak beriman ialah seperti<br />
(gembala) yang meneriakkan (ternaknya) yang tidak mendengar<br />
selain suara panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan<br />
buta, sebab mereka tidak menggunakan akal pikiran." (Qur'an,<br />
2: 171)<br />
<br />
Oleh Syaikh Muhammad Abduh ditafsirkan, dengan mengatakan:<br />
"Ayat ini jelas sekali menyebutkan, bahwa taklid (menerima<br />
begitu saja) tanpa pertimbangan akal pikiran atau suatu<br />
pedoman ialah bawaan orang-orang tidak beriman. Orang tidak<br />
bisa beriman kalau agamanya tidak disadari dengan akalnya,<br />
tidak diketahuinya sendiri sampai dapat ia yakin. Kalau orang<br />
dibesarkan dengan biasa menerima begitu saja tanpa disadari<br />
dengan akal pikirannya, maka dalam melakukan suatu perbuatan,<br />
meskipun perbuatan yang baik, tanpa diketahuinya benar, dia<br />
bukan orang beriman. Dengan beriman bukan dimaksudkan supaya<br />
orang merendah-rendahkan diri melakukan kebaikan seperti<br />
binatang yang hina, tapi yang dimaksudkan supaya orang dapat<br />
meningkatkan daya akal pikirannya, dapat meningkatkan diri<br />
dengan ilmu pengetahuan, sehingga dalam berbuat kebaikan itu<br />
benar-benar ia sadar, bahwa kebaikannya itu memang berguna,<br />
dapat diterima Tuhan. Dalam meninggalkan kejahatan pun juga<br />
dia mengerti benar bahaya dan berapa jauhnya kejahatan itu<br />
akan membawa akibat."<br />
<br />
Inilah yang dikatakan Syaikh Muhammad Abduh dalam menafsirkan<br />
ayat ini, yang di dalam Qur'an, selain ayat tersebut sudah<br />
banyak pula ayat-ayat lain yang disebutkan secara jelas<br />
sekali. Qur'an menghendaki manusia supaya merenungkan alam<br />
semesta ini, supaya mengetahui berita-berita sekitar itu, yang<br />
kelak renungan demikian itu akan mengantarkannya kepada<br />
kesadaran tentang wujud Tuhan, tentang keesaanNya, seperti<br />
dalam firman Allah:<br />
(bersambung ke bagian 2/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN (2/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
"Bahwasanya dalam penciptaan langit dan bumi, dalam pergantian<br />
malam dan siang, bahtera yang mengarungi lautan membawa apa<br />
yang berguna buat umat manusia, dan apa yang diturunkan Allah<br />
dari langit berupa air, lalu dengan air itu dihidupkanNya bumi<br />
yang sudah mati kering, kemudian disebarkanNya di bumi itu<br />
segala jenis hewan, pengisaran angin dan awan yang dikemudikan<br />
dari antara langit dan bumi - adalah tanda-tanda (akan keesaan<br />
dan kebesaran Tuhan) buat mereka yang menggunakan akal<br />
pikiran." (Qur'an, 2: 164)<br />
<br />
"Dan sebagai suatu tanda buat mereka, ialah bumi yang mati<br />
kering. Kami hidupkan kembali dan Kami keluarkan dari sana<br />
benih yang sebagian dapat dimakan. Disana Kami adakan<br />
kebun-kebun kurma dan palm dan anggur dan disana pula Kami<br />
pancarkan mata air - supaya dapat mereka makan buahnya. Semua<br />
itu bukan usaha tangan mereka. Kenapa mereka tidak berterima<br />
kasih. Maha Suci Yang telah menciptakan semua yang ditumbuhkan<br />
bumi berpasang-pasangan, dan dalam diri mereka sendiri serta<br />
segala apa yang tiada mereka ketahui. Juga sebagai suatu tanda<br />
buat mereka - ialah malam. Kami lepaskan siang, maka mereka<br />
pun berada dalam kegelapan. Matahari pun beredar menurut<br />
ketetapan yang sudah ditentukan. Itulah ukuran dari Yang Maha<br />
Kuasa dan Maha Tahu. Juga bulan, sudah Kami tentukan<br />
tempat-tempatnya sampai ia kembali lagi seperti mayang yang<br />
sudah tua. Matahari tiada sepatutnya akan mengejar bulan dan<br />
malam pun tiada akan mendahului siang. Masing-masing berjalan<br />
dalam peredarannya. Juga sebagai suatu tanda buat mereka -<br />
ialah turunan mereka yang Kami angkut dalam kapal yang penuh<br />
muatan. Dan buat mereka Kami ciptakan pula yang serupa, yang<br />
dapat mereka kendarai. Kalau Kami kehendaki, Kami karamkan<br />
mereka. Tiada penolong lagi buat mereka, juga mereka tak dapat<br />
diselamatkan. Kecuali dengan rahmat dari Kami dan untuk<br />
memberikan kesenangan hidup sampai pada waktunya." (Qur'an,<br />
36: 33-44.)<br />
<br />
Anjuran supaya memperhatikan alam ini, menggali segala<br />
ketentuan dan hukum yang ada di dalam alam ini serta<br />
menjadikannya sebagai pedoman yang akan mengantarkan kita<br />
beriman kepada Penciptanya, sudah beratus kali disebutkan<br />
dalam pelbagai Surah dalam Qur'an. Semuanya ditujukan kepada<br />
tenaga akal pikiran manusia, menyuruh manusia menilainya,<br />
merenungkannya, supaya imannya itu didasarkan kepada akal<br />
pikiran, dan keyakinan yang jelas. Qur'an mengingatkan supaya<br />
jangan menerima begitu saja apa yang ada pada nenek moyangnya,<br />
tanpa memperhatikan, tanpa meneliti lebih jauh serta dengan<br />
keyakinan pribadi akan kebenaran yang dapat dicapainya itu.<br />
<br />
Iman demikian inilah yang dianjurkan oleh Islam. Dan ini bukan<br />
iman yang biasa disebut "iman nenek-nenek," melainkan iman<br />
intelektual yang sudah meyakinkan, yang sudah direnungkan<br />
lagi, kemudian dipikirkan matang-matang, sesudah itu, dengan<br />
renungan dan pemikirannya itu ia akan sampai kepada keyakinan<br />
tentang Tuhan Yang Maha Kuasa. Saya rasa tak ada orang yang<br />
sudah dapat merenungkan dengan akal pikiran dan dengan<br />
hatinya, yang tidak akan sampai kepada iman. Setiap ia<br />
merenungkan lebih dalam, berpikir lebih lama dan berusaha<br />
menguasai ruang dan waktu ini serta kesatuan yang terkandung<br />
di dalamnya, yang tiada berkesudahan, dengan anggota-anggota<br />
alam semesta tiada terbatas, yang selalu berputar ini -<br />
sekelumit akan terasa dalam dirinya tentang anggota-anggota<br />
alam itu, yang semuanya berjalan menurut hukum yang sudah<br />
ditentukan dan dengan tujuan yang hanya diketahui oleh<br />
penciptanya. Ia pun akan merasa yakin akan kelemahan dirinya,<br />
akan pengetahuannya yang belum cukup, jika saja ia tidak<br />
segera dibantu dengan kesadarannya tentang alam ini, dibantu<br />
dengan suatu kekuatan diatas kemampuan pancaindera dan<br />
otaknya, yang akan menghubungkannya dengan seluruh anggota<br />
alam, dan yang akan membuat dia menyadari tempatnya sendiri.<br />
Dan kekuatan itu ialah iman.<br />
<br />
Jadi iman itu ialah perasaan rohani, yang dirasakan oleh<br />
manusia meliputi dirinya setiap ia mengadakan komunikasi<br />
dengan alam dan hanyut kedalam ketak-terbatasan ruang dan<br />
waktu. Semua makhluk alam ini akan terjelma dalam dirinya.<br />
Maka dilihatnya semua itu berjalan menurut hukum yang sudah<br />
ditentukan, dan dilihatnya pula sedang memuja Tuhan Maha<br />
Pencipta. Ada pun Ia menjelma dalam alam, berhubungan dengan<br />
alam, atau berdiri sendiri dan terpisah, masih merupakan suatu<br />
perdebatan spekulatif yang kosong saja. Mungkin berhasil,<br />
mungkin juga jadi sesat, mungkin menguntungkan dan mungkin<br />
juga merugikan. Disamping itu hal ini tidak pula menambah<br />
pengetahuan kita. Sudah berapa lama penulis-penulis dan<br />
failasuf-failasuf itu satu sama lain berusaha hendak<br />
mengetahui zat Maha Pencipta ini, namun usaha dan daya upaya<br />
mereka itu sia-sia. Dan ada pula yang mengakui, bahwa itu<br />
memang berada di luar jangkauan persepsinya. Kalau memang akal<br />
yang sudah tak mampu mencapai pengertian ini, maka ketidak<br />
mampuannya itu lebih-lebih lagi memperkuat keimanan kita.<br />
Perasaan kita yang meyakinkan tentang adanya Wujud Maha<br />
Tinggi, Yang Maha Mengetahui akan segalanya dan bahwa Dialah<br />
Maha Pencipta, Maha Perencana, segalanya akan kembali<br />
kepadaNya, maka keadaan semacam itu akan sudah meyakinkan<br />
kita, bahwa kita takkan mampu menjangkau zatNya betapa pun<br />
besarnya iman kita kepadaNya itu<br />
<br />
Demikian juga, kalau sampai sekarang kita tak dapat menangkap<br />
apa sebenarnya listrik itu meskipun dengan mata kita sendiri<br />
kita melihat bekasnya, begitu juga eter yang tidak kita<br />
ketahui meskipun sudah dapat ditentukan, bahwa gelombangnya<br />
itu dapat inemindahkan suara dan gambar, pengaruh dan bekasnya<br />
itu buat kita sudah cukup untuk mempercayai adanya listrik dan<br />
adanya eter. Alangkah angkuhnya kita, setiap hari kita<br />
menyaksikan keindahan dan kebesaran yang diciptakan Tuhan,<br />
kalau kita masih tidak mau percaya sebelum kita mengetahui<br />
zatNya. Tuhan Yang Maha Transenden jauh di luar jangkauan yang<br />
dapat mereka lukiskan. Kenyataan dalam hidup ialah bahwa<br />
mereka yang mencoba menggambarkan zat Tuhan Yang Maha Suci itu<br />
ialah mereka yang dengan persepsinya sudah tak berdaya<br />
mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi dalam melukiskan apa<br />
yang diatas kehidupan insan. Mereka ingin mengukur alam ini<br />
serta Pencipta alam menurut ukuran kita yang nisbi dan<br />
terbatas sekali dalam batas-batas ilmu kita yang hanya sedikit<br />
itu. Sebaliknya mereka yang sudah benar-benar mencapai ilmu,<br />
akan teringat oleh mereka firman Tuhan ini:<br />
<br />
"Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Jawablah: Ruh itu<br />
termasuk urusan Tuhan. Pengetahuan yang diberikan kepada kamu<br />
itu hanya sedikit sekali." (Qur'an, 17: 85)<br />
<br />
Kalbu mereka sudah penuh dengan iman kepada Pencipta Ruh dan<br />
Pencipta semesta Alam ini, sesudah itu tidak perlu mereka<br />
menjerumuskan diri ke dalam perdebatan spekulatif yang kosong,<br />
yang takkan memberi hasil, takkan mencapai suatu kesimpulan.<br />
<br />
Islam yang dicapai dengan iman dan Islam yang tanpa iman oleh<br />
Qur'an dibedakan:<br />
<br />
"Orang-orang Arab badwi itu berkata: 'Kami sudah beriman.'<br />
Katakanlah 'Kamu belum beriman, tapi katakan saja: kami sudah<br />
islam.' Iman itu belum lagi masuk ke dalam hati kamu."<br />
(Qur'an, 49: 14)<br />
<br />
Contoh Islam yang demikian ini ialah yang tunduk kepada ajakan<br />
orang karena kehendaknya atau karena takut, karena kagum atau<br />
karena mengkultuskan diluar hati yang mau menurut dan memahami<br />
benar-benar akan ajaran itu sampai ke batas iman.<br />
<br />
Yang demikian ini belum mendapat petunjuk Tuhan sampai kepada<br />
iman yang seharusnya dicapai, dengan jalan merenungkan alam<br />
dan mengetahui hukum alam, dan yang dengan renungan dan<br />
pengetahuannya itu ia akan sampai kepada Penciptanya -<br />
melainkan jadi Islam karena suatu keinginan atau karena<br />
nenek-moyangnya memang sudah Islam. Oleh karenanya iman itu<br />
belum merasuk lagi kedalam hatinya, sekalipun dia sudah Islam.<br />
Manusia-manusia Muslim semacam ini ada yang hendak menipu<br />
Tuhan dan menipu orang-orang beriman, tetapi sebenarnya mereka<br />
sudah menipu diri sendiri dengan tiada mereka sadari. Dalam<br />
hati mereka sudah ada penyakit. Maka oleh Tuhan ditambah lagi<br />
penyakit mereka itu. Mereka itulah orang-orang beragama tanpa<br />
iman; islamnya hanya karena didorong oleh suatu keinginan atau<br />
karena takut, sedang jiwanya tetap kerdil, keyakinannya tetap<br />
lemah dan hatinya pun bersedia menyerah kepada kehendak<br />
manusia, menyerah kepada perintahnya. Sebaliknya mereka, yang<br />
keimanannya kepada Allah itu dengan imam yang sungguh-sungguh,<br />
diantarkan oleh akal pikiran dan oleh jantung yang hidup,<br />
dengan jalan merenungkan alam ini, mereka itulah orang yang<br />
beriman. Mereka yang akan menyerahkan persoalannya hanya<br />
kepada Tuhan, mereka itulah orang yang tidak mengenal menyerah<br />
selain kepada Allah. Dengan Islamnya itu mereka tidak memberi<br />
jasa apa-apa kepada orang.<br />
<br />
"Tetapi sebenarnya Tuhanlah yang berjasa kepada kamu, karena<br />
kamu telah dibimbingNya kepada keimanan, kalau kamu memang<br />
orang-orang yang benar." (Qur'an, 49: 17)<br />
<br />
Jadi barangsiapa menyerahkan diri patuh kepada Allah dan dalam<br />
pada itu melakukan perbuatan baik, mereka tidak perlu merasa<br />
takut, tidak usah bersedih hati. Mereka tidak takut akan<br />
menghadapi hidup miskin atau hina, sebab dengan iman itu<br />
mereka sudah sangat kaya, sangat mendapat kehormatan.<br />
Kehormatan yang ada pada Tuhan dan pada orang-orang beriman.<br />
<br />
Jiwa yang rela dan tenteram dengan imannya ini, ia merasa lega<br />
bila selalu ia berusaha hendak mengetahui rahasia-rahasia dan<br />
hukum-hukum alam, yang berarti akan menambah hubungannya<br />
dengan Tuhan. Dan langkah kearah pengetahuan ini ialah dengan<br />
jalan membahas dan merenungkan segala ciptaan Tuhan yang ada<br />
dalam alam ini dengan cara ilmiah seperti dianjurkan oleh<br />
Qur'an dan dipraktekkan pula sungguh-sungguh oleh kaum<br />
Muslimin dahulu, yaitu seperti cara ilmiah yang modern di<br />
Barat sekarang. Hanya saja tujuannya dalam Islam dan dalam<br />
kebudayaan Barat itu berbeda. Dalam Islam tujuannya supaya<br />
manusia membuat hukum Tuhan dalam alam ini menjadi hukumnya<br />
dan peraturannya sendiri, sementara di Barat tujuannya ialah<br />
mencari keuntungan materi dan apa yang ada dalam alam ini.<br />
Dalam Islam tujuan yang pertama sekali ialah 'irfan - mengenal<br />
Tuhan dengan baik, makin dalam 'irfan atau persepsi<br />
(pengenalan) kita makin dalam pula iman kita kepada Tuhan.<br />
Tujuan ini ialah hendak mencapai 'irfan yang baik dari segi<br />
seluruh masyarakat, bukan dari segi pribadi saja. Masalah<br />
integritas rohani bukan suatu masalah pribadi semata. Tak ada<br />
tempat buat orang mengurung diri sebagai suatu masyarakat<br />
tersendiri. Bahkan ia seharusnya menjadi dasar kebudayaan<br />
untuk masyarakat manusia sedunia - dari ujung ke ujung. Oleh<br />
karena itu seharusnya umat manusia berusaha terus demi<br />
integritas (kesempurnaan) rohani itu, yang berarti lebih besar<br />
daripada pengamatannya mengenai hakekat indera (sensibilia).<br />
<br />
Persepsi2 mengenai rahasia benda-benda dan hukum-hukum alam<br />
yang hendak mencapai integritas itu lebih besar daripada<br />
persepsi sebagai alat guna mencapai kekuasaan materi atas<br />
benda-benda itu.<br />
<br />
Untuk mencapai integritas rohani ini tidak cukup kita<br />
bersandar hanya kepada logika kita saja, malah dengan logika<br />
itu kita harus membukakan jalan buat hati kita dan pikiran<br />
kita untuk sampai ke tingkat tertinggi. Hal ini bisa terjadi<br />
hanya jika manusia mencari pertolongan dari Tuhan,<br />
menghadapkan diri kepadaNya dengan sepenuh hati dan jiwa.<br />
Hanya kepadaNya kita menyembah dan hanya kepadaNya kita<br />
meminta pertolongan, untuk mencapai rahasia-rahasia alam dan<br />
undang-undang kehidupan ini. Inilah yang disebut hubungan<br />
dengan Tuhan, mensyukuri nikmat Tuhan, supaya bertambah kita<br />
mendapat petunjuk akan apa yang belum kita capai, seperti<br />
dalam firman Tuhan:<br />
<br />
"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka<br />
(katakan) Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang<br />
bermohon - apabila dia bermohon kepadaKu. Maka sambutlah<br />
seruanKu dan berimanlah kepadaKu, kalau-kalau mereka<br />
terbimbing ke jalan yang lurus." (Qur'an 2: 186)<br />
<br />
"Dan carilah pertolongan Tuhan dengan tabah, dan dengan<br />
menjalankan sembahyang, dan sembahyang itu memang berat,<br />
kecuali bagi orang-orang yang rendah hati-kepada Tuhan.<br />
Orang-orang yang menyadari bahwa mereka akan bertemu dengan<br />
Tuhan dan kepadaNya mereka kembali." (Qur'an 2: 45-46)<br />
<br />
Salat ialah suatu bentuk komunikasi dengan Tuhan secara<br />
beriman serta meminta pertolongan kepadaNya. Dengan demikian<br />
yang dimaksudkan dengan salat bukanlah sekadar ruku' dan sujud<br />
saja, membaca ayat-ayat Qu'ran atau mengucapkan takbir dan<br />
ta'zim demi kebesaran Tuhan tanpa mengisi jiwa dan hati<br />
sanubari dengan iman, dengan kekudusan dan keagungan Tuhan.<br />
Tetapi yang dimaksudkan dengan salat atau sembahyang ialah<br />
arti yang terkandung di dalam takbir, dalam pembacaan, dalam<br />
ruku', sujud serta segala keagungan, kekudusan dan iman itu.<br />
Jadi beribadat demikian kepada Tuhan ialah suatu ibadat yang<br />
ikhlas - demi Tuhan Cahaya langit dan bumi.<br />
<br />
"Kebaikan itu bukanlah karena kamu menghadapkan muka ke arah<br />
timur dan barat, tetapi kebaikan itu ialah orang yang sudah<br />
beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian, malaikat-malaikat,<br />
Kitab, dan para nabi serta mengeluarkan harta yang dicintainya<br />
itu untuk kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin<br />
dan orang terlantar dalam perjalanan, orang-orang yang<br />
meminta, untuk melepaskan perbudakan, mengerjakan sembahyang<br />
dan mengeluarkan zakat, kemudian orang-orang yang suka<br />
memenuhi janji bila berjanji, orang-orang yang tabah hati<br />
dalam menghadapi penderitaan dan kesulitan dan di waktu<br />
perang. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itu<br />
orang-orang yang dapat memelihara diri." (Qur'an, 2: 177)<br />
<br />
Orang mukmin yang benar-benar beriman ialah yang menghadapkan<br />
seluruh kalbunya kepada Allah ketika ia sedang sembahyang,<br />
disaksikan oleh rasa takwa kepadaNya, serta mencari<br />
pertolongan Tuhan dalam menunaikan kewajiban hidupnya. Ia<br />
mencari petunjuk, memohonkan taufik Allah dalam memahami<br />
rahasia dan hukum alam ini.<br />
<br />
Orang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah tengah ia<br />
sembahyang akan merasakannya sendiri, selalu akan merasa,<br />
dirinya adalah sesuatu yang kecil berhadapan dengan kebesaran<br />
Allah Yang Maha Agung. Apabila kita dalam pesawat terbang<br />
diatas ketinggian seribu atau beberapa ribu meter, kita<br />
melihat gunung-gunung, sungai dan kota-kota sebagai<br />
gejala-gejala kecil di atas bumi. Kita melihatnya terpampang<br />
di depan mata kita seperti jalur-jalur yang tergaris di atas<br />
sebuah peta dan seolah permukaannya sudah rata mendatar tak<br />
ada gunung atau bangunan yang lebih tinggi, tak ada ngarai,<br />
sumur atau sungai yang lebih rendah, warna-warna<br />
sambung-menyambung, saling berkait, tercampur, makin tinggi<br />
kita terbang warna-warna itu makin tercampur. Seluruh bumi<br />
kita ini tidak lebih dari sebuah planet kecil saja. Dalam alam<br />
ini terdapat ribuan tata surya dan planet-planet. Semua itu<br />
tidak lebih dari sejumlah kecil saja dalam ketakterbatasan<br />
seluruh eksistensi ini. Alangkah kecilnya kita, alangkah<br />
lemahnya kcadaan kita berhadapan dengan Pencipta dan Pengurus<br />
wujud ini. KebesaranNya diatas jangkauan pengertian kita!<br />
<br />
Dalam kita menghadapkan seluruh kalbu kita dengan penuh ikhlas<br />
kepada Kebesaran Tuhan Yang Maha Suci, kita mengharapkan<br />
pertolongan kepadaNya untuk memberikan kekuatan atas kelemahan<br />
diri kita ini, memberi petunjuk dalam mencari kebenaran -<br />
alangkah wajarnya bila kita dapat melihat persamaan semua<br />
manusia dalam kelemahannya itu, yang dalam berhadapan dengan<br />
Tuhan tak dapat ia memperkuat diri dengan harta dan kekayaan,<br />
selain dengan imannya yang teguh dan tunduk hanya kepada<br />
Allah, berbuat kebaikan dan menjaga diri.<br />
<br />
Persamaan yang sesungguhnya dan sempurna ini di hadapan Tuhan<br />
tidak sama dengan persamaan yang biasa disebut-sebut dalam<br />
kebudayaan Barat waktu-waktu belakangan ini, yaitu persamaan<br />
di hadapan hukum. Sudah begitu jauh kebudayaan itu memandang<br />
persamaan, sehingga hampir-hampir pula tidak lagi diakui di<br />
depan hukum. Buat orang-orang tertentu sudah tidak berlaku<br />
lagi untuk menghormatinya. Persamaan di hadapan Tuhan,<br />
persamaan yang kenyataannya dapat kita rasakan dikala<br />
sembahyang, yang dapat kita capai dengan pandangan kita yang<br />
bebas - tidak sama dengan persamaan dalam persaingan untuk<br />
mencari kekayaan, persaingan yang membolehkan orang melakukan<br />
segala tipu-daya dan bermuka-muka, kemudian orang yang lebih<br />
pandai mengelak dan bisa main, ia akan selamat dari kekuasaan<br />
hukum.<br />
<br />
Persamaan dihadapan Allah ini menuju kepada persaudaraan yang<br />
sebenarnya, sebab semua orang dapat merasakan bahwa mereka<br />
sebenarnya bersaudara dalam berihadat kepada Allah dan hanya<br />
kepadaNya mereka beribadat. Persaudaraan demikian ini<br />
didasarkan kepada saling penghargaan yang sehat, renungan<br />
serta pandangan yang bebas seperti dianjurkan oleh Qur'an.<br />
Adakah kebebasan, persaudaraan dan persamaan yang lebih besar<br />
daripada umat ini di hadapan Allah, semua menundukkan kepala<br />
kepadaNya, bertakbir, ruku' dan bersujud. Tiada perbedaan<br />
antara satu dengan yang lain - semua mengharapkan pengampunan,<br />
bertaubat, mengharapkan pertolongan. Tak ada perantara antara<br />
mereka itu dengan Tuhan kecuali amalnya yang saleh (perbuatan<br />
baik) serta perbuatan baik yang dapat dilakukannya dan menjaga<br />
diri dari kejahatan. Persaudaraan yang demikian ini dapat<br />
membersihkan hati dari segala noda materi dan menjamin<br />
kebahagiaan manusia, juga akan mengantarkan mereka dalam<br />
memahami hukum Tuhan dalam kosmos ini, sesuai dengan petunjuk<br />
dalam cahaya Tuhan yang telah diberikan kepada mereka.<br />
<br />
Tidak semua orang sama kemampuannya dalam melakukan baktinya<br />
sebagaimana diperintahkan Allah. Adakalanya tubuh kita<br />
membebani jiwa kita, sifat materialisma kita dapat menekan<br />
sifat kemanusiaan kita, kalau kita tidak melakukan latihan<br />
rohani secara tetap, tidak menghadapkan kalbu kita kepada<br />
Allah selama dalam salat kita; dan sudah cukup hanya dengan<br />
tatatertib sembahyang, seperti ruku', sujud dan bacaan-bacaan.<br />
Oleh karena itu harus diusahakan sekuat tenaga menghentikan<br />
daya tubuh yang terlampau memberatkan jiwa, sifat materialisma<br />
yang sangat menekan sifat kemanusiaan. Untuk itu Islam telah<br />
mewajibkan puasa sebagai suatu langkah mencapai martabat<br />
kebaktian (takwa) itu seperti dalam firman Tuhan:<br />
<br />
"Orang-orang beriman! Kepadamu telah diwajibkan berpuasa,<br />
seperti yang sudah diwajibkan juga kepada mereka yang sebelum<br />
kamu, supaya kamu bertakwa - memelihara diri dari kejahatan."<br />
(Qur'an, 2: 183)<br />
<br />
Bertakwa dan berbuat baik (birr) itu sama. Yang berbuat baik<br />
orang yang bertakwa dan yang berbuat baik ialah orang yang<br />
beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab dan<br />
para nabi dan diteruskan dengan ayat yang sudah kita sebutkan.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 3/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN (3/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Kalau tujuan puasa itu supaya tubuh tidak terlampau<br />
memberatkan jiwa, sifat materialisma kita jangan terlalu<br />
menekan sifat kemanusiaan kita, orang yang menahan diri dari<br />
waktu fajar sampai malam, kemudian sesudah itu hanyut dalam<br />
berpuas-puas dalam kesenangan, berarti ia sudah mengalihkan<br />
tujuan tersebut. Tanpa puasa pun hanyut dalam memuaskan diri<br />
itu sudah sangat merusak, apalagi kalau orang berpuasa,<br />
sepanjang hari ia menahan diri dari segala makanan, minuman<br />
dan segala kesenangan, dan bilamana sudah lewat waktunya ia<br />
lalu menyerahkan diri kepada apa saja yang dikiranya di waktu<br />
siang ia tak dapat menikmatinya! Kalau begitu Tuhan jugalah<br />
yang menyaksikan, bahwa puasanya bukan untuk membersihkan<br />
diri, mempertinggi sifat kemanusiaannya, juga ia berpuasa<br />
bukan atas kehendak sendiri karena percaya, bahwa puasa itu<br />
memberi faedah kedalam rohaninya, tapi ia puasa karena<br />
menunaikan suatu kewajiban, tidak disadari oleh pikirannya<br />
sendiri perlunya puasa itu. Ia melihatnya sebagai suatu<br />
kekangan atas kebebasannya, begitu kebebasan itu berakhir pada<br />
malam harinya, begitu hanyut ia kedalam kesenangan, sebagai<br />
ganti puasa yang telah mengekangnya tadi. Orang yang melakukan<br />
ini sama seperti orang yang tidak mau mencuri, hanya karena<br />
undang-undang melarang pencurian, bukan karena jiwanya sudah<br />
cukup tinggi untuk tidak melakukan perbuatan itu dan<br />
mencegahnya atas kemauan sendiri pula.<br />
<br />
Sebenarnya tanggapan orang mengenai puasa sebagai suatu<br />
tekanan atau pencegahan dan pembatasan atas kebebasan manusia<br />
adalah suatu tanggapan yang salah samasekali, yang akhirnya<br />
akan menempatkan fungsi puasa tidak punya arti dan tidak punya<br />
tempat lagi. Puasa yang sebenarnya ialah membersihkan jiwa.<br />
Orang berpuasa diharuskan oleh pikiran kita yang timbul atas<br />
kehendak sendiri, supaya kebebasan kemauan dan kebebasan<br />
berpikirnya dapat diperoleh kembali. Apabila kedua kebebasan<br />
ini sudah diperolehnya kembali, ia dapat mengangkat ke<br />
martabat yang lebih tinggi, setingkat dengan iman yang<br />
sebenarnya kepada Allah. Inilah yang dimaksud dengan firman<br />
Tuhan - setelah menyebutkan bahwa puasa telah diwajibkan<br />
kepada orang-orang beriman seperti sudah diwajibkan juga<br />
kepada orang-orang yang sebelum mereka:<br />
<br />
"Beberapa hari sudah ditentukan. Tetapi barangsiapa diantara<br />
kamu ada yang sakit atau sedang dalam perjalanan, maka dapat<br />
diperhitungkan pada kesempatan lain. Dan buat orangorang yang<br />
sangat berat menjalankannya, hendaknya ia membayar fid-yah<br />
dengan memberi makan kepada orang rniskin, dan barangsiapa mau<br />
mengerjakan kebaikan atas kemauan sendiri, itu lebih baik buat<br />
dia; dan bila kamu berpuasa, itu lebih baik buat kamu, kalau<br />
kamu mengerti." (Qur'an, 2: 184)<br />
<br />
Seolah tampak aneh apa yang saya katakan itu, bahwa dengan<br />
puasa kita dapat memperoleh kembali kebebasan kemauan dan<br />
kebebasan berpikir kalau yang kita maksudkan dengan puasa<br />
dengan segala apa yang baik itu untuk kehidupan rohani kita.<br />
Ini memang tampak aneh, karena dalam bayangan kita bentuk<br />
kebebasan ini telah dirusak oleh pikiran modern, bilamana<br />
batas-batas rohani dan mental itu dihancurkan, kemudian<br />
batas-batas kebendaannya dipertahankan, yang oleh seorang<br />
prajurit dapat dilaksanakan dengan pedang undang-undang.<br />
Menurut pikiran modern, manusia tidak bebas dalam hal ia<br />
melanda harta atau pribadi orang lain. Akan tetapi ia bebas<br />
terhadap dirinya sendiri sekalipun hal ini sudah melampaui<br />
batas-batas segala yang dapat diterima akal atau dibenarkan<br />
oleh kaidah-kaidah moral. Sedang kenyataan dalam hidup bukan<br />
yang demikian. Kenyataannya ialah manusia budak kebiasaannya.<br />
Ia sudah biasa makan di waktu pagi; waktu tengah hari, waktu<br />
sore. Kalau dikatakan kepadanya: makan pagi dan sore sajalah,<br />
maka ini akan dianggapnya suatu pelanggaran atas kebebasannya.<br />
Padahal itu adalah pelanggaran atas perbudakan kebiasaannya,<br />
kalau benar ungkapan demikian ini. Orang yang sudah biasa<br />
merokok sampai kebatas ia diperbudak oleh kebiasaan merokoknya<br />
itu, lalu dikatakan kepadanya: sehari ini kamu jangan merokok,<br />
maka ini dianggapnya suatu pelanggaran atas kebebasannya.<br />
Padahal sebenarnya itu tidak lebih adalah pelanggaran atas<br />
perbudakan kebiasaannya. Ada lagi orang yang sudah biasa minum<br />
kopi atau teh atau minuman lain apa saja dalam waktu-waktu<br />
tertentu lalu dikatakan kepadanya: gantilah waktu-waktu itu<br />
dengan waktu yang lain, maka pelanggaran atas perbudakan<br />
kebiasaannya itu dianggapnya sebagai pelanggaran atas<br />
kebebasannya. Budak kebiasaan serupa ini merusak kemauan,<br />
merusak arti yang sebenarnya dari kebebasan dalam bentuknya<br />
yang sesungguhnya.<br />
<br />
Disamping itu, ini juga merusak cara berpikir sehat, sebab<br />
dengan demikian berarti ia telah ditunjukkan oleh pengaruh<br />
hajat jasmani dari segi kebendaannya, yang sudah dibentuk oleh<br />
kebiasaan itu. Oleh karena itu banyak orang yang telah<br />
melakukan puasa dengan cara yang bermacam-macam, yang secara<br />
tekun dilakukannya dalam waktu-waktu tertentu setiap minggu<br />
atau setiap bulan. Tetapi Tuhan menghendaki yang lebih mudah<br />
buat manusia dengan diwajibkan kepada mereka berpuasa selama<br />
beberapa hari yang sudah ditentukan, supaya dalam pada itu<br />
semua sama, dengan diberikan pula kesempatan fid-yah. Mereka<br />
masing-masing yang telah dibebaskan karena dalam keadaan sakit<br />
atau sedang dalam perjalanan dapat mengganti puasanya itu pada<br />
kesempatan lain.<br />
<br />
Kewajiban berpuasa selama hari-hari yang sudah ditentukan<br />
untuk memperkuat arti persaudaraan dan persamaan di hadapan<br />
Tuhan, sungguh suatu latihan rohani yang luarbiasa. Semua<br />
orang, selama menahan diri sejak fajar hingga malam hari<br />
mereka telah melaksanakan persamaan itu antara sesama mereka,<br />
sama halnya seperti dalam sembahyang jamaah. Dengan<br />
persaudaraan demikian selama itu mereka merasakan adanya suatu<br />
perasaan yang mengurangi rasa kelebihan mereka dalam mengecap<br />
kenikmatan rejeki yang diberikan Tuhan kepadanya. Dengan<br />
demikian puasa berarti memperkuat arti kebebasan, persaudaraan<br />
dan persamaan dalam jiwa manusia seperti halnya dengan<br />
sembahyang.<br />
<br />
Kalau kita menyambut puasa dengan kemauan sendiri dengan penuh<br />
kesadaran bahwa perintah Tuhan tak mungkin bertentangan dengan<br />
cara-cara berpikir yang sehat, yang telah dapat memahami<br />
tujuan hidup dalam bentuknya yang paling tinggi, tahulah kita<br />
arti puasa yang dapat membebaskan kita dari budak kebiasaan<br />
itu, yang juga sebagai latihan dalam menghadapi kemauan dan<br />
arti kebebasan kita sendiri. Disamping itu kita pun sudah<br />
diingatkan, bahwa apa yang telah ditentukan manusia terhadap<br />
dirinya sendiri - dengan kehendak Tuhan - mengenai batas-batas<br />
rohani dan mentalnya sehubungan dengan kebebasan yang<br />
dimilikinya untuk melepaskan diri dari beberapa kebiasaan dan<br />
nafsunya, ialah cara yang paling baik untuk mencapai martabat<br />
iman yang paling tinggi itu. Apabila taklid dalam iman belum<br />
dapat disebut iman, melainkan baru Islam yang tanpa iman, maka<br />
taklid dalam puasa juga belum dapat disebut puasa. Oleh karena<br />
itu orang yang bertaklid menganggap puasanya suatu kekangan<br />
dan membatasi kebebasannya - sebaliknya daripada dapat<br />
memahami arti pembebasan dari belenggu kebiasaan serta<br />
konsumsi rohani dan mental yang sangat besar itu.<br />
<br />
Apabila dengan jalan latihan rohani ini manusia telah sampai<br />
kepada arti hukum dan rahasia-rahasia alam dan mengetahui pula<br />
dimana tempatnya dan tempat anak manusia ini, cintanya kepada<br />
sesama anak manusia akan lebih besar lagi, dan semua anak<br />
manusia saling cinta dalam Tuhan. Mereka akan saling<br />
tolong-menolong untuk kebaikan dan rasa takwa - menjaga diri<br />
dari kejahatan. Yang kuat mengasihi yang lemah, yang kaya<br />
mengulurkan tangan kepada yang tidak punya. Ini adalah zakat,<br />
dan selebihnya sedekah. Dalam sekian banyak ayat Qur'an selalu<br />
mengaitkan zakat dengan salat. Kita sudah membaca firman<br />
Tuhan:<br />
<br />
"Tetapi kebaikan itu ialah orang yang sudah beriman kepada<br />
Allah, kepada hari kemudian, malaikat, Kitab dan para nabi;<br />
mengeluarkan harta yang dicintainya itu kepada<br />
kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang<br />
yang melepaskan perbudakan, mengerjakan salat dan mengeluarkan<br />
zakat." (Qur'an, 2: 177)<br />
<br />
"Kamu kerjakanlah sembahyang dan keluarkan pula zakat serta<br />
tundukkan kepala (ruku') bersama orang-orang yang menundukkan<br />
kepala." (Qur'an, 2: 43)<br />
<br />
"Beruntunglah orang-orang yang sudah beriman. Mereka yang<br />
dengan khusyu' mengerjakan sembahyang. Mereka yang menjauhkan<br />
diri dan percakapan yang tiada berguna. Dan mereka yang<br />
mengeluarkan zakat." (Qur'an, 23: 1-4)<br />
<br />
Ayat-ayat yang mengaitkan zakat dengan salat itu banyak<br />
sekali.<br />
<br />
Apa yang disebutkan dalam Qur'an tentang zakat dan sedekah<br />
cukup menyeluruh dan kuat sekali. Dalam melakukan perbuatan<br />
baik, sedekah itu terletak pada tempat pertama, orang yang<br />
melakukannya akan mendapat pahala yang amat sempurna. Bahkan<br />
ia terletak disamping iman kepada Allah, sehingga kita merasa<br />
seolah itu sudah hampir sebanding. Tuhan berfirman:<br />
<br />
"Tangkaplah orang itu dan belenggukanlah. Kemudian campakkan<br />
kedalam api menyala. Sesudah itu belitkan dengan rantai yang<br />
panjangnya tujuhpuluh hasta. Dahulu ia sungguh tidak beriman<br />
kepada Allah Yang Maha Besar. Juga tidak mendorong orang<br />
memberi makan orang miskin." (Qur'an, 69: 30-34)<br />
<br />
"... Dan sampaikan berita gembira kepada mereka yang taat.<br />
Yaitu mereka, yang apabila disebutkan nama Tuhan hatinya<br />
merasa takut karena taatnya, dan mereka yang tabah hati<br />
terhadap apa yang menimpa mereka serta mereka yang mengerjakan<br />
salat dan menafkahkan sebagian rejeki yang diberikan Tuhan<br />
kepada mereka."' (Qur'an, 22: 34-35)<br />
<br />
"Mereka yang menafkahkan hartanya - baik di waktu malam atau<br />
di waktu siang, dengan sembunyi atau terang-terangan, mereka<br />
akan mendapat pahala dari Tuhan. Tidak usah mereka takut, juga<br />
jangan bersedih hati" (Qur'an, 2: 274)<br />
<br />
Qur'an tidak hanya menyebutkan masalah-masalah sedekah serta<br />
pahalanya yang akan diberikan Tuhan yang sama seperti pahala<br />
orang beriman dan mengerjakan sembahyang, bahkan adab sedekah<br />
itu telah dilembagakan pula dengan suatu tatacara yang sungguh<br />
baik sekali.<br />
<br />
"Bilamana kamu memperlihatkan sedekah itu, itu memang baik<br />
sekali. Tetapi kalau pun kamu sembunyikan memberikannya kepada<br />
orang fakir, maka itu pun lebih baik lagi buat kamu." (Qur'an,<br />
2: 271)<br />
<br />
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada<br />
sedekah yang disertai hal-hal yang tidak menyenangkan hati<br />
Allah Maha Kaya dan Maha Penyantun. Orang-orang beriman,<br />
janganlah kamu hapuskan nilai sedekahmu itu dengan<br />
menyebut-nyebutnya dan menyakiti hati orang." (Qur'an, 2:<br />
263-264)<br />
<br />
Firman Tuhan itu memberikan pula penjelasan kepada siapa<br />
sedekah itu harus diberikan:<br />
<br />
Sedekah itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang<br />
miskin, pengurus zakat, orang-orang yang perlu dilunakkan<br />
hatinya, untuk melepaskan perbudakan, orang-orang yang<br />
dibebani utang, untuk jalan Allah dan mereka yang sedang dalam<br />
perjalanan. Inilah yang telah diwajibkan oleh Allah, dan Allah<br />
Maha Mengetahui dan Bijaksana." (Qur'an, 9: 60)<br />
<br />
Zakat dan sedekah itu salah satu kewajiban dalam Islam,<br />
termasuk salah satu rukun Islam. Tetapi apakah kewajiban ini<br />
termasuk ibadat, ataukah masuk bagian akhlak? Tentu ini<br />
termasuk ibadat. Semua orang beriman bersaudara, dan iman<br />
seseorang belum lagi sempurna sebelum ia mencintai saudaranya<br />
seperti mencintai dirinya sendiri. Dengan berpegang pada Nur<br />
Ilahi antara sesama mereka, orang-orang beriman saling<br />
cinta-mencintai. Kewajiban zakat dan sedekah terikat oleh<br />
persaudaraan ini, bukan oleh akhlak dan disiplinnya serta oleh<br />
hubungan antar-manusia dengan segala tata-tertibnya. Segala<br />
yang terikat oleh persaudaraan, terikat juga oleh iman kepada<br />
Allah, dan segala yang terikat oleh iman kepada Allah ialah<br />
ibadah. Itu sebabnya maka zakat menjadi salah satu rukun Islam<br />
yang lima, dan karena itu pula setelah Nabi wafat Abu Bakr<br />
menuntut supaya Muslimin menunaikan zakatnya. Setelah<br />
dilihatnya ada sebagian orang yang mau membangkang, Pengganti<br />
Muhammad itu melihat pembangkangan ini sebagai suatu kelemahan<br />
dalam iman mereka; mereka lebih mengutamakan harta daripada<br />
iman, mereka hendak meninggalkan disiplin rohani yang telah<br />
ditentukan Qur'an itu. Dengan demikian ini merupakan<br />
kemurtadan dari Islam. Karena 'perang ridda' itu jugalah Abu<br />
Bakr berhasil mengukuhkan kembali sejarah Islam itu<br />
selengkapnya, dan yang tetap menjadi kebanggaan sepanjang<br />
sejarah.<br />
<br />
Dengan fungsi zakat dan sedekah sebagai kewajiban yang<br />
bertalian dengan iman dalam disiplin rohanl ia dianggap<br />
sebagai salah satu unsur yang harus membentuk kebudayaan<br />
dunia. Inilah hikmah yang paling tinggi yang akan mengantarkan<br />
manusia mencapai kebahagiaannya. Harta dan segala keserakahan<br />
orang memupuk-mupuk harta merupakan sebab timbulnya<br />
superioritas (rasa keunggulan) seorang kepada yang lain.<br />
Sampai sekarang ia masih merupakan sebab timbulnya penderitaan<br />
dunia ini dan sumber pemberontakan dan peperangan selalu.<br />
Sampai sekarang mammonisma - penyembahan harta - masih tetap<br />
merupakan sebab timbulnya dekadensi moral yang selalu menimpa<br />
dunia dan dunia tetap bergelimang dibawah bencana itu.<br />
Memupuk-mupuk harta dan keserakahan akan harta itulah yang<br />
telah menghilangkan rasa persaudaraan umat manusia, dan<br />
membuat manusia satu sama lain saling bermusuhan. Sekiranya<br />
pandangan mereka itu lebih sehat dengan pikiran yang lebih<br />
luhur, tentu akan mereka lihat bahwa persaudaraan itu lebih<br />
kuat menanamkan kebahagiaan daripada harta, mereka akan<br />
melihat juga bahwa memberikan harta kepada yang membutuhkan<br />
akan lebih terhormat pada Tuhan dan pada manusia daripada<br />
orang harus tunduk kepada harta itu. Kalau benar-benar mereka<br />
beriman kepada Allah tentu mereka akan saling bersaudara, dan<br />
manifestasi persaudaraan ini ialah pertolongan kepada orang<br />
yang sedang dalam penderitaan, membantu orang yang<br />
membutuhkannya dan dapat pula menghapuskan kemiskinan yang<br />
akan menjerumuskan manusia kedalam penderitaan itu.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 4/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN (4/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Apabila negara-negara yang sudah tinggi kebudayaannya pada<br />
zaman kita sekarang ini mendirikan rumah-rumah sakit,<br />
lembaga-lembaga sosial dan amal untuk menolong fakir-miskin,<br />
atas nama kasih sayang dan kemanusiaan, maka didirikannya<br />
lembaga-lembaga itu karena didorong oleh rasa persaudaraan<br />
serta rasa cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang<br />
diterimanya, sungguh ini suatu pikiran yang lebih tinggi dan<br />
lebih tepat memberikan kebahagiaan kepada seluruh umat<br />
manusia, seperti dalam firman Tuhan:<br />
<br />
"Dengan kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadamu,<br />
carilah kebahagiaan akhirat, tapi jangan kaulupakan nasibmu<br />
dalam dunia ini. Berbuatlah kebaikan (kepada orang lain)<br />
seperti Tuhan telah berbuat kebaikan kepadamu, dan jangan<br />
engkau berbuat bencana di muka bumi ini. Allah sungguh tidak<br />
mencintai orang-orang yang berbuat bencana." (Qur'an, 28: 77)<br />
<br />
Persaudaraan insani ini akan menambah rasa cinta manusia satu<br />
sama lain. Dalam Islam, rasa cinta demikian ini tidak<br />
seharusnya akan terhenti pada batas-batas tanah air tertentu,<br />
atau hanya terbatas pada salah satu benua. Yang seharusnya<br />
bahkan tidak boleh mengenal batas samasekali.<br />
<br />
Oleh karena itu, dari seluruh pelosok bumi manusia harus<br />
saling mengenal, supaya satu sama lain dapat menambah rasa<br />
cinta kepada Allah, dan rasa cinta ini akan menambah tebal<br />
iman mereka kepada Allah. Untuk mencapai itu manusia dari<br />
segenap penjuru bumi harus berkumpul dalam satu irama yang<br />
sama, tanpa diskriminasi, dan tempat berkumpul yang terbaik<br />
untuk itu ialah di tempat memancarnya cinta ini. Dan tempat<br />
itu ialah Baitullah di Mekah, dan inilah yang disebut ibadah<br />
haji. Orang-orang beriman tatkala berkumpul disana, tatkala<br />
mereka melaksanakan segala upacara, mereka menempuh cara hidup<br />
yang luhur sebagai teladan iman kepada Allah, dengan niat yang<br />
ikhlas menghadapkan diri kepadaNya.<br />
<br />
"Musim haji itu ialah dalam beberapa bulan yang sudah<br />
ditentukan. Barangsiapa sudah membulatkan niat selama<br />
bulan-bulan itu hendak menunaikan ibadah haji, maka tidak<br />
boleh ada suatu percakapan kotor, perbuatan jahat dan<br />
berbantah-bantahan selama dalam mengerjakan haji. Segala<br />
perbuatan baik yang kamu lakukan, Tuhan mengetahuinya. Bawalah<br />
perbekalanmu, dan perbekalan yang paling baik ialah menjaga<br />
diri dari perbuatan hina. Patuhilah Aku, wahai orang-orang<br />
yang berpikiran sehat." (Qur'an. 2: 197)<br />
<br />
Di dataran tinggi ini, di tempat orang-orang beriman<br />
menunaikan ibadah haji untuk saling berkenalan, untuk saling<br />
mempererat tali persaudaraan, dan tali persaudaraan ini akan<br />
lebih memperkuat iman di tempat ini - segala perbedaan dan<br />
diskriminasi yang bagaimanapun di kalangan orang-orang beriman<br />
itu harus hilang. Mereka harus merasa, bahwa dihadapan Tuhan<br />
mereka itu sama. Mereka menghadapkan seluruh hati sanubarinya<br />
untuk mernenuhi panggilan Tuhan, benar-benar beriman akan<br />
keesaanNya, bersyukur akan nikrnat yang telah diberikanNya.<br />
Rasanya tak ada kenikmatan yang lebih besar daripada nikmat<br />
iman akan keagungan Tuhan, sumber segala kebahagiaan.<br />
Dihadapan cahaya iman serupa ini, segala angan-angan kosong<br />
tentang hidup akan sirna, segala kebanggaan dan kecongkakan<br />
karena harta, karena turunan, karena kedudukan dan kekuasaan<br />
akan lenyap. Dan karena cahaya iman itu juga, maka manusia<br />
akan dapat menyadari arti kebenaran, kebaikan dan keindahan<br />
yang ada dalam dunia ini, akan dapat memahami undang-undang<br />
Tuhan yang abadi, dalam semesta alam ini, yang takkan pernah<br />
berubah dan berganti. Suatu pertemuan umum yang luas ini telah<br />
dapat melaksanakan arti persaudaraan dan persamaan semua orang<br />
beriman dalam bentuknya yang paling luas, luhur dan bersih.<br />
<br />
Inilah ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah Islam seperti<br />
yang diwahyukan kepada Muhammad 'alaihissalam. Ini terrnasuk<br />
prinsip-prinsip iman seperti sudah kita lihat dalam ayat-ayat<br />
yang kita kutip tadi, dan sebagai prinsip-prinsip kehidupan<br />
rohani Islam. Sesudah semua kita lihat, akan mudah sekal kita<br />
menilai, norrna-norma etika apa yang harus kita terapkan atas<br />
dasar itu. Norma-norma ini memang sungguh luhur sekali, yang<br />
memang belum ada tandingannya dalam kebudayaan mana pun atau<br />
dalam zaman apa pun. Apa yang akan membawa manusia untuk<br />
mencapai kesempurnaannya bila saja ia dapat melatih diri<br />
sebagaimana mestinya, oleh Qur'an sudah dirumuskan, bukan<br />
hanya dalam satu surah saja hal ini disebutkan, bahkan<br />
disana-sini juga disebut. Begitu salah satu surah kita baca,<br />
kita sudah dibawa ke puncak yang lebih tinggi, yang belum<br />
dicapai oleh suatu kebudayaan sebelum itu, juga tidak mungkin<br />
akan dicapai oleh kebudayaan yang sesudah itu. Untuk<br />
mengetahui betapa agungnya klimaks yang telah dicapai itu<br />
cukup kita lihat misalnya adat sopan santun atas dasar rohani<br />
ini yang bersumberkan keimanan kepada Allah serta latihan<br />
mental dan hati kita atas dasar tersebut, tanpa orang melihat<br />
akan mencari keuntungan materi di balik sernua itu.<br />
<br />
Dalam berbagai zaman dan bangsa, penulis-penulis sudah sering<br />
sekali melukiskan gambar Manusia Sempurna - atau Superman.<br />
Penyair-penyair, para pengarang, filsuf-filsuf dan<br />
penulis-penulis drama, sejak zaman dahulu mereka sudah pernah<br />
melukiskan gambaran ini, dan sampai sekarang masih terus<br />
melukiskan. Tetapi sungguhpun demikian, tidak akan ada sebuah<br />
gambaran manusia sempurna yang dilukiskan begitu cemerlang dan<br />
unik seperti disebutkan dalam rangkaian Surah al-Isra' (17).<br />
Ini baru sebagian saja hikmah yang diwahyukan Allah kepada<br />
Rasul, bukan dimaksudkan untuk melukiskan Manusia Sempurna<br />
melainkan untuk mengingatkan manusia tentang beberapa<br />
kewajiban. Dalam hal ini firman Allah:<br />
<br />
"Dan Tuhanmu sudah memerintahkan, jangan ada yang kamu sembah<br />
selain Dia dan supaya berbuat baik kepada ibu-bapa. Jika salah<br />
seorang dari keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut<br />
dalam pemeliharaanmu, janganlah kamu mengucapkan kata "ah"<br />
kepada mereka dan jangan pula kamu membentak mereka, tapi<br />
ucapkanlah dengan kata-kata yang mulia kepada mereka (93). Dan<br />
rendahkanlah harimu dengan penuh kesayangan kepada mereka, dan<br />
doakan: 'Ya Allah, beri rahmatlah kepada mereka berdua,<br />
seperti kasih-sayang mereka mendidikku sewaktu aku kecil' (24)<br />
Tuhan kamu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Kalau<br />
kamu orang-orang yang berguna. Dia Maha Pengampun kepada<br />
mereka yang mau bertaubat (25). Berikanlah kepada keluarga<br />
yang dekat itu bagiannya, begitu juga kepada orang-orang<br />
miskin dan orang dalam perjalanan. Tetapi jangan kamu<br />
hambur-hamburkan secara boros (26). Pemboros-pemboros itu<br />
sungguh golongan setan, sedang setan sungguh ingkar kepada<br />
Tuhan (27). Dan jika kamu berpaling dari mereka karena hendak<br />
mencari kurnia Tuhan yang kauharapkan, katakanlah kepada<br />
mereka dengan kata-kata yang lemah lembut (28). Jangan<br />
kaujadikan tanganmu terbelenggu ke kuduk, dan jangan pula<br />
engkau terlalu mengulurkannya, supaya engkau tidak jadi<br />
tercela dan menyesal (29). Sesungguhnya Tuhan melimpahkan<br />
rejeki kepada siapa saja dan menentukan ukurannya. Dia Maha<br />
mengetahui akan hamba-hambaNya (30). Dan jangan kamu membunuhi<br />
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami yang memberi rejeki<br />
mereka, juga rejeki kamu: sebab membunuh mereka suatu<br />
kesalahan besar (31). Janganlah kamu mendekati perjinahan,<br />
sebab perbuatan itu sungguh keji, dan cara yang sangat buruk<br />
(32). Janganlah kamu menghilangkan nyawa orang yang sudah<br />
dilarang Tuhan, kecuali atas dasar yang benar. Dan barangsiapa<br />
dibunuh tidak pada tempatnya, maka kepada penggantinya telah<br />
kami berikan kekuasaan; tetapi janganlah dia membunuh dengan<br />
melanggar batas karena dia pun (yang dibunuh) mendapat<br />
pertolongan (33). Harta anak yatim jangan kamu dekati, kecuali<br />
dengan cara yang baik sekali - sampai dia dewasa. Dan<br />
penuhilah janji itu, sebab setiap janji menghendaki<br />
tanggungjawab (34). Jagalah sukatanmu bila kamu menakar,<br />
penuhilah dan timbanglah dengan timbangan yang jujur. Itulah<br />
cara yang baik dan akan lebih baik sekali kesudahannya (35).<br />
Dan janganlah engkau mencampuri persoalan yang tidak<br />
kauketahui; sebab segala pendengaran, penglihatan dan isi hati<br />
orang, semua itu akan dimintai pertanggunganjawaban (36). Juga<br />
janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan congkak, sebab<br />
engkau tidak akan dapat menembus bumi ini, juga tidak akan<br />
sampai setinggi gunung (37). Semua itu suatu kejahatan yang<br />
dalam pandangan Tuhan sangat buruk sekali." (38) (Qur'an, 17:<br />
23 - 38)<br />
<br />
Sungguh ini suatu budi pekerti yang luhur, suatu integritas<br />
moral yang sempurna sekali! Setiap ayat yang tersebut ini akan<br />
membuat pembaca jadi tertegun membacanya, ia akan<br />
mengagungkannya melihat susunan yang begitu kuat, begitu<br />
indah, dengan daya tarik kata-katanya, artinya yang sangat<br />
luhur serta cara melukiskannya yang sudah merupakan suatu<br />
mujizat.3 Sayang sekali disini tempatnya tidak mengijinkan<br />
kita menyatakan rasa kekaguman itu! Ya, bagaimana akan<br />
mungkin, sedang untuk membicarakan keenam belas ayat itu saja<br />
seharusnya diperlukan sebuah buku tersendiri yang cukup besar!<br />
<br />
Kalau kita mau membawakan satu segi saja dari budi-pekerti dan<br />
pendidikan akhlak yang terdapat dalam Qur'an, tentunya<br />
bidangnya akan luas sekali, yang tidak mungkin dapat ditampung<br />
dalam penutup buku ini. Cukup kiranya kalau kita sebutkan,<br />
bahwa tidak ada sebuah buku pun yang pernah memberikan<br />
dorongan begitu besar kepada orang supaya melakukan kebaikan,<br />
seperti yang diberikan oleh Qur'an itu. Tidak ada buku yang<br />
begitu agung mengangkat martabat manusia seperti yang<br />
diperlihatkan Qur'an. Juga yang bicara tentang perbuatan baik<br />
dan kasih-sayang, tentang persaudaraan dan cinta-kasih,<br />
tentang tolong-menolong dan keserasian, tentang kedermawanan<br />
dan kemurahan hati, tentang kesetiaan dan menunaikan amanat,<br />
tentang kehersihan dan ketulusan hati, keadilan dan sifat<br />
pemaat, kesabaran, ketabahan, kerendahan hati dan dorongan<br />
melakukan perbuatan terhormat, berbakti dan mencegah<br />
melakukan perbuatan jahat, dengan i'jaz4 (mujizat) yang tak<br />
ada taranya dalam menyajikan seperti yang dikemukakan oleh<br />
Qur'an itu. Tak ada buku melarang sikap lemah dan pengecut,<br />
sifat egoisma dan dengki, kebencian dan kezaliman, berdusta<br />
dan mengumpat, pemborosan, kekikiran, tuduhan palsu dan<br />
perkataan buruk, permusuhan, perusakan, tipu-muslihat,<br />
pengkhianatan dan segala sifat dan perbuatan hina dan mungkar<br />
- seperti yang dilarang oleh Qur'an, dengan begitu kuat,<br />
meyakinkan, dengan i'jaz (mujizat), yang diturunkan dalam<br />
wahyu kepada Nabi berbangsa Arab itu. Tiada sebuah surah pun<br />
yang kita baca, yang tidak akan memberi anjuran yang mendorong<br />
kita melakukan perbuatan baik, menganjurkan kita berbakti dan<br />
mencegah kita melakukan perbuatan jahat. Dianjurkannya orang<br />
mencapai kesempurnaan yang akan membawa kepada kehidupan harga<br />
diri dan budipekerti yang luhur. Kita dengarkan Qur'an<br />
mengenai toleransi:<br />
<br />
"Tangkislah kejahatan itu dengan cara yang sebaik-baiknya.<br />
Kami mengetahui apa yang mereka sebutkan." (Qur'an, 23: 96)<br />
<br />
"Kebaikan dan kejahatan itu tidak sama. Tangkislah (kejahatan)<br />
itu dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga orang yang<br />
tadinya bermusuhan dengan engkau, akan menjadi sahabat yang<br />
akrab sekali." (Qur'an, 41: 34)<br />
<br />
Tetapi toleransi yang dianjurkan Qur'an ini tidak mendorong<br />
orang bersikap lemah, melainkan menyuruh orang supaya berwatak<br />
terhormat (nobility of character), selalu berlumba untuk<br />
kebaikan dan menjauhkan diri dari segala kehinaan:<br />
<br />
"Apabila ada orang memberi salam penghormatan kepadamu,<br />
balaslah dengan cara yang lebih baik, atau (setidak-tidaknya)<br />
dengan yang serupa." (Qur'an, 4: 86)<br />
<br />
"Dan kalau kamu mengadakan (pukulan) pembalasan, balaslah<br />
seperti yang mereka lakukan terhadap kamu. Tetapi kalau kamu<br />
tabah hati, itulah yang paling baik bagi mereka yang berhati<br />
tabah (sabar)." (Qur'an, 16: 126)<br />
<br />
Dan ini jelas sekali, bahwa toleransi yang dianjurkan itu<br />
ialah dalam arti yang terhormat, tanpa bersikap lemah<br />
samasekali, melainkan sepenuhnya sikap yang disertai harga<br />
diri.<br />
<br />
Toleransi yang dianjurkan oleh Qur'an dengan cara yang<br />
terhormat ini dasarnya ialah persaudaraan, yang oleh Islam<br />
dijadikan tiang kebudayaan, dan yang dimaksud pula menjadi<br />
persaudaraan antar-manusia di seluruh jagat. Corak<br />
persaudaraan Islam ini ialah yang terjalin dalam keadilan dan<br />
kasih-sayang tanpa suatu sikap lemah dan menyerah.<br />
Persaudaraan atas dasar persamaan dalam hak, dalam kebaikan<br />
dan kebenaran tanpa terpengaruh oleh untung-rugi kehidupan<br />
duniawi, sekalipun mereka dalam kekurangan. Mereka ini lebih<br />
takut kepada Allah daripada kepada yang lain. Mereka ini<br />
orang-orang yang punya harga diri. Sungguhpun begitu mereka<br />
sangat rendah hati. Mereka orang-orang yang dapat dipercaya,<br />
yang menepati janji bila mereka berjanji, orang-orang yang<br />
sabar dan tabah dalam menghadapi kesulitan, yang apabila<br />
mendapat musibah, mereka berkata: Inna lillahi wa inna ilaihi<br />
rajiun - 'Kami kepunyaan Allah dan kepadaNya juga kami<br />
kembali.' Tak ada yang membuang muka dan berjalan di muka bumi<br />
dengan sikap congkak. Tuhan menjauhkan mereka dari sifat<br />
serakah dan kikir, tiada berkata dusta, terhadap Tuhan dan<br />
kepada sesamanya. Mereka tidak mau menyebarkan perbuatan keji<br />
di kalangan orang-orang beriman, mereka menjauhkan diri dari<br />
segala dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila<br />
mereka marah, mereka segera meminta maaf. Mereka dapat menahan<br />
amarah dan dapat pula memaafkan orang lain. Sedapat mungkin<br />
mereka menghindarkan prasangka, mereka tidak mau saling<br />
memata-matai atau saling menggunjing dari belakang. Mereka<br />
tidak boleh memakan harta sesamanya dengan cara yang tidak<br />
sah, lalu akan membawa perkara itu kepada hakim, supaya mereka<br />
dapat memakan harta orang lain dengan cara dosa itu. Jiwa<br />
mereka dibersihkan dari segala sifat dengki, tipu-menipu,<br />
cakap kosong dan segala perbuatan yang rendah.<br />
<br />
Ciri-ciri khas watak dan etika yang menjadi landasan<br />
budi-pekerti dan pendidikan akhlak yang murni itu dasarnya<br />
ialah - seperti yang sudah kita sebutkan - disiplin rohani<br />
seperti yang ditentukan oleh Qur'an dan yang bertalian pula<br />
dengan iman kepada Allah. Inilah soal yang pokok sekali dan<br />
ini pula yang akan menjamin adanya sistem moral dalam jiwa<br />
orang dengan tetap bersih dari segala noda, jauh dari segala<br />
penyusupan yang mungkin akan merusak. Moral yang dasarnya<br />
memperhitungkan untung-rugi segera akan diperbesar selama ia<br />
yakin bahwa kelemahan demikian itu tidak akan menggangu<br />
keuntungannya. Orang yang dasar moralnya memperhitungkan<br />
untung-rugi demikian ini sikap luarnya akan berbeda dengan isi<br />
hati. Keadaannya yang disembunyikan akan berbeda dengan yang<br />
diperlihatkan kepada orang. Ia berpura-pura jujur, tapi tidak<br />
akan segan-segan ia menjadikan itu hanya sebagai tameng untuk<br />
memancing keuntungan. Ia berpura-pura benar, tapi tidak akan<br />
segan-segan ia meninggalkannya kalau dengan meninggalkan itu<br />
ia akan mendapat keuntungan. Orang yang pertimbangan moralnya<br />
demikian ini dalam menghadapi godaan mudah sekali jadi lemah,<br />
mudah sekali terbawa arus nafsu dan tujuan-tujuan tertentu!<br />
<br />
Kelemahan ini ialah gejala yang jelas terlihat dalam dunia<br />
kita sekarang. Sudah sering sekali orang mendengar adanya<br />
perbuatan-perbuatan skandal dan korupsi dimana-mana dalam<br />
dunia yang sudah beradab ini. Sebabnya ialah karena kelemahan,<br />
orang lebih mencintai harta dan kedudukan atau kekuasaan<br />
daripada nilai moral yang tinggi dan iman yang sebenarnya.<br />
Tidak sedikit mereka terjerumus masuk ke dalam jurang tragedi<br />
moral dan melakukan kejahatan yang paling keji, kita lihat<br />
pada mulanya mereka pun berakhlak baik, tetapi masih<br />
untung-rugi itu juga yang menjadi dasar moralnya. Tadinya<br />
mereka menganggap bahwa sukses dalam hidup ini bergantung pada<br />
kejujuran. Lalu mereka bersikap jujur karena ingin sukses,<br />
bukan bersikap jujur karena terikat oleh akidahnya -oleh<br />
keyakinan batinnya. Mereka berhenti hanya sampai disitu,<br />
meskipun ini sangat membahayakan dirinya. Tetapi setelah<br />
mereka lihat bahwa mengabaikan masalah kejujuran dalam<br />
peradaban abad kini merupakan salah satu jalan mencapai<br />
sukses, maka kejujuran itu pun mereka abaikan. Yang demikian<br />
ini ada yang tetap tertutup dari mata orang, rahasianya tidak<br />
sampai terbongkar dan akan tetap dipandang terhormat, tetapi<br />
ada juga yang rahasianya terbongkar dan ia tercemar, yang<br />
kadang berakhir dengan bunuh diri.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 5/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN (5/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Jadi pembinaan sistem watak dan moral atas dasar untung-rugi<br />
ini sewaktu-waktu akan menjerumuskannya kedalam bahaya.<br />
Sebaliknya, apabila pembinaannya itu didasarkan atas sistem<br />
rohani seperti dirumuskan oleh Qur'an, ini akan menjamin tetap<br />
bertahan, takkan terpengaruh oleh sesuatu kelemahan. Niat yang<br />
menjadi pangkal bertolaknya perbuatan ialah dasar perbuatan<br />
itu dan sekaligus harus menjadi kriteriumnya pula. Orang yang<br />
membeli undian untuk Pembanguman sebuah rumahsakit, ia tidak<br />
membelinya dengan niat hendak beramal, melainkan karena<br />
mengharapkan keuntungan. Orang yang memberi karena ada orang<br />
yang datang meminta secara mendesak dan ia memberi karena<br />
ingin melepaskan diri, tidak sama dengan orang yang memberi<br />
karena kemauan sendiri, yaitu memberi kepada mereka yang tidak<br />
meminta secara mendesak, mereka yang oleh orang yang tidak<br />
mengetahui dikira orang-orang yang berkecukupan karena mereka<br />
memang tidak mau meminta-minta itu. Orang yang berkata<br />
sebenarnya kepada hakim karena takut akan sanksi hukum<br />
terhadap seorang saksi palsu, tidak sama dengan orang yang<br />
berkata sebenarnya karena ia memang yakin akan arti kebenaran<br />
itu. Juga moral yang landasannya perhitungan untung rugi<br />
kekuatannya tidak akan sama dengan moral yang sudah diyakini<br />
benar bahwa itu bertalian dengan kehormatan dirinya sebagai<br />
manusia, bertalian dengan keimanannya kepada Allah. Dalam<br />
hatinya sudah tertanam landasan rohani yang dasarnya keimanan<br />
kepada Allah itu.<br />
<br />
Qur'an tetap menekankan, bahwa pikiran yang rasionil harus<br />
tetap bersih, jangan dimasuki oleh sesuatu yang akan<br />
mempengaruhi lukisan iman dan watak yang indah itu. Oleh<br />
karenanya minuman keras dan judi itu dipandang kotor sebagai<br />
perbuatan setan. Kalaupun ada manfaatnya buat orang, namun<br />
dosanya lebih besar dari manfaatnya. Dengan demikian harus<br />
dijauhi. Perjudian akan mengalihkan perhatian si penjudi dari<br />
persoalan lain, waktunya akan habis dan hiburan ini akan<br />
membuatnya lupa dari segala kewajiban moral yang baik. Sedang<br />
minuman keras akan menghilangkan pikiran dan harta - untuk<br />
meminjam katakata Umar bin'l-Khattab, ketika ia berharap Tuhan<br />
akan memberikan penjelasan mengenai hal ini. Sudah wajar<br />
sekali pikiran yang rasionil itu akan jadi sesat kalau ia<br />
hilang atau berubah, dan kesesatan itu akan lebih mudah<br />
mendorong orang melakukan perbuatan rendah, sebaliknya<br />
daripada akan menjauhkan diri dari kejahatan.<br />
<br />
Sistem moral yang dibawa Qur'an untuk 'negara utama' itu bukan<br />
dengan tujuan supaya jiwa manusia samasekali jauh dari<br />
kenikmatan hidup yang diberikan Tuhan, sehingga karenanya ia<br />
akan hanyut ke dalam hidup pertapaan dalam merenungkan alam,<br />
dan menyiksa diri dalam menuntut ilmu untuk itu. Sistem moral<br />
ini tidak rela membiarkan manusia menyerahkan diri kepada<br />
kesenangan supaya jangan ia tenggelam kedalam jurang kemewahan<br />
dan karenanya ia akan melupakan segalanya. Bahkan moral ini<br />
hendak membuat manusia menjadi umat pertengahan, mengarahkan<br />
mereka kepada lembaga budi yang lebih murni, lembaga yang<br />
mengenal alam dan segala isinya ini.<br />
<br />
Qur'an bicara tentang ciptaan Tuhan yang ada dalam alam ini<br />
dengan suatu pengarahan yang hendak mengantarkan kita sejauh<br />
mungkin dapat kita ketahui. Ia bicara tentang bulan hari<br />
Pertama, tentang matahari dan bulan, tentang siang dan malam,<br />
tentang bumi dan apa yang dihasilkan bumi, tentang langit dan<br />
bintang-bintang yang menghiasinya, tentang samudera, dengan<br />
kapal yang berlayar supaya kita dapat menikmati karunia Tuhan,<br />
tentang binatang untuk beban dan ternak, tentang ilmu dan<br />
segala cabangnya yang terdapat dalam alam ini. Qur'an bicara<br />
tentang semua ini, dan menyuruh kita merenungkan dan<br />
mempelajarinya, supaya kita menikmati segala peninggalan dan<br />
hasilnya itu sebagai tanda kita bersyukur kepada Allah.<br />
Apabila Qur'an telah mengajarkan etika Qur'an kepada manusia,<br />
menganjurkan mereka supaya berusaha terus untuk mengetahui<br />
segala yang ada dalam alam ini, sudah sepatutnya pula bila<br />
dari pengamatan mereka dengan jalan akal pikiran itu, mereka<br />
akan sampai ke tujuan sejauh yang dapat ditangkap oleh akal<br />
pikirannya itu. Sudah sepatutnya pula mereka membangun sistem<br />
ekonominya itu atas dasar yang sempurna.<br />
<br />
Sistem ekonomi yang dibangun atas dasar moral dan rohani<br />
seperti yang sudah kita sebutkan itu, sudah seharusnya akan<br />
mengantarkan manusia ke dalam hidup bahagia, dan menghapus<br />
segala penderitaan dari muka bumi ini. Prinsip-prinsip agung<br />
yang oleh Qur'an ditekankan sekali supaya ditanamkan kedalam<br />
jiwa seperti di tempat akidah dan iman itu, akan membuat orang<br />
tidak sudi melihat masih adanya penderitaan di muka bumi ini,<br />
atau masih adanya kekurangan yang dapat diberantas tapi tidak<br />
dilakukan. Bagi orang yang sudah mendapat ajaran ini yang<br />
pertama sekali akan ditolaknya ialah riba yang menjadi dasar<br />
kehidupan ekonomi dewasa ini, dan yang menjadi sumber<br />
pendieritaan seluruh umat manusia. Oleh karena itu Qur'an<br />
secara tegas sekali mengharamkan, seperti dalam firman Tuhan:<br />
<br />
"Mereka yang memakan riba tidak akan dapat berdiri, kalau pun<br />
berdiri hanya akan seperti orang yang sudah kemasukan setan<br />
karena penyakit gila." (Qur'an 2: 275)<br />
<br />
"Setiap riba yang kamu lakukan untuk menambah harta orang lain<br />
dalam pandangan Allah tidak akan dapat bertambah. Tetapi zakat<br />
yang kamu lakukan demi keridaan Allah, mereka itu yang akan<br />
mendapat balasan berlipat ganda." (Qur'an 30: 39)<br />
<br />
Diharamkannya riba adalah norma dasar untuk kebudayaan yang<br />
akan dapat menjamin kebahagiaan dunia. Bahaya riba dalam<br />
bentuknya yang paling kecil ialah ikut sertanya orang yang<br />
tidak bekerja dalam suatu hasil usaha orang lain hanya karena<br />
ia sudah meminjamkan uang kepadanya, dengan alasan lagi bahwa<br />
dengan meminjamkan itu ia sudah membantu orang lain memperoleh<br />
hasil keuntungan itu. Sebaliknya kalau ini tidak dilakukan si<br />
peminjam tidak akan dapat berusaha dan dengan sendirinya<br />
takkan dapat memungut keuntungan. Kalau hanya ini saja<br />
satu-satunya bentuk riba itu, ini pun takkan dapat dijadikan<br />
alasan. Kalau orang yang meminjamkan uang itu mampu<br />
menjalankan sendiri, ia tidak akan meminjamkannya kepada orang<br />
lain, dan kalau uang itu tetap ditangannya sendiri tidak<br />
dijalankan dalam usaha, maka uang itu pun tidak akan<br />
mendatangkan keuntungan. Sebaliknya, sedikit demi sedikit<br />
uangnya itu akan habis dimakan pemiliknya sendiri. Jika ia<br />
akan meminta bantuan orang lain menjalankan uangnya dengan<br />
bagi hasil menurut keuntungan yang akan diperoleh, tentu<br />
caranya bukan dengan jalan dipinjamkan sebagai modal dengan<br />
laba tertentu, melainkan dengan cara si pemilik uang itu ikut<br />
serta dengan orang yang menjalankan uangnya atas dasar bagi<br />
untung. Kalau si pengusaha beruntung, maka si pemilik modal<br />
itu pun akan mendapat bagian keuntungan; kalau rugi, dia pun<br />
akan turut memikul kerugiannya. Sebaliknya kalau kepada<br />
pemilik modal itu akan ditentukan suatu laba, meskipun yang<br />
mengusahakan tidak mendapat keuntungan apa-apa, maka itu<br />
adalah suatu eksploitasi illegal, suatu pemerasan yang tidak<br />
sah.<br />
<br />
Dan tidak akan dapat terjadi bahwa harta itu dapat<br />
diperlakukan seperti yang lain-lain, dapat dipersewakan<br />
seperti menyewakan tanah atau menyewakan hewan, dan bahwa laba<br />
uang tunai harus sesuai dengan hasil sewa barang-barang yang<br />
lain itu. Uang yang dapat dipakai untuk pengeluaran dan dapat<br />
juga dipakai untuk produksi, yang bisa dimanfaatkan untuk<br />
kebaikan dan juga dapat menimbulkan kejahatan (dosa), dengan<br />
harta bergerak dan tidak bergerak lainnya, besar sekali<br />
perbedaannya. Orang yang menyewa tanah, rumah, hewan atau<br />
barang apa pun, tentu karena ingin dimanfaatkan, yang berarti<br />
akan sangat berguna buat dia, kecuali jika dia memang orang<br />
bodoh atau orang edan, yang segala gerak-geriknya sudah tidak<br />
lagi diperhitungkan orang.<br />
<br />
Sebaliknya yang mengenai uang modal, yang biasanya dipinjam<br />
untuk tujuan-tujuan perdagangan yang sebaik-baiknya.<br />
Perdagangan itu senantiasa dihadapkan kepada soal untung atau<br />
rugi. Sedang mengenai sewa-menyewa barang-barang bergerak dan<br />
tidak bergerak untuk dijalankan dalam usaha, sedikit sekali<br />
yang mengalami kerugian, kecuali dalam keadaan yang abnormal,<br />
yang tidak masuk dalam keadaan biasa. Apabila keadaan abnormal<br />
ini yang terjadi, maka kekuasaan hukum segera pula campur<br />
tangan antara si pemilik dengan si penyewa - seperti yang<br />
sering terjadi dalam semua negara di dunia - untuk<br />
menghilangkan ketidak adilan terhadap si penyewa serta<br />
menolongnya dari tindakan si pemilik yang hanya akan memungut<br />
laba dari usahanya itu. Sebaliknya, dengan menentukan bunga<br />
uang tunai, dengan lebih-kurang 7% atau 9%, maka ini tidak<br />
akan mengubah, bahwa si peminjam dapat terancam oleh kerugian<br />
modal, disamping kerugian usahanya sendiri. Apabila disamping<br />
itu dia masih juga lagi dituntut dengan bunga, maka inilah<br />
yang disebut kejahatan (dosa). Akibat ini akan menimbulkan<br />
permusuhan, sebaliknya daripada persaudaraan; akan menimbulkan<br />
kebencian, bukan cinta kasih. Inilah sumber kesengsaraan dan<br />
segala krisis yang diderita umat manusia dewasa ini.<br />
<br />
Kalau memang inilah bahaya riba dalam bentuknya yang paling<br />
kecil, dan begitu pula akibat-akibat yang timbul, apalagi<br />
dengan bentuk lain tatkala si pemberi pinjaman itu sudah lebih<br />
mendekati binatang buas daripada manusia, atau sipeminjam itu<br />
sudah sangat membutuhkan uang di luar keperluan penanaman<br />
modal atau produksi. Adakalanya ia sangat membutuhkan uang<br />
untuk keperluan nafkah yang konsumtif, untuk keperluan<br />
makannya atau makan keluarganya. Ketika itulah perhatiannya<br />
hanya pada yang lebih mudah saja dulu, sebelum ia dapat<br />
memegang sesuatu pekerjaan yang dapat menjamin keperluan<br />
hidupnya dan kemudian dapat membayar kembali utangnya. Ini<br />
sudah merupakan satu tugas perikemanusiaan sebagai langkah<br />
pertama. Dan ini pula yang dirumuskan oleh Qur'an. Bukankah<br />
dalam keadaan serupa ini pemberian pinjaman dengan riba sudah<br />
merupakan suatu kejahatan yang sama dengan pembunuhan? Yang<br />
lebih parah lagi dari kejahatan ini ialah adanya segala macam<br />
tipu-muslihat dengan jalan riba itu untuk merampas harta<br />
orang-orang yang lemah, orang-orang yang tidak pandai menjaga<br />
hartanya. Tipu muslihat ini tidak kurang pula jahatnya dari<br />
pencurian yang rendah. Dan setiap pelaku ke arah ini harus<br />
dihukum seperti pencuri atau lebih keras lagi.<br />
<br />
Riba adalah salah satu faktor yang turut menjerumuskan dunia<br />
ke dalam bencana penjajahan, dengan segala macam penderitaan<br />
yang ditimbulkan oleh penjajahan itu. Sebagian besar masalah<br />
penjaJahan itu dimulai oleh sekelompok tukang-tukang riba -<br />
secara perseorangan atau dalam bentuk badan-badan usaha - yang<br />
mendatangi beberapa negara dengan memberikan pinjaman kepada<br />
penduduk. Kemudian mereka menyusup masuk lebih dalam lagi<br />
sampai mereka dapat menguasai sumber-sumber kekayaan. Bilamana<br />
kelak anak negeri sudah menyadari kembali dan hendak<br />
mempertahankan diri dan harta mereka, orang-orang asing itu<br />
cepat-cepat meminta bantuan negaranya. Negara ini pun kemudian<br />
masuk atas nama hendak melindungi rakyatmya. Kemudian ia<br />
menyusup juga masuk lebih dalam lagi, lalu berkuasa sebagai<br />
penjajah. Sekarang mereka sebagai yang dipertuan. Kemerdekaan<br />
orang lain dirampas. Sebagian besar sumber-sumber kskayaan<br />
negeri itu mereka kuasai. Dengan demikian kekayaan mereka jadi<br />
hilang, penderitaan mulai mencekam seluruh kawasan itu dan<br />
bayangan kesengsaraan sudah pula merayap-rayap kedalam hati<br />
mereka. Pikiran mereka jadi kacau, moral jadi lemah, iman<br />
mereka pun mulai goyah. Martabat mereka jadi turun dari taraf<br />
manusia yang sebenarnya ke taraf yang lebih hina, yang bagi<br />
orang yang beriman kepada Allah tidak akan sudi hidup<br />
demikian, sebab, hanya kepada Allah semata orang merendahkan<br />
diri dan harus mengabdi.<br />
<br />
Juga penjajahan itu sumber peperangan, sumber penderitaan<br />
besar yang sangat menekan kehidupan seluruh umat manusia<br />
dewasa ini. Selama ada riba, selama ada penjajahan, jangan<br />
diharap manusia akan dapat kembali ke masa persaudaraan dan<br />
saling cinta antara sesamanya. Harapan akan kembali ke masa<br />
serupa itu tidak akan ada, kecuali jika kebudayaan atas dasar<br />
yang dibawa oleh Islam dan diwahyukan dalam Qur'an itu dapat<br />
dibangun kembali.<br />
<br />
Didalam Qur'an ada konsepsi sosialisma yang belum lagi dibahas<br />
orang. Sosialisma ini tidak didasarkan kepada perang modal dan<br />
perjuangan kelas, seperti yang terdapat sekarang dalam<br />
sosialisma Barat, melainkan dasarnya ialah karakter dan moral<br />
yang tinggi yang akan menjamin adanya persaudaraan kelas,<br />
adanya kerja-sama dan saling bantu atas dasar kebaikan dan<br />
kebaktian, bukan kejahatan dan saling permusuhan. Tidak sulit<br />
orang akan melihat landasan sosialisma atas dasar persaudaraan<br />
ini, seperti yang sudah ditentukan oleh Qur'an mengenai zakat<br />
dan sedekah misalnya. Orang dapat menilai, bahwa ini bukanlah<br />
sosialisma dengan dominasi suatu kelas atas kelas yang lain,<br />
atau kekuasaan suatu golongan atas golongan yang lain.<br />
Kebudayaan yang dilukiskan oleh Qur'an tidak mengenal adanya<br />
dominasi atau sikap berkuasa, melainkan atas dasar<br />
persaudaraan yang sungguh-sungguh yang didorong oleh keyakinan<br />
yang kuat akan persaudaraan itu; suatu keyakinan yang membuat<br />
orang dengan mengingat karunia Tuhan itu mau memberi untuk si<br />
miskin, orang melarat, orany yang membutuhkan dan segala yang<br />
diperlukannya akan makanan, tempat tinggal, obat-obatan,<br />
pengajaran dan pendidikan. Mereka memberikan itu atas dasar<br />
keikhlasan dan kejujuran. Dengan demikian penderitaan dapat<br />
dihilangkan, karunia Tuhan dan kebahagiaan dapat merata kepada<br />
umat manusia.<br />
<br />
Sosialisma Islam ini tidak sampai menghapuskan hak milik<br />
secara mutlak, seperti halnya dengan sosialisma Barat.<br />
Kenyataan sudah membuktikan - bolsyevisma di Rusia dan<br />
negara-negara sosialis lainnya - bahwa menghapuskan hak milik<br />
itu suatu hal yang tidak mungkin. Sungguhpun begitu, namun<br />
perusahaan-perusahaan negara harus tetap menjadi milik bersama<br />
untuk kepentingan semua orang. Mengenai ketentuan<br />
perusahaan-perusahaan negara itu terserah kepada negara. Oleh<br />
karena itu mengenai ketentuan ini sejak abad-abad permulaan<br />
dalam sejarah Islam sudah terdapat perbedaan pendapat. Dari<br />
kalangan sahabat-sahabat Nabi sendiri ada yang terlampau keras<br />
menjalankan ketentuan sosialisma ini, sehingga segala yang<br />
diciptakan Tuhan dijadikan milik bersama dan untuk kepentingan<br />
umum. Mereka memandang tanah dan segala yang terkandung, sama<br />
dengan air dan udara, tidak boleh menjadi milik pribadi. Yang<br />
boleh dimiliki hanya hasilnya, yang disesuaikan dengan usaha<br />
dan perjuangan masing-masing. Ada juga yang tidak berpendapat<br />
demikian. Mereka menyatakan bahwa tanah boleh dimiliki dan<br />
dianggap sebagai barang-barang yang boleh dipertukarkan.<br />
<br />
Akan tetapi persetujuan yang sudah dicapai di kalangan mereka<br />
ialah sama dengan yang berlaku di Eropa sekarang, yaitu<br />
menentukan bahwa setiap orang harus mencurahkan segala<br />
kemampuannya untuk kepentingan masyarakat, dan masyarakat<br />
harus pula berusaha, untuk kepentingan pribadi dalam mengatasi<br />
segala keperluannya. Setiap Muslim berhak menerima<br />
kebutuhannya serta kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya<br />
dari baitulmal (perbendaharaan negara) Muslimin, selama ia<br />
belum mendapat pekerjaan yang akan menjamin keperluan<br />
hidupnya, atau selama pekerjaan yang dipegangnya itu tidak<br />
mencukupi keperluannya dan keperluan keluarganya.<br />
<br />
Selama norma-norma etik di dalam Qur'an seperti yang sudah<br />
kita sebutkan itu dijalankan, maka tidak akan ada orang yang<br />
mau berdusta; tidak akan ada orang yang mau mengatakan, bahwa<br />
ia penganggur, padahal yang sebenarnya dia tidak mau bekerja,<br />
tidak akan ada orang yang mau menyatakan, bahwa penghasilan<br />
dari pekerjaannya tidak mencukupi, padahal sebenarnya sudah<br />
lebih dari cukup. Khalifah-khalifah pada masa permulaan Islam<br />
dahulu sudah mewajibkan diri menyelidiki sendiri keadaan umat<br />
Islam untuk kemudian dapat mengatasi segala keperluan orang<br />
yang memang berada dalam kebutuhan.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 6/6)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN (6/6)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Dari sini dapat kita lihat bahwa sosialisma dalam Islam<br />
bukanlah sosialisma harta serta pembagiannya, melainkan<br />
sosialisma yang menyeluruh, yang dasarnya persaudaraan dalam<br />
kehidupan rohani dan moral serta dalam kehidupan ekonomi.<br />
Kalau seseorang belum sempurna imannya sebelum ia mencintai<br />
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, maka imannya itu<br />
pun memang tidak sempurna kalau tidak dapat ia turut mendukung<br />
orang memberantas kemiskinan dan memberikan derma atau dana<br />
untuk kemakmuran bersama, membagikan kekayaan sebagai karunia<br />
Tuhan itu, baik dengan diketahui, atau tidak diketahui orang.<br />
Makin besar cintanya kepada orang lain, makin dekat ia kepada<br />
Tuhan. Dia sedikit pun merasa lebih gembira. Apabila Tuhan<br />
telah membuat manusia itu bertingkat-tingkat, memberikan<br />
rejeki kepada siapa saja yang dikehendakiNya serta menentukan<br />
pula, maka manusia takkan lebih baik keadaannya kalau tak ada<br />
rasa saling hormat, yang kecil menghormati yang lebih besar,<br />
yang besar mencintai yang lebih kecil, si kaya mau memberi<br />
untuk si miskin demi Allah semata, karena rasa syukur.<br />
<br />
Rasanya tidak perlu kita menyebutkan lagi apa yang sudah<br />
disebutkan Qur'an tentang sistem ekonomi, tentang waris,<br />
tentang wasiat (testamen), tentang perjanjian-perjanjian,<br />
perdagangan dan sebagainya. Dalam memberikan isyarat yang<br />
singkat sekalipun mengenai masalah-masalah hukum atau<br />
soal-soal kemasyarakatan, akan memerlukan ruangan sekian kali<br />
lebih banyak dari pasal ini. Cukup kalau kita sebutkan saja,<br />
bahwa apa yang sudah disebutkan dalam Qur'an sehubungan dengan<br />
masalah-masalah tersebut kiranya sampai sekarang belum ada<br />
suatu undang-undang yang lebih baik dari itu. Bahkan orang<br />
akan terkejut sekali bila ia melihat adanya beberapa<br />
penjelasan seperti perjanjian tertulis mengenai utang-piutang<br />
sampai pada waktu tertentu kecuali dalam perdagangan, atau<br />
seperti dalam mengirimkan dua orang juru pendamai jika<br />
dikuatirkan akan terjadi perceraian antara suami isteri, atau<br />
terhadap dua golongan yang sedang berperang dan pihak yang<br />
menyerang dengan sewenang-wenang dan tidak mau diajak damai<br />
itu harus diperangi sampai ia mau kembali kepada perintah<br />
Tuhan - sungguh orang akan kagum sekali melihat semua ini.<br />
Apalagi akan membandingkannya dengan berbagai macam<br />
undang-undang yang pernah ada, kalau pun perundang-undangan<br />
yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diletakkan<br />
Qur'an itu sudah memang cukup baik.<br />
<br />
Jadi tidak mengherankan sekali - seperti yang sudah kita<br />
sebutkan tentang riba dan tentang sosialisma Islam sebagai<br />
dasar sistem ekonomi, yang dilukiskan di dalam Qur'an dengan<br />
penjelasan hukum sebagai suatu penyusunan undang-undang yang<br />
terbaik yang pernah ada dalam sejarah - kalau kebudayaan Islam<br />
itu juga yang menjadi kebudayaan yang layak buat umat manusia<br />
dan yang benar-benar akan memberikan hidup bahagia.<br />
<br />
Setelah melihat apa yang sudah kita kemukakan mengenai lukisan<br />
Qur'an tentang kebudayaan serta landasannya, mungkin ada<br />
beberapa penulis Barat yang berpendapat bahwa sifat manusia<br />
tidak sesuai dengan sistem yang hendak memaksanya ke tingkat<br />
yang lebih tinggi diatas kemampuan kodratnya sendiri, dan<br />
bahwa sistem demikian ini tidak akan mampu hidup atau akan<br />
bertahan lama. Manusia menurut tanggapan mereka, digerakkan<br />
oleh rasa harap dan cemas, oleh keinginan dan nafsu, sama<br />
halnya dengan makhluk hewan, hanya saja dia makhluk berpikir<br />
homo sapiens. Bahwa manusia akan menganut suatu sistem<br />
kebudayaan seperti yang digambarkan oleh Islam itu, adalah<br />
suatu hal yang tidak mungkin, sekurang-kurangnya tidak mudah.<br />
Paling jauh yang dapat kita lakukan dalam menyusun kehidupan<br />
masyarakat manusia ini ialah memperbaiki nafsu itu,<br />
mengarahkan pikiran tentang harap dan cemas itu sebaik-baiknya<br />
dari segi materialisma ekonomi semata. Sedang yang di luar itu<br />
masyarakat tidak akan mampu melaksanakannya. Mungkin yang<br />
menjadi alasan mereka ialah karena sistem Islam itu - seperti<br />
yang digambarkan Qur'an dan sudah saya coba menguraikannya<br />
disini secara ringkas - belum dapat diharapkan didalam<br />
masyarakat Islam sendiri kecuali pada masa Nabi dan pada masa<br />
permulaan sejarah Islam. Kalau sistem ini memang sesuai dengan<br />
struktur kehidupan, tentu didalam lingkungan Islam dahulu<br />
sudah dapat dijalankan dan dari sana akan sudah tersebar ke<br />
seluruh dunia. Akan tetapi bilamana hal ini tidak terjadi,<br />
bahkan sebaliknya yang terjadi, maka anggapan bahwa sistem ini<br />
sangat layak, dan dapat menjamin kebahagiaan umat manusia,<br />
adalah anggapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.<br />
<br />
Atas keberatan ini kiranya pengakuan mereka sendiri sudah<br />
cukup untuk menggugurkannya, yaitu bahwa sistem Islam itu<br />
berjalan dan dipraktekkan pada masa Nabi dan pada permulaan<br />
sejarah Islam. Dan Muhammad sendiri teladan yang paling baik<br />
dalam pelaksanaan itu. Kemudian teladan yang baik itu<br />
diteruskan oleh para khalifah yang mula-mula. Mereka terus<br />
berjalan dengan sistem itu sampai mencapai tujuan yang<br />
sempurna sebagaimana mestinya. Akan tetapi, adanya<br />
intrik-intrik dan ambisi-ambisi yang timbul kemudian kadang<br />
dengan jalan Israiliat, kadang pula dengan jalan rasialisma,<br />
itulah yang sedikit demi sedikit telah mengancam dasar-dasar<br />
Islam yang sebenarnya.<br />
<br />
Akibat daripada semua itu orang berangsur-angsur kembali<br />
mengganti kehidupan rohani dengan materi, sifat kemanusiaan<br />
dengan kebinatangan. Dan berhenti hanya sampai pada batas<br />
lingkaran peradaban dewasa ini berada, yang hakekatnya hendak<br />
menjerumuskan umat manusia kedalam penderitaan.<br />
<br />
Muhammad sendiri teladan yang baik sekali dalam melaksanakan<br />
kebudayaan seperti dilukiskan Qur'an itu. Dalam buku ini<br />
contoh itu sudah kita lihat, bagaimana rasa persaudaraannya<br />
terhadap seluruh umat manusia dengan cara yang sangat tinggi<br />
dan sungguh-sungguh itu dilaksanakan. Saudara-saudaranya di<br />
Mekah semua sama dengan dia sendiri dalam menanggung duka dan<br />
sengsara. Bahkan dia sendiri yang lebih banyak menanggungnya.<br />
Sesudah hijrah ke Medinah, dipersaudarakannya orang-orang<br />
Muhajirin dengan Anshar demikian rupa, sehingga mereka berada<br />
dalam status saudara sedarah. Persaudaraan sesama orang-orang<br />
beriman secara umum itu adalah persaudaraan kasih-sayang untuk<br />
membangun suatu sendi kebudayaan yang masih muda waktu itu.<br />
Yang memperkuat persaudaraan ini ialah keimanan yang<br />
sungguh-sungguh kepada Allah dengan demikian kuatnya sehingga<br />
dibawanya Muhammad kedalam komunikasi dengan Tuhan, Zat Yang<br />
Maha Agung. Sikapnya dalam perang Badr, bagaimana ia berdoa<br />
kepada Tuhan mengharapkan pertolongan yang dijanjikan<br />
kepadanya. Ia minta pertolongan itu dilaksanakan, dengan<br />
menyebutkan bahwa bilamana angkatan Badr ini hancur, tak ada<br />
lagi ibadat. Ini merupakan suatu manifestasi yang kuat dalam<br />
komunikasi.<br />
<br />
Begitu juga tindakan-tindakannya yang lain diluar Badr<br />
menunjukkan, bahwa dia selalu dalam komunikasi dengan Tuhan,<br />
diluar saat-saat tertentu sewaktu wahyu turun. Komunikasinya<br />
ini ialah melalui keimanannya dengan sungguh-sungguh, keimanan<br />
yang sampai membuat mati itu tiada arti lagi. Maut malah<br />
dihadapinya dan diharapkannya. Orang yang sungguh-sungguh<br />
dalam imannya tidak pernah takut mati, bahkan mengharapkannya<br />
selalu. Ajal sudah ditentukan. Dimana pun manusia berada, maut<br />
akan mencapainya selalu, sekalipun di dalam benteng-benteng<br />
yang kukuh. Iman inilah yang membuat Muhammad tetap tabah<br />
ketika melihat kaum Muslimin lari tunggang-langgang pada<br />
permulaan pecah perang Hunain. Dipanggilnya orang-orang itu<br />
tanpa menghiraukan maut yang sedang mengepungnya, dengan<br />
sejuinlah kecil orang-orang yang masih bertahan bersama-sama<br />
dia. Iman inilah yang membuat dia memberikan apa saja yang ada<br />
padanya tanpa ia sendiri takut kekurangan. Ia telah mencapai<br />
puncak nilai-nilai kebaikan seperti yang diserukan oleh<br />
Kitabullah.<br />
<br />
Dengan teladan baik yang diberikannya itu dalam permulaan<br />
sejarah Islam kaum Muslimin telah mengikuti jejaknya.<br />
<br />
Semua itu, dengan Muslimin pada permulaan sejarah Islam, yang<br />
telah mengikuti teladan baik yang diberikannya, telah membuat<br />
Islam begitu pesat berkembang pada dasawarsa pertama, yang<br />
kemudian disusul dengan berpulangnya Nabi ke rahmatullah.<br />
Islam tersebar ke seluruh kawasan, panji-panji Islam berkibar<br />
tinggi sesuai dengan kebudayaan yang berlaku. Dari<br />
bangsa-bangsa yang tadinya sangat lemah dan berantakan, telah<br />
dapat pula dibangun menjadi bangsa-bangsa dan negara-negara<br />
yang kuat, dan menjadi pelopor ilmu pengetahuan. Dengan jalan<br />
ini telah banyak sekali rahasia-rahasia alam yang dapat<br />
diketahuinya. Karena itu diciptakannya pula karya-karya besar<br />
yang menjadi kebanggaan zaman sekarang, yang sudah dianggap<br />
sebagai zaman keemasan dan ilmu, tanpa memperkosa kebahagiaan<br />
umat manusia karena pengabdiannya kepada materi dan imannya<br />
kepada Tuhan yang masih lemah itu.<br />
<br />
Seperti dalam kebudayaan lain, kebudayaan Islam juga banyak<br />
dimasuki oleh ambisi-ambisi rasialisma dan Israiliat. Soalnya<br />
ialah karena ada segolongan ulama yang seharusnya menjadi<br />
pewaris para nabi malah mereka ini lebih menyukai kekuasaan<br />
daripada kebenaran, daripada nilai moral. Ilmu yang ada pada<br />
mereka dipakai alat untuk menyesatkan orang-orang awam dan<br />
generasi mudanya, sama halnya dengan kebanyakan ulama-ulama<br />
sekarang yang juga mau menyesatkan orang-orang awam beserta<br />
angkatan mudanya itu. Ulama-ulama demikian ini ialah<br />
pembela-pembela setan, yang akan lebih berat memikul<br />
tanggungjõawab dihadapan Tuhan.<br />
<br />
Maka kewajiban pertama buat setiap ulama yang benar-benar<br />
ikhlas demi ilmu dan demi Tuhan, ialah harus siap melawan<br />
mereka dan memberantas semua bibit yang merusak itu. Mereka<br />
hendak membelokkan orang dari kebenaran, hendak menyesatkan<br />
orang dari jalan yang lurus. Apabila ulama-ulama<br />
(pendeta-pendeta) yang menyesatkan di Barat itu telah ikut<br />
memegang peranan dalam melibatkan gereja dan ilmu kedalam<br />
kancah saling berperang dalam merebut kekuasaan, maka peranan<br />
demikian tidak ada buat mereka di negeri-negeri Islam, sebab<br />
dalam kebudayaan Islam agama dan ilmu saling terjalin, sebab<br />
agama tanpa ilmu suatu kekufuran, ilmu tanpa agama sesat.<br />
Sekiranya dunia ini sampai bernaung dibawah kebudayaan Islam<br />
seperti yang dilukiskan Qur'an, dan tidak diperkosa oleh<br />
adanya penaklukan-penaklukan Mongolia dan yang semacamnya yang<br />
telah masuk Islam tapi tidak menjalankan prinsip-prinsip Islam<br />
atau berusaha menyebarkannya, malah Islam dipakainya sebagai<br />
alat untuk menguasai orang-orang awam di kalangan Muslimin<br />
dengan prinsip yang sama sekali bertentangan dengan<br />
prinsip-prinsip persaudaraan Islam - tentu keadaan dunia ini<br />
tidak akan seperti ini, umat manusia akan selamat dari<br />
beberapa hal yang kini menjerumuskan mereka kedalam jurang<br />
penderitaan.<br />
<br />
Saya yakin, bahwa kebudayaan yang dilukiskan oleh Qur'an itu<br />
akan tersebar ke dunia luas kalau saja korps ulama ini mau<br />
tampil ke depan dengan suatu ajakan yang ilmiah caranya, jauh<br />
dari segala cara berpikir yang beku dan fanatik. Kebudayaan<br />
ini akan berdialog dengan hati, juga akan berdialog dengan<br />
pikiran, dan dapat dijamin manusia dari segala bangsa akan<br />
menerimanya dengan hati terbuka tanpa dapat dicegah oleh<br />
ambisi-ambisi pribadi. Untuk ini yang diperlukan oleh<br />
ulama-ulama itu tidak lebih dari hanya supaya mereka menjadi<br />
orang-orang yang benar-benar beriman, mengajak orang kepada<br />
ajaran Tuhan yang sebenarnya dan kepada kebudayaan yang<br />
demikian ini dengan hati yang ikhlas demi agama. Ketika itulah<br />
orang merasa bahagia dengan persaudaraannya dalam Tuhan<br />
seperti pada zaman Nabi, mereka merasa bahagia.<br />
<br />
Apa yang terjadi pada masa Nabi dan pada permulaan sejarah<br />
Islam sudah tidak memerlukan pembuktian lagi; dengan apa yang<br />
sudah saya sebutkan dalam pengantar buku ini, bahwa revolusi<br />
rohani yang sinarnya sudah dipancarkan oleh Muhammad ke<br />
seluruh dunia ini sudah seharusnya akan membukakan jalan umat<br />
manusia kepada kebudayaan baru yang selama ini dicarinya. Dan<br />
saya tidak pernah ragu sekejap pun mengenai hal ini.<br />
<br />
Akan tetapi ada beberapa sarjana Barat yang menyatakan<br />
beberapa keberatan dengan menghubungkannya pada jiwa yang<br />
menjadi sumber konsepsi kebudayaan Islam itu. Atas dasar itu<br />
mereka mengambil kesimpulan, bahwa Islamlah yang menjadi sebab<br />
mundurnya bangsa-bangsa yang menganut agama ini. Yang penting<br />
diantaranya ialah apa yang mereka katakan, bahwa jabariah<br />
Islam itulah yang membuat semangat umat Islam jadi kendor,<br />
membuat mereka malas menghadapi perjuangan hidup, sehingga<br />
mereka menjadi golongan yang hina-dina. Dalam menghadapi<br />
tantangan ini dan apa yang sejalan dengan itu, inilah yang<br />
akan menjadi pokok pembahasan kedua pada bagian penutup buku<br />
ini.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Lihat halaman xlvii (A).<br />
<br />
2 Kata 'irfan dan ma'rifat yang kadang mempunyai arti<br />
yang sama, disini kata ma'rifat tidak saya pergunakan<br />
sebagai istilah ilmiah yang umum dalam tasauf dan ilmu<br />
kalam, juga tidak saya salin dengan gnosis atau<br />
connaissance, melainkan mengingat persoalannya<br />
secara konotatif saya pergunakan kata persepsi, yakni<br />
pengamatan, pengenalan dan kesadaran batin (A).<br />
<br />
3 Sudah tentu terjemahan ayat-ayat Qur'an di atas<br />
begitu juga yang lain tidak akan dapat mengungkapkan<br />
keagungan dan keindahan yang terkandung dalam bahasa<br />
aslinya, yang memang tidak mungkin dapat ditiru atau<br />
diterjemahkan dengan gaya yang sama (A).<br />
<br />
4 I'jaz, 'yang tak dapat ditiru,' ciri khas Qur'an yang<br />
luar biasa, yang juga dari akar kata yang sama dengan<br />
mujizat (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-37662473985110857992010-09-11T08:13:00.000-07:002010-09-11T08:13:14.168-07:00<div style="color: red;"><b>BAGIAN KETIGAPULUH SATU: PEMAKAMAN RASUL (1/2)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Muslimin berselisih: sudah wafatkah Rasul Umar<br />
berpidato mengatakan tidak Abu Bakr mengatakan sudah<br />
wafat dengan membacakan ayat Qur'an Pendapat Abu Bakr<br />
meyakinkan Muslimin - Ikrar Saqifa kemudian Ikral Umum<br />
terhadap Abu Bakr - Menyelenggarakan dan memandikan<br />
jenazah Nabi - Diantar oleh semua orang: pria, wanita<br />
dan anak-anak - Dimakamkan di tempat Nabi wafat -<br />
Pasukan Usama ke Syam dilaksanakan dan berhasil -<br />
Kata-kata Rasulullah s.a.w. yang terakhir.<br />
<br />
NABI telah memilih Handai Tertinggi di rumah Aisyah dengan<br />
kepala di pangkuannya. Kemudian Aisyah meletakkan kepalanya di<br />
atas bantal. Ia berdiri, dan bersama-sama dengan wanita-wanita<br />
lain - yang segera datang begitu berita sampai kepada mereka -<br />
ia memukul-mukul mukanya sendiri. Dengan peristiwa itu kaum<br />
Muslimin yang sedang berada dalam mesjid sangat terkejut<br />
sekali, sebab ketika paginya mereka melihat Nabi dari<br />
segalanya menunjukkan, bahwa ia sudah sembuh. Itu pula<br />
sebabnya Abu Bakr pergi mengunjungi isterinya Bint Kharija di<br />
Sunh.<br />
<br />
Setelah mengetahui hal itu cepat-cepat Umar ke tempat jenazah<br />
disemayamkan. Ia tidak percaya bahwa Rasulullah sudah wafat.<br />
Ketika dia datang, dibukanya tutup mukanya. Ternyata ia sudah<br />
tidak bergerak lagi. Umar menduga bahwa Nabi sedang pingsan.<br />
Jadi tentu akan siuman lagi. Dalam hal ini sia-sia saja,<br />
Mughira hendak meyakinkan Umar atas kenyataan yang pahit ini.<br />
Ia tetap berkeyakinan, bahwa Muhammad tidak mati. Oleh karena<br />
Mughira tetap juga mendesak, ia berkata:<br />
<br />
"Engkau dusta!"<br />
<br />
Kemudian ia keluar ke mesjid bersama-sama sambil berkata:<br />
<br />
"Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah<br />
s.a.w. telah wafat. Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak<br />
meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin<br />
'Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya<br />
selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah<br />
mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah<br />
pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa<br />
dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!"<br />
<br />
Teriakan Umar yang datang bertubi-tubi ini telah didengar oleh<br />
kaum Muslimin di mesjid. Mereka jadi seperti orang<br />
kebingungan. Memang, kalau memang benar Muhammad telah<br />
berpulang, alangkah pilunya hati! Alangkah gundahnya perasaan<br />
mereka yang pernah melihatnya, pernah mendengarkan tutur<br />
katanya, orang-orang yang beriman kepada Allah Yang telah<br />
mengutusnya membawa petunjuk dan agama yang benar! Rasa gundah<br />
dan kesedihan yang sungguh membingungkan, sungguh menyayat<br />
kalbu! Apabila Muhammad telah pergi menghadap Tuhan - seperti<br />
kata Umar - ini sungguh membingungkan. Dan menunggu dia<br />
kembali lagi seperti kembalinya Musa, lebih-lebih lagi ini<br />
mengherankan.<br />
<br />
Mereka semua datang mengerumuni Umar, lebih mempercayainya dan<br />
lebih yakin, bahwa Rasulullah tidak meninggal. Belum selang<br />
lama tadi mereka bersama-sama, mereka melihatnya dan mendengar<br />
suaranya yang keras dan jelas, mendengar doanya dan<br />
pengampunan yang dimohonkannya. Betapa ia akan meninggal,<br />
padahal dia adalah Khalilullah yang dipilihNya untuk<br />
menyampaikan risalah, risalah yang sekarang sudah dianut oleh<br />
Arab se]uruhnya, tinggal lagi Kisra dan Heraklius yang akan<br />
menganut Islam! Betapa ia akan meninggal, padahal dengan<br />
kekuatannya itu selama duapuluh tahun terus-menerus ia telah<br />
menggoncangkan dunia dan telah menimbulkan suatu revolusi<br />
rohani yang paling hebat yang pernah dikenal sejarah!<br />
<br />
Tetapi di sana wanita-wanita masih juga memukul-mukul muka<br />
sendiri sebagai tanda, bahwa ia telah meninggal. Sungguh pun<br />
begitu Umar di mesjid masih juga terus menyebutkan bahwa dia<br />
tidak wafat, dia sedang pergi kepada Tuhan seperti Musa bin<br />
'Imran, dan mereka yang berpendapat bahwa ia sudah meninggal,<br />
mereka itu golongan orang-orang munafik, orang munafik, yang<br />
tangan dan kakinya oleh Muhammad nanti akan dihantamnya<br />
setelah ia kembali. Mana yang mesti dipercaya oleh kaum<br />
Muslimin? Mula-mula mereka cemas sekali. Kemudian kata-kata<br />
Umar itu masih menimbulkan harapan dalam hati mereka, karena<br />
Muhammad masih akan kembali. Hampir saja angan-angan mereka<br />
itu mereka percayai, menggambarkan dalam hati mereka sendiri<br />
hal-hal yang hampir-hampir pula membawa mereka jadi puas<br />
karenanya.<br />
<br />
Sementara mereka dalam keadaan begitu tiba-tiba Abu Bakr<br />
datang. Ia segera kembali dari Sunh setelah berita sedih itu<br />
diterimanya. Ketika dilihatnya Muslimin demikian, dan Umar<br />
sedang berpidato, ia tidak berhenti lama-lama di tempat itu<br />
melainkan terus ke rumah Aisyah tanpa menoleh lagi ke<br />
kanan-kiri. Ia minta ijin akan masuk, tapi dikatakan<br />
kepadanya, orang tidak perlu minta ijin untuk hari ini.<br />
<br />
Bila ia masuk, dilihatnya Nabi di salah satu bagian dalam<br />
rumah itu sudah diselubungi dengan burd hibara.1 Ia<br />
menyingkapkan selubung itu dari wajah Nabi dan setelah<br />
menciumnya ia berkata:<br />
<br />
"Alangkah sedapnya di waktu engkau hidup, alangkah sedapnya<br />
pula di waktu engkau mati."<br />
<br />
Kemudian kepala Nabi diangkatnya dan diperhatikannya paras<br />
mukanya, yang ternyata memang menunjukkan ciri-ciri kematian.<br />
<br />
"Demi ibu-bapakku.2 Maut yang sudah ditentukan Tuhan kepadamu<br />
sekarang sudah sampai kaurasakan. Sesudah itu takkan ada lagi<br />
maut menimpamu!"<br />
<br />
Kemudian dikembalikannya kepala itu ke bantal, ditutupkannya<br />
kembali kain burd itu kemukanya. Sesudah itu ia keluar.<br />
Ternyata Umar masih bicara dan mau meyakinkan orang bahwa<br />
Muhammad tidak meninggal. Orang banyak memberikan jalan kepada<br />
Abu Bakr.<br />
<br />
"Sabar, sabarlah Umar!" katanya setelah ia berada di dekat<br />
Umar. "Dengarkan!"<br />
<br />
Tetapi Umar tidak mau diam dan juga tidak mau mendengarkan. Ia<br />
terus bicara. Sekarang Abu Bakr menghampiri orang-orang itu<br />
seraya memberi isyarat, bahwa dia akan bicara dengan mereka.<br />
Dan dalam hal ini siapa lagi yang akan seperti Abu Bakr!<br />
Bukankah dia Ash-Siddiq yang telah dipilih oleh Nabi dan<br />
sekiranya Nabi akan mengambil orang sebagai teman kesayangan<br />
tentu dialah teman kesayangannya?! Oleh karena itu cepat-cepat<br />
orang memenuhi seruannya itu dan Umar ditinggalkan.<br />
<br />
Setelah mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Abu Bakr berkata:<br />
<br />
"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad<br />
sudah meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Tuhan, Tuhan<br />
hidup selalu tak pernah mati."<br />
<br />
Kemudian ia membacakan firman Tuhan:<br />
<br />
"Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelum dia pun telah banyak<br />
rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati atau terbunuh,<br />
apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berbalik ke<br />
belakang, ia tidak akan merugikan Tuhan sedikit pun. Dan Tuhan<br />
akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur."<br />
(Qur'an, 3:144)<br />
<br />
Ketika itu Umar juga turut mendengarkan tatkala dilihatnya<br />
orang banyak pergi ke tempat Abu Bakr. Setelah didengarnya Abu<br />
Bakr membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah.<br />
Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin<br />
bahwa Rasulullah memang sudah wafat. Ada pun orang banyak,<br />
yang sebelum itu sudah terpengaruh oleh pendapat Umar, begitu<br />
mendengar bunyi ayat yang dibacakan Abu Bakr, baru mereka<br />
sadar; seolah mereka tidak pernah mengetahui, bahwa ayat ini<br />
pernah turun. Dengan demikian segala perasaan yang masih<br />
ragu-ragu bahwa Muhammad sudah berpulang ke rahmat Allah,<br />
dapat dihilangkan.<br />
<br />
Sudah melampaui bataskah Umar ketika ia berkeyakinan bahwa<br />
Muhammad tidak mati, ketika mengajak orang lain supaya juga<br />
yakin seperti dia? Tidak! Para sarjana sekarang mengatakan<br />
kepada kita, bahwa matahari akan terus memercik sepanjang abad<br />
sebelum tiba waktunya ia habis hilang sama sekali. Akan<br />
percayakah orang pada pendapat ini tanpa ia ragukan lagi<br />
kemungkinannya? Matahari yang memancarkan sinar dan kehangatan<br />
sehingga karenanya alam ini hidup, bagaimana akan habis,<br />
bagaimana akan padam sesudah itu kemudian alam ini masih akan<br />
tetap ada? Muhammad pun tidak kurang pula dari matahari itu<br />
sinarnya, kehangatannya, kekuatannya. Seperti matahari yang<br />
telah melimpahkan jasa, Muhammad pun telah pula melimpahkan<br />
jasa. Seperti halnya dengan matahari yang telah berhubungan<br />
dengan alam, jiwa Muhammad pun telah pula berhubungan dengan<br />
semesta alam ini, dan selalu sebutan Muhammad s.a.w.<br />
mengharumkan alam ini keseluruhannya. Jadi tidak heran apabila<br />
Umar yakin bahwa Muhammad tidak mungkin akan mati. Dan memang<br />
benar ia tidak mati, dan tidak akan mati.<br />
<br />
Usama b. Zaid yang telah melihat Nabi pagi itu pergi ke<br />
mesjid, seperti orang-orang Islam yang lain dia pun menduga<br />
bahwa Nabi sudah sembuh. Bersama-sama dengan anggota pasukan<br />
yang hendak diberangkatkan ke Syam yang sementara itu pulang<br />
ke Medinah, sekarang ia kembali menggabungkan diri dengan<br />
markas yang di Jurf. Perintah sudah dikeluarkan supaya<br />
pasukannya itu siap-siap akan berangkat. Tetapi dalam pada<br />
itu, tiba-tiba ada orang yang datang menyusulnya, dengan<br />
membawa berita sedih tentang kematian Nabi. Ia membatalkan<br />
niatnya akan berangkat dan pasukannya diperintahkan kembali<br />
semua ke Medinah. Ia pergi ke rumah Aisyah dan ditancapkannya<br />
benderanya di depan pintu rumah itu, sambil menantikan keadaan<br />
Muslimin<br />
<br />
Sebenarnya Muslimin sendiri dalam keadaan bingung. Setelah<br />
mereka mendengar pidato Abu Bakr dan yakin sudah bahwa<br />
Muhammad sudah wafat, mereka lalu terpencar-pencar. Golongan<br />
Anshar lalu menggabungkan diri kepada Said b. 'Ubada di<br />
Saqifa3 Banu Sa'ida; Ali b. Abi Talib, Zubair ibn'l-'Awwam dan<br />
Talha b. 'Ubaidillah menyendiri pula di rumah Fatimah; pihak<br />
Muhajirin, termasuk Usaid b. Hudzair dari Banu 'Abd'l-Asyhal<br />
menggabungkan diri kepada Abu Bakr.<br />
<br />
Sementara Abu Bakr dan Umar dalam keadaan demikian, tiba-tiba<br />
ada orang datang menyampaikan berita kepada mereka, bahwa<br />
Anshar telah menggabungkan diri kepada Sa'd b. 'Ubada, dengan<br />
menambahkan bahwa: Kalau ada masalah yang perlu diselesaikan<br />
dengan mereka, segera susullah mereka, sebelum keadaan jadi<br />
berbahaya. Rasulullah s.a.w. masih di dalam rumah, belum lagi<br />
selesai (dimakamkan) dan keluarganya juga sudah menutupkan<br />
pintu.<br />
<br />
"Baiklah," kata Umar menujukan kata-katanya kepada Abu Bakr.<br />
"Kita berangkat ke tempat saudara-saudara kita dari Anshar<br />
itu, supaya dapat kita lihat keadaan mereka."<br />
<br />
Ketika di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan dua orang<br />
baik-baik dari kalangan Anshar, yang kemudian menceritakan<br />
kepada pihak Muhajirin itu tentang adanya orang-orang yang<br />
sedang mengadakan persepakatan.<br />
<br />
"Tuan-tuan mau ke mana?" tanya dua orang itu.<br />
<br />
Setelah diketahui bahwa mereka akan menemui orang-orang<br />
Anshar, kedua orang itu berkata:<br />
<br />
"Tidak ada salahnya tuan-tuan tidak mendekati mereka.<br />
Saudara-saudara Muhajirin, selesaikanlah persoalan tuan-tuan."<br />
<br />
"Tidak, kami akan menemui mereka," kata Umar.<br />
<br />
Lalu mereka meneruskan perjalanan sampai di Serambi Banu<br />
Sa'ida. Di tengah-tengah mereka itu ada seorang laki-laki yang<br />
sedang berselubung.<br />
<br />
"Siapa ini?" tanya Umar bin'l-Khattab.<br />
<br />
"Sa'd b. 'Ubada," jawab mereka. "Dia sedang sakit."<br />
<br />
Setelah pihak Muhajirin duduk, salah seorang dari Anshar<br />
berpidato. Sesudah mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan ia<br />
berkata:<br />
<br />
"Kemudian daripada itu. Kami adalah Ansharullah dan pasukan<br />
Islam, dan kalian dari kalangan Muhajirin sekelompok kecil<br />
dari kami yang datang ke mari mewakili golongan tuan-tuan.<br />
Ternyata mereka itu mau menggabungkan kami dan mengambil hak<br />
kami serta mau memaksa kami."<br />
<br />
Yang demikian ini memang merupakan jiwa Anshar sejak masa<br />
hidup Nabi. Oleh karena itu, begitu Umar mendengar kata-kata<br />
tersebut ia ingin segera menangkisnya. Tetapi oleh Abu Bakr<br />
ditahan, sebab sikapnya yang keras sangat dikuatirkan.<br />
<br />
"Sabarlah, Umar!" katanya. Kemudian ia memulai pembicaraannya,<br />
ditujukan kepada Anshar:<br />
<br />
"Saudara-saudara! Kami dari pihak Muhajirin orang yang pertama<br />
menerima Islam, keturunan kami baik-baik, keluarga kami<br />
terpandang, kedudukan kami baik pula. Di kalangan Arab kamilah<br />
yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat sayang<br />
kepada Rasulullah. Kami sudah Islam sebelum tuan-tuan dan di<br />
dalam Qu'ran juga kami didahulukan dari tuan-tuan; seperti<br />
dalam firman Tuhan:<br />
<br />
'Orang-orang yang terdahulu dan mula-mula (masuk Islam), dari<br />
Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka<br />
dalam melakukan kebaikan.' (Qur'an, 9:100)<br />
<br />
Jadi kami Muhajirin dan tuan-tuan adalah Anshar,<br />
saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi rampasan<br />
perang dan mengeluarkan pajak serta penolong-penolong kami<br />
dalam menghadapi musuh. Apa yang telah tuan-tuan katakan,<br />
bahwa segala kebaikan ada pada tuan-tuan, itu sudah pada<br />
tempatnya. Tuan-tuanlah dari seluruh penghuni bumi ini yang<br />
patut dipuji. Dalam hal-ini orang-orang Arab itu hanya<br />
mengenal lingkungan Quraisy ini. Jadi dari pihak kami para<br />
amir dan dari pihak tuan-tuan para wazir."4<br />
<br />
Ketika itu salah seorang dari kalangan Anshar ada yang marah,<br />
lalu berkata:<br />
<br />
"Saya tongkat lagi senjata.5 Saudara-saudara Quraisy, dari<br />
kami seorang amir dan dari tuan-tuan juga seorang amir."<br />
<br />
"Dari kami para amir dan dari tuan-tuan para wazir," kata Abu<br />
Bakr. "Saya menyetujui salah seorang dari yang dua ini untuk<br />
kita. Berikanlah ikrar tuan-tuan kepada yang mana saja yang<br />
tuan-tuan sukai."<br />
<br />
Lalu ia mengangkat tangan Umar bin'l-Khattab dan tangan Abu<br />
'Ubaida bin'l-Jarrah, sambil dia duduk di antara dua orang<br />
itu. Lalu timbul suara-suara ribut dan keras. Hal ini<br />
dikuatirkan akan membawa pertentangan. Ketika itu Umar lalu<br />
berkata dengan suaranya yang lantang:<br />
<br />
"Abu Bakr, bentangkan tanganmu!"<br />
<br />
Abu Bakr membentangkan tangan dan dia diikrarkan seraya kata<br />
Umar:<br />
<br />
"Abu Bakr, bukankah Nabi sudah menyuruhmu, supaya engkaulah<br />
yang memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah penggantinya<br />
(khalifah). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai<br />
oleh Rasulullah di antara kita semua ini."<br />
<br />
Kata-kata ini ternyata sangat menyentuh hati Muslimin yang<br />
hadir, karena benar-benar telah dapat melukiskan kehendak Nabi<br />
sampai pada hari terakhir orang melihatnya. Dengan demikian<br />
pertentangan di kalangan mereka dapat dihilangkan. Pihak<br />
Muhajirin datang memberikan ikrar, kemudian pihak Anshar juga<br />
memberikan ikrarnya.<br />
<br />
Bilamana keesokan harinya Abu Bakr duduk di atas mimbar, Umar<br />
ibn'l-Khattab tampil berbicara sebelum Abu Bakr, dengan<br />
mengatakan - setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan:<br />
<br />
"Kepada saudara-saudara kemarin saya sudah mengucapkan<br />
kata-kata yang tidak terdapat dalam Kitabullah, juga bukan<br />
suatu pesan yang diberikan Rasulullah kepada saya. Tetapi<br />
ketika itu saya berpendapat, bahwa Rasulullah yang akan<br />
mengurus soal kita, sebagai orang terakhir yang tinggal<br />
bersama-sama kita. Tetapi Tuhan telah meninggalkan Qu'ran buat<br />
kita, yang juga menjadi penuntun RasulNya. Kalau kita<br />
berpegang pada Kitab itu Tuhan menuntun kita, yang juga telah<br />
menuntun Rasulullah. Sekarang Tuhan telah menyatukan persoalan<br />
kita di tangan sahabat Rasulullah s.a.w. yang terbaik di<br />
antara kita dan salah seorang dari dua orang, ketika keduanya<br />
itu berada dalam gua. Maka marilah kita ikrarkan dia."<br />
<br />
Ketika itu orang lalu memberikan ikrarnya kepada Abu Bakr<br />
sebagai Ikrar Umum setelah Ikrar Saqifa.<br />
<br />
Selesai ikrar kemudian Abu Bakr berdiri. Di hadapan mereka itu<br />
ia mengucapkan sebuah pidato yang dapat dipandang sebagai<br />
contoh yang sungguh bijaksana dan sangat menentukan. Setelah<br />
mengucap puji syukur kepada Tuhan Abu Bakr r.a. berkata:<br />
<br />
"Kemudian, saudara-saudara. Saya sudah dijadikan penguasa atas<br />
kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di antara<br />
kamu. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah<br />
suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang<br />
lemah di kalangan kamu adalah kuat di mata saya, sesudah<br />
haknya nanti saya berikan kepadanya - insya Allah, dan orang<br />
yang kuat, buat saya adalah lemah sesudah haknya itu nanti<br />
saya ambil - insya Allah. Apabila ada golongan yang<br />
meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan<br />
menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah<br />
meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan<br />
bencana pada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada<br />
(perintah) Allah dan RasulNya. Tetapi apabila saya melanggar<br />
(perintah) Allah dan Rasul maka gugurlah kesetiaanmu kepada<br />
saya. Laksanakanlah salat kamu, Allah akan merahmati kamu<br />
sekalian."<br />
(bersambung ke bagian 2/2)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>BAGIAN KETIGAPULUH SATU: PEMAKAMAN RASUL (2/2)</b><br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Sementara kaum Muslimin sedang berlainan pendapat - kemudian<br />
kembali sependapat lagi dalam melantik Abu Bakr dalam Ikrar<br />
Saqifa kemudian Ikrar Umum - jenazah Nabi masih tetap<br />
ditempatnya di atas ranjang kematian dikelilingi oleh<br />
kerabat-kerabat dan pihak keluarga.<br />
<br />
Selesai memberikan ikrar kepada Abu Bakr orang segera bergegas<br />
lagi hendak menyelenggarakan pemakaman Rasulullah. Dalam hal<br />
di mana akan dimakamkan, orang masih berbeda pendapat.<br />
Kalangan Muhajirin berpendapat akan dimakamkan di Mekah, tanah<br />
tumpah darahnya dan di tengah-tengah keluarganya. Yang lain<br />
berpendapat supaya dimakamkan di Bait'l-Maqdis (Yerusalem}<br />
karena para nabi sebelumnya di sana dimakamkan. Saya tidak<br />
tahu bagaimana orang-orang ini berpendapat demikian, padahal<br />
Bait'l-Maqdis pada waktu itu masih di tangan Rumawi dan sejak<br />
kejadian Mu'ta dan Tabuk, Rumawi dengan pihak Islam sedang<br />
dalam permusuhan, sehingga Rasulullah menyiapkan pasukan Usama<br />
untuk mengadakan pembalasan.<br />
<br />
Kaum Muslimin tak dapat menyetujui pendapat ini, juga mereka<br />
tidak setuju Nabi dimakamkan di Mekah. Mereka ini berpendapat<br />
supaya Nabi dimakamkan di Medinah, kota yang telah memberikan<br />
perlindungan dan pertolongan, dan kota yang mula-mula bernaung<br />
di bawah bendera Islam. Mereka berunding, di mana akan<br />
dimakamkan? Satu pihak mengatakan: dimakamkan di mesjid,<br />
tempat dia memberi khotbah dan bimbingan serta memimpin orang<br />
sembahyang, dan menurut pendapat mereka supaya dimakamkan<br />
ditempat mimbar atau di sampingnya. Tetapi pendapat demikian<br />
ini kemudian ditolak, mengingat adanya keterangan berasal dari<br />
Aisyah, bahwa ketika Nabi sedang dalam sakit keras, ia<br />
mengenakan kain selubung hitam, yang sedang ditutupkan di<br />
mukanya, kadang dibukakan sambil ia berkata: "Laknat6 Tuhan<br />
kepada suatu golongan yang mempergunakan pekuburan nabi-nabi<br />
sebagai mesjid."<br />
<br />
Kemudian Abu Bakr tampil memberikan keputusan kepada orang<br />
ramai itu dengan mengatakan:<br />
<br />
"Saya dengar Rasulullah s.a.w. berkata Setiap ada nabi<br />
meninggal, ia dimakamkan di tempat dia meninggal."<br />
<br />
Lalu diambil keputusan, bahwa pada letak tempat tidur ketika<br />
Nabi meninggal itu, di tempat itulah akan digali.<br />
<br />
Selanjutnya yang bertindak memandikan Nabi ialah keluarganya<br />
yang dekat. Yang pertama sekali Ali b. Abi Talib, lalu 'Abbas<br />
b. 'Abd'l-Muttalib serta kedua puteranya, Fadzl dan Qutham<br />
serta Usama b. Zaid. Usama b. Zaid dan Syuqran, pembantu Nabi,<br />
bertindak menuangkan air sedang Ali yang memandikannya berikut<br />
baju yang dipakainya. Mereka tidak mau melepaskan baju itu<br />
dari (badan) Nabi. Dalam pada itu mereka juga mendapatkan Nabi<br />
begitu harum, sehingga Ali berkata: "Demi ibu bapaku! Alangkah<br />
harumnya engkau di waktu hidup dan di waktu mati."<br />
<br />
Karena itu juga beberapa Orientalis ada yang berpendapat,<br />
bahwa bau harum itu disebabkan Nabi selama hidupnya biasa<br />
memakai wangi-wangian. Ia menganggap wangi-wangian itu sudah<br />
menjadi barang kesukaannya dalam kehidupan dunia ini.<br />
<br />
Selesai dimandikan dengan mengenakan baju yang dipakainya itu,<br />
Nabi dikafani dengan tiga lapis pakaian: dua Shuhari7 dan satu<br />
pakaian jenis burd hibara dengan sekali dilipatkan. Selesai<br />
penyelenggaraan dengan cara demikian, jenazah dibiarkan di<br />
tempatnya. Pintu-pintu kemudian dibuka untuk memberikan<br />
kesempatan kepada kaum Muslimin, yang memasuki tempat itu dari<br />
jurusan mesjid, untuk mengelilingi serta melepaskan pandangan<br />
perpisahan dan memberikan doa selawat kepada Nabi. Kemudian<br />
mereka keluar lagi dengan membawa perasaan duka dan kepahitan<br />
yang dalam sekali, yang sangat menekan hati.<br />
<br />
Ruangan itu telah menjadi penuh kembali tatkala kemudian Abu<br />
Bakr dan Umar masuk melakukan sembahyang bersama-sama Muslimin<br />
yang lain, tanpa ada yang bertindak selaku imam dalam<br />
sembahyang itu. Setelah orang duduk kembali dan keadaan jadi<br />
sunyi, Abu Bakr berkata:<br />
<br />
"Salam kepadamu ya Rasulullah, beserta rahmat dan berkah<br />
Tuhan.8 Kami bersaksi, bahwa Nabi dan Rasulullah telah<br />
menyampaikan risalah Tuhan, telah berjuang di jalan Allah<br />
sampai Tuhan memberikan pertolongan untuk kemenangan agama. Ia<br />
telah menunaikan janjinya, dan menyuruh orang menyembah hanya<br />
kepada Allah tidak bersekutu."<br />
<br />
Pada setiap kata yang diucapkan oleh Abu Bakr disambut oleh<br />
Muslimin dengan penuh syahdu dan khusyu: Amin! Amin!<br />
<br />
Selesai bagian laki-laki melakukan sembahyang, setelah mereka<br />
keluar, masuk pula kaum wanita, dan setelah mereka, kemudian<br />
masuk pula anak-anak. Semua mereka itu, masing-masing membawa<br />
hati yang pedih, perasan duka dan sedih menekan kalbu, karena<br />
mereka harus berpisah dengan Rasulullah, penutup para nabi.<br />
<br />
Di hadapan saya sekarang - setelah lampau seribu tiga ratus<br />
tahun yang lalu - terbentang sebuah lukisan peristiwa khidmat<br />
dan syahdu yang telah memenuhi hati saya, dengan segala<br />
kerendahan hati dan hormat. Tubuh yang terbungkus kini<br />
terletak dalam sebuah sudut, dalam ruangan yang nantinya akan<br />
menjadi sebuah makam, dan ruangan yang tadinya dihuni oleh<br />
orang yang mengenal makna hidup, orang yang penuh rahmat,<br />
penuh cahaya. Tubuh yang suci ini, yang telah mengajak dan<br />
membimbing orang ke jalan yang benar, dan yang buat mereka<br />
telah menjadi teladan tertinggi tentang arti kebaikan dan<br />
kasih sayang, tentang ketangkasan dan harga diri, tentang<br />
keadilan dan kesadaran dalam menghadapi kekejaman serta segala<br />
tindakan tirani.<br />
<br />
Orang yang banyak itu kini lalu dengan perasaan yang sudah<br />
remuk-redam, dengan hati yang sendu, hati yang tersayat pilu.<br />
Setiap pria, setiap wanita, setiap anak-anak - terhadap<br />
laki-laki yang sekarang memilih tempatnya di sisi Tuhan itu -<br />
mengenangkannya sebagai ayah, sebagai kawan setia dan sahabat,<br />
sebagai Nabi dan Rasulullah. Betapakah perasaan yang sekarang<br />
sedang rimbun memenuhi kalbu yang penuh semarak iman itu,<br />
kalbu yang penuh prihatin akan rahasia hari esok setelah Rasui<br />
wafat?! Lukisan peristiwa khidmat inilah yang sekarang<br />
terbentang di hadapan saya. Saya lihat diri saya sedang<br />
tercengang menatapnya, dengan sepenuh hati akan keagungan yang<br />
penuh syahdu dan khidmat ini; hampir-hampir saya tak dapat<br />
melepaskan diri.<br />
<br />
Sudah sepantasnya pula apabila kaum Muslimin jadi kuatir.<br />
Sejak diumumkannya berita kematian Nabi di Medinah dan<br />
kemudian tersebar pula sampai kepada kabilah-kabilah Arab di<br />
sekitar kota, pihak Yahudi dan Nasrani segera memasang mata<br />
dan telinga, sifat-sifat munafik mulai timbul, iman<br />
orang-orang Arab yang masih lemah mulai pula guncang. Dalam<br />
pada itu orang-orang Mekah juga sudah siap-siap akan berbalik<br />
dari Islam, bahkan sudah mau bertindak demikian, sehingga<br />
'Attab b. Asid wakil Nabi di Mekah merasa kuatir dan tidak<br />
menampakkan diri kepada mereka. Tepat sekali Suhail b. 'Amr<br />
yang berada di tengah-tengah mereka itu ketika ia tampil dan<br />
berkata - setelah menerangkan kematian Nabi - bahwa Islam<br />
sekarang sudah bertambah kuat, dan siapa yang masih<br />
menyangsikan kami, kami penggal lehernya. Kemudian katanya<br />
lagi:<br />
<br />
"Penduduk Mekah! Kamu adalah orang yang terakhir masuk Islam,<br />
maka janganlah jadi orang yang pertama murtad! Demi Allah.<br />
Tuhanlah yang akan menyelesaikan soal ini. Seperti kata<br />
Rasulullah s.a.w. - Belum jugakah mereka sadar dari kemurtadan<br />
mereka itu?"<br />
<br />
Ada dua cara orang-orang Arab ketika itu dalam menggali<br />
kuburan: pertama cara orang Mekah yang menggali kuburan dengan<br />
dasarnya yang rata; kedua cara orang Medinah yang menggali<br />
kuburan dengan dasarnya yang dilengkungkan. Abu 'Ubaidah<br />
bin'l-Jarrah misalnya, ia menggali cara orang Mekah, sedang<br />
Abu Talha Zaid b. Sahl menggali kuburan cara orang Medinah.<br />
Keluarga Nabi juga memperbincangkan cara mana kuburan itu akan<br />
digali. 'Abbas paman Nabi segera mengutus dua orang,<br />
masing-masing supaya memanggil Abu 'Ubaida dan Abu Talha. Yang<br />
diutus kepada Abu 'Ubaida kembali tidak bersama dengan yang<br />
dipanggil, sedang yang diutus kepada Talha datang<br />
bersama-sama. Maka makam Rasulullah digali menurut cara<br />
Medinah.<br />
<br />
Bilamana hari sudah senja, dan setelah kaum Muslimin selesai<br />
menjenguk tubuh yang suci itu serta mengadakan perpisahan yang<br />
terakhir, keluarga Nabi sudah siap pula akan menguburkannya.<br />
Mereka menunggu sampai tengah malam. Kemudian sehelai syal<br />
berwarna merah yang biasa dipakai Nabi dihamparkannya di dalam<br />
kuburan itu. Lalu ia diturunkan dan dikebumikan ke tempatnya<br />
yang terakhir oleh mereka yang telah memandikannya. Di atas<br />
itu lalu dipasang bata mentah kemudian kuburan itu ditimbun<br />
dengan tanah.<br />
<br />
Dalam hal ini Aisyah berkata: "Kami mengetahui pemakaman<br />
Rasulullah s.a.w. ialah setelah mendengar suara-suara sekop<br />
pada tengah malam itu."<br />
<br />
Fatimah juga berkata seperti itu.<br />
<br />
Upacara pemakaman itu terjadi pada malam Rabu 14 Rabiulawal,<br />
yakni dua hari setelah Rasul berpulang ke rahmatullah.<br />
<br />
Sesudah itu Aisyah tinggal menetap di rumahnya dalam ruangan<br />
yang berdampingan dengan ruangan makam Nabi. Ia merasa bahagia<br />
di samping tetangga yang sangat mulia itu.<br />
<br />
Setelah Abu Bakr wafat ia dimakamkan di samping Nabi, demikian<br />
juga Umar menyusul dimakamkan di sebelahnya lagi. Ada<br />
disebutkan, bahwa Aisyah berziarah ke ruangan makam itu tidak<br />
mengenakan kudung, sebab sebelum Umar dimakamkan, di sana<br />
hanya ayah dan suaminya. Tetapi setelah juga Umar dimakamkan,<br />
setiap ia masuk selalu berkudung dengan mengenakan pakaian<br />
lengkap.<br />
<br />
Begitu selesai kaum Muslimin menyelenggarakan pemakaman<br />
Rasulullah, Abu Bakr memerintahkan pasukan Usama yang akan<br />
menyerbu Syam segera diteruskan sebagai pelaksanaan apa yang<br />
telah diperintahkan oleh Rasulullah. Ada juga kaum Muslimin<br />
yang merasa tidak setuju dengan itu, seperti yang pernah<br />
terjadi ketika Nabi sedang sakit. Umar termasuk orang yang<br />
tidak setuju. Ia berpendapat supaya kaum Muslimin tidak<br />
bercerai-berai. Mereka harus tetap di Medinah, sebab<br />
dikuatirkan akan terjadi hal-hal yang kurang menyenangkan.<br />
Tetapi dalam melaksanakan perintah Rasul Abu Bakr tidak pernah<br />
ragu-tagu. Dia pun menolak pendapat orang yang mengusulkan<br />
supaya mengangkat seorang komandan yang lebih tua usianya dari<br />
Usama dan lebih berpengalaman dalam perang.<br />
<br />
Dengan demikian pasukan di Jurf itu tetap disiapkan di bawah<br />
pimpinan Usama, dan Abu Bakr pergi melepaskannya. Ketika itu<br />
dimintanya kepada Usama supaya Umar dibebaskan dari tugas itu.<br />
Ia perlu tinggal di Medinah supaya dapat memberi nasehat<br />
kepada Abu Bakr.<br />
<br />
Belum selang duapuluh hari setelah tentara berangkat, pihak<br />
Muslimin sudah dapat menyerang Balqa'. Usama telah dapat<br />
mengadakan pembalasan buat kaum Muslimin dan ayahnya yang<br />
telah terbunuh di Mu'ta dulu. Dalam peristiwa yang gemilang<br />
itu semboyan perang yang diucapkan ialah: "Untuk kemenangan,<br />
matilah!"9<br />
<br />
Dengan demikian baik Abu Bakr mau pun Usama telah dapat<br />
melaksanakan perintah Nabi. Ia kembali dengan pasukannya itu<br />
ke Medinah didahului panji yang oleh Rasulullah dulu<br />
diserahkan di tangannya dengan menunggang kuda yang juga<br />
dulu dipakai ayahnya di Mu'ta sampai tewasnya.<br />
<br />
Setelah Nabi berpulang, Fatimah puterinya minta kepada Abu<br />
Bakr tanah peninggalan Nabi di Fadak dan di Khaibar diberikan<br />
kepadanya. Tetapi Abu Bakr menjawab dengan kata-kata ayahnya:<br />
"Kami para nabi tidak mewariskan.10 Apa yang kami tinggalkan<br />
buat sedekah." Kemudian kata Abu Bakr kepada Fatimah:<br />
<br />
"Kalau ayahmu dulu memang sudah menghibahkan harta ini<br />
kepadamu, maka usulmu itu saya terima, dan saya laksanakan apa<br />
yang dimintanya itu." Tetapi Fatimah menjawab bahwa tentang<br />
itu ayahnya tidak berkata apa-apa kepadanya hanya Umm Aiman<br />
yang mengatakan kepadanya bahwa yang demikian itulah yang<br />
dimaksudkan. Dalam hal ini Abu Bakr menekankan supaya Fadak<br />
dan Khaibar tetap dikembalikan ke baitulmal untuk kaum<br />
Muslimin.<br />
<br />
Demikianlah, Muhammad pergi melepaskan dunia ini dengan tiada<br />
meninggalkan sesuatu kekayaan dunia yang fana kepada siapa<br />
pun. Ia pergi melepaskan dunia ini seprti ketika ia datang.<br />
Sebagai peninggalan ia telah memberikan agama yang lurus ini<br />
kepada umat manusia. Ia telah merintis jalan kebudayaan Islam<br />
yang maha besar, yang telah menaungi dunia sebelumnya, dan<br />
akan menaungi dunia kemudian. Ia telah menanamkan ajaran<br />
Tauhid, menempatkan ajaran Tuhan yang tinggi di atas dan<br />
ajaran orang-orang kafir yang rendah di bawah. Kehidupan<br />
paganisma dalam segala bentuk dan penampilannya telah dikikis<br />
habis. Manusia sekarang diajaknya melakukan perbuatan yang<br />
baik dan takwa, bukan perbuatan dosa dan permusuhan. Kemudian<br />
ia meninggalkan Kitabullah buat manusia, sebagai rahmat dan<br />
petunjuk. Ia meninggalkan teladan yang tinggi, contoh nan<br />
indah. Contoh terakhir diberikannya kepada umat manusia,<br />
ketika dalam sakit, ia berkata kepada orang banyak:<br />
<br />
"Wahai manusia! Barangsiapa punggungnya pernah kucambuk, ini<br />
punggungku, balaslah! Barangsiapa kehormatannya pernah kucela,<br />
ini kehormatanku, balaslah! Dan barangsiapa hartanya pernah<br />
kuambil, ini hartaku, ambillah! Jangan ada yang takut<br />
permusuhan, itu bukan bawaanku."<br />
<br />
Bilamana ada orang yang pernah menuntut uang tiga dirham<br />
kepadanya, kepada orang itu diberikan pula gantinya. Kemudian<br />
ia melepaskan dunia ini dengan meninggalkan warisan rohani<br />
yang agung, yang selalu memancar di semesta dunia ini. Tuhan<br />
akan menyempurnakan ajaranNya, akan menolong agamaNya di atas<br />
semua agama, sekali pun oleh orang-orang kafir tidak diakui.<br />
<br />
Semoga Allah memberi rahmat dan kedamaian kepadanya.<br />
<br />
Shallallahu 'alaihi wa sallam.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Sejenis kain bersulam buatan Yaman.<br />
<br />
2 Diucapkan sebagai tanda cinta dan mendoakan. Lihat<br />
halaman 326 (A).<br />
<br />
3 Saqifa berarti 'serambi beratap' (N) (LA) atau<br />
'ruangan besar beratap' (LA), semacam balairung (A).<br />
<br />
4 Umara' jamak amir, harfiah 'yang memerintah,'<br />
pemimpin-pemimpin, dapat diartikan kepala-kepala<br />
negara; wuzana' jamak wazir 'yang memberi dukungan'<br />
(N), yakni 'para menteri' (A).<br />
<br />
5 Harfiah 'Saya kayu pasak tempat ternak bergerak dan<br />
setandan kurma yang bertopang,' yakni 'saya tempat<br />
orang yang mencari pengobatan dengan pendapatnya,<br />
seperti unta mengobati sakit gatalnya dengan<br />
bergaruk-garuk pada kayu pasak.' (N). Perumpamaan<br />
Melayu di atas berarti, saya yang memberi dua<br />
pertolongan dalam satu perjalanan.' (A)<br />
<br />
6 Dalam teks Hadis digunakan kata 'la'ana' dan<br />
'qatala,' yang menurut (N) dapat diartikan sama (A).<br />
<br />
7 Shuhari dan Shuhar nama sebuah desa di Yaman. Juga<br />
dikatakan dari kata shuhra, yakni warna merah muda.<br />
<br />
8 Assalamu'alaika, ya Rasulullah wa rahmatullahi wa<br />
barakatuhu<br />
<br />
9 'Ya manshur, amit!,' Harfiah: 'O yang menang, matilah'<br />
Menurut (N). ini berarti perintah mati sebagai<br />
optimisma kemenangan yang akan dicapai, juga dipakai<br />
sebagai sandi untuk saling kenal-mengenal dalam gelap<br />
malam (A).<br />
<br />
10 Aslinya dalam bentuk penderita atau obyek = tidak<br />
diwarisi (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-62041869533594546872010-09-11T08:07:00.000-07:002010-09-11T08:08:37.753-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>BAGIAN KETIGAPULUH: SAKIT DAN WAFATNYA NABI (1/3)</b></div><br />
Rencana ekspedisi ke Rumawi - Pasukan Usama - Nabi mulai<br />
sakit - Kepergiannya ke pekuburan Muslimin - Mendoakan<br />
syuhada Uhud - Mengeluh sakit kepala - Demam - Menyuruh Abu<br />
Bakr memimpin sembahyang - perasaan mendekati ajal -<br />
Berpulang ke rahmatullah.<br />
<br />
IBADAH haji perpisahan kini sudah selesai, dan sudah tiba<br />
pula saatnya puluhan ribu orang yang menyertai Nabi dalam<br />
ibadah ini akan pulang ke rumah masing-masing. Penduduk Najd<br />
pulang mendaki dataran tinggi, penduduk Tihama ke daerah<br />
pantai dan penduduk Yaman dan Hadzramaut serta daerah-daerah<br />
sekitarnya menuju arah selatan. Nabi dan sahabat-sahabat pun<br />
bertolak menuju Medinah.<br />
<br />
Bila mereka sudah sampai dan menetap lagi di kota itu,<br />
keadaan seluruh semenanjung sudah aman. Tetapi, yang masih<br />
selalu menjadi pikiran buat Muhammad ialah soal beberapa<br />
daerah yang masih di bawah kekuasaan Rumawi dan Persia di<br />
daerah Syam, Mesir dan Irak. Dari pihak seluruh jazirah itu<br />
kini sudah tidak ada apa-apa lagi. Orang secara<br />
berbondong-bondong datang memeluk agama Allah, perutusan<br />
datang berturut-turut ke Yathrib menyatakan kesetiaannya,<br />
menyatakan kehendaknya bernaung di bawah bendera Islam, dan<br />
semua orang sudah menggabungkan diri kepadanya ketika dalam<br />
ibadah haji perpisahan itu. Raja-raja Arab dengan daerahnya<br />
masing-masing itu betapa takkan ikhlas kepada Nabi dan<br />
kepada agamanya, jika oleh Nabi yang ummi itu mereka<br />
dibiarkan tetap dengan kekuasaannya dan dalam kemerdekaannya<br />
sendiri pula! Bukankah Bad-han - Gubernur Persia di Yaman -<br />
dibiarkannya dalam kekuasaan itu tatkala ia menyatakan<br />
keislamannya dan lebih menyukai kesatuan wilayah Arab itu<br />
dan membuang penyembahan api Persia? Timbulnya<br />
gerakan-gerakan semacam pemberontakan yang diadakan oleh<br />
beberapa orang di sepanjang jazirah, tidak sampai akan<br />
menghanyutkan Nabi dalam pemikirannya atau akan menimbulkan<br />
rasa kuatir dalam hati, setelah ternyata pengaruh agama baru<br />
ini sudah tersebar ke segenap penjuru, semua wajah menghadap<br />
hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa, kalbu beriman hanya<br />
kepada Allah Yang Maha Esa.<br />
<br />
Itu sebabnya, tatkala ada tiga orang yang mendakwakan diri<br />
sebagai nabi, oleh Muhammad tidak banyak dihiraukan. Memang<br />
ada beberapa kabilah yang berjauhan dari Mekah - begitu<br />
mengetahui Muhammad mendapat sukses dengan ajarannya itu -<br />
cepat-cepat pula mereka menyambut orang yang datang<br />
mendakwakan diri nabi dari kabilah mereka itu, dengan<br />
harapan mereka akan mendapatkan nasib seperti yang ada pada<br />
Quraisy, meskipun kabilah-kabilah ini, karena letaknya yang<br />
jauh dari pusat agama baru, tidak mengetahui keadaan yang<br />
sebenarnya. Akan tetapi ajakan kepada kebenaran Tuhan itu<br />
sudah benar-benar berakar di tanah Arab. Tidak mudah orang<br />
akan dapat melawannya. Apa yang telah dialami Muhammad demi<br />
menyampaikan ajaran ini, beritanya sudah sampai ke<br />
mana-mana. Kiranya takkan ada orang yang sanggup memikul<br />
beban ini, selain putera Abdullah itu. Setiap ada orang<br />
hendak mendakwakan diri dengan dasar kepalsuan, pasti<br />
kepalsuan itu akan segera terbongkar. Setiap ada orang yang<br />
mendawakan kenabian tidak pernah ia dalam nasibnya akan<br />
mendapat sukses secara berarti.<br />
<br />
Datang Tulaiha - pemimpin Banu Asad, salah seorang pahlawan<br />
Arab dalam perang dan yang berkuasa di Najd - mendakwakan<br />
diri, bahwa dia seorang nabi dan rasul, dan ia memperkuat<br />
dakwaannya itu dengan membuat ramalan mengenai sebuah tempat<br />
sumber air, ketika golongannya itu dalam perjalanan hampir<br />
mati kehausan. Tetapi selama Muhammad masih hidup ia tidak<br />
berani mengadakan "pemberontakan" dan baru ia mengadakan<br />
pemberontakan itu setelah Rasulullah berpulang ke<br />
rahmatullah. Pembangkangan Tulaiha ini oleh Khalid<br />
bin-'l-Walid dihancurkan dan dia sendiri kembali lagi ke<br />
pihak Muslimin dan menjadi orang Islam yang baik.<br />
<br />
Juga Musailima, juga Aswad al-'Ansi, yang selama hidup Nabi,<br />
tidak lebih baik daripada nasib Tulaiha. Musailima ini<br />
pernah mengirim surat kepada Nabi dengan mengatakan bahwa<br />
dia nabi, dan "Separoh bumi ini buat kami dan yang separoh<br />
lagi buat Quraisy; tapi Quraisy adalah golongan yang tidak<br />
suka berlaku adil."<br />
<br />
Setelah surat itu dibaca kedua orang utusan Musailima itu<br />
oleh Nabi ditatapnya, dan hendak memberikan kesan kepada<br />
mereka, bahwa Nabi akan menyuruh supaya mereka dibunuh,<br />
kalau tidak karena memang adanya ketentuan bahwa para utusan<br />
harus dijamin keselamatannya. Kemudian Nabi membalas surat<br />
Musailima dengan mengatakan ia sudah mendengarkan isi<br />
suratnya dengan segala kebohongannya itu, dan bahwa bumi ini<br />
kepunyaan Allah yang akan diwarisi oleh hamba-hamba yang<br />
berbuat kebaikan. Dan salam bagi orang yang mengikut<br />
bimbingan yang benar.<br />
<br />
Adapun Aswad al-'Ansi - penguasa Yaman sesudah Bad-han<br />
meninggal - orang ini mendakwakan sebagai ahli sihir dan<br />
mengajak orang dengan sembunyi-sembunyi. Karena sudah merasa<br />
dirinya sebagai orang penting di daerah selatan, wakil<br />
Muhammad yang di Yaman diusirnya, dan dia pergi lagi ke<br />
Najran, anak Bad-han di sana dibunuhnya, isterinya dikawini<br />
dan singgasana diwarisinya. Ia hendak menyebarkan<br />
pengaruhnya di kawasan itu. Tapi bahaya ini tidak banyak<br />
mempengaruhi pikiran Muhammad. Dalam hal ini tidak lebih ia<br />
hanya mengutus orang kepada wakilnya1 di Yaman dengan<br />
perintah supaya Aswad dikepung atau dibunuh. Sekali lagi<br />
kaum Muslimin di Yaman berhasil memalcsa Aswad, dan dia<br />
sendiri mati dibunuh isterinya sendiri sebagai balasan atas<br />
dibunuhnya anak Bad-han suaminya yang dulu.<br />
<br />
***<br />
<br />
Sekembalinya dari ibadah haji perpisahan, pikiran dan<br />
perhatian Muhammad tertuju ke bagian utara, sebab daerah<br />
selatan sudah tidak perlu dikuatirkan lagi. Sebenarnya sejak<br />
terjadinya ekspedisi Mu'ta, dan Muslimin kembali dengan<br />
membawa rampasan perang dan sudah merasa puas pula melihat<br />
kepandaian Khalid bin'l-Walid menarik pasukan, sejak itu<br />
pula Muhammad sudah memperhitungkan pihak Rumawi<br />
matang-matang. Ia berpendapat kedudukan Muslimin di<br />
perbatasan Syam itu perlu sekali diperkuat, supaya mereka<br />
yang dulu pernah keluar dan jazirah ini ke Palestina, tidak<br />
kembali lagi menghasut perang dan mengerahkan penduduk<br />
daerah itu. Oleh karena itu ia menyiapkan pasukan perangnya<br />
yang cukup besar, seperti persiapannya yang dulu, tatkala ia<br />
mengetahui rencana Rumawi hendak menyerbu perbatasan jazirah<br />
itu dan dia sendiri yang memimpin pasukan sampai di Tabuk.<br />
Tetapi waktu itu pihak Rumawi sudah menarik pasukannya<br />
sampai ke perbatasan dalam negeri dan ke dalam benteng<br />
mereka sendiri. Sungguh pun begitu daerah utara ini harus<br />
tetap diperhitungkan, kalau-kalau kenangan lama - di bawah<br />
lindungan Kristen dan pihak yang merasa berkuasa di bawah<br />
Imperium Rumawi waktu itu - akan bangkit kembali dan<br />
mengumumkan perang kepada pihak yang pernah mengeluarkan<br />
orang-orang Nasrani di Najran dan di luar Najran di bilangan<br />
Semenanjung Arab itu.<br />
<br />
Oleh karena itu, selesai ibadah haji perpisahan di Mekah,<br />
belum lama lagi kaum Muslimin tinggal di Medinah, Nabi<br />
mengeluarkan perintah supaya menyiapkan sebuah pasukan besar<br />
ke daerah Syam, dengan menyertakan kaum Muhajirin yang<br />
mula-mula, termasuk Abu Bakr dan Umar. Pasukan ini dipimpin<br />
oleh Usama b. Zaid b. Halitha. Usia Usama waktu itu masih<br />
muda sekali, belum melampaui duapuluh tahun. Kalau tidak<br />
karena terbawa oleh kepercayaan yang teguh kepada<br />
Rasulullah, pimpinan Usama atas orang-orang yang sudah lebih<br />
dahulu dan atas kaum Muhajirin serta sahabat-sahabat besar<br />
itu, tentu akan sangat mengejutkan mereka. Tetapi<br />
ditunjuknya Usama b. Zaid oleh Nabi dimaksudkan untuk<br />
menempati tempat ayahnya yang sudah gugur dalam pertempuran<br />
di Mu'ta dulu, dan akan menjadi kemenangan yang dibanggakan<br />
sebagai balasan atas gugurnya ayahnya itu, di samping<br />
semangat yang akan timbul dalam iiwa pemuda-pemuda, juga<br />
untuk mendidik mereka membiasakan diri memikul beban<br />
tanggungjawab yang besar dan berat.<br />
<br />
Muhammad memerintahkan kepada Usama supaya menjejakkan<br />
kudanya di perbatasan Balqa' dengan Darum di Palestina,<br />
tidak jauh dari Mu'ta tempat ayahnya dulu terbunuh, dan<br />
supaya menyerang musuh Tuhan itu pada pagi buta, dengan<br />
serangan yang gencar, dan menghujani mereka dengan api. Hal<br />
ini supaya diteruskan tanpa berhenti sebelum berita sampai<br />
lebih dulu kepada musuh. Apabila Tuhan sudah memberi<br />
kemenangan, tidak usah lama-lama tinggal di tempat itu.<br />
Dengan membawa hasil dan kemenangan itu ia harus segera<br />
kembali.<br />
<br />
Sekarang Usama dan pasukannya berangkat ke Jurf (tidak jauh<br />
dari Medinah). Mereka mengadakan persiapan hendak berangkat<br />
ke Palestina. Tetapi, dalam pada mereka sedang bersiap-siap<br />
itu tiba-tiba Rasulullah jatuh sakit, dan sakitnya makin<br />
keras juga, sehingga akhirnya tidak jadi mereka berangkat.<br />
<br />
Bisa jadi orang akan bertanya: Bagaimana sebuah pasukan yang<br />
persiapan dan keberangkatannya diperintahkan oleh<br />
Rasulullah, tidak jadi berangkat karena dia sakit? Ya,<br />
Perjalanan pasukan ke Syam yang akan mengarungi sahara dan<br />
daerah tandus selama berhari-hari itu bukan soal ringan, dan<br />
tidak pula mudah buat kaum Muslimin - dengan Nabi yang<br />
sangat mereka cintai melebihi cinta mereka kepada diri<br />
sendiri - akan meninggaIkan Medinah sedang Nabi dalam<br />
keadaan sakit, dan yang sudah mereka sadari pula apa<br />
sebenarnya dibalik sakitnya itu. Ditambah lagi mereka memang<br />
belum pernah melihat Nabi mengeluh karena sesuatu penyakit<br />
yang berarti. Penyakit yang pernah dideritanya tidak lebih<br />
dari kehilangan nafsu makan yang pernah dialaminya dalam<br />
tahun keenam Hijrah, tatkala ada tersiar berita bohong bahwa<br />
ia telah disihir oleh orang-orang Yahudi, dan satu penyakit<br />
lagi yang pernah dideritanya sehingga karenanya ia berbekam,<br />
yaitu setelah termakan daging beracun dalam tahun ketujuh<br />
Hijrah. Cara hidupnya dan ajaran-ajarannya memang jauh dari<br />
gejala-gejala penyakit dan akibat-akibat yang akan timbul<br />
karenanya. Dalam membatasi diri dalam makanan, dan makannya<br />
yang hanya sedikit; kesederhanaannya dalam berpakaian dan<br />
cara hidup; kebersihannya yang dipeliharanya luar biasa<br />
dengan mengharuskan wudu yang sangat disukainya, sampai<br />
pernah ia berkata: kalau tidak karena kuatir akan<br />
memberatkan orang ia ingin mewajibkan penggunaan siwak2 lima<br />
kali sehari, - kegiatannya yang tiada pernah berhenti,<br />
kegiatan beribadat dari satu segi dan kegiatan olah-raga<br />
dari segi lain, kesederhanaan dalam segalanya - terutama<br />
dalam kesenangan; keluhurannya yang jauh dari segala hawa<br />
nafsu, dengan jiwa yang begitu tinggi tiada taranya;<br />
komunikasinya dengan kehidupan dan dengan alam dalam<br />
bentuknya yang sangat cemerlang, dan tiada putusnya, - semua<br />
itu menjauhkan dirinya dari penyakit dan dapat memelihara<br />
kesehatan. Bentuk tubuh yang sempurna tiada cacat, perawakan<br />
yang tegap kuat, seperti halnya dengan Muhammad, akan jauh<br />
selalu dari penyakit.<br />
<br />
Jadi kalau sekarang ia jatuh sakit, wajar sekali menjadi<br />
kekuatiran sahabat-sahabat dan orang-orang yang<br />
mencintainya.<br />
<br />
Wajar sekali mereka merasa kuatir, menyatakan betapa ia<br />
pernah mengalami kesulitan dan penderitaan hidup selarna<br />
duapuluh tahun terus-menerus. Sejak ia terang-terangan<br />
berdakwah di Mekah mengajak orang menyembah Allah Yang tiada<br />
bersekutu dan meninggalkan semua berhala yang pernah<br />
disembah nenek-moyang mereka, ia sudah mengalami pahit<br />
getirnya penderitaan-penderitaan yang sungguh menekan jiwa,<br />
sehingga ia terpisah dari sahabat-sahabatnya yang kemudian<br />
disuruhnya hijrah ke Abisinia, dan dia sendiri yang terpaksa<br />
berlindung di celah-celah gunung tatkala pihak Quraisy<br />
mengumumkan pemboikotannya. Juga ketika ia berangkat hijrah<br />
dari Mekah ke Medinah - setelah Ikrar 'Aqaba - ia hijrah<br />
dalam keadaan yang gawat dan sangat berbahaya, ia hijrah<br />
tanpa ia ketahui lagi apa yang akan terjadi terhadap dirinya<br />
di Medinah kelak. Pada tahun-tahun pertama ia tinggal di<br />
sana, ia telah menjadi sasaran kongkalikong dan intrik<br />
orang-orang Yahudi.<br />
<br />
Kemudian, dengan adanya pertolongan Tuhan orang di seluruh<br />
jazirah itu datang berbondong-bondong menerima agama ini,<br />
tugas dan pekerjaannya telah bertambah jadi berlipat ganda<br />
banyaknya dan untuk penjagaannya sangat memerlukan tenaga<br />
dan daya upaya yang sungguh berat. Begitu juga Nabi a.s.<br />
telah menghadapi sendiri beberapa peperangan yang sungguh<br />
dahsyat dan mengerikan sekali. Mana pula saat yang lebih<br />
mengerikan daripada peristiwa Uhud, ketika kaum Muslimin<br />
dalam keadaan kucar-kacir, ia berJalan mendaki gunung,<br />
dengan terus-menerus secara ketat diintai oleh Quraisy,<br />
dihujani serangan sehingga gigi gerahamnya pecah! Mana pula<br />
saat yang lebih dahsyat kiranya daripada peristiwa Hunain,<br />
ketika kaum Muslimin dalam pagi buta itu kembali mundur dan<br />
lari tunggang-langgang, sehingga kata Abu Sufyan: Hanya laut<br />
saja yang akan menghentikan mereka. Sedang Muhammad berdiri<br />
tegak, tidak beranjak surut dari tempatnya, seraya ia<br />
berseru kepada kaum-Muslimin: Mau ke mana, mau ke mana!<br />
Kemarilah kemari! Kemudian mereka kembali sampai mendapat<br />
kemenangan. Tugas risalah! Tugas wahyu! Dan itu daya upaya<br />
rohani yang sungguh meletihkan dalam komunikasi yang<br />
terus-menerus dengan rahasia alam nurani dan alam Ilahi. Itu<br />
daya upaya, yang oleh karenanya pernah diceritakan tentang<br />
Nabi yang berkata, "Suruh Hud dan yang semacamnya membuat<br />
aku jadi tua."3<br />
<br />
(bersambung 2/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KETIGAPULUH: SAKIT DAN WAFATNYA NABI (2/3)</b><br />
<br />
Semua itu disaksikan oleh sahabat-sahabat Muhammad. Mereka<br />
melihat dia memikul beban yang begitu berat tidak mengenal<br />
sakit. Apabila kemudian ia jatuh sakit, sudah sepantasnya<br />
sahabat-sahabatnya itu jadi kuatir, dan menunda perjalanan<br />
dari markas mereka di Jurf ke Syam, sebelum mereka yakin<br />
benar apa yang akan terjadi dengan kehendak Tuhan kepada<br />
diri Nabi.<br />
<br />
Ada suatu peristiwa yang membuat mereka lebih cemas lagi.<br />
Pada malam pertama Muhammad merasa sakit ia tak dapat tidur,<br />
lama sekali tak dapat tidur. Dalam hatinya ia berkata, bahwa<br />
ia akan keluar pada malam musim itu, musim panas yang<br />
disertai hembusan angin di sekitar kota Medinah. Ketika<br />
itulah ia keluar, hanya ditemani oleh pembantunya, Abu<br />
Muwayhiba. Tahukah ke mana ia pergi? Ia pergi ke<br />
Baqi'l-Gharqad, pekuburan Muslim di dekat Medinah.<br />
Sesampainya di pekuburan itu ia berbicara kepada penghuni<br />
kubur, katanya, "Salam sejahtera bagimu, wahai penghuni<br />
kubur! Semoga kamu selamat akan apa yang terjadi atas<br />
dirimu, seperti atas diri orang lain. Fitnah telah datang<br />
seperti malam gelap-gulita, yang kemudian menyusul yang<br />
pertama, dan yang kemudian lebih jahat dari yang pertama."<br />
<br />
Abu Muwayhiba ini juga bercerita, bahwa ketika pertama kali<br />
sampai di Baqi'l-Gharqad Nabi berkata kepadanya:<br />
<br />
"Aku mendapat perintah memintakan ampun untuk penghuni Baqi,<br />
ini. Baiklah engkau berangkat bersama aku!"<br />
<br />
Setelah memintakan ampun dan tiba saatnya akan kembali, ia<br />
menghampiri Abu Muwayhiba seraya katanya:<br />
<br />
"Abu Muwayhiba, aku telah diberi anak kunci isi dunia ini<br />
serta kekekalan hidup di dalamnya, sesudah itu surga. Aku<br />
disuruh memilih ini atau bertemu dengan Tuhan dan surga."<br />
<br />
Kata Abu Muwayhiba:<br />
<br />
"Demi ayah bundaku! Ambil sajalah kunci isi dunia ini dan<br />
hidup kekal di dalamnya, kemudian surga."<br />
<br />
"Tidak, Abu Muwayhiba," kata Muhammad. "Aku memilih kembali<br />
menghadap Tuhan dan surga."<br />
<br />
Abu Muwayhiba bercerita apa yang telah dilihat dan apa yang<br />
telah didengarnya; sebab Nabi mulai menderita sakit ialah<br />
keesokan harinya setelah malam itu ia pergi ke Baqi'. Orang<br />
jadi makin cemas, dan pasukan tidak jadi bergerak. Memang<br />
benar, bahwa Hadis yang dibawa melalui Abu Muwayhiba ini<br />
oleh beberapa ahli sejarah diterima dengan agak sangsi.<br />
Disebutkan bahwa bukan karena sakit Muhammad itu saja yang<br />
membuat pasukan tidak jadi bergerak ke Palestina, tetapi<br />
karena banyaknya orang yang menggerutu, yang disebabkan oleh<br />
penunjukan Usama dalam usia semuda itu sebagai pemimpin<br />
pasukan yang terdiri dari orang-orang penting dalam kalangan<br />
Anshar dan Muhajirin yang mula-mula. Itulah yang lebih<br />
banyak mempengaruhi tidak berangkatnya pasukan itu daripada<br />
sakitnya Muhammad. Dalam memberikan pendapatnya ahli-ahli<br />
sejarah itu berpegang pada peristiwa-peristiwa yang sudah<br />
pembaca ikuti dalam bagian (bab) ini. Kalau kita tidak akan<br />
mendebat mereka yang berpendapat seperti apa yang<br />
diceritakan oleh Abu Muwayhiba secara terperinci itu, kita<br />
pun mendapat alasan akan menolak dasar kejadian-kejadian<br />
itu, dan menolak kepergian Nabi ke Baqi'l-Gharqad serta<br />
memintakan ampunan buat penghuni kubur, juga adanya perasaan<br />
yang kuat akan dekatnya waktu, yaitu waktu menghadap Tuhan.<br />
Ilmu pengetahuan masa kita sekarang ini pun tidak menolak<br />
adanya spiritisma sebagai salah satu gejala psychis.<br />
Perasaan yang kuat akan dekatnya ajal itu sudah banyak<br />
dialami orang, sehingga siapa saja tidak sedikit orang yang<br />
dapat menceritakan apa yang diketahuinya tentang<br />
peristiwa-peristiwa itu. Juga adanya hubungan antara yang<br />
hidup dengan yang mati, antara kesatuan masa lampau dengan<br />
masa datang, kesatuan yang tidak terbatas oleh ruang dan<br />
waktu, dewasa ini sudah pula dapat ditentukan, meskipun -<br />
menurut kodrat bentuk kita -masih terbatas sekali kita akan<br />
dapat mengungkapkan keadaan sebenarnya.<br />
<br />
Kalau sudah itu yang dapat kita lihat sekarang dan sudah<br />
diakui oleh ilmu pengetahuan, tidak ada alasan kita akan<br />
menolak dasar peristiwa seperti apa yang diceritakan oleh<br />
Abu Muwayhiba itu, juga tak ada alasan kita dapat menolak<br />
adanya apa yang sudah dapat dipastikan mengenai komunikasi<br />
Muhammad dalam arti rohani dan spiritual dengan alam semesta<br />
ini demikian rupa, sehingga ia dapat menangkap persoalan itu<br />
sekian kali lipat daripada yang biasa ditangkap oleh para<br />
ahli dalam bidang ini.<br />
<br />
Keesokan harinya bila tiba waktunya ia ke tempat Aisyah,<br />
dilihatnya Aisyah sedang mengeluh karena sakit kepala: "Aduh<br />
kepalaku!" Tetapi ia berkata - sedang dia sudah mulai merasa<br />
sakit: "Tetapi akulah, Aisyah, yang merasa sakit kepala."<br />
<br />
Tetapi sakitnya belum begitu keras dalam arti ia harus<br />
berbaring di tempat tidur atau akan merintanginya pergi<br />
kepada keluarga dan isteri-isterinya untuk sekedar mencumbu<br />
dan bergurau. Setiap didengarnya ia mengeluh Aisyah juga<br />
mengulangi lagi mengeluh sakit kepala.<br />
<br />
Lalu kata Nabi, "Apa salahnya kalau engkau yang mati lebih<br />
dulu sebelum aku. Aku yang akan mengurusmu, mengafanimu,<br />
menyembahyangkan kau dan menguburkan kau!"<br />
<br />
Karena senda-gurau itu cemburu kewanitaannya timbul dalam<br />
hati Aisyah yang masih muda itu, sekaligus cintanya akan<br />
gairah hidup ini, lalu katanya:<br />
<br />
"Dengan begitu yang lain mendapat nasib baik. Demi Allah,<br />
dengan apa yang sudah kaulakukan itu seolah engkau menyuruh<br />
aku pulang ke rumah dan dalam pada itu kau akan berpengantin<br />
baru dengan isteri-isterimu."<br />
<br />
Nabi tersenyum, meskipun rasa sakitnya tidak mengijinkan ia<br />
terus bergurau.<br />
<br />
Setelah rasa sakitnya terasa agak berkurang, ia mengunjungi<br />
isteri-isterinya seperti biasa. Tetapi kemudian sakitnya<br />
terasa kambuh lagi, dan terasa lebih keras lagi. Ketika ia<br />
sedang berada di rumah Maimunah ia sudah tidak dapat lagi<br />
mengatasinya. Ia merasa perlu mendapat perawatan. Ketika itu<br />
dipanggilnya isteri-isterinya ke rumah Maimunah. Dimintanya<br />
ijin kepada mereka, setelah melihat keadaannya begitu, bahwa<br />
ia akan dirawat di rumah Aisyah. Isteri-isterinya<br />
mengijinkan ia pindah.<br />
<br />
Dengan berikat kepala, ia keluar sambil bertopang dalam<br />
jalannya itu kepada Ali b. Abi Talib dan kepada 'Abbas<br />
pamannya. Ia sampai di rumah Aisyah dengan kaki yang sudah<br />
terasa lemah sekali.<br />
<br />
Pada hari-hari pertama ia jatuh sakit, demamnya sudah terasa<br />
makin keras, sehingga ia merasa seolah seperti dibakar.<br />
Sungguh pun begitu, ketika demamnya menurun ia pergi<br />
berjalan ke mesjid untuk memimpin sembahyang. Hal ini<br />
dilakukannya selama berhari-hari. Tapi tidak lebih dari<br />
sembahyang saja. Ia sudah tidak kuat duduk bercakap-cakap<br />
dengan sahabat-sahabatnya. Namun begitu apa yang dibisikkan<br />
orang bahwa dia menunjuk anak yang masih muda belia di atas<br />
kaum Muhajirin dan Anshar yang terkemuka untuk menyerang<br />
Rumawi, terdengar juga oleh Nabi. Meskipun dari hari ke hari<br />
sakitnya bertambah juga, tapi dengan adanya bisik-bisik<br />
demikian itu rasanya perlu ia bicara dan berpesan kepada<br />
mereka. Dalam hal ini ia berkata kepada isteri-isteri dan<br />
keluarganya:<br />
<br />
"Tuangkan kepadaku tujuh kirbat air dari pelbagai sumur,<br />
supaya aku dapat menemui mereka dan berpesan4 kepada<br />
mereka."<br />
<br />
Lalu dibawakan air dari beberapa sumur, dan setelah oleh<br />
isteri-isterinya ia didudukkan di dalam pasu kepunyaan<br />
Hafsha, ketujuh kirbat air itu disiramkan kepadanya.<br />
Kemudian katanya: Cukup. Cukup.<br />
<br />
Lalu ia mengenakan pakaian kembali, dan dengan berikat<br />
kepala ia pergi ke mesjid. Setelah duduk di atas mimbar, ia<br />
mengucapkan puji dan syukur kepada Allah, kemudian mendoakan<br />
dan memintakan ampunan buat sahabat-sahabatnya yang telah<br />
gugur di Uhud. Banyak sekali ia mendoakan mereka itu.<br />
Kemudian katanya :<br />
<br />
"Saudara-saudara. Laksanakanlah keberangkatan Usama itu.<br />
Demi hidupku. Kalau kamu telah banyak bicara tentang<br />
kepemirnpinnya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga<br />
kamu banyak bicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan,<br />
seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."<br />
<br />
Muhammad diam sebentar. Sementara itu orang-orang juga diam,<br />
tiada yang bicara. Kemudian ia meneruskan berkata lagi:<br />
<br />
"Seorang hamba Allah oleh Tuhan telah disuruh memilih antara<br />
dunia dan akhirat dengan apa yang ada padaNya, maka ia<br />
memilih yang ada pada Tuhan."<br />
<br />
Muhammad diam lagi, dan orang-orang juga diam tidak<br />
bergerak. Tetapi Abu Bakr segera mengerti, bahwa yang<br />
dimaksud oleh Nabi dengan kata-kata terakhir itu adalah<br />
dirinya. Dengan perasaannya yang sangat lembut dan besarnya<br />
persahabatannya dengan Nabi, ia tak dapat menahan air mata<br />
dan menangis sambil berkata:<br />
<br />
"Tidak. Bahkan tuan akan kami tebus dengan jiwa kami dan<br />
anak-anak kami."<br />
<br />
Kuatir rasa terharu Abu Bakr ini akan menular kepada yang<br />
lain, Muhammad memberi isyarat kepadanya:<br />
<br />
"Sabarlah, Abu Bakr."<br />
<br />
Kemudian dimintanya supaya semua pintu yang menuju ke mesjid<br />
ditutup, kecuali pintu yang ke tempat Abu Bakr. Setelah<br />
semua pintu ditutup, katanya lagi:<br />
<br />
"Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam<br />
bersahabat dengan aku seperti dia. Kalau ada dari hamba<br />
Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan)<br />
maka Abu Bakrlah khalilku. Tetapi persahabatan dan<br />
persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Tuhan<br />
mempertemukan kita."<br />
<br />
Bilamana Muhammad turun dari mimbar, sedianya akan kembali<br />
pulang ke rumah Aisyah, tapi ia lalu menoleh kepada orang<br />
banyak itu dan kemudian katanya:<br />
<br />
"Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Anshar itu<br />
baik-baik; sebab selama orang bertambah banyak, orang-orang<br />
Anshar akan seperti itu juga keadaannya, tidak bertambah.<br />
Mereka itu orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan<br />
yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaklah kamu<br />
berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan maafkanlah5<br />
kesalahan mereka."<br />
<br />
Ia kembali ke rumah Aisyah. Tetapi energi yang digunakannya<br />
selama ia dalam keadaan sakit itu, telah membuat sakitnya<br />
terasa lebih berat lagi. Sungguh suatu pekerjaan berat,<br />
terutama buat orang yang sedang menderita demam, ia keluar<br />
juga setelah disirami tujuh kirbat air; ia keluar dengan<br />
membawa beban pikiran yang sangat berat: Pasukan Usama,<br />
nasib Anshar kemudian hari, nasib orang-orang Arab yang kini<br />
telah dipersatukan oleh agama baru itu dengan persatuan yang<br />
sangat kuat. Itu pula sebabnya, tatkala keesokan harinya ia<br />
berusaha hendak bangun memimpin sembahyang seperti biasanya,<br />
ternyata ia sudah tidak kuat lagi. Ketika itulah ia berkata:<br />
<br />
"Suruh Abu Bakr memimpin orang-orang sembahyang."<br />
<br />
Aisyah ingin sekali Nabi sendiri yang melaksanakan salat<br />
mengingat bahwa tampaknya sudah berangsur sembuh.<br />
<br />
"Tapi Abu Bakr orang yang lembut hati, suaranya lemah dan<br />
suka menangis kalau sedang membaca Qur'an," kata Aisyah.<br />
<br />
Aisyah pun mengulangi kata-katanya itu. Tetapi dengan suara<br />
lebih keras Muhammad berkata lagi, dengan sakit yang masih<br />
dirasakannya:<br />
<br />
"Sebenarnya kamu ini seperti perempuan-perempuan Yusuf.<br />
Suruhlah dia memimpin orang-orang bersembahyang!"<br />
<br />
Kemudian Abu Bakr datang memimpin sembahyang seperti<br />
diperintahkan oleh Nabi.<br />
<br />
Pada suatu hari karena Abu Bakr tidak ada di tempat ketika<br />
oleh Bilal dipanggil hendak bersembahyang, maka Umarlah yang<br />
dipanggil untuk memimpin orang-orang bersembahyang sebagai<br />
pengganti Abu Bakr. Oleh karena Umar orang yang punya suara<br />
lantang, maka ketika mengucapkan takbir di mesjid, suaranya<br />
terdengar oleh Muhammad dari rumah Aisyah.<br />
<br />
"Mana Abu Bakr?" tanyanya. "Allah dan kaum Muslimin tidak<br />
menghendaki yang demikian."<br />
<br />
Dengan demikian orang dapat menduga, bahwa Nabi menghendaki<br />
Abu Bakr sebagai penggantinya kemudian, karena memimpin<br />
orang-orang bersembahyang sudah merupakan tanda pertama<br />
untuk menggantikan kedudukan Rasulullah.<br />
<br />
Tatkala sakitnya sudah makin keras, panas demamnya makin<br />
memuncak, isteri-isteri dan tamu-tamu yang datang<br />
menjenguknya, bila meletakkan tangan di atas selimut yang<br />
dipakainya, terasa sekali panas demam yang sangat meletihkan<br />
itu. Dan Fatimah puterinya, setiap hari datang menengok. Ia<br />
sangat mencintai puterinya itu, cinta seorang ayah kepada<br />
anak yang hanya tinggal satu-satunya sebagai keturunan.<br />
Apabila ia datang menemui Nabi, ia menyambutnya dan<br />
menciumnya, lalu didudukkannya di tempat ia duduk. Tetapi<br />
setelah sakitnya demikian payah, puterinya itu datang<br />
menemuinya dan mencium ayahnya.<br />
<br />
"Selamat datang, puteriku," katanya. Lalu didudukkannya ia<br />
disampingnya. Ada kata-kata yang dibisikkannya ketika itu,<br />
Fatimah lalu menangis. Kemudian dibisikkannya kata-kata lain<br />
Fatimah pun jadi tertawa. Bila hal itu oleh Aisyah<br />
ditanyakan, ia menjawab:<br />
<br />
"Sebenarnya saya tidak akan membuka rahasia Rasulullah<br />
s.a.w."<br />
(bersambung 3/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>BAGIAN KETIGAPULUH: SAKIT DAN WAFATNYA NABI (3/3)</b><br />
<br />
Tetapi setelah Rasul wafat, ia mengatakan, bahwa ayahnya<br />
membisikkan kepadanya, bahwa ia akan meninggal oleh sakitnya<br />
sekali ini. Itu sebabnya Fatimah menangis. Kemudian<br />
dibisikkannya lagi, bahwa puterinya itulah dari keluarganya<br />
yang pertama kali akan menyusul. Itu sebabnya ia tertawa.<br />
<br />
Karena panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi air<br />
dingin diletakkan disampingnya. Sekali-sekali ia meletakkan<br />
tangan ke dalam air itu lalu mengusapkannya ke muka. Begitu<br />
tingginya suhu panas demam itu, kadang ia sampai tak<br />
sadarkan diri. Kemudian ia sadar kembali dengan keadaan yang<br />
sudah sangat payah sekali. Karena perasaan sedih yang<br />
menyayat hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai<br />
penderitaan ayahnya itu:<br />
<br />
"Alangkah beratnya penderitaan ayah!"<br />
<br />
"Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari<br />
ini," jawabnya.<br />
<br />
Maksudnya ia akan meninggalkan dunia ini, dunia duka dan<br />
penderitaan.<br />
<br />
Suatu hari sahabat-sahabatnya berusaha hendak meringankan<br />
penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada<br />
nasehat-nasehatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan<br />
mengeluh. Ia menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal<br />
ini lebih dari yang harus dipikul oleh dua orang. Dalam<br />
keadaan sakit keras serupa itu dan di dalam rumah banyak<br />
orang, ia berkata:<br />
<br />
"Bawakan dawat dan lembaran, akan ku (minta) tuliskan surat<br />
buat kamu, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan pernah<br />
sesat."<br />
<br />
Dari orang-orang yang hadir ada yang berkata, bahwa sakit<br />
Rasulullah s.a.w. sudah sangat gawat; pada kita sudah ada<br />
Qur'an, maka sudah cukuplah dengan Kitabullah itu. Ada yang<br />
menyebutkan, bahwa Umarlah yang mengatakan itu. Di kalangan<br />
yang hadir itu terdapat perselisihan. Ada yang mengatakan:<br />
Biar dituliskan, supaya sesudah itu kita tidak sesat. Ada<br />
pula yang keberatan karena sudah cukup dengan Kitabullah.<br />
<br />
Setelah melihat pertengkaran itu, Muhammad berkata:<br />
<br />
"Pergilah kamu sekalian! Tidak patut kamu berselisih di<br />
hadapan Nabi."<br />
<br />
Tetapi Ibn 'Abbas masih berpendapat, bahwa mereka membuang<br />
waktu karena tidak segera menuliskan apa yang hendak<br />
dikatakan oleh Nabi. Sebaliknya Umar masih tetap dengan<br />
pendapatnya, bahwa dalam Kitab Suci Tuhan berfirman:<br />
<br />
"Tiada sesuatu yang Kami abaikan dalam Kitab itu." (Qur'an,<br />
6:38)<br />
<br />
Berita sakitnya Nabi yang bertambah keras itu telah tersiar<br />
dari mulut ke mulut, sehingga akhirnya Usama dan anak<br />
buahnya yang ada di Jurf itu turun pulang ke Medinah. Bila<br />
Usama kemudian masuk menemui Nabi di rumah Aisyah, Nabi<br />
sudah tidak dapat berbicara. Tetapi setelah dilihatnya<br />
Usama, ia mengangkat tangan ke atas kemudian meletakkannya<br />
kepada Usama sebagai tanda mendoakan.<br />
<br />
Melihat keadaannya yang demikian keluarganya berpendapat<br />
hendak membantunya dengan pengobatan. Asma' - salah seorang<br />
kerabat Maimunah - telah menyediakan semacam minuman, yang<br />
pernah dipelajari cara pembuatannya selama ia tinggal di<br />
Abisinia. Tatkala Nabi sedang dalam keadaan pingsan karena<br />
demamnya itu, mereka mengambil kesempatan menegukkan minuman<br />
itu ke mulutnya. Bila ia sadar kembali ia bertanya:<br />
<br />
"Siapa yang membuatkan ini? Mengapa kamu melakukan itu?"<br />
<br />
"Kami kuatir Rasulullah menderita sakit radang selaput<br />
dada," kata 'Abbas pamannya.<br />
<br />
"Allah tidak akan menimpakan penyakit yang demikian itu<br />
kepadaku."<br />
<br />
Kemudian disuruhnya semua yang hadir dalam rumah - supaya<br />
meminum obat itu, tidak terkecuali Maimunah meskipun sedang<br />
berpuasa.<br />
<br />
Muhammad memiliki harta tujuh dinar ketika penyakitnya mulai<br />
terasa berat. Kuatir bila ia meninggal harta masih di<br />
tangan, maka dimintanya supaya uangnya itu disedekahkan.<br />
Tetapi karena kesibukan mereka merawat dan mengurus selama<br />
sakitnya dan penyakit yang masih terus memberat, mereka lupa<br />
melaksanakan perintahnya itu. Setelah hari Minggunya sebelum<br />
hari wafatnya ia sadar kembali dari pingsannya, ia bertanya<br />
kepada mereka: Apa yang kamu lakukan dengan (dinar) itu?<br />
Aisyah menjawab, bahwa itu masih ada di tangannya. Kemudian<br />
dimintanya supaya dibawakan. Bilamana uang itu sudah<br />
diletakkan di tangan Nabi, ia berkata:<br />
<br />
"Bagaimanakah jawab Muhammad kepada Tuhan, sekiranya ia<br />
menghadap Allah, sedang ini masih di tangannya."<br />
<br />
Kemudian semua uang dinar itu disedekahkan kepada<br />
fakir-miskin di kalangan Muslimin.<br />
<br />
Malam itu Muhammad dalam keadaan tenang. Panas demamnya<br />
sudah mulai turun, sehingga seolah karena obat yang<br />
diberikan keluarganya itulah yang sudah mulai bekerja dan<br />
dapat melawan penyakitnya. Sampai-sampai karena itu ia dapat<br />
pula di waktu subuh keluar rumah pergi ke mesjid dengan<br />
berikat kepala dan bertopang kepada Ali b. Abi Talib dan<br />
Fadzl bin'l-'Abbas. Abu Bakr waktu itu sedang mengimami<br />
orang-orang bersembahyang. Setelah kaum Muslimin yang sedang<br />
melakukan salat itu melihat Nabi datang, karena rasa gembira<br />
yang luarbiasa, hampir-hampir mereka terpengaruh dalam<br />
sembahyang itu. Tetapi Nabi memberi isyarat supaya mereka<br />
meneruskan salatnya. Bukan main Muhammad merasa gembira<br />
melihat semua itu.<br />
<br />
Abu Bakr merasa apa yang telah dilakukan mereka itu, dan<br />
yakinlah dia bahwa mereka tidak akan berlaku demikian kalau<br />
tidak karena Rasulullah. Ia surut dari tempat sembahyangnya<br />
untuk memberikan tempat kepada Muhammad. Tetapi Muhammad<br />
mendorongnya dari belakang seraya katanya Pimpin terus orang<br />
bersembahyang. Dia sendiri kemudian duduk di samping Abu<br />
Bakr dan sembahyang sambil duduk di sebelah kanannya<br />
<br />
Selesai sembahyang ia menghadap kepada orang banyak, dan<br />
kemudian berkata dengan suara agak keras sehingga terdengar<br />
sampai ke luar mesjid:<br />
<br />
"Saudara-saudara. Api (neraka) sudah bertiup. Fitnah pun<br />
datang seperti malam gelap gulita. Demi Allah, janganlah<br />
kiranya kamu berlindung kepadaku tentang apa pun. Demi<br />
Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu, kecuali yang<br />
dihalalkan oleh Qur'an, juga aku tidak akan mengharamkan<br />
sesuatu, kecuali yang diharamkan oleh Qur'an. Laknat Tuhan<br />
kepada golongan yang mempergunakan pekuburan mereka sebagai<br />
mesjid."<br />
<br />
Melihat tanda-tanda kesehatan Nabi yang bertambah maju,<br />
bukan main gembiranya kaum Muslimin, sampai-sampai Usama b.<br />
Zaid datang menghadap kepadanya dan minta ijin akan membawa<br />
pasukan ke Syam, dan Abu Bakrpun datang pula menghadap<br />
dengan mengatakan:<br />
<br />
"Rasulullah!6 Saya lihat tuan sekarang dengan karunia dan<br />
nikmat Tuhan sudah sehat kembali. Hari ini adalah bagian<br />
Bint Kharija. Bolehkah saya mengunjunginya?"<br />
<br />
Nabi pun mengijinkan. Abu Bakr segera berangkat pergi ke<br />
Sunh di luar kota Medinah - tempat tinggal isterinya. Umar<br />
dan Ali juga lalu pergi dengan urusannya masing-masing. Kaum<br />
Muslimin sudah mulai terpencar-pencar lagi. Mereka semua<br />
dalam suasana suka-cita dan gembira sekali, - sebab sebelum<br />
itu mereka semua dalam kesedihan, berwajah suram setelah<br />
mendapat berita bahwa Nabi dalam keadaan sakit, demamnya<br />
semakin keras sampai ia pingsan.<br />
<br />
Sekarang ia kembali pulang ke rumah Aisyah. Senang sekali<br />
hatinya melihat kaum Muslimin sudah memenuhi mesjid dengan<br />
hati bersemarak, meskipun ia masih merasakan badannya sangat<br />
lemah sekali.<br />
<br />
Dipandangnya laki-laki itu oleh Aisyah, dengan kalbu yang<br />
penuh pemujaan akan kebesaran orang itu, dan sekarang penuh<br />
rasa iba hati karena ia lemah, ia sakit. Ia ingin sekiranya<br />
ia dapat mencurahkan segala yang ada dalam dirinya untuk<br />
mengembalikan tenaga orang itu, mengembalikan hidupnya.<br />
<br />
Akan tetapi, kiranya perginya Nabi ke mesjid itu adalah<br />
suatu kesadaran batin, yang akan disusul oleh kematian.<br />
Setelah memasuki rumah, tiap sebentar tenaganya bertambah<br />
lemah juga. Ia melihat maut sudah makin mendekat. Tidak<br />
sangsi ia bahwa hidupnya hanya tinggal beberapa saat saja<br />
lagi. Ya, kiranya apakah yang diperhatikannya pada<br />
detik-detik yang masih ada sebelum ia berpisah dengan dunia<br />
ini? Adakah ia mengenangkan hidupnya sejak diutus Tuhan<br />
sebagai pembimbing dan sebagai nabi, mengenangkan segala<br />
yang pernah dialaminya selama itu, kenikmatan yang diberikan<br />
Tuhan kepadanya sampai selesai, kemudian hati merasa lega<br />
karena kalbu orang-orang Arab itu sudah terbuka menerima<br />
agama yang hak? Ataukah selama itu ia tinggal hanya membaca<br />
istighfar - meminta pengampunan Tuhan dan dengan seluruh<br />
jiwa ia menghadapkan diri seperti yang biasanya dilakukan<br />
selama dalam hidupnya? Ataukah juga dalam saat-saat terakhir<br />
itu ia harus menahan penderitaan sakratulmaut sehingga tidak<br />
lagi punya tenaga akan mengingat?<br />
<br />
Dalam hal ini beberapa sumber masih sangat berlain-lainan<br />
sekali keterangannya. Sebagian besar menyebutkan bahwa pada<br />
hari musim panas yang terjadi di seluruh semenanjung itu - 8<br />
Juni 632 - ia minta disediakan sebuah bejana berisi air<br />
dingin dan dengan meletakkan tangan ke dalam bejana itu ia<br />
mengusapkan air ke wajahnya; dan bahwa ada seorang laki-laki<br />
dari keluarga Abu Bakr datang ke tempat Aisyah dengan<br />
sebatang siwak di tangannya. Muhammad memandangnya demikian<br />
rupa, yang menunjukkan bahwa ia menginginkannya. Oleh Aisyah<br />
benda yang di tangan kerabatnya itu diambilnya, dan setelah<br />
dikunyah (ujungnya) sampai lunak diberikannya kepada Nabi.<br />
Kemudian dengan itu ia menggosok dan membersihkan giginya.<br />
Sementara ia sedang dalam sakratulmaut, ia menghadapkan diri<br />
kepada Allah sambil berdoa, "Allahumma ya Allah! Tolonglah<br />
aku dalam sakratulmaut ini."<br />
<br />
Aisyah berkata - yang pada waktu itu kepala Nabi berada di<br />
pangkuannya, "Terasa olehku Rasulullah s.a.w. sudah memberat<br />
di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya, ternyata<br />
pandangannya menatap ke atas seraya berkata, "Ya Handai<br />
Tertinggi7 dari surga."<br />
<br />
"Kataku, 'Engkau telah dipilih maka engkau pun telah<br />
memilih. Demi Yang mengutusmu dengan Kebenaran.' Maka<br />
Rasulullah pun berpulang sambil bersandar antara dada8 dan<br />
leherku dan dalam giliranku. Aku pun tiada menganiaya orang<br />
lain. Dalam kurangnya pengalamanku9 dan usiaku yang masih<br />
muda, Rasulullah s.a.w. berpulang ketika ia di pangkuanku.<br />
Kemudian kuletakkan kepalanya di atas bantal, aku berdiri<br />
dan bersama-sama wanita-wanita lain aku memukul-mukul<br />
mukaku."<br />
<br />
Benarkah Muhammad sudah meninggal? Itulah yang masih menjadi<br />
perselisihan orang ketika itu, sehingga hampir-hampir timbul<br />
fitnah di kalangan mereka dengan segala akibat yang akan<br />
menjurus kepada perang saudara, kalau tidak karena Tuhan<br />
Yang menghendaki kebaikan juga untuk mereka dan agama yang<br />
sebenarnya ini.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 yaitu Mu'adh b. Jabal (A)<br />
2 Siwak, batang kayu kecil dengan dilunakkan ujungnya<br />
dipakai menggosok dan membersihkan gigi (A)<br />
3 Bandingkan: Al-Kasysyaf oleh Zamakhsyari (jilid 2 p. 117)<br />
dalam menafsirkan Surah Hud ayat 112 (11 : 112) dan Mufradat<br />
Raghib, sub verbo "dzall" (A).<br />
4 Ahida ila, berarti 'berwasiat' (N), atau 'berpesan' (A).<br />
5 Tayawaza 'an yakni 'afa 'an (N), 'memaafkan' (A).<br />
6 Aslinya "Ya Nabiullah' (A)<br />
7 Ar-Rafiq'-A'la pada umumnya ahli-ahli filologi mengartikan<br />
kata rafiq ini, dengan 'handai taulan;' 'yang lemah-lembut;'<br />
'teman seperjalanan;' 'kawan hidup, suami atau isteri' (LA).<br />
Dalam istilah Hadis: rafiq berarti 'para nabi yang menempati<br />
tempat tertinggi,' untuk jamak dan tunggal (N); kata rafiq<br />
dalam Qur'an (4: 691 berarti 'teman seperjalanan' (N) dan<br />
rafiq dalam doa di atas ada yang mengartikan 'Tuhan' yakni<br />
'Yang lemah-lembut kepada hambaNya' (N). Berarti 'teman'<br />
dalam surga, (Qur'an, 4:69) demõkian sebagian besar<br />
ahli-ahli tafsir Qur'an. Dalam terjemahan ini dengan<br />
kira-kira dipergunakan kata 'Handai Tertinggi' (A).<br />
8 Sahr 'berarti paru-paru, yakni ia meninggal sedang<br />
bersandar di dadanya yang menjurus ke paru-paru' {N) (A).<br />
9 Safah, harfiah: kebodohan (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-40508549872587181292010-09-11T08:02:00.000-07:002010-09-11T08:02:19.045-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDUAPULUH SEMBILAN: IBADAH HAJI PERPISAHAN (1/2)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Muhammad dan Ahli Kitab - Kedudukannya di kalangan<br />
orang-orang Nasrani - Keramahannya kepada mereka -<br />
Kedudukan Muhammad di kalangan mereka - Ali b. Abi<br />
Talib diutus ke Yaman - Muhammad menyerukan orang pergi<br />
haji, mereka datang ke Medinah dari segenap penjuru -<br />
Sejumlah kira-kira 100.000 berangkat ke Mekah - Manasik<br />
haji - Khotbah Muhammad.<br />
<br />
SEJAK Ali b. Abi Talib membacakan awal Surah Bara'ah kepada<br />
orang-orang yang pergi haji, yang terdiri dari orang-orang<br />
Islam dan musyrik, waktu Abu Bakr memimpin jemaah haji, dan<br />
sejak ia mengumumkan kepada mereka atas perintah Muhammad<br />
waktu mereka berkumpul di Mina, bahwa orang kafir tidak akan<br />
masuk surga, dan sesudah tahun ini orang musyrik tidak boleh<br />
lagi naik haji, tidak boleh lagi bertawaf di Ka'bah dengan<br />
telanjang, dan barangsiapa terikat oleh suatu perjanjian<br />
dengan Rasulullah s.a.w. itu tetap berlaku sampai pada<br />
waktunya - sejak itu pula orang-orang musyrik penduduk jazirah<br />
Arab semua yakin sudah, bahwa buat mereka tak lagi ada tempat<br />
untuk terus hidup dalam paganisma. Dan kalau masih juga mereka<br />
melakukan itu, ingatlah, akan pengumuman perang dari Allah dan<br />
RasulNya. Hal ini akan berlaku buat penduduk daerah selatan<br />
jazirah Arab, yaitu Yaman dan Hadzramaut; sebab buat daerah<br />
Hijaz dan sekitarnya sampai ke utara mereka sudah masuk Islam<br />
dan bernaung di bawah bendera agama baru ini. Di bagian<br />
selatan itu sebenarnya masih terbagi antara penganut<br />
paganisma, dengan penganut Kristen. Tetapi orang-orang pagan<br />
ini kemudian menerima juga, seperti yang sudah kita lihat di<br />
atas. Secara berbondong bondong mereka masuk Islam, mereka<br />
mengirim utusan ke Medinah, dan Nabi pun menyambut mereka<br />
dengan sangat baik sekali, yang kiranya membuat mereka lebih<br />
gembira lagi menerima Islam. Sebagian besar mereka kembali ke<br />
daerah kekuasaan mereka masing-masing dan ini membuat mereka<br />
lebih cinta lagi kepada agama baru ini.<br />
<br />
Mengenai Ahli Kitab yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan<br />
Nasrani, ayat-ayat yang telah dibacakan oleh Ali dari Surah<br />
At-Taubah demikian bunyinya:<br />
<br />
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan<br />
Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan<br />
oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama<br />
yang benar, yaitu orang-orang yang sudah mendapat Al-Kitab,<br />
sampai mereka membayar. jizya dengan patuh dalam keadaan<br />
tunduk."1 sampai kepada firman Tuhan:<br />
<br />
"Orang-orang beriman! Banyak sekali para pendeta dan<br />
rahib-rahib memakan harta orang dengan jalan yang batil dan<br />
mereka merintangi orang dari jalan Allah. Dan mereka yang<br />
menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan<br />
Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa yang pedih.<br />
Tatkala semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu dengan itu<br />
dahi mereka, lambung mereka dan punggung mereka dibakar.<br />
'Inilah harta bendamu yang kamu timbun untuk dirimu sendiri.<br />
Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu timbun itu."<br />
(Qur'an, 9: 34 - 35)<br />
<br />
Menghadapi ayat-ayat Surah At-Taubah sebagai wahyu penutup<br />
dalam Quran itu, banyak ahli-ahli sejarah yang bertanya-tanya<br />
dalam hati: apakah perintah Muhanmnmad 'a.s. mengenai Ahli<br />
Kitab itu berbeda dengan perintahnya dulu ketika baru-baru ia<br />
membawa ajarannya? Beberapa Orientalis lalu berpendapat bahwa<br />
ayat-ayat ini hendak menempatkan Ahli Kitab dan orang-orang<br />
musyrik dalam kedudukan yang hampir sama; dan bahwa Muhammad,<br />
yang sudah berhasil mengalahkan paganisma di seluruh jazirah,<br />
setelah meminta bantuan pihak Yahudi dan Nasrani, dengan<br />
menyatakan pada tahun-tahun pertama risalahnya itu, bahwa ia<br />
datang membawa agama Isa, Musa, Ibrahim dan rasul-rasul Iain<br />
yang sudah lebih dulu, telah mengarahkan sasarannya kepada<br />
orang-orang Yahudi, yang sudah lebih dulu menghadapinya dengan<br />
permusuhan. Mereka tetap bersikap demikian, sampai akhirnya<br />
mereka diusir dari jazirah. Sementara itu ia hendak mengambil<br />
mati orang-orang Nasrani, lalu turun ayat-ayat yang memperkuat<br />
iman mereka yang baik, sehingga datang firman Tuhan ini:<br />
<br />
"Pasti akan kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi<br />
mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang<br />
musyrik dan pasti akan kaudapati orang-orang yang paling akrab<br />
bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang<br />
berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, diantara<br />
mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu<br />
tidak menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)<br />
<br />
Nah, sekarang ia mengarahkan tujuannya kepada pihak Nasrani,<br />
sama seperti yang dulu ditujukan kepada pihak Yahudi.<br />
Orang-orang Nasrani digolongkan kedalam mereka yang tidak<br />
percaya kepada Tuhan dan kepada Hari Kemudian. Ia melakukan<br />
hal itu setelah pihak Nasrani memberikan perlindungan kepada<br />
pengikut-pengikutnya kaum Muslimin ketika mereka dulu pergi ke<br />
Abisinia di bawah naungan rajanya yang adil, dan setelah pula<br />
Muhammad menulis surat kepada penduduk Najran dan kaum Nasrani<br />
lainnya dengan menjamin agama mereka dan segala upacara<br />
keagamaan yang mereka lakukan. Lalu golongan Orientalis itu<br />
berpendapat bahwa sikap kontradiksi dalam siasat Muhammad<br />
inilah yang kemudian membuat permusuhan antara pihak Muslimin<br />
dengan Nasrani itu jadi berlarut-larut, dan bahwa dia pula<br />
yang membuat saling pendekatan antara pengikut-pengikut Yesus<br />
dengan pengikut-pengikut Muhammad jadi tidak begitu mudah,<br />
kalau pun tidak akan dikatakan mustahil.<br />
<br />
Mengambil argumen ini secara mendatar adakalanya dapat memikat<br />
orang bahwa itu ada juga benarnya, atau pun dapat memikat<br />
orang sampai mempercayainya. Akan tetapi bila orang mau<br />
mengikuti jalur sejarah mau menelitinya sehubungan dengan<br />
masalah-masalah dan sebab-sebab turunnya ayat-ayat itu,<br />
samasekali orang tidak perlu sangsi tentang kesatuan sikap<br />
Islam dan sikap Muhammad terhadap agama-agama Kitab sejak dari<br />
permulaan risalah itu sampai akhirnya. Almasih anak Mariam<br />
ialah Hamba Allah yang diberiNya kitab, dijadikanNya ia<br />
seorang nabi, dijadikannya ia orang yang beroleh berkah dimana<br />
pun ia berada! diperintahkanNya ia melakukan sembahyang,<br />
mengeluarkan zakat selama ia masih hidup. Itulah yang telah<br />
diturunkan oleh Qu'ran sejak dari permulaan risalah sampai<br />
akhirnya. Allah cuma Satu. Allah itu Abadi dan Mutlak. Tidak<br />
beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada suatu apa pun yang<br />
meyerupaiNya. Itulah jiwa dan dasar Islam sejak dari langkah<br />
pertama, dan itu pula jiwa Islam selama dunia ini berkembang.<br />
<br />
Orang-orang Nasrani Najran pernah mendatangi Nabi hendak<br />
mengajaknya berdebat tentang Tuhan dan tentang kenabian Isa<br />
terhadap Tuhan jauh sebelum Surah At-Taubah ini turun. Mereka<br />
bertanya kepada Muhammad:<br />
<br />
"Ibu Isa itu Mariam; lalu siapa bapanya?"<br />
<br />
Untuk itu datang firman Allah:<br />
<br />
"Hal seperti terhadap Adam; dijadikanNya ia dari tanah lalu<br />
dikatakan: 'jadilah,' maka jadilah ia. Kebenaran itu datangnya<br />
hanya dari Tuhan. Jangan kau jadi orang yang sangsi.<br />
Barangsiapa mengajak engkau berdebat tentang Dia setelah<br />
engkau mendapat pengetahuan, katakanlah: 'Marilah kita panggil<br />
anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan<br />
wanita-wanita kamu, diri kami sendiri dan diri kamu; kemudian<br />
kita berdoa supaya laknat Tuhan itu ditimpakan kepada yang<br />
berdusta.' Inilah kisah kisah sebenarnya: tiada tuhan selain<br />
Allah. Dan Allah sungguh Maha Kuasa dan Bijaksana. Kalau pun<br />
mereka menyimpang juga, Tuhan jua yang mengetahui mereka yang<br />
berbuat bencana. Katakanlah: 'Orang-orang Ahli Kitab! Marilah<br />
kita menerima suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu;<br />
bahwa tak ada yang akan kita sembah selain Allah, dan bahwa<br />
kita takkan mempersekutukanNya dengan apa pun, dan tidak pula<br />
antara kita akan saling mempertuhan satu sama lain, selain<br />
daripada Allah.' Tetapi kalau mereka menyimpang juga,<br />
katakanlah: 'Saksikanlah, bahwa kami ini orang-orang<br />
Muslimin." (Qur'an, 3: 59 - 64)<br />
<br />
Percakapan dalam surah ini, Surah Keluarga 'Imran dengan gaya<br />
bahasa yang luarbiasa, ditujukan kepada Ahli Kitab, menegur<br />
mereka mengapa mereka merintangi orang beriman dari jalan<br />
Allah dan mengapa mereka mengingkari ayat-ayat yang datang<br />
dari Tuhan, padahal ayat-ayat itu juga yang dibawa oleh Isa,<br />
oleh Musa, oleh Ibrahim, sebelum kata-kata itu diubah-ubah dan<br />
sebelum diartikan menurut kehendak nafsu sendiri disesuaikan<br />
dengan kehidupan duniawi dengan kesenangan yang penuh tipu<br />
daya. Banyak lagi surah-surah lain, yang dalam kata-katanya<br />
ditujukan seperti yang terdapat dalam surah Keluarga 'Imran<br />
itu. Dalam Surah al-Ma'idah (5) Tuhan berfirman:<br />
<br />
"Sebenarnya mereka telah melakukan penyhinaan (terhadap<br />
Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa Allah satu dari tiga<br />
dalam trinitas. Tak ada tuhan kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila<br />
tidak mau juga mereka berhenti (menghina Tuhan), pasti mereka<br />
yang telah merendahkan (Tuhan) itu akan dijatuhi siksaan yang<br />
amat pedih. Tidakkah mereka mau bertaubat kepada Tuhan dan<br />
meminta ampun. Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Sebenarnya<br />
Almasih putera Mariam itu hanya seorang rasul, dan ibunya<br />
adalah wanita yang tulus dan jujur, keduanya memakan makanan.<br />
Perhatikanlah, betapa Kami menjelaskan ayat-ayat itu kepada<br />
mereka, lalu perhatikanlah, bagaimana mereka sampai<br />
dipalingkan?" (Qur'an,5:73 - 75)<br />
<br />
Kemudian dalam Surah al-Ma'idah itu juga Tuhan berfirman:<br />
<br />
"Dan ingat ketika Allah berkata: 'Hai Isa anak Mariam!<br />
engkaukah yang mengatakan kepada orang: Allah mengangkatku dan<br />
ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?' Ia menjawab: 'Maha Suci<br />
Engkau, tidak akan aku mengatakan yang bukan menjadi hakku.<br />
Kalau pun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah mengetahuinya.<br />
Engkau mengetahui apa yang ada dalam hatiku, tapi aku tidak<br />
mengetahui apa yang ada didalam DiriMu." (Qur'an, 5: 116)<br />
<br />
sampai pada ayat-ayat selanjutnya seperti sudah kita nukilkan<br />
dalam pengantar buku ini. Salah satu ayat dalam Surah<br />
al-Ma'idah inilah yang oleh penulis-penulis sejarah Kristen<br />
dipersoalkan dan dijadikannya alasan tentang perkembangan<br />
sikap Muhammad terhadap mereka sesuai dengan perkembangan<br />
politiknya, yaitu ketika Tuhan berfirman:<br />
<br />
"Pasti akan kau dapati orang-orang yang paling keras memusuhi<br />
mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang<br />
musyrik; dan pasti akan kaudapati orang-orang yang paling<br />
akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang<br />
berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, diantara<br />
mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu<br />
tidak menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)<br />
<br />
Sebaliknya, ayat-ayat yang terdapat dalam Surah Bara'ah (9)<br />
yang juga bicara tentang Ahli Kitab sekali-kali tidak<br />
membicarakan kepercayaan mereka mengenai Almasih anak Mariam<br />
itu. Ayat-ayat itu bicara tentang kelakukan mereka<br />
mempersekutukan Tuhan, makan harta orang secara tidak sah<br />
serta menimbun emas dan perak. Sedang menurut Islam Ahli Kitab<br />
itu sudah keluar dari rel agama Isa, mereka menghalalkan apa<br />
yang dilarang oleh Tuhan dan melakukan perbuatan orang yang<br />
tidak beriman kepada Tuhan dan Hari Kemudian. Tetapi sungguh<br />
pun demikian - lepas dari semua itu - keimanan mereka kepada<br />
Tuhan sudah menjadi jembatan buat mereka untuk tidak<br />
dipersamakan dengan orang-orang pagan. Buat mereka yang masih<br />
gigih mau menjadikan Tuhan satu dari tiga dalam trinitas dan<br />
mau menghalalkan apa yang dilarang Tuhan, cukup dengan<br />
membayar jizya dengan taat dan patuh.<br />
<br />
Seruan yang telah disampaikan oleh Ali tatkala Abu Bakr<br />
memimpin jamaah haji itu merupakan puncak dari masuknya<br />
penduduk jazirah bagian selatan kedalam Islam secara<br />
berbondong-bondong. Utusan-utusan itu secara berturut-turut<br />
telah datang ke Medinah seperti sudah kita sebutkan -<br />
diantaranya perutusan dari orang-orang musyrik dan dari Ahli<br />
Kitab. Nabi memberi hormat secukupnya kepada setiap utusan<br />
yang datang dan para amir itu dikembalikan ke daerah kekuasaan<br />
mereka dengan cara terhormat sekali. Hal ini sudah kita<br />
sebutkan dalam bagian yang lalu. Asy'ath b. Qais dengan<br />
memimpin 80 orang dari Kinda dengan berkendaraan, mereka<br />
datang kepada Nabi dalam mesjid, dengan berhias rambut,<br />
bercelak mata, mengenakan jubah yang indah-indah dan<br />
berselempang sutera. Begitu melihat mereka, Nabi berkata:<br />
<br />
"Bukankah kamu sudah menjadi Islam?"<br />
<br />
"Ya," jawab mereka.<br />
<br />
"Buat apa kamu mengenakan sutera ini di leher?" kata Nabi<br />
lagi.<br />
<br />
Mereka lalu melepaskan sutera itu.<br />
<br />
"Rasulullah," kata Asy'ath kemudian, "kami dari Keluarga<br />
Akil'l-Murar2 dan tuan juga dari keturunan Akil'l-Murar."<br />
<br />
Mendengar itu Nabi tersenyum. Ia teringat pada 'Abbas bin<br />
'Abd'l-Muttalib dan Rabi'a bin'l-Harith<br />
<br />
Bersama dengan Asy'ath itu juga datang Wa'il b. Hujr al-Kindi,<br />
seorang amir dari daerah pantai di Hadzramaut. Ia kemudian<br />
masuk Islam. Nabi mengakui daerah kekuasaannya itu dan<br />
dimintanya ia memungut 'usyr dari penduduk untuk diserahkan<br />
kepada pemungut-pemungut pajak yang sudah ditunjuk oleh Rasul.<br />
Dalam hal ini Nabi menugaskan Mu'awiya b. Abi Sufyan menemani<br />
Wa'il ke negerinya. Tetapi Wa'il tidak mau sekendaraan dengan<br />
dia dan tidak pula mau memberikan kepadanya alas kaki. Sekedar<br />
dapat menahan panasnya musim, cukup dengan membiarkan dia<br />
berjalan di bawah naungan untanya. Meskipun ini bertentangan<br />
dengan ajaran Islam yang mengajarkan persamaan antara sesama<br />
kaum Muslimin dan semua orang Islam bersaudara, namun Mu'awiya<br />
menerimanya juga demi menjaga Islamnya Wa'il dan golongannya.<br />
<br />
Setelah Islam tersiar di kawasan Yaman, Nabi mengutus Mu'adh<br />
(b. Jabal) ke daerah itu untuk memberikan pelajaran kepada<br />
penduduk serta untuk memperdalam hukum Islam, dengan pesan:<br />
"Permudahlah dan jangan dipersulit. Gembirakan dan jangan<br />
ditakut-takuti. Engkau akan bertemu dengan golongan Ahli Kitab<br />
yang akan bertanya kepadamu: 'Apa kunci surga?' Maka jawablah:<br />
'Suatu kesaksian, bahwa tak ada tuhan selain Allah Yang tiada<br />
bersekutu."<br />
<br />
Mu'adh pun berangkat, disertai beberapa orang dari kalangan<br />
Muslimin yang mula-mula dan yang bertugas mengurus 'usyr,<br />
serta memberikan pelajaran dan menjalankan hukum sesuai dengan<br />
perintah Tuhan dan Rasul.<br />
<br />
Dengan tersebarnya Islam di seluruh kawasan jazirah itu - dari<br />
timur sampai ke barat, dari utara sampai ke selatan - maka<br />
seluruh lingkungan itu telah menjadi satu di bawah satu panji,<br />
yaitu panji Muhammad Rasulullah s.a.w. dan berada dalam satu<br />
agama yaitu Islam, jantung mereka pun hanya satu pula arahnya,<br />
yaitu menyembah Allah Yang Tunggal tiada bersekutu.<br />
<br />
Sebelum duapuluh tahun yang lalu, kabilah-kabilah itu saling<br />
bermusuhan, satu sama lain serang menyerang dalam peperangan,<br />
setiap ada kesempatan. Tetapi dengan penggabungan mereka<br />
dibawah panji Islam ini; mereka telah menjadi bersih dari<br />
segala noda paganisma, mereka hidup tenteram dibawah<br />
undang-undang Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian<br />
permusuhan di kalangan penduduk itu sudah tak ada lagi. Perang<br />
dan permusuhan sudah tidak punya tempat. Sudah tak ada lagi<br />
orang yang akan menghunus pedang, kecuali jika hendak<br />
mempertahankan tanah air, membela agama Allah dari serangan<br />
pihak lain.<br />
<br />
Akan tetapi masih ada sekelompok orang-orang Nasrani Najran<br />
yang masih berpegang pada agama mereka, yang berbeda dengan<br />
sebagian besar masyarakat mereka sendiri, yaitu Banu Harith<br />
yang sudah lebih dahulu masuk Islam. Kepada mereka ini Nabi<br />
mengutus Khalid bin'l-Walid mengajak mereka menganut Islam<br />
supaya terhindar dari serbuannya. Tetapi begitu diserukan<br />
mereka sudah mau masuk Islam. Khalid kemudian mengirim utusan<br />
dari kalangan mereka sendiri ke Medinah supaya menemui Nabi,<br />
yang kemudian disambutnya dengan ramah dan akrab sekali.<br />
Disamping itu ada lagi sekelompok masyarakat Yaman yang masih<br />
merasa enggan sekali tunduk di bawah panji Islam, sebab Islam<br />
lahir di Hijaz, sedang biasanya Yaman yang menyerbu Hijaz.<br />
Sebaliknya, sebelum itu Hijaz tidak yernah menyerang Yaman.<br />
<br />
Kepada mereka ini Nabi mengutus Ali b. Abi Talib dengan tugas<br />
mengajak mereka ke dalam Islam. Juga pada mulanya mereka<br />
sangat congkak sekali. Menyambut ajakan Ali dengan<br />
menyerangnya. Akan tetapi Ali - dengan usianya yang masih<br />
begitu muda dan hanya membawa tiga ratus orang - sudah dapat<br />
membuat mereka cerai-berai. Pihak penyerang yang sudah dipukul<br />
mundur itu kembali menyusun lagi barisannya. Akan tetapi Ali<br />
segera mengepung mereka sehingga timbul panik dalam barisan<br />
mereka itu. Tak ada jalan lain mereka harus menyerah. Dengan<br />
demikian kemudian mereka masuk Islam dan menjadi orang Islam<br />
yang baik. Semua pelajaran yang diberikan oleh Mu'adh dan<br />
sahabat-sahabatnya mereka dengarkan baik-baik. Utusan mereka<br />
ini merupakan utusan terakhir yang diterima Nabi di Medinah<br />
sebelum Nabi berpulang ke rahmatullah.<br />
<br />
Sementara Ali sedang bersiap-siap kembali ke Mekah, Nabi pun<br />
sedang dalam persiapan pula hendak menunaikan ibadah haji, dan<br />
dimintanya orang juga bersiap-siap. Bulan berganti bulan dan<br />
bulan Zulkaedah pun sudah pula hampir lalu. Nabi belum lagi<br />
melakukan ibadah haji akbar meskipun sebelum itu sudah dua<br />
kali mengadakan 'umrah dengan melakukan ibadah haji ashghar.3<br />
<br />
(bersambung ke bagian 2/2)<br />
<br />
<br />
<br />
<table border="0" cellpadding="0"><tbody>
<tr></tr>
<tr><td valign="top" width="80"></td><td valign="top"><pre>BAGIAN KEDUAPULUH SEMBILAN: IBADAH HAJI PERPISAHAN (2/2)
Muhammad Husain Haekal
Dalam ibadah haji ada suatu manasik (upacara) yang dalam hal
ini Nabi 'a.s. adalah contoh bagi umat Islam. Begitu orang
mengetahui benar Nabi telah menetapkan akan pergi haji dan
mengajak mereka ikut serta, tersiarlah ajakan itu ke segenap
penjuru semenanjung. Beribu-ribu orang datang ke Medinah dari
segenap penjuru: dari kota-kota dan dari pedalaman, dari
gunung-gunung dan dari sahara, dari semua pelosok tanah Arab
yang membentang luas, yang sekarang sudah bersinar dengan
cahaya Tuhan dan cahaya Nabi yang mulia itu. Di sekitar kota
Medinah sudah pula dipasang kemah-kemah untuk seratus ribu
orang atau lebih, yang datang memenuhi seruan Nabi, Rasulullah
s.a.w. Mereka datang sebagai saudara untuk saling
kenal-mengenal, mereka dipertalikan semua oleh rasa
kasih-sayang, oleh keikhlasan hati dan oleh ukhuah islamiah,
yang dalam tahun-tahun sebelum itu mereka saling bermusuhan.
Manusia yang berjumlah ribuan itu kini sedang melihat-lihat
kota, masing-masing dengan bibir tersenyum, dengan wajah yang
cerah dan berseri-seri. Berkumpulnya mereka itu menggambarkan
adanya suatu kebenaran yang telah mendapat kemenangan, Nur
Ilahi telah tersebar luas, yang membuat mereka semua teguh
bersatu seperti sebuah bangunan yang kukuh.
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8709578682761377883" name="602"></a>
Pada 25 Zulkaedah tahun kesepuluh Hijrah Nabi berangkat dengan
membawa semua isterinya, masing-masing dalam hodahnya. Ia
berangkat dengan diikuti jumlah manusia yang begitu melimpah -
penulis-penulis sejarah ada yang menyebutkan 90.000 orang dan
ada pula yang menyebutkan 114.000 orang. Mereka berangkat
dibawa oleh iman, jantung mereka penuh kegembiraan, penuh
keikhlasan, menuju ke Baitullah yang suci. Mereka hendak
menunaikan kewajiban ibadah haji besar.
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8709578682761377883" name="602a"></a>
Bilamana mereka sampai di Dhu'l-Hulaifa, mereka berhenti dan
tinggal selama satu malam di sana. Keesokan harinya, bila Nabi
sudah mengenakan pakaian ihram kaum Muslimin yang lain juga
memakai pakaian ihram. Mereka semua masing-masing mengenakan
kain selubung bagian bawah dan atas. Mereka berjalan semua
dengan pakaian yang sama, yaitu pakaian yang sangat sederhana.
Dengan demikian mereka telah melaksanakan suatu persamaan
dalam arti yang sangat jelas.
Dengan seluruh kalbu Muhammad telah menghadapkan diri kepada
Tuhan dengan mengucapkan talbiah yang diikuti pula oleh kaum
Muslimin dari belakang: "Labbaika Allahumma labbaika, labbaika
la syarika laka labbaika. Alhamdu lillah wan-ni'matu
wa'sy-syukru laka labbaika. Labbaika la syarika laka
labbaika." ("Kupenuhi panggilanMu, ya Allah, kupenuhi
panggilanMu. Kupenuhi panggilanMu. Tiada bersekutu Engkau.
Kupenuhi panggilanMu. Puji, nikmat dan syukur kepunyaanMu.
Kupenuhi panggilanMu, kupenuhi panggilanMu, tiada bersekutu
Engkau. Kupenuhi panggilanMu.")
Lembah-lembah dan padang sahara bersahut-sahutan menyambut
seruan ini, semua turut berseru dengan penuh iman. Ribuan, ya
puluhan ribu kafilah itu menyusuri jalan antara
Madinat'r-Rasul dengan Kota Mesjid Suci. Ia berhenti pada
setiap mesjid, menunaikan kewajiban sambil menyerukan talbiah,
sebagai tanda taat dan syukur atas nikmat Allah. Dengan penuh
kesabaran ia menantikan saat ibadah haji akbar itu tiba.
Dengan hati rindu, dengan jantung berdetak penuh cinta akan
Baitullah. Padang-padang pasir seluruh jazirah, gunung-gunung,
lembah-lembah dan padang tanaman yang segar menghijau,
terkejut mendengarnya, dengan kumandangnya yang
bersahut-sahutan; suatu hal yang belum pernah dikenal, sebelum
Nabi yang ummi ini, Rasul dan Hamba Allah ini datang
memberkahinya.
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8709578682761377883" name="603"></a>
Tatkala rombongan itu sampai di Sarif - suatu tempat antara
jalan Mekah dengan Medinah - Muhammad berkata kepada
sahabat-sahabatnya:
"Barangsiapa diantara kamu tidak membawa binatang kurban dan
ingin menjadikan (ihram) ini sebagai umrah, lakukanlah; tetapi
yang membawa binatang kurban jangan."
Bilamana jamaah haji sudah sampai di Mekah pada hari keempat
Zulhijjah, Nabi cepat-cepat menuju Ka'bah diikuti oleh kaum
Muslimin yang lain. Kemudian ia menyentuh hajar aswad dan
menciumnya, lalu bertawaf di Ka'bah sebanyak tujuh kali dan
pada tiga kali yang pertama ia berlari-lari seperti yang
dilakukan pada waktu 'umrat'l-qadza'. Setelah melakukan salat
di Maqam Ibrahim ia kembali dan sekali lagi mencium hajar
aswad. Kemudian ia keluar dari mesjid itu menuju ke sebuah
bukit di Shafa, lalu melakukan sa'i antara Shafa dan Marwa.
Selanjutnya Muhammad berseru supaya barangsiapa tidak membawa
ternak kurban untuk disembelih, jangan terus mengenakan
pakaian ihram. Ada beberapa orang yang masih ragu-ragu. Atas
sikap yang masih ragu-ragu ini Nabi marah sekali seraya
katanya
"Apa yang kuperintahkan, lakukanlah."
Dalam keadaan masih gusar itu Nabi memasuki kubahnya, sehingga
Aisyah bertanya:
"Kenapa jadi marah?"
"Bagaimana takkan marah, aku memerintahkan sesuatu tidak
dijalankan."
Ketika ada salah seorang sahabat menemuinya ia masih dalam
keadaan marah.
"Rasulullah," katanya, "orang yang membuat tuan jadi marah
akan masuk neraka."
Ketika itu Rasul menjawab:
"Tidak kau ketahui, bahwa aku memerintahkan sesuatu kepada
mereka tapi mereka masih ragu-ragu? Jika aku menghadapi
tugasku, aku takkan pernah mundur! Aku tidak membawa ternak
kurban itu kemari sebelum aku membelinya. Sesudah itu aku
melepaskan ihram seperti mereka juga," demikian Muslim
melaporkan.
Setelah kaum Muslimin mengetahui, bahwa Rasulullah sampai
marah, ribuan mereka segera melepaskan pakaian ihramnya dengan
perasaan menyesal sekali. Juga isteri-isteri Nabi, Fatimah
puterinya seperti yang lain juga melepaskan pakaian ihramnya.
Yang masih mengenakan ihram hanya mereka yang membawa ternak
kurban.
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8709578682761377883" name="604"></a>
Sementara kaum Muslimin sedang menunaikan ibadah haji, Ali
pun kembali dari ekspedisinya ke Yaman. Ia sudah mengenakan
pula pakaian ihram sebagai persiapan pergi haji setelah
diketahuinya bahwa Rasulullah memimpin jamaah berhaji. Ketika
ia menemui Fatimah dan dilihatnya sudah melepaskan kain ihram,
hal itu ditanyakannya. Fatimah menerangkan bahwa Nabi
menmerintahkan mereka supaya melepaskan ihram itu waktu umrah.
Ia pun segera pergi menemui Nabi, hendak melaporkan hasil
perjalanannya ke Yaman. Selesai laporan itu Nabi berkata:
"Pergilah bertawaf di Ka'bah kemudian lepaskan ihrammu seperti
teman-temanmu yang lain."
"Rasulullah"' kata Ali, "saya sudah mengucapkah ihlal seperti
yang tuan ucapkan."<sup>4</sup>
"Kembalilah dan lepaskan ihrammu seperti dilakukan
teman-temanmu yang lain," kata Nabi lagi.
"Rasulullah," demikian Ali berkata, "ketika saya mengenakan
ihram, saya sudah berkata begini: Allahumma Ya Allah, saya
berihlal seperti yang dilakukan oleh NabiMu, HambaMu dan
RasulMu Muhammad."
Nabi bertanya, kalau-kalau dia sudah mempunyai binatang
kurban. Setelah oleh Ali dijawab tidak, Muhammad membagikan
binatang kurban yang dibawanya itu kepada Ali. Dengan demikian
Ali tetap mengenakan ihram dan melakukan manasik haji akbar
sampai selesai.
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8709578682761377883" name="606"></a>
Pada hari kedelapan Zulhijjah, yaitu Hari Tarwia, Muhammad
pergi ke Mina. Selama sehari itu sambil melakukan kewajiban
salat ia tinggal dalam kemahnya itu. Begitu juga malamnya,
sampai pada waktu fajar menyingsing pada hari haji. Selesai
salat subuh, dengan menunggang untanya al-Qashwa' tatkala
matahari mulai tersembul ia menuju arah ke gunung 'Arafat.
Arus-manusia dari belakang mengikutinya. Bilamana ia sudah
mendaki gunung itu dengan dikelilingi oleh ribuan kaum
Muslimin yang mengikuti perjalanannya - ada yang mengucapkan
talbiah, ada yang bertakbir, sambil ia mendengarkan mereka
itu, dan membiarkan mereka masing-masing.
Di Namira, sebuah desa sebelah timur 'Arafat, telah pula
dipasang sebuah kemah buat Nabi, atas permintaannya. Bila
matahari sudah tergelincir, dimintanya untanya al-Qashwa, dan
ia berangkat lagi sampai di perut wadi di bilangan 'Urana. Di
tempat itulah manusia dipanggilnya, sambil ia masih di atas
unta, dengan suara lantang; tapi sungguhpun begitu masih
diulang oleh Rabi'a b. Umayya b. Khalaf. Setelah mengucapkan
syukur dan puji kepada Allah dengan berhenti pada setiap anak
kalimat ia berkata, "Wahai manusia sekalian!5 perhatikanlah
kata-kataku ini! Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun
ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu
dengan kamu sekalian.
"Saudara-saudara!5 Bahwasanya darah kamu dan harta-benda kamu
sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini
yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap
Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap Tuhan; pada waktu itu
kamu dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu. Ya,
aku sudah menyampaikan ini!
"Barangsiapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu
kepada yang berhak menerimanya.
"Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak
menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat aniaya
terhadap orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya. Allah
telah menentukan bahwa tidak boleh lagi ada riba dan bahwa
riba 'Abbas b. 'Abd'l-Muttalib semua sudah tidak berlaku.
"Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak berlaku
lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah
darah Ibn Rabi'a bin'l Harith b. 'Abd'l-Muttalib!
"Kemudian daripada itu saudara-saudara.5 Hari ini nafsu setan
yang minta disembah di negeri ini sudah putus buat
selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walau pun
dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan
segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh
karena itu peliharalah agamamu ini baik-baik.
"Saudara-saudara.5 Menunda-nunda berlakunya larangan bulan
suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itu orang-orang
kafir itu tersesat. Pada satu tahun mereka langgar dan pada
tahun lain mereka sucikan, untuk disesuaikan dengan jumlah
yang sudah disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa
yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana yang sudah
dihalalkan.
"Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi
ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada duabelas bulan,
empat bulan di antaranya ialah bulan suci, tiga bulan
berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan Jumadilakhir
dan Sya'ban.
"Kemudian daripada itu, saudara-saudara.5 Sebagaimana kamu
mempunyai hak atas isteri kamu, juga isterimu sama mempunyai
hak atas kamu. Hak kamu-atas mereka ialah untuk tidak
mengijinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan kaki ke
atas lantaimu, dan jangan sampai mereka secara jelas membawa
perbuatan keji. Kalau sampai mereka melakukan semua itu Tuhan
mengijinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh
memukul mereka dengan suatu pukulan yang tidak sampai
mengganggu. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka
kewajiban kamulah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka
dengan sopan-santun. Berlaku baiklah terhadap isteri kamu,
mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka tidak memiliki
sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai
amanat Tuhan, dan kehormatan mereka dihalalkan buat kamu
dengan nama Tuhan.
"Perhatikanlah kata-kataku ini, saudara-saudara5 Aku sudah
menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas kutinggalkan
ditangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu takkan sesat
selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
"Wahai Manusia sekalian!5 Dengarkan kata-kataku ini dan
perhatikan! Kamu akan mengerti, bahwa setiap Muslim adalah
saudara buat Muslim yang lain, dan kaum Muslimin semua
bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan (mengambil
sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati
diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?"
Sementara Nabi mengucapkan itu Rabi'a mengulanginya kalimat
demi kalimat, sambil meminta kepada orang banyak itu
menjaganya dengan penuh kesadaran. Nabi juga menugaskan dia
supaya menanyai mereka misalnya: Rasulullah bertanya "hari
apakah ini? Mereka menjawab: Hari Haji Akbar! Nabi bertanya
lagi: "Katakan kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu oleh
Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai datang
masanya kamu sekalian bertemu Tuhan."
Setelah sampai pada penutup kata-katanya itu ia berkata lagi:
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?!"
Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab: "Ya!"
Lalu katanya:
"Ya Allah, saksikanlah ini!"
Selesai Nabi mengucapkan pidato ia turun dari al-Qashwa' -
untanya itu. Ia masih di tempat itu juga sampai pada waktu
sembahyang lohor dan asar. Kemudian menaiki kembali untanya
menuju Shakharat. Pada waktu itulah Nahi a.s. membacakan
firman Tuhan ini kepada mereka:
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8709578682761377883" name="610"></a>"Hari inilah Kusempurnakan agamamu ini untuk kamu sekalian
dengan Kucukupkan NikmatKu kepada kamu, dan yang Kusukai Islam
inilah menjadi agama kamu." (Qur'an, 5: 3)
Abu Bakr ketika mendengarkan ayat itu ia menangis, ia merasa,
bahwa risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya
Nabi hendak menghadap Tuhan.
Setelah meninggalkan Arafat malam itu Nabi bermalam di
Muzdalifa. Pagi-pagi ia bangun dan turun ke Masy'ar'l-Haram.
Kemudian ia pergi ke Mina dan dalam perjalanan itu ia
melemparkan batu-batu kerikil. Bila sudah sampai di kemah ia
menyembelih 63 ekor unta, setiap seekor unta untuk satu tahun
umurnya, dan yang selebihnya dari jumlah seratus ekor unta
kurban yang dibawa Nabi sewaktu keluar dari Medinah -
disembelih oleh Ali. Kemudian Nabi mencukur rambut dan
menyelesaikan ibadah hajinya.
Dengan selesainya ibadah haji ini, ada orang yang menamakannya
'Ibadah haji perpisahan' yang lain menyebutkan 'ibadah haji
penyampaian' ada lagi yang mengatakan 'ibadah haji Islam.'6
Nama-nama itu memang benar semua. Disebut 'ibadah haji
perpisahan' karena ini yang penghabisan kali Muhammad melihat
Mekah dan Ka'bah. Dengan 'ibadah haji Islam,' karena Tuhan
telah menyempurnakan agama ini kepada umat manusia dan
mencukupkan pula nikmatNya. 'Ibadah haji penyampaian' berarti
Nabi telah menyampaikan kepada umat manusia apa yang telah
diperintahkan Tuhan kepadanya. Tiada lain Muhammad hanya
memberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada
orang-orang beriman.
Catatan kaki:
1 Qur'an, 9: 29.
2 Akil'l-Murar nama suatu kabilah dan sebutan ini
menandakan keturunan amir-amir yang sangat dibanggakan
(A).
3 Lihat catatan bawah halaman 580 (A).
4 Aslinya 'Innani ahlaltu kama ahlalta,' harfiah, Aku
sudah ber-ihlal seperti tuan ber-ihlal: Dalam
terminologi agama 'Ihlal, meninggikan suara dengan
talbiah' (N). 'Ahalla, ihlal berarti meninggikan suara
dengan talbiah di waktu haji atau umrah secara
berulangulang' (LA) yang biasa dilakukan di miqat atau
muhall, yaitu tempat yang telah ditentukan untuk
memulai niat haji (A).
5 Aslinya Ayyuhan-nas, harfiah: "Wahai manusia!" (A).
6 Yakni 'Hijjat'l-Wada', 'hijjat'l-balagh' dan
'hijjat'l-Islam , (A).
</pre></td></tr>
</tbody></table>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-38701161200320076632010-09-11T07:51:00.001-07:002010-09-11T07:51:09.364-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDUAPULUH DELAPAN: TAHUN PERUTUSAN (1/3)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Orang-orang Arab ramai-ramai masuk Islam - Islamnya 'Urwa<br />
b. Mas'ud dan perlawanan penduduk Ta'if - Kabilah-kabilah<br />
menguasai jalan Thaqif - Perutusannya kepada Nabi dan<br />
syarat-syaratnya - Islamnya perutusan dan Islamnya Ta'if<br />
serta runtuhnya berhala Lat - Abu Bakr memimpin jemaah<br />
haji - Ali b. Abi Talib menyusul - Surah Bara'ah - Dasar<br />
ideal negara Islam - Perjuangan dalam Islam dan<br />
alasannya.<br />
<br />
DENGAN berakhirnya ekspedisi ke Tabuk itu maka ajaran Islam<br />
sudah selesai tersebar ke seluruh jazirah Arab. Muhammad sudah<br />
aman dari setiap serangan yang datang dari luar. Sebenarnya,<br />
begitu Muhammad kembali ke Medinah dari perjalanan ekspedisi<br />
itu, semua penduduk jazirah yang masih berpegang pada<br />
kepercayaan syirik, sekarang sudah mulai berpikir-pikir.<br />
Meskipun kaum Muslimin yang telah ikut menemani Muhammad dalam<br />
perjalanan ke Syam itu cukup mengalami pelbagai macam<br />
kesukaran, memikul segala penderitaan karena haus dan panas<br />
musim yang begitu membakar, namun mereka kembali dengan hati<br />
kesal, sebab mereka tidak jadi berperang, tidak membawa<br />
rampasan perang, karena pihak Rumawi menarik pasukannya hendak<br />
bertahan dalam benteng-benteng di pedalaman Syam. Akan tetapi<br />
penarikan mundur ini sebenarnya telah meninggalkan kesan yang<br />
dalam sekali dalam hati kabilah-kabilah bagian selatan - di<br />
Yaman, Hadzramaut dan 'Umman (Oman). Bukankah pasukan Rumawi<br />
itu juga yang telah mengalahkan Persia, telah mengambil<br />
kembali Salib Besar, kemudian membawanya kembali ke Yerusalem<br />
dalam suatu upacara besar-besaran? Sedang Persia, waktu itu<br />
dalam waktu yang cukup lama merupakan penguasa yang perkasa<br />
atas wilayah Yaman dan daerah-daerah sekitarnya itu.<br />
<br />
Selama kaum Muslimin berada tidak jauh dari Yaman dan<br />
daerah-daerah Arab lainnya, bukankah sudah selayaknya apabila<br />
seluruh wilayah ini bergabung semua dalam suatu kesatuan di<br />
bawah naungan panji Muhammad, panji Islam, supaya mereka dapat<br />
diselamatkan dari kekuasaan pihak Rumawi dan Persia? Apa<br />
salahnya kalau kepala-kepala kabilah dan daerah itu berbuat<br />
begitu, selama mereka memang membuktikan Muhammad tetap<br />
mengakui kekuasaan daerah-daerah dan kabilah-kabilah mereka<br />
yang datang menyatakan keislaman dan kesetiaan mereka itu?!<br />
Ya, hendaknya tahun kesepuluh Hijrah ini memang menjadi Tahun<br />
Perutusan, manusia datang berbondong-bondong menyambut agama<br />
Allah. Hendaknya ekspedisi Tabuk dan penarikan mundur pasukan<br />
Rumawi menghadapi pihak Muslimin itu akan memberi pengaruh<br />
lebih besar daripada pembebasan Mekah, kemenangan Hunain dan<br />
pengepungan kota Ta'if selama ini.<br />
<br />
Nasib baik yang telah membawa Ta'if -- kota yang tadinya<br />
paling gigih melawan Nabi selama kota itu dalam pengepungan<br />
sehingga akhirnya ditinggalkan kaum Muslimin tanpa dapat<br />
diterobos - ialah karena sesudah peristiwa Tabuk, kota inilah<br />
yang pertama-tama menyatakan kesetiaannya, meskipun sebelum<br />
itu lama sekali ia maju-mundur hendak mengumumkan pernyataan<br />
setianya itu.<br />
<br />
Setelah kejadian Hunain, selama Nabi memimpin ekspedisi ke<br />
Ta'if, 'Urwa b. Mas'ud - salah seorang pemimpin Thaqif yang<br />
tinggal di kota tcrsebut - sedang tak ada di tempat. Ia sedang<br />
pergi ke Yaman. Bilamana kemudian ia kembali ke daerahnya dan<br />
melihat Nabi mendapat kemenangan di Tabuk dan sudah kembali ke<br />
Medinah, ia pun segera menyatakan dirinya masuk Islam serta<br />
memperlihatkan betapa besar hasratnya ingin mengajak<br />
masyarakatnya juga masuk Islam 'Urwa bukan tidak mengenal<br />
Muhammad dan kebesarannya. Dia termasuk salah seorang yang<br />
pernah ikut berunding mewakili Quraisy dalam perdamaian<br />
Hudaibiya. Setelah 'Urwa masuk Islam dan Nabi mengetahui<br />
hasratnya hendak pergi mengajak golongannya menerima agama ini<br />
yang sudah juga dianutnya, Nabi yang sudah pula mengetahui<br />
betapa bangga dan kerasnya fanatik orang-orang Thaqif itu<br />
terhadap Lat berhala mereka, diingatkannya 'Urwa dengan<br />
katanya: "Mereka akan membunuh engkau."<br />
<br />
Tetapi 'Urwa yang merasa kedudukannya cukup kuat di<br />
tengah-tengah golongannya itu sebaliknya berkata:<br />
<br />
"Rasulullah, mereka mencintai saya lebih daripada mencintai<br />
mata mereka sendiri."<br />
<br />
Kemudian 'Urwa pergi hendak mengajak golongannya itu menganut<br />
Islam. Mereka berunding sesama mereka dan tidak memberikan<br />
sesuatu pendapat kepadanya. Keesokan harinya pagi-pagi ia<br />
pergi ke ruangan atas rumahnya, ia mengajak orang<br />
bersembahyang. Tepat sekalilah firasat Rasulullah waktu itu.<br />
Masyarakatnya itu sudah tak dapat menahan hati. Ia dikepung<br />
lalu dihujani panah dari segenap penjuru, dan sebatang anak<br />
panah telah dapat pula menewaskannya. Keluarga 'Urwa yang<br />
berada di sekelilingnya jadi gelisah. Kata 'Urwa ketika sedang<br />
mengembuskan napas terakhir:<br />
<br />
"Suatu kehormatan telah diberikan Tuhan kepadaku, suatu<br />
kesaksian oleh Tuhan telah dilimpahkan kepadaku. Yang kualami<br />
ini sama seperti yang dialami para syuhada yang berjuang di<br />
samping Rasulullah - s.a.w. - sebelum meninggalkan kita."<br />
<br />
Kemudian dimintanya supaya ia dikuburkan bersama-sama para<br />
syuhada. Oleh keluarganya ia pun dikuburkan bersama-sama<br />
mereka.<br />
<br />
Tetapi nyatanya darah 'Urwa tidak sia-sia mengalir.<br />
Kabilah-kabilah yang berada di sekitar Ta'if semuanya sudah<br />
masuk Islam. Disini mereka menyadari bahwa apa yang telah<br />
diperbuat Thaqif terhadap pemimpin itu adalah suatu dosa<br />
besar. Akibat perbuatan itu Thaqif menyadari juga, bahwa<br />
mereka merasa tidak tenang. Setiap ada orang keluar dari<br />
kalangan mereka pasti tertangkap. Sekarang mereka yakin, bahwa<br />
bila tidak diadakan suatu perdamaian atau semacam gencatan<br />
senjata, pasti nasib mereka akan hilang tak ada artinya.<br />
Segera mereka mengadakan perundingan dengan sesama mereka.<br />
Mereka mengusulkan kepada pemimpin mereka ['Abd Yalail] supaya<br />
ia berangkat menemui Nabi dan mengusulkan suatu perdamaian<br />
Thaqif.<br />
<br />
Akan tetapi 'Abd Yalail kuatir akan mengalami nasib seperti<br />
yang dialami 'Urwa b. Mas'ud dari masyarakatnya sendiri. Ia<br />
tidak akan berangkat menemui Muhammad kalau tidak diantar oleh<br />
lima orang lainnya, dengan keyakinan bahwa kalau ia berangkat<br />
dengan mereka lalu kembali pulang, mereka akan dapat menggarap<br />
golongannya masing-masing.<br />
<br />
Ketika sudah mendekati Medinah dan Mughira b. Syu'ba berjumpa<br />
dengan mereka, ia pergi cepat-cepat hendak menyampaikan berita<br />
kedatangan mereka itu kepada Nabi. Abu Bakr juga melihatnya ia<br />
sedang berjalan ccpat-cepat itu. Setelah ia mengetahui maksud<br />
kedatangan mereka dari Mughira, dimintanya biarlah dia yang<br />
akan meneruskan berita gembira itu kepada Rasulullah. Dan Abu<br />
Bakr pun masuk menyampaikan berita kedatangan perutusan Thaqif<br />
itu kepada Nabi.<br />
<br />
Tetapi sebenarnya perutusan ini masih juga mau membanggakan<br />
golongannya. Mereka masih juga mau mengingat-ingat pengepungan<br />
Nabi di Ta'if yang kemudian kembali. Kendatipun Mughira sudah<br />
memberitahukan mereka bagaimana caranya memberi salam secara<br />
Islam kepada Nabi, namun mereka tidak mau juga dan akan<br />
memberi salam hanya dengan cara jahiliah itu juga.<br />
<br />
Kemudian mereka memasang sebuah qubba - kemah bulat1 yang khas<br />
di sebelah mesjid. Mereka memasang kemah itu sebab mereka<br />
masih sangat berhati-hati sekali terhadap Muslimin, dan belum<br />
yakin. Yang menjadi perantara antara mereka dengan Rasulullah<br />
dalam perundingan itu ialah Khalid b. Sa'id bin'l-'Ash. Mereka<br />
tidak mau merasakan makanan yang datang dari pihak Nabi<br />
sebelum dicoba dimakan terlebih dahulu oleh Khalid. Sebagai<br />
perantara orang ini menyampaikan kepada Muhammad bahwa mereka<br />
menerima Islam, dengan permintaan supaya Lat berhala mereka<br />
itu dibiarkan selama tiga tahun jangan dihancurkan, dan mereka<br />
supaya dibebaskan dari kewajiban sembahyang. Tetapi permintaan<br />
mereka itu samasekali ditolak oleh Muhammad. Permintaan mereka<br />
sekarang dikurangi lagi: supaya Lat dibiarkan selama dua tahun<br />
lalu berubah menjadi satu tahun, selanjutnya menjadi satu<br />
bulan saja, setelah mereka kembali kepada golongan mereka.<br />
Akan tetapi penolakannya itu sudah tegas sekali dan tidak lagi<br />
ragu-ragu atau dapat ditawar-tawar.<br />
<br />
Bagaimana mereka mengharapkan dari Nabi, yang mengajak manusia<br />
menyembah hanya kepada Tuhan Yang Tunggal dan menghancurkan<br />
semua berhala tanpa ampun, akan sudi membiarkan soal berhala<br />
mereka itu, meskipun masyarakatnya sendiri tidak kurang pula<br />
gigihnya seperti pada pihak Thaqif di Ta'if. Buat manusia,<br />
yang ada hanyalah: dia beriman atau tidak beriman, di luar itu<br />
yang ada hanya syak (skeptis) dan serba sangsi. Sedang syak<br />
dan iman tidak bisa bertemu dalam satu jantung, sama halnya<br />
seperti iman dan kufur. Membiarkan Lat - datuknya Banu Thaqif<br />
itu - berarti suatu perlambang bahwa mereka masih saling<br />
berganti ibadat antara berhala dengan Tuhan, dan ini adalah<br />
perbuatan mempersekutukan Tuhan, sedang Tuhan takkan<br />
mengampuni dosa orang yang mempersekutukan Tuhan.<br />
<br />
Sekarang pihak Thaqif minta dibebaskan dari kewajiban<br />
menjalankan salat. Tetapi Muhammad menolak dengan mengatakan:<br />
Tidak baik agama yang tidak disertai salat. Kemudian tidak<br />
lagi pihak Thaqif mempertahankan Lat itu, mereka mau menerima<br />
Islam dan menjalankan salat. Tetapi mereka masih meminta<br />
berhala-berhala itu jangan dihancurkan oleh tangan mereka<br />
sendiri. Mereka orang baru dalam mengenal iman, dan masyarakat<br />
mereka yang masih menunggu mereka kembali itu ingin mengetahui<br />
apa benar yang sudah mereka lakukan. Hendaknya Muhammad<br />
membebaskan mereka untuk tidak menghancurkan sendiri apa yang<br />
mereka sembah dan disembah nenek-moyang mereka itu. Dalam hal<br />
ini Muhammad menganggap tidak perlu berkeras. Akan sama saja,<br />
berhala itu dihancurkan oleh tangan orang-orang Thaqif atau<br />
oleh tangan orang lain. Yang penting berhala itu dibinasakan,<br />
dan pihak Thaqif hanya akan menyembah Tuhan Yang Maha Esa.<br />
Kata Nabi a.s.:<br />
<br />
"Kami akan membebaskan kamu menghancurkan berhala-berhalamu<br />
itu dengan tanganmu sendiri."<br />
<br />
Untuk mengurus mereka itu kekuasaan diberikan kepada 'Uthman<br />
b. Abi'l-'Ash - orang yang paling muda usianya di antara<br />
mereka. Dalam usia semuda itu ia diberi kekuasaan mengurus<br />
mereka, karena dialah yang paling sungguh-sungguh dalam<br />
memahami hukum Islam dan pendidikan Qur'an, dengan disaksikan<br />
oleh Abu Bakr dan orang-orang yang mula-mula dalam Islam.<br />
<br />
Utusan Banu Thaqif itu tinggal dengan Muhammad sampai akhir<br />
bulan puasa. Mereka ikut berpuasa bersama-sama dan<br />
dikirimkannya pula makanan kepada mereka untuk sahur dan<br />
berbuka. Bilamana sudah tiba saatnya mereka akan kembali<br />
kepada golongannya, Muhammad berpesan kepada 'Uthman b.<br />
Abi'l-'Ash dengan mengatakan:<br />
<br />
"Ringkaskanlah dalam bersembahyang dan ambil orang yang lemah<br />
sebagai ukuran. Diantara mereka itu ada orang tua, ada yang<br />
masih anak-anak, ada yang lemah dan yang mempunyai keperluan."<br />
<br />
Perutusan itu kemudian kembali ke negeri mereka. Untuk<br />
melaksanakan pembinasaan Lat itu, Nabi mengutus bersama mereka<br />
Abu Sufyan b. Harb dan Mughira b. Syuiba. Kedua mereka ini<br />
memang sudah mempunyai hubungan yang baik dan akrab dengan<br />
Banu Thaqif. Bilamana Abu Syufyan dan Mughira tiba dan Mughira<br />
menghancurkan berhala itu, wanita-wanita Thaqif karena merasa<br />
sedih mereka menangis, tapi tiada seorang yang berani<br />
mendekatinya, karena memang sudah ada persetujuan antara<br />
perutusan Thaqif dengan Nabi untuk membinasakan berhala itu.<br />
Mughira mengambil semua harta Lat termasuk perhiasannya untuk<br />
dipergunakan membayar utang-utang 'Urwa dan Aswad - atas<br />
perintah Rasul dan dengan persetujuan Abu Sufyan.<br />
<br />
Jadi dengan runtuhnya berhala Lat dan Ta'if masuk Islam, maka<br />
seluruh Hijaz sekarang sudah menjadi Islam. Pengaruh Muhammad<br />
sekarang membentang dari wilayah Rumawi di utara sampai ke<br />
daerah Yaman dan Hadzramaut di selatan. Daerah-daerah<br />
selebihnya di bagian selatan jazirah ini semua sudah pula<br />
bersiap-siap hendak menggabungkan diri ke dalam agama baru<br />
ini. Dengan segala kekuatan yang ada semua ini sudah siap<br />
membela agama dan tanah air masing-masing. Sementara itu<br />
utusan-utusan terus berdatangan dari segenap penjuru. Mereka<br />
semua menuju Medinah, untuk menyatakan kesetiaannya, untuk<br />
menyatakan diri masuk Islam.<br />
<br />
Sementara para utusan itu berturut-turut datang ke Medinah<br />
dari bulan ke bulan, akhirnya bulan Haji pun sudah pula di<br />
ambang pintu. Sampai pada waktu itu Nabi tidak menunaikan<br />
kewajiban itu seluruhnya seperti yang dilakukan kaum Muslimin<br />
dewasa ini. Adakah kita lihat ia pergi dalam tahun ini sebagai<br />
tanda syukur kepada Tuhan karena pertolongan yang diberikanNya<br />
dalam menghadapi Rumawi, memasukkan Ta'if ke dalam pangkuan<br />
Islam serta perutusan yang datang kepadanya dari segenap<br />
penjuru?<br />
<br />
Sebenarnya di semenanjung itu masih juga ada orang-orang yang<br />
belum beriman kepada Allah dan kepada Rasul, masih juga ada<br />
orang-orang kafir dan masih juga ada orang-orang Yahudi dan<br />
Nasrani. Sedang orang-orang kafir masih berpegang pada adat<br />
lembaga jahiliah. Dalam bulan-bulan suci mereka masih<br />
berziarah ke Ka'bah, sedang orang-orang kafir kotor. Jadi<br />
kalau begitu, biar dia akan tinggal saja di Medinah, sampai<br />
Tuhan menyelesaikan FirmanNya, sampai Tuhan mengijinkan ia<br />
pergi berhaji ke Baitullah. Biar Abu Bakr saja memimpin orang<br />
naik haji.<br />
<br />
Pada waktu itulah Abu Bakr memimpin 300 orang Muslimin menuju<br />
Mekah. Akan tetapi mungkin dari tahun ke tahun orang musyrik<br />
masih juga akan tetap berziarah ke Baitullah yang suci.<br />
Bukankah secara umum antara Muhammad dengan orang-orang itu<br />
sudah ada suatu perjanjian bahwa tidak boleh orang dirintangi<br />
datang ke Ruimah Suci, dan orang tidak boleh merasa takut<br />
selama dalam bulan-bulan suci? Bukankah antara dia dengan<br />
kabilah-kabilah Arab sudah ada perjanjian-perjanjian sampai<br />
saat-saat tertentu? Selama ada perjanjian-perjanjian demikian,<br />
selama itu pula orang-orang yang mempersekutukan Tuhan dan<br />
menyembah yang selain Tuhan itu akan tetap berziarah ke<br />
Baitullah, dan Muslimin pun akan selalu menyaksikan cara<br />
peribadatan jahiliah di bawah matanya sendiri, dilangsungkan<br />
di sekitar Ka'bah; sedang menurut perjanjian-perjanjian khusus<br />
dan perjanjian secara umum tak ada alasan menghalangi orang<br />
datang berhaji dan beribadat di tempat itu.<br />
<br />
Kalau berhala-berhala yang disembah orang-orang Arab itu sudah<br />
banyak yang dihancurkan dan berhala-berhala yang dulu di dalam<br />
Ka'bah dan di sekitarnya sudah pula dimusnahkan, maka suatu<br />
pertemuan dalam Baitullah yang suci dengan nmempersatukan<br />
orang-orang yang berontak pada kehidupan syirik dan paganisma,<br />
dengan orang-orang yang tetap dalam kehidupan syirik dan<br />
paganismanya itu, adalah suatu kontradiksi yang tak dapat<br />
dimengerti. Kalau orang dapat memahami orang-orang Yahudi dan<br />
Nasrani pergi berziarah ke Bait'l-Maqdis (Yerusalem) sebab itu<br />
adalah Tanah yang dijanjikan buat orang-orang Yahudi, dan<br />
tempat kelahiran Isa Almasih buat orang-orang Nasrani, maka<br />
orang tidak akan dapat memahami pertemuan dua macam<br />
peribadatan dalam sebuah tempat, di tempat itu berhala-berhala<br />
dihancurkan dan di tempat itu pula berhala-berhala yang sudah<br />
dihancurkan itu disembah. Oleh karena itu, sudah wajar sekali<br />
apabila orang-orang musyrik itu tidak boleh lagi mendekati<br />
Rumah Suci yang sudah dibersihkan dari segala kehidupan syirik<br />
dan segala macam suasana paganisma. Dalam hal inilah ayat-ayat<br />
dalam Surah Bara'ah (At-Taubah (9) itu turun. Tetapi musim<br />
haji kini sudah dimulai dan orang-orang musyrik sudah pula ada<br />
yang datang dari pelosok-pelosok hendak menjalankan<br />
upacaranya. Baiklah pertemuan sekali ini menjadi saat<br />
menyampaikan perintah Allah kepada mereka dalam memutuskan<br />
segala perjanjian antara paganisma dengan iman, kecuali buat<br />
perjanjian yang dibuat untuk waktu tertentu ia tetap berlaku<br />
sampai pada waktu yang sudah ditentukan itu.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 2/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH DELAPAN: TAHUN PERUTUSAN (2/3)</b><br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Untuk maksud itu Nabi lalu mengutus Ali b. Abi Talib menyusul<br />
Abu Bakr, dan berkhotbah menyampaikan perintah Allah dan Rasul<br />
itu kepada orang ramai waktu musim haji di Arafat. Dalam<br />
menunaikan tugasnya Ali dapat menyusul Abu Bakr dan kaum<br />
Muslinmin yang berangkat bersama-sama pergi haji itu. Begitu<br />
Abu Bakr melihatnya ia bertanya:<br />
<br />
"Amir atau ma'mur?"2<br />
<br />
"Ma'mur,"3 jawab Ali.<br />
<br />
Kemudian diceritakannya maksud kedatangannya itu, dan bahwa<br />
Nabi mengutus dia kepada orang banyak karena dia termasuk<br />
keluarganya.<br />
<br />
Bilamana orang sudah berkumpul di Mina melaksanakan upacara<br />
haji, Ali berdiri di samping Abu Huraira, dan diserukannya<br />
kepada orang banyak dengan membaca firman Allah ini:4<br />
<br />
"Suatu pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan RasulNya<br />
kepada orang-orang musyrik yang telah kamu ikat dengan<br />
perjanjian (1). Oleh karena itu, bolehlah kamu berjalan di<br />
muka bumi ini selama empat bulan dan ketahuilah, bahwa kamu<br />
tidak akan dapat melemahkan Tuhan dan Tuhan akan mencampakkan<br />
kehinaan kepada orang-orang kafir (2). Dan ini sebuah Maklumat<br />
dari Allah dan Rasul kepada umat manusia pada Hari Haji Akbar5<br />
bahwa Allah dan Rasul lepas tangan dari orang-orang musyrik.<br />
Tetapi kalau mau bertaubat, itu lebih baik buat kamu. Tetapi<br />
kalau kamu mengelak juga, ketahuilah, kamu takkan dapat<br />
melemahkan Tuhan. Beritahukanlah kepada orang-orang yang kafir<br />
itu akan adanya siksa yang pedih (3). Kecuali mereka, yang<br />
telah kamu adakan perjanjian dengan orang-orang musyrik dan<br />
tiada pula mereka melanggar sesuatu dalam perjanjian itu, dan<br />
mereka tidak membantu seseorang dalam memusuhi kamu, maka<br />
penuhilah perjanjian itu dengan mereka sampai batas waktunya.<br />
Allah menyukai orang-orang yang teguh dalam kebenaran (4).<br />
Apabila bulan-bulan suci sudah lalu, orang-orang musyrik itu<br />
boleh diperangi dimana saja kamu jumpai mereka, tangkap dan<br />
kepunglah mereka dan intailah mereka pada setiap tempat<br />
penjagaan. Tetapi apabila mereka sudah bertaubat, sudah<br />
menjalankan salat dan mengeluarkan zakat, biarkanlah mereka<br />
bebas berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan<br />
Penyayang (5). Dan apabila ada seseorang dari pihak musryik<br />
itu meminta perlindungan (suaka) kepadamu, lindungilah ia<br />
supaya sempat ia mendengar Firman Allah, kemudian antarkanlah<br />
ia ke tempat vang aman. Demikianlah, sebab mereka orang-orang<br />
yang tidak mengetahui (6). Bagaimana mungkin di hadapan Allah<br />
dan RasulNya akan ada suatu perjanjian dengan orang-orang<br />
musyrik; kecuali yang telah kamu adakan perjanjian dengan<br />
mereka di dekat Masjid'l-Haram. Maka selama mereka berlaku<br />
lurus kepada kamu, hendaklah kamu berlaku lurus juga kepada<br />
mereka; sebab Allah menyukai orang-orang yang teguh dalam<br />
kebenaran (7). Bagaimana mungkin (ada perjanjian demikian<br />
itu), padahal bilamana mereka dapat menguasai kamu, mereka<br />
tidak akan menghormat kamu, baik dalam tali kekeluargaan mau<br />
pun dalam perjanjian. Mereka menyenangkan kamu dengan mulut<br />
(manis) tapi hati mereka sebaliknya. Dan kebanyakan mereka itu<br />
orang-orang fasik (8). Ayat-ayat Tuhan mereka jual dengan<br />
harga murah dan mereka mau menghalangi orang dari jalan Allah.<br />
Memang buruk sekali perbuatan mereka itu (9). Mereka tidak<br />
lagi menghormati orang beriman, baik dalam kekeluargaan mau<br />
pun dalam perjanjian. Mereka itulah orang-orang yang melanggar<br />
batas (10). Akan tetapi bila mereka bertaubat, menjalankan<br />
sembahyang dan mengeluarkan zakat, maka mereka itu<br />
saudara-saudaramu seagama. Ayat-ayat itu Kami uraikan kepada<br />
mereka yang mau mengerti (11). Tetapi bilamana mereka sudah<br />
melanggar sumpah mereka sendiri sesudah perjanjian mereka itu,<br />
dan mereka memaki agamamu, maka perangilah pemuka-pemuka orang<br />
kafir itu - mereka orang-orang yang tak dapat menahan diri (<br />
12). Kamu tidak mau melawan golongan yang telah melanggar<br />
sumpahnya sendiri, padahal mereka sudah berkonmplot hendak<br />
mengusir Rasul, dan mereka itulah yang pertama kali mulai<br />
memerangi kamu. Takutkah kamu kepada mereka? Padahal Allah<br />
yang harus lebih ditakuti, kalau kamu orang-orang beriman<br />
(13). Lawanlah mereka itu! Tuhan akan menyiksa mereka melalui<br />
tangan kamu, Allah akan menista mereka dan akan menolong kamu<br />
melawan mereka, akan melegakan hati orang-orang beriman (14).<br />
Tuhan akan menghapuskan kemarahan hati mereka, akan menerima<br />
taubat siapa saja yang dikehendakiNya. Allah Maha Mengetahui,<br />
Maha Bijaksana ( 15). Adakah kamu mengira, bahwa kamu akan<br />
dibiarkan begitu saja, padahal Allah belum membuktikan kamu<br />
yang benar berjuang dan tiada pula mengambil sebagai teman<br />
akrabnya, selain Allah, Rasul dan orang-orang beriman. Allah<br />
Maha Mengetahui apa yang kamu perbuat (16). Bukanlah<br />
orang-orang musyrik itu yang akan memeriahkan mesjid-mesjid<br />
Allah, karena mereka sudah mengakui sendiri kekufuran mereka.<br />
Perbuatan mereka itu rendah sekali, dan mereka akan kekal<br />
dalam api neraka (17). Tetapi yang akan memeriahkan<br />
mesjid-mesjid Allah ialah orang yang sudah beriman kepada<br />
Allah dan hari kemudian, serta menjalankan sembahyang dan<br />
mengeluarkan zakat dan tidak takut kepada siapa pun selain<br />
kepada Allah. Mereka inilah yang diharapkan akan mendapat<br />
petunjuk (18). Pemberian minuman kepada jemaah haji dan<br />
mengurus Mesjid Suci adakah kamu samakan dengan orang yang<br />
beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjuang di jalan<br />
Allah? Dalam pandangan Tuhan mereka tidak sama. Allah tidak<br />
memberi petunjuk kepada orang-orang yang bersalah (19).<br />
Orang-orang yang beriman, yang berhijrah dan berjuang di jalan<br />
Allah dengan harta dan jiwaraga mereka dalam pandangan Allah<br />
lebih tinggi derajatnya; dan mereka itulah orang-orang yang<br />
mendapat kemenangan (20). Tuhan memberikan berita gembira<br />
kepada mereka dengan rahmat, keridaan dan surga daripadaNya<br />
buat mereka. Disana tempat kesenangan abadi (21). Mereka kekal<br />
selalu disana. Pahala yang besar ada pada Tuhan (22).<br />
Orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan bapa-bapa dan<br />
saudara-saudaramu itu sebagai wakil-wakil kamu kalau mereka<br />
lebih mengutamakan kekufuran daripada iman; dan barangsiapa<br />
mengambil mereka menjadi wakil, mereka itulah orang-orang yang<br />
aniaya (23). Ya, katakanlah: Kalau bapa-bapa kamu, anak-anak<br />
kamu, saudara-saudara dan isteri-isteri kamu serta keluarga<br />
kamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu<br />
kuatirkan akan menjadi rugi, tempat-tempat tinggal yang kamu<br />
senangi, semua itu lebih kamu cintai daripada Allah dan<br />
RasulNya serta daripada berjuang di jalan Allah, maka<br />
tunggulah sampai Allah memberikan keputusan. Allah tidak<br />
memberikan bimbingan kepada orang-orang fasik (24). Allah<br />
telah menolong kamu pada beberapa tempat dan pada Peristiwa<br />
Hunain, tatkala kamu merasa bangga sekali karena jumlah kamu<br />
yang besar. Tetapi ternyata jumlah yang besar itu sedikit pun<br />
tidak menolong kamu, dan bumi yang seluas ini pun terasa amat<br />
sempit olehmu, lalu kamu berbalik mundur (25). Sesudah itu<br />
Tuhan menurunkan perasaan tenang kedalam hati Rasul dan<br />
orang-orang beriman serta diturunkanNya pula balatentara yang<br />
tidak kamu lihat, dan disiksaNya orang-orang kafir itu dan<br />
memang itulah balasan buat orang-orang kafir (16). Sesudah itu<br />
kemudian Allah menerima taubat barangsiapa yang<br />
dikehendakiNya. Allah Maha Pengampun dan Penyayang (27).<br />
Orang-orang beriman! Ingatlah, orang-orang musyrik itu kotor.<br />
Sebab itu. sesudah ini, janganlah mereka memasuki Mesjid Suci,<br />
dan kalau kamu kuatir akan menjadi miskin, maka Tuhan dengan<br />
karuniaNya akan memberikan kekayaan kepada kamu. Jika<br />
dikehendaki, sesungguhnya Tuhan Maha Tahu dan Bijaksana (28).<br />
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan<br />
Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan<br />
oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama<br />
yang benar.yaitu orang-orang yang sudah mendapat Al-Kitab,<br />
sampai mereka membayar jizya dengan patuh dalam keadaan tunduk<br />
(29). Orang-orang Yahudi berkata: 'Uzair itu putera Allah, dan<br />
orang-orang Nasrani berkata: 'Almasih itu putera Allah,.<br />
Demikianlah kata-kata mereka, menurut mulut mereka. Mereka<br />
meniru-niru perkataan orang-orang kafir masa dulu. Tuhan<br />
mengutuk mereka. Bagaimana mereka sampai dipalingkan? (30).<br />
Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka<br />
sebagai tuhan selain Allah, dan al-Masih putera Mariam (juga<br />
mereka pertuhan), padahal mereka diperintahkan hanya menyembah<br />
Tuhan Yang Maha Esa. Tiada tuhan selain Dia. Maha Suci Allah<br />
dari apa yang mereka persekutukan (31). Mereka berkehendak<br />
memadamkan Nur ilahi dengan mulut mereka. Tetapi kehendak<br />
Tuhan hanya akan menyelesaikan pancaran cahayaNya itu,<br />
meskipun tidak disukai orang-orang kafir (32). Dialah Yang<br />
telah mengutus RasulNya dengan membawa Petunjuk Qur'an dan<br />
agama yang benar untuk dimenangkanNya atas semua agama,<br />
meskipun tidak disukai oleh orang-orang musyrik (33).<br />
Orang-orang beriman! Banyak sekali para pendeta dan<br />
rahib-rahib memakan harta orang dengan jalan yang batil dan<br />
mereka merintangi orang dari jalan Allah. Dan mereka yang<br />
menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan<br />
Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa yang pedih<br />
(34). Tatkala semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu<br />
dengan itu dahi mereka, lambung mereka dan punggung mereka<br />
dibakar. Inilah harta-bendamu yang kamu timbun untuk dirimu<br />
sendiri. Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu<br />
timbun itu (35). Sebenarnya bilangan bulan dalam pandangan<br />
Tuhan ialah duabelas bulan. Demikian ditentukan Allah tatkala<br />
Ia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan<br />
suci. Itulah ketentuan agama yang lurus. Oleh karena itu<br />
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan-bulan itu.<br />
Lawanlah orang-orang musyrik itu semua, seperti mereka juga<br />
memerangi kamu semua. Ketahuilah, Allah beserta orang-orang<br />
yang teguh bertakwa (36).(Qur'an, 9: 1-36)<br />
<br />
Ketika itu Ali berdiri di tengah-tengah orang yang sedang<br />
menunaikan upacara haji di Mina. Dibacakannya kepada mereka<br />
itu ayat-ayat Surah At-Taubah, yang di sini saya kutip secara<br />
keseluruhan, dengan maksud seperti yang akan saya terangkan<br />
kemudian. Selesai membaca ia berhenti sejenak, kemudian<br />
serunya lagi kepada orang ramai itu:<br />
<br />
"Saudara-saudara! Orang kafir tidak akan masuk surga. Sesudah<br />
tahun ini orang musyrik tidak boleh lagi naik haji, tidak<br />
boleh lagi bertawaf di Ka'bah dengan telanjang. Barangsiapa<br />
terikat oleh suatu perjanjian dengan Rasulullah s.a.w. maka<br />
itu tetap berlaku sampai pada waktunya."<br />
<br />
Ali menyampaikan keempat perintah itu di tengah-tengah orang<br />
ramai, kemudian sesudah itu kepada mereka diberi waktu empat<br />
bulan supaya masing-masing golongan itu sempat pulang ke<br />
daerah dan negeri masing-masing. Sejak itu tiada seorang<br />
musyrik lagi mengerjakan haji, tiada lagi orang telanjang<br />
bertawaf di Ka'bah. Juga sejak itulah dasar tempat berdirinya<br />
suatu negara Islam diletakkan.<br />
<br />
Karena dasar ini pulalah maka disini saya kutip bagian-bagian<br />
permulaan Surah At-Taubah itu secara keseluruhan. Dengan<br />
hasrat supaya dasar itu diketahui oleh semua orang Arab. Ali<br />
bukan saja membacakan ayat-ayat Bara'ah (At-Taubah) itu pada<br />
musim haji saja - menurut suatu sumber yang sudah disetujui<br />
melainkan juga sesudah itu pun dibacakannya pula di<br />
rumah-rumah mereka - demikian sumber-sumber lain menyebutkan.<br />
Kalau orang membaca bagian-bagian permulaan Surat Bara'ah ini<br />
lalu diulang membacanya dan diteliti dengan seksama, orang<br />
akan merasakan sekali bahwa itulah dasar ideal dalam bentuk<br />
yang paling jelas bagi setiap negara yang baru tumbuh.<br />
Turunnya Surah Bara'ah ini secara keseluruhan ialah pada<br />
ekspedisi terakhir yang dilakukan Nabi. Setelah penduduk Tatif<br />
datang menyatakan diri sebagai keluarga agama baru ini,<br />
setelah seluruh Hijaz berikut Tihama dan Najd bernaung dibawah<br />
bendera Islam, dan setelah sebagian besar kabilah-kabilah<br />
selatan semenanjung menyatakan diri tunduk kepada Muhammad<br />
dan bergabung kedalam ajaran agamanya. ketika itulah tampak<br />
hikmah sejarah turunnya ayat-ayat yang mengatur dasar negara<br />
ideal sampai pada waktu itu. Supaya negara menjadi kuat, maka<br />
ia harus mempunyai suatu ideologi ideal yang umum sifatnya<br />
dapat dijadikan keyakinan masyarakat dan semua bersedia pula<br />
membelanya dengan segala kekuatan dan kemampuan yang ada.<br />
Dalam hal ini mana pula ada suatu ideologi yang lebih besar<br />
daripada keimanan kepada Allah Yang Maha Esa dan tidak<br />
bersekutu. Dan ideologi yang mana pula yang lebih besar<br />
pengaruhnya dalam jiwa manusia daripada suatu kesadaran bahwa<br />
ia merasa dirinya berhubungan dengan Alam dengan segala<br />
manifestasinya yang paling tinggi. Tak ada yang dapat<br />
menguasai dirinya selain Allah dan hanya Allah pula dapat<br />
mengawasi hati nuraninya. Apabila ada orang yang menentang<br />
ideologi umum yang harus menjadi dasar negara ini, maka mereka<br />
itu ialah orang-orang fasik, orang-orang yang mau menyebarkan<br />
benih-benih pergolakan perang saudara dan fitnah yang merusak.<br />
Oleh karena itu, terhadap orang-orang semacam itu tidak boleh<br />
ada suatu perjanjian. Negara harus memerangi mereka. Kalau<br />
pembangkangan mereka terhadap ideologi umum itu bersifat liar<br />
dan tak terkemudikan, mereka harus diperangi sampai mereka<br />
tunduk. Kalau pembangkangannya terhadap ideologi bersifat<br />
tidak liar dan dapat dikendalikan - seperti halnya dengan Ahli<br />
Kitab - maka mereka wajib membayar jizyah dengan taat dan<br />
patuh pada peraturan yang berlaku.<br />
<br />
Dari tinjauan kita mengenai arti ayat-ayat Surah At-Taubah<br />
yang sudah kita baca itu, dari segi sejarah dan sosiologi,<br />
tentu akan mengantarkan kita pada penilaian itu juga. Dan<br />
setiap orang yang jujur dan beritikad baik, akan kesana pula<br />
penilaiannya. Akan tetapi, mereka yang telah memberikan<br />
tanggapan kepada Rasul dengan cara yang sudah melampaui batas<br />
itu, akan meninggalkan tinjauan demikian ini. Mereka akan<br />
menafsirkan ayat dalam Surah At-Taubah yang sudah begitu jelas<br />
dan kuat itu dengan mengatakan, bahwa hal itu akan mendorong<br />
orang jadi fanatik, yang sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa<br />
toleransi peradaban dewasa ini; akan mendorong orang supaya<br />
mengejar dan membunuh orang-orang musyrik dimana saja ada<br />
orang-orang yang beriman - tanpa mengenal ampun dan kasihan<br />
lagi, juga mendorong orang membuat undang-undang atas dasar<br />
tirani.<br />
<br />
Demikian inilah kata-kata yang sering kita baca dalam<br />
buku-buku kaum Orientalis. Kata-kata ini sangat menarik<br />
pikiran orang yang memang belum matang dalam masalah-masalah<br />
kritik sosial dan sejarah, dalam kalangan Muslimin sendiri<br />
sekali pun. Kata-kata demikian itu sebenarnya sama sekali<br />
tidak sesuai dengan kenyataan sejarah, juga tidak sesuai<br />
dengan kenyataan sosial. Hal inilah - yang dalam penafsiran<br />
mereka mengenai Surah At-Taubah seperti yang kita sebutkan,<br />
dan yang serupa itu pula yang banyak terdapat dalam<br />
surah-surah lain dalam Qur'an yang menyebabkan orang membuat<br />
suatu penafsiran yang sama sekali tak dapat diterima oleh<br />
logika dan kenyataan dalam sejarah Rasul, juga bertentangan<br />
dengan rangkaian sejarah hidup Nabi Besar itu sejak ia diutus<br />
Allah membawa agama ini sampai ia berpulang kembali ke<br />
rahmatullah.<br />
<br />
Untuk menjelaskan hal ini, baik juga kalau kita bertanya<br />
mengenai dasar ideal peradaban yang berlaku sekarang, lalu<br />
kita bandingkan dengan dasar ideal seperti yang dibawa oleh<br />
Muhammad itu. Dasar ideal peradaban yang berlaku dewasa ini<br />
ialah kebebasan berpikir yang tidak terbatas, dan hanya cara<br />
menyatakannya dibatasi dengan undang-undang. Dan kebebasan<br />
berpikir inilah yang lalu dijadikan suatu ideologi, yang<br />
dibela orang dan bersedia ia berkorban untuk itu. Ia berjuang<br />
dan berperang mati-matian hendak mewujudkan hal itu, dan<br />
menganggap semua itu sebagai kejayaan yang patut dibanggakan<br />
oleh setiap generasi, dan dibanggakan juga terhadap masa<br />
lampau Karena itu pulalah Orientalis-orientalis seperti yang<br />
kita sebutkan itu berkata:<br />
<br />
"Ajaran Islam yang hendak memerangi orang yang tidak mau<br />
beriman kepada Tuhan dan Hari Kemudian, ialah ajaran yang<br />
menyuruh orang jadi fanatik. Sebenarnya ini bertentangan<br />
dengan kebebasan berpikir."<br />
<br />
Ini suatu pemalsuan yang memalukan, apabila kita sudah<br />
mengetahui bahwa nilai pikiran itu terletak pada ajaran dan<br />
perbuatannya. Islam tidak menyuruh menentang orang-orang<br />
musyrik penduduk semenanjung itu, kalau saja mereka patuh dan<br />
tidak mengajak orang melakukan syirik dan menyuruh pula<br />
melaksanakan upacaranya. Peradaban yang sedang berkuasa (the<br />
ruling culture) sekarang, dalam memerangi pikiran-pikiran yang<br />
berlawanan dengan situasi ideologi itu sudah melebihi<br />
perlawanan kaum Muslimin terhadap orang-orang musyrik. Juga<br />
peradaban yang berkuasa sekarang ini seribu kali lebih jahat<br />
dibandingkan dengan jizya yang berlaku terhadap orang yang<br />
dianggap Ahli Kitab itu.<br />
<br />
Sengaja disini kita tidak akan mengambil contoh kejadian dulu<br />
ketika terjadi gerakan pemberantasan perdagangan budak-belian,<br />
sekali pun mereka yang bekerja dalam perdagangan ini yakin<br />
sekali bahwa hal itu tidak dilarang. Kita tidak mengambil ini<br />
sebagai contoh, supaya jangan ada yang berkata, bahwa kita<br />
bukan tidak menyetujui adanya perdagangan semacam itu meskipun<br />
Islam tidak menyuruh lebih daripada memberantas apa yang tidak<br />
disetujuinya itu. Sebaliknya Eropa sekarang, Eropa yang punya<br />
peradaban yang sedang berkuasa itu, dengan dibantu oleh<br />
Amerika, oleh kekuatan-kekuatan bersenjata di Asia bagian<br />
selatan dan Timur Jauh, telah pula memerangi gerakan<br />
bolsyevisma (komunisma), dan bersedia berperang terus<br />
mati-matian. Kami di Mesir ini pun bersedia pula bersama-sama<br />
dengan peradaban yang sedang berkuasa ini memerangi dan<br />
memberantas bolsyevisma, meskipun dalam hal ini bolsyevisma<br />
tidak lebih dari suatu gagasan ekonomi yang mau melawan<br />
gagasan lain yang dianut oleh peradaban yang sedang berkuasa<br />
sekarang itu. Adakah seruan Islam yang hendak memberantas<br />
orang-orang syirik yang telah melanggar perjanjian Tuhan<br />
setelah disahkan itu sebagai suatu seruan biadab yang<br />
menganjurkan fanatisma dan antikebebasan? Sebaliknya seruan<br />
yang hendak memberantas bolsyevisma yang merusak susunan<br />
masyarakat itu, dalam peradaban yang sedang berkuasa ini<br />
dipandang sebagai seruan yang menganjurkan kebebasan berpikir<br />
dan berideologi dan patut dihormati?<br />
<br />
(bersambung ke bagian 3/3)<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b><br />
</b><br />
<b><br />
</b><br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH DELAPAN: TAHUN PERUTUSAN (3/3)</b><br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Kemudian ada segolongan orang pada beberapa negara di Eropa<br />
yang memandang bahwa pendidikan rohani harus disertai pula<br />
dengan pendidikan jasmani, dan bahwa kebiasaan orang menutup<br />
seluruh badan atau sebagian anggota badannya sebenarnya lebih<br />
membangkitkan napsu kelamin (sex) dalam jiwa orang lain, dan<br />
tentunya lebih-lebih lagi akan merusak moral, daripada kalau<br />
orang itu semua telanjang bulat. Maka orang-orang yang punya<br />
gagasan ini mulailah melaksanakan gagasannya, mulai mengadakan<br />
tempat-tempat nudis dalam beberapa kota.6 Mereka mendirikan<br />
tempat-tempat yang dapat dikunjungi oleh siapa saja yang mau<br />
membiasakan diri dengan pendidikan jasmani demikian itu.<br />
Tetapi begitu gagasan ini tersebar orang-orang yang<br />
bertanggungjawab dalam beberapa negara memandang tersebamya<br />
gejala-gejala semacam ini akan sangat merusak pendidikan<br />
akhlak dan membahayakan masyarakat. "Perkumpulan-perkumpulan<br />
nudis" ini dilarang, mereka yang bertanggungjawab atas gagasan<br />
itu dikejar-kejar dan mengadakan tempat-tempat pendidikan<br />
jasmani semacam itu dilarang dengan undang-undang. Kita tidak<br />
akan sangsi, bahwa bilamana gagasan ini sampai tersebar luas<br />
pada suatu bangsa secara keseluruhan, pasti ia akan<br />
menyebabkan timbulnya pengumuman perang dari bangsa-bangsa<br />
lain atas bangsa itu dengan alasan bahwa hal ini akan merusak<br />
nilai-nilai kehidupan rohani umat manusia, seperti yang pernah<br />
terjadi dengan timbulnya peperangan-peperangan karena<br />
budak-belian, timbulnya peperangan atau yang semacam itu<br />
karena memperdagangkan budak kulit putih atau perdagangan<br />
candu.<br />
<br />
Kenapa terjadi semua itu? Sebabnya ialah, karena kebebasan<br />
berpikir secara mutlak itu memang dapat diterima selama ia<br />
tetap tersimpan dalam batas-batas ucapan yang tidak sampai<br />
menyentuh tubuh masyarakat secara membahayakan. Akan tetapi<br />
bilamana pikiran itu akan sampai menyebabkan timbulnya<br />
kerusakan pada masyarakat manusia maka penyebabnya itu harus<br />
diberantas; juga manifestasi gagasan itu semua harus<br />
diberantas, bahkan gagasannya sendiri harus diberantas,<br />
meskipun manifestasi perang ini berbeda-beda, sesuai dengan<br />
tingkat kerusakan dalam masyarakat sebagai akibat dari<br />
manifestasi itu, yang dengan bertahannya itu dikuatirkan<br />
membawa akibat dalam perkembangan etik, sosial dan ekonomi.<br />
<br />
Inilah kenyataan sosial yang sudah diakui dan disahkan oleh<br />
peradaban yang sedang berkuasa sekarang. Kalau kita masih mau<br />
menjelajahi terus manifestasi itu serta pengaruh-pengaruhnya<br />
dalam pelbagai bangsa, tentu akan terlalu panjang kita bicara,<br />
dan bukan pula tempatnya disini. Hanya saja orang akan dapat<br />
berkata, bahwa setiap undang-undang yang tujuannya hendak<br />
membungkam setiap gerakan sosial, ekonomi atau politik, maka<br />
ini berarti perang melawan pikiran yang melahirkan gerakan<br />
itu, dan perang ini dapat dibenarkan sesuai dengan bahaya yang<br />
menimpa masyarakat manusia, apabila pikiran-pikiran yang<br />
menjadi sasaran perang tersebut dilaksanakan.<br />
<br />
Kalau kita mau menilai seruan Islam dalam memberantas<br />
kehidupan syirik dan penganut-penganutnya serta dalam<br />
memerangi mereka sampai mereka itu patuh, dapat dibenarkankah<br />
perang demikian ini atau tidak dapat dibenarkan? Kita perlu<br />
sekali melihat peranan yang dimainkan oleh pikiran syirik ini<br />
serta tujuannya. Apabila sudah ada kata sepakat mengenai<br />
betapa besar bahayanya terhadap masyarakat manusia dalam<br />
berbagai zaman, maka pengumumam perang yang dicetuskan oleh<br />
Islam kepada mereka itu dapat sekali dibenarkan, bahkan suatu<br />
kewajiban adanya.<br />
<br />
Kehidupan syirik yang ada pada waktu Muhammad a.s. membawa<br />
dakwah agama yang benar itu, bukan hanya menggambarkan<br />
penyembahan berhala saja - dan kalau pun demikian adanya harus<br />
juga diberantas, sebab adalah suatu ironi terhadap akal<br />
pikiran dan kehormatan martabat manusia, bahwa manusia akan<br />
menyembah batu - tetapi kehidupan syirik ini juga<br />
menggambarkan sekelompok tradisi, adat-istiadat dan kebiasaan,<br />
bahkan menggambarkan suatu sistem masyarakat yang lebih<br />
berbahaya dari perbudakan, lebih berbahaya dari bolsyevisma<br />
dan lebih berbahaya dari segala yang dapat digambarkan oleh<br />
otak manusia menjelang akhir abad keduapuluh ini. Mereka<br />
menggambarkan cara hidup yang menguburkan bayi perempuan<br />
hidup-hidup, polygami yang tiada terbatas, laki-laki boleh<br />
mengawini perempuan sampai tigapuluh, empatpuluh, seratus,<br />
tigaratus atau lebih dari itu. Mereka menggambarkan suatu<br />
perbuatan riba dalam bentuknya yang paling kotor yang dapat<br />
digambarkan manusia, juga mereka menggambarkan kehidupan<br />
anarkhisma moral dalam bentuknya yang paling rendah.<br />
Masyarakat Arab pagan itu sebenarnya adalah masyarakat yang<br />
paling jahat yang pernah dilahirkan ke tengah-tengah umat<br />
manusia ini.<br />
<br />
Dari setiap orang yang jujur sangat saya harapkan kiranya akan<br />
dapat menjawab pertanyaan ini: Sekiranya sekarang ada suatu<br />
masyarakat manusia membuat suatu sistem untuk mereka sendiri<br />
dengan segala tradisi, adat-istiadat dan kebiasaan meliputi<br />
segala perbuatan menguburkan anak perempuan hidup-hidup,<br />
polygami tak terbatas, membolehkan perbudakan dengan suatu<br />
sebab atau tanpa sebab, eksploitasi harta-benda dengan cara<br />
yang kejam, kemudian karena itu semua lalu timbul<br />
pemberontakan hendak menghancurkan dan mengikisnya habis-habis<br />
- dapatkah pemberontakan demikian itu kita tuduh dengan<br />
fanatisma, dengan tindakan anti kebebasan berpikir? Kalau kita<br />
umpamakan, ada suatu bangsa yang sudah puas dengan sistem<br />
sosial yang rendah ini dan sudah hampir pula menular sampai ke<br />
negara-negara lain, lalu negara-negara ini mengumumkan perang,<br />
dapat juga dibenarkan? Bukankah ini lebih-lebih dapat<br />
dibenarkan daripada Perang Dunia yang baru lalu yang telah<br />
menelan jutaan penduduk dunia ini tanpa suatu sebab selain<br />
karena sifat keserakahan dari pihak negara-negara imperialis?<br />
<br />
Dan kalau memang sudah begitu adanya, dimana pula nilai kritik<br />
para Orientalis itu terhadap ayat-ayat yang sudah pembaca<br />
ikuti dari Surah Bara'ah dan terhadap seruan Islam dalam<br />
memberantas syirik dan penganut-penganutnya yang berusaha<br />
hendak menegakkan suatu sistem dengan segala akibatnya yang<br />
berbahaya seperti yang kita sebutkan tadi?<br />
<br />
Kalau ini sudah merupakan suatu kenyataan sejarah sehubungan<br />
dengan sistem yang berlaku di tanah Arab di bawah naungan<br />
panji syirik dan paganisma, maka juga di sana ada suatu<br />
kenyataan lain dalam sejarah yang bersumber dari kehidupan<br />
Rasul. Sejak ia diutus Tuhan mengemban Risalah selama<br />
tigabelas tahun, dengan segala susah-payah ia mengorbankan<br />
segalanya, mengajak orang ke dalam agama Allah dengan<br />
memberikan bukti dan mengajak mereka berdiskusi dengan cara<br />
yang baik. Semua peperangan dan ekspedisi yang dilakukannya,<br />
sekali-kali tidak bersifat agresi, melainkan selalu<br />
mempertahankan sifatnya, mempertahankan kaum Muslimin,<br />
mempertahankan kebebasan mereka melakukan dakwah agama, agama<br />
yang sudah mereka imani, mereka mengorbankan hidup mereka<br />
untuk agama itu.<br />
<br />
Seruan yang tegas dan sudah cukup jelas, bahwa orang-orang<br />
musyrik itu patut dilawan - karena mereka kotor, mereka tidak<br />
dapat memegang janji dan piagam perianjian, mereka tidak lagi<br />
dapat memegang sesuatu amanat dan pertalian keluarga dengan<br />
orang-orang beriman - ayat-ayatnya turun pada akhir ekspedisi<br />
Nabi ke Tabuk. Apabila Islam turun disuatu daerah dengan<br />
kehidupan paganisima yang sedang luas menjalar, dan berusaha<br />
hendak menanamkan suatu sistem sosial dan ekonomi yang begitu<br />
merusak yang sudah ada di semenanjung itu tatkala Nabi diutus,<br />
lalu datang kaum Muslimin mengajak mereka supaya meninggalkan<br />
cara semacam itu dan mari mengambil apa yang dibenarkan Tuhan<br />
dan meninggalkan apa yang dilarangNya - tidak juga mereka mau<br />
patuh - maka buat orang yang jujur tidak bisa lain ia mesti<br />
berontak terhadap mereka, memberantas mereka sampai ajaran<br />
Tuhan ini selesai, dan yang tersebar luas hanya keadilan dan<br />
keimanan kepada Allah.<br />
<br />
Ayat-ayat Bara'ah (At-Taubah) yang dibacakan oleh Ali itu,<br />
demikian juga seruannya kepada orang banyak, bahwa orang kafir<br />
tidak akan masuk surga, bahwa sesudah tahun ini tidak<br />
dibenarkan lagi orang musyrik melakukan ibadah haji dan<br />
melakukan tawaf di Ka'bah dengan telanjang - telah membawa<br />
hasil yang baik sekali. Sikap ragu yang tadinya tertanam dalam<br />
hati kabilah-kabilah, yang selama itu masih lambat-lambat akan<br />
menerima ajakan Islam - telah hilang samasekali.<br />
<br />
Dengan demikian negeri-negeri seperti Yaman, Mahra, Bahrain<br />
dan Yamama masuk Islam. Sudah tak ada lagi pihak yang akan<br />
mengadakan perlawanan kepada Muhammad kecuali sejumlah kecil,<br />
yang karena kecongkakannya malah berbuat dosa dan tertipu oleh<br />
golongannya sendiri, diantaranya 'Amir bin't-Tufail, yang<br />
pergi bersama-sama dengan perutusan Banu 'Amir yang hendak<br />
berlindung dibawah bendera Islam. Tetapi setelah berhadapan<br />
dengan Nabi, 'Amir menolak dan tidak mau menenma Islam. Ia<br />
ingin supaya ia dijadikan sekutu Nabi. Nabi masih berusaha<br />
meyakinkan supaya dia menerima Islam. Tetapi ia tetap menolak.<br />
Kemudian sambil keluar ia berkata:<br />
<br />
"Kota ini akan saya hujani dengan pasukan berkuda dan tentara<br />
untuk melawan kamu."<br />
<br />
Lalu kata Muhammad:<br />
<br />
"Allahumma ya Allah! Lindungi aku dari perbuatan 'Amir<br />
bin't-Tufail!"<br />
<br />
'Amir pun lalu pergi hendak menuju kabilahhya. Tetapi di<br />
tengah perjalanan itu tiba-tiba ia terserang penyakit sampar<br />
di leher sampai ia menemui ajalnya ketika ia sedang berada di<br />
rumah seorang wanita dari Banu Salul. Ketika akan menemui<br />
ajalnya berulang-ulang ia berkata: "Oh Banu 'Amir! Ini<br />
penyakit kelenjar seperti penyakit serdi pada unta dan mati<br />
pula di rumah wanita Banu Salul!"<br />
<br />
Juga Arbad b. Qais, ia tidak mau menerima Islam, ia kembali ke<br />
Banu 'Amir. Tetapi belum lama tinggal di tempat itu ia mati<br />
terbakar disambar petir, tatkala ia pergi naik unta yang akan<br />
dijualnya. Sungguh pun begitu, penolakan 'Amir dan Arbad ini<br />
tidak mengalangi golongannya untuk masuk Islam. Yang lebih<br />
jahat lagi dari mereka itu semua ialah Musailima ibn Habib. la<br />
datang bersama-sama dengan perutusan Banu Hanifa dari Yamama.<br />
Oleh rombongan itu ia ditinggalkan di belakang dengan<br />
barang-barang, dan mereka pergi menemui Rasulullah. Ketika<br />
itulah mereka semua masuk Islam, dan oleh Nabi mereka diberi<br />
hadiah. Juga mereka menyebut-nyebut tentang Musailima, yang<br />
oleh Nabi kemudian juga diberi hadiah seperti mereka, dengan<br />
katanya: "Dia tidak lebih buruk kedudukannya di kalangan<br />
kamu," yakni karena dia menjagakan barang-barang<br />
teman-temannya. Tetapi mendengar kata-kata itu dari mereka<br />
Musailima lalu mendakwakan dirinya nabi, dan menduga bahwa<br />
Tuhan mempersekutukannya dengan Muhammad dalam kenabian itu.<br />
Kepada masyarakat golongannya ia bersajak7 dan menggunakan<br />
kata-kata dengan mencoba-coba hendak meniru-niru Qur'an:<br />
"Tuhan memberikan kenikmatan kepada yang bunting. Yang<br />
mengeluarkan nyawa bergerak. Dari antara kulit bawah dengan<br />
isi lambung"8<br />
<br />
Musailima menghalalkan minuman keras dan perzinaan dan<br />
membebaskan golongannya dari sembahyang. Ia aktif sekali<br />
mengajak orang supaya mempercayainya. Selain mereka ini,<br />
orang-orang Arab dari segenap pelosok jazirah datang<br />
berduyun-duyun menyambut agama Allah, dipimpin oleh<br />
orang-orang terpandang dan terhormat semacam Adi b. Hatim dan<br />
'Amir b. Maidi Karib. Raja-raja Himyar juga telah mengutus<br />
orang membawa surat kepada Nabi menyatakan diri mereka masuk<br />
Islam. Nabi pun menetapkan dan berkirim pula surat kepada<br />
mereka mengenai hak dan kewajiban mereka menurut syariat<br />
Allah.<br />
<br />
Sesudah lslam tersebar di bagian selatan semenanjung, Muhammad<br />
mengutus orang-orang yang mula-mula dalam Islam supaya dapat<br />
mengajarkan hukum dan memperdalam dan menguatkan agama mereka.<br />
<br />
Kita tidak akan lama-lama berhenti pada masalah perutusan<br />
orang-orang Arab kepada Nabi itu seperti yang biasa dilakukan<br />
oleh penulis-penulis dahulu, sebab masalahnya hampir sama,<br />
mereka semua bernaung di bawah bendera Islam. Ibn Sa'd dalam<br />
At-Tabaqat 'l-Kubra telah mengkhususkan 50 halaman besar<br />
mengenai perutusan-perutusan Arab ini saja kepada Rasul.<br />
Kiranya cukup disini kita menyebutkan nama-nama kabilah dan<br />
anak-kabilah yang punya perutusan. Utusan-utusan itu datang<br />
dari: Muzaina, Asad, Tamim, 'Abs, Fazara, Murra, Tha'laba,<br />
Muharib, Sa'd b. Bakr, Kilab, Ru'as b. Kilab, 'Uqail b. Ka'b,<br />
Ja'da, Qusyair b. Ka'b, Banu'l-Bakka', Kinana, Asyja', Bahila,<br />
Sulaim, Hilal b. 'Amir, 'Amir b. Sha' sha'a dan Thaqif.<br />
Utusan-utusan Rabi'a datang dari 'Abd'l-Qais, Bakr b. Wa'il,<br />
Taghlib, Hanifa dan Syaiban. Dari Yaman datang utusan-utusan:<br />
Tayy Tujib, Khaulan, Ju'fi, Shuda', Murad, Zubaid, Kinda,<br />
Shadif, Khusyain, Sa'd Hudhail, Bali, Bahra', Udhra, Salaman,<br />
Juhaina, Kalb, Jarm, Azd, Ghassan Harith b. Ka'b, Hamdan,<br />
Sa'd'l-Asyira, 'Ans, Dar, Raha, [dari daerahMadhhij], Ghamid,<br />
Nakha', Bajila, Khath'am, Asy'ari, Hadzramaut, Azd 'Uman,<br />
Ghafiq, Bariq, Daus, Thumala, Hudan, Aslam, Judham, Muhra,<br />
Himyar, Najran dan Jaisyah. Demikian seterusnya, tiada sebuah<br />
kabilah atau anak-kabilah di Semenanjung itu yang tidak masuk<br />
Islam, kecuali yang sudah kita sebutkan di atas. Demikian juga<br />
orang-orang musyrik penduduk jazirah itu, mereka<br />
berlumba-lumba masuk Islam, dan dengan sendirinya meninggalkan<br />
penyembahan berhala. Sekarang seluruh tanah Arab sudah bersih<br />
dari berhala-berhala dengan segala penyembahannya. Sesudah<br />
perjalanan ke Tabuk, selesailah semua itu secara sukarela dan<br />
atas kemauan sendiri, tanpa bersusah payah atau pertumpahan<br />
darah.<br />
<br />
Sekarang apa yang dilakukan pihak Yahudi dan pihak Nasrani<br />
terhadap Muhammad, dan apa pula yang dilakukan Muhammad<br />
terhadap mereka?<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Qubba, ialah 'semacam kemah dalam bentuk rumah kecil<br />
bulat' (LA) yang tidak sama dengan kemah biasa (A).<br />
<br />
2 Harfiah, 'yang memerintah atau yang diperintah' yakni<br />
'adakah ia ditugaskan oleh Nabi memimpin jamaah haji atau<br />
Lkut dalam rombongan?' (A).<br />
<br />
3 Yakni yang ikut dalam rombongan haji di bawah pimpinan<br />
Abu Bakr (A).<br />
<br />
4 Oleh karena ayat-ayat yang dikutip ini cukup panjang,<br />
maka setiap ayat diberi bernomor (A)<br />
<br />
5 Harfiah berarti hari haji yang lebih besar,<br />
(al-hajj'l-akbar); menurut beberapa kitab tafsir berarti<br />
yang meliputi hari Arafat atau hari Nahr atau secara<br />
keseluruhan sebaliknya dari 'haji yang lebih kecil'<br />
(al-hajj'l-ashghar) (A).<br />
<br />
6 Nudism, ialah suatu gerakan yang mau melaksanakan cara<br />
hidup telanjang tanpa membeda-bedakan jenis kelamin,<br />
dimulai pada awal abad ke-20 di Jerman. dikenal dengan<br />
nama kelompok-kelompok Nackhtkultur ("kebudayaan<br />
telanjang"). Mereka terdiri umumnya dari orang-orang<br />
kelas menengah. Sebelum pecah Perang Dunia II, gerakan<br />
ini mulai meluas pada segenap lapisan, dari yang paling<br />
konservatif sampai kepada yang paling radikal. Dengan<br />
mengambil pola seperti di Jerman, perkumpulan-perkumpulan<br />
nudis ini kemudian berdiri pula di Perancis, Inggris,<br />
Skandinavia dan beberapa negara Eropa lainnya. Di Amerika<br />
Serikat dan di Kanada didirikan dalam tahun tigapuluhan.<br />
Gerakan ini terhenti karena pecah Perang Dunia II (A).<br />
<br />
7 Dari kata bahasa Arab saja'a, saj'an 'bicara dengan<br />
kata-kata dengan persamaan bunyi akhir kata seperti pada<br />
syair tanpa matera' (LA), dan 'saj', juga berarti manzera<br />
dukun' (LA). Sebaliknya susunan kata-kata dalam Qur'an<br />
tidak termasuk saja' karena tidak terikat pada asonansi,<br />
juga bukan prosa. Dalam pengertian bahasa Indonesia yang<br />
umum, kata 'sajak' sering berarti 'puisi' atau 'syair' (A).<br />
<br />
8 Dalam bahasa aslinya tersusun dalam bentuk sajak akhir (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-64085659865732292332010-09-11T07:35:00.000-07:002010-09-11T07:35:13.072-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDUAPULUH TUJUH: TABUK DAN KEMATIAN IBRAHIM (1/3)</b></div><br />
Ketentuan Zakat dan Kharaj - Berita Rumawi bersiap siap -<br />
Seruan Muhammad menghadapi Rumawi - Muslimin menyambut<br />
seruan Rasul - Mereka yang tinggal di belakang dan<br />
orang-orang Munafik - Muhammad bersikap tegas - Tentara<br />
Rumawi - Jalan ke Syam yang panas membakar - Rumawi menarik<br />
diri ketakutan - Perjanjian dengan Yohanna dan para amir<br />
perbatasan - Kembali ke Medinah - Ibrahim sakit - Muhammad<br />
meratapi kematian Ibrahim.<br />
<br />
PERISTIWA rumah-tangga serta ketegangan dan kegelisahan yang<br />
timbul antara Nabi dengan isteri-isterinya tidak sampai<br />
mengubah segala sesuatu mengenai masalah-masalah umum.<br />
Setelah Mekah dibebaskan dan penduduk kota itu menerima<br />
Islam, sekarang masalah-masalah umum itu sudah terasa makin<br />
penting sekali. Seluruh masyarakat Arab sudah mulai<br />
merasakan betapa pentingnya hal itu. Rumah Suci itu sudah<br />
merupakan tempat suci buat orang Arab, tempat mereka<br />
berziarah sejak berabad-abad lamanya. Rumah Suci ini dan<br />
segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu - penjagaan,<br />
penyediaan makanan dan air serta hal-hal yang berhubungan<br />
dengan masalah haji dari pelbagai macam upacara - sekarang<br />
berada di tangan Muhammad dan di bawah undang-undang agama<br />
baru ini. Sudah tentu sekali dengan dibebaskannya Mekah<br />
masalah-masalah umum di kalangan Muslimin akan jadi<br />
bertambah, dan kaum Muslimin pun akan bertambah pula<br />
merasakan akan adanya pengaruh mereka di segala pelosok<br />
jazirah. Dengan bertambahnya masalah-masalah umum ini dengan<br />
sendirinya akan bertambah pula pengeluaran-pengeluaran<br />
masyarakat umum itu.<br />
<br />
Oleh karena itu kaum Muslimin harus mengeluarkan zakat<br />
'usyr1 dan orang-orang Arab yang masih bertahan dengan<br />
jahiliahnya diharuskan pula membayar kharaj (pajak tanah).<br />
Hal ini menimbulkan kegelisahan di kalangan mereka; kadang<br />
mereka menggerutu, bahkan lebih dari hanya sekadar<br />
menggerutu. Akan tetapi, peraturan baru yang berhubungan<br />
dengan agama baru ini, soal pemungutan 'usyr dan kharaj di<br />
seluruh jazirah belum merupakan suatu jalan ke luar. Untuk<br />
maksud itu Muhammad kemudian mengutus sahabat-sahabatnya -<br />
tak lama setelah ia kembali dari Mekah - untuk memungut<br />
'usyr dari penghasilan para kabilah yang sudah beragama<br />
Islam tanpa mengusik-usik modal pokok. Mereka semua itu<br />
berangkat menuju tujuannya masing-masing, dan para kabilah<br />
itu pun menyambut mereka dengan ramah sekali dan zakat 'usyr<br />
itu pun dibayarnya dengan segala senang hati. Tak ada pihak<br />
yang mau mengelak dari itu selain daripada anak-suku dari<br />
Banu Tamim dan Banu'l-Mushtaliq. Sementara zakat 'usyr itu<br />
dikenakan kepada kabilah-kabilah dekat kabilah Banu Tamim<br />
yang mereka laksanakan berupa ternak dan harta, tiba-tiba<br />
Banu'l-'Anbar [anak suku Banu Tamim], sebelum mereka itu<br />
dimintai zakat, mereka sudah siap membawa tombak dan pedang<br />
mengusir petugas itu dari daerahnya.<br />
<br />
Setelah berita ini disampaikan kepada Muhammad, ia segera<br />
menugaskan 'Uyaina b. Hishn memimpin lima puluh orang<br />
anggota pasukan berkuda. Mereka diserbu dengan tiada setahu<br />
mereka dan mereka pun lari tunggang-langgang. Lebih dari<br />
limapuluh orang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak-anak<br />
menjadi tawanan, dan mereka ini dibawa pulang ke Medinah.<br />
Tawanan itu oleh Nabi dipenjarakan. Di kalangan Banu Tamim<br />
ini sudah ada sejumlah kaum Muslimin yang pernah ikut<br />
berperang di samping Nabi dalam membebaskan Mekah dan di<br />
Hunain. Yang sebagian lagi masih tetap dalam jahiliah.<br />
<br />
Setelah mengetahui apa yang terjadi terhadap kawan-kawan<br />
mereka dari Banu'l-'Anbar itu, mereka mengirimkan utusan ke<br />
Medinah, terdiri dari pemuka-pemuka mereka sendiri. Bila<br />
mereka sudah sampai di mesjid, mereka memanggil-manggil Nabi<br />
dari luar kamar: Muhammad, keluarlah ke mari. Panggilan<br />
mereka ini sangat mengganggu Nabi. Sebenarnya ia tidak akan<br />
keluar menemui mereka, kalau tidak karena terdengar suara<br />
azan sembahyang lohor. Begitu mereka melihat Nabi, segera<br />
mereka melaporkan apa yang telah dilakukan 'Uyaina terhadap<br />
golongan mereka itu. Juga mereka melaporkan tentang beberapa<br />
orang yang sudah masuk Islam dan pernah berjuang di<br />
sampingnya, selanjutnya dikatakan betapa kedudukan mereka<br />
itu di tengah-tengah masyarakat Arab.<br />
<br />
"Kami kemari hendak berlumba," kata mereka lagi. "Berilah<br />
ijin kepada penyair dan orator kami."<br />
<br />
Kemudian juru pidato mereka, 'Utarid b. Hajib berpidato.<br />
Setelah selesai, Rasulullah memanggil Thabit b. Qais untuk<br />
membalasnya. Seterusnya penyair mereka, Az-Zabriqan b. Badr<br />
membacakan sajak-sajak yang kemudian dibalas oleh Hassan b.<br />
Thabit. Setelah selesai perlombaan itu, 'Afra' b. Habis<br />
berkata: Orang ini memang tepat sekali. Oratornya lebih<br />
ulung dari orator kita, penyairnya juga lebih pandai dari<br />
penyair kita dan suara mereka lebih nyaring dari suara kita.<br />
Dan rombongan itu pun menerima Islam. Tawanan-tawanan itu<br />
oleh Nabi dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka.<br />
<br />
Ada pun Banu Mushtaliq, begitu mereka melihat pemungut zakat<br />
dan pajak, mereka lari ketakutan. Kemudian mereka mengutus<br />
orang kepada Nabi melaporkan, bahwa adanya kekuatiran yang<br />
tidak pada tempatnya itu telah menimbulkan adanya salah<br />
paham.<br />
<br />
Pengaruh Muhammad kini sudah mulai terasa sampai ke<br />
pelosok-pelosok jazirah. Setiap ada golongan atau kabilah<br />
yang mencoba-coba hendak melawan pengaruh itu, Nabi sudah<br />
siap pula mengirimkan kekuatan ke sana dan mengharuskan<br />
mereka tunduk membayar kharaj dengan tetap dalam kepercayaan<br />
mereka, atau sebagai orang Islam dengan membayar zakat.<br />
<br />
Sementara perhatiannya sedang diarahkan ke seluruh jazirah<br />
Arab supaya jangan lagi ada pihak yang akan dapat<br />
menggoyahkan, dan keamanan di seluruh wilayah itu<br />
benar-benar aman sampai ke pelosok-pelosok, tiba-tiba ada<br />
berita sampai kepadanya dari pihak Rumawi, bahwa negara itu<br />
sedang menyiapkan sebuah pasukan tentara yang hendak<br />
menyerang perbatasan tanah Arab sebelah utara, dengan suatu<br />
serangan yang akan membuat orang lupa akan penarikan mundur<br />
yang secara cerdik dilakukan pihak Arab di Mu'ta dulu itu.<br />
Juga akan membuat orang lupa akan pengaruh Muslimin yang<br />
deras maju ke segenap penjuru yang hendak membendung<br />
kekuasaan Rumawi di Syam dan kekuasaan Persia di Hira.<br />
Berita itu tiba sudah begitu konkrit. Ia tidak lagi<br />
ragu-ragu dalam mengambil kesempatan ini. Ia hendak<br />
menghadapi sendiri kekuatan itu dan akan menghancurkannya<br />
sekali dengan mengikis habis setiap harapan dalam hati<br />
pemimpin-pemimpin mereka yang bermaksud hendak menyerang dan<br />
mengganggu kawasan itu.<br />
<br />
Ketika itu musim panas belum berakhir. Suhu panas musim pada<br />
awal musim rontok yang sampai pada titik yang sangat tinggi<br />
itu merupakan musim maut yang sangat mencekam di wilayah<br />
padang pasir. Di samping itu memang perjalanan dari Medinah<br />
ke Syam, selain perjalanan yang panjang juga sangat sukar<br />
sekali ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan<br />
makanan dan air. Jadi, tidak ada jalan lain Muhammad harus<br />
memberitahukan niatnya hendak berangkat menghadapi Rumawi<br />
itu kepada umum; supaya mereka juga bersiap-siap. Tidak ada<br />
jalan lain juga harus menyimpang pula dari kebiasaannya<br />
dalam ekspedisi-ekspedisinya yang sudah-sudah, yang dalam<br />
memimpin pasukannya sering ia menuju ke jurusan lain<br />
daripada yang sebenarnya dituju, untuk menyesatkan pihak<br />
musuh supaya berita perjalanannya itu tidak diketahui.<br />
<br />
Kemudian Muhammad menyerukan kepada semua kabilah<br />
bersiap-siap dengan pasukan yang sebesar mungkin.<br />
Orang-orang kaya dari kalangan Muslimin juga dimintanya<br />
supaya ikut serta dalam menyiapkan pasukan itu dengan harta<br />
yang ada pada mereka serta mengerahkan orang supaya<br />
sama-sama menggabungkan diri ke dalam pasukan itu. Dengan<br />
demikian, itu akan berarti sekali sehingga dapat membawa<br />
rasa cemas kedalam jiwa pihak Rumawi, yang sudah terkenal<br />
oleh banyaknya jumlah orang dan besarnya perlengkapan.<br />
<br />
Bagaimana gerangan kaum Muslimin menyambut seruan ini, yang<br />
berarti harus meninggalkan isteri, anak dan harta-benda,<br />
dalam panas musim yang begitu dahsyat, dalam mengarungi<br />
lautan tandus padang sahara, kering, air pun tak seberapa,<br />
kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan<br />
Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin? Akan<br />
tetapi iman mereka, kecintaan mereka kepada Rasul, serta<br />
kemesraan kepada agama, mereka pun terjun menyambut seruan<br />
itu, berangkat dalam satu arak-arakan yang rasanya dapat<br />
menyempitkan ruang padang sahara itu, sambil mengerahkan<br />
semua harta dan ternak mereka, siap dengan senjata ditangan,<br />
dengan debu yang sudah mengepul, yang begitu sampai<br />
beritanya kepada musuh, mereka akan lari tunggang-langgang.<br />
Ataukah barangkali perjalanan yang begitu sulit itu, di<br />
bawah lecutan udara panas, dibawah ancaman lapar dan haus,<br />
mereka akan jadi enggan dan kembali surut?<br />
<br />
Dua perasaan itu di kalangan Muslimin ada pada waktu itu.<br />
Ada yang menyambut agama ini dengan hati yang bersemarak<br />
cahaya dan bimbingan Tuhan, hati yang sudah berkilauan<br />
cahaya iman, dan ia sudah tidak mengenal yang lain. Ada yang<br />
masuk agama dengan suatu harapan, dan dengan rasa gentar.<br />
Mereka mengharapkan harta rampasan perang, karena<br />
kabilah-kabilah itu sudah tak berdaya menahan serbuan<br />
Muslimin, lalu mereka menyerah dan bersedia membayar jizya2<br />
dengan taat dan patuh. Yang merasa gentar karena kekuatan<br />
ini dapat menghantam kekuatan lain yang merintanginya, dan<br />
ditakuti kekuasaannya oleh setiap raja. Golongan pertama,<br />
dengan segera mereka itu berbondong-bondong menyambut seruan<br />
Rasulullah. Ada orang miskin dari mereka itu, tidak ada<br />
binatang beban yang akan ditungganginya, ada pula orang yang<br />
kaya raya, menyerahkan semua harta kepadanya untuk<br />
diserahkan kepada perjuangan di jalan Allah, dengan hati<br />
ikhlas, dengan harapan akan gugur pula sebagai syahid di<br />
sisi Tuhan. Sedang yang lain masih berat-berat langkah dan<br />
mulai mereka itu mencari-cari alasan, sambil berbisik-bisik<br />
sesama mereka dan mencemooh ajakan Muhammad kepada mereka<br />
untuk menghadapi suatu peperangan yang jauh, dalam udara<br />
yang begitu panas membakar.<br />
<br />
Itulah mereka orang-orang munafik, yang karenanya Surah<br />
At-Taubah turun, yang berisi ajakan perjuangan yang paling<br />
besar dan tegas-tegas menyampaikan ancaman Tuhan kepada<br />
mereka yang membelakangi ajakan Rasulullah.<br />
<br />
Ada sekelompok orang-orang munafik yang berkata satu sama<br />
lain: Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas. Maka<br />
firman Tuhan ini turun:<br />
<br />
"É dan mereka berkata: "Jangan kamu berangkat perang dalam<br />
udara panas begini.' Tapi katakanlah: 'Api neraka lebih<br />
panas lagi, kalau kamu mengerti! Biarlah mereka tertawa<br />
sedikit dan menangis lebih banyak sebagai balasan atas hasil<br />
perbuatan mereka." (Qur'an, 9: 81-82)<br />
<br />
Kata Muhamnmad kepada Jadd b. Qais - salah seorang Banu<br />
Salima:<br />
<br />
"Hai Jadd, engkau bersedia tahun ini menghadapi<br />
Banu'l Ashfar?"<br />
<br />
"Rasulullah," kata Jadd. "Ijinkanlah saya untuk tidak<br />
dibawa ke dalam ujian serupa ini. Masyarakat saya sudah<br />
cukup mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih berahi<br />
terhadap wanita seperti saya ini. Kuatir saya, bahwa kalau<br />
saya melihat wanita-wanita Banu'l-Ashfar, saya takkan dapat<br />
menahan diri." [Banu'lAshfar ialah bangsa Rumawi].<br />
<br />
Oleh Rasulullah ia ditinggalkan. Dalam hubungan ini ayat<br />
berikut ini turun:<br />
<br />
"Ada pula di antara mereka yang berkata: 'Ijinkanlah saya<br />
(tidak ikut serta) dan jangan kaubawa saya ke dalam ujian<br />
ini.' Ya, ketahuilah, mereka kini sudah terjatuh ke dalam<br />
ujian itu, dan bahwa neraka itu melingkungi orang-orang<br />
kafir." (Qur'an, 9:49)<br />
<br />
Orang-orang yang memang sudah membawa bibit-bibit kebencian<br />
dalam hatinya kepada Muhammad, mereka mengambil kesempatan<br />
dalam peristiwa ini supaya orang-orang munafik itu tambah<br />
munafik dan menghasut orang supaya tinggal di belakang medan<br />
perang. Muhammad melihat bahwa mereka itu tak dapat diberi<br />
hati, kuatir nanti akan merajalela. Ia berpendapat akan<br />
mengambil tindakan terhadap mereka dengan tangan besi. Ia<br />
mengetahui, bahwa banyak orang berkumpul di rumah Sulaim<br />
orang Yahudi itu. Mereka mau mengalang-alangi orang, mau<br />
menanamkan rasa enggan dalam hati orang dan supaya mereka<br />
tinggal saja di garis belakang. Didampingi oleh beberapa<br />
orang sahabat ia mengutus Talha b. 'Ubaidillah kepada mereka<br />
dan rumah Sulaim itu dibakar. Salah seorang dari mereka<br />
patah kakinya ketika ia melarikan diri dari dalam rumah itu.<br />
Yang lain-lain langsung menerobos api itu dan dapat<br />
meloloskan diri.<br />
<br />
Tetapi mereka sudah tidak lagi mengulangi perbuatan semacam<br />
itu. Bahkan itu menjadi contoh buat yang lain. Sesudah itu<br />
tak ada lagi orang berani melakukan perbuatan demikian.<br />
<br />
Tindakan tegas terhadap orang-orang munafik itu ada juga<br />
bekasnya. Dalam mempersiapkan pasukan itu orang-orang kaya<br />
dan orang-orang berada telah pula datang menyumbangkan<br />
hartanya dalam jumlah yang cukup besar. Usman b. 'Affan saja<br />
sendiri menyumbang seribu dinar, dan banyak lagi yang lain,<br />
masing-masing menurut kemampuannya. Setiap orang yang mampu<br />
tampil dengan perlengkapan dan biaya sendiri pula.<br />
Orang-orang yang tidak punya juga banyak yang datang ingin<br />
dibawa serta oleh Nabi. Mereka yang mampu oleh Nabi dibawa,<br />
sedang kepada yang lain ia berkata: "Dalam hal ini saya<br />
tidak mendapat kendaraan yang akan dapat membawa kamu."<br />
<br />
(bersambung 2/3)<br />
<br />
<br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH TUJUH: TABUK DAN KEMATIAN IBRAHIM (2/3)</b><br />
<br />
Dengan demikian mereka pun kembali, kembali dengan<br />
bercucuran airmata. Mereka sedih, karena tak ada pula yang<br />
dapat mereka sumbangkan. Karena tangisan mereka itu mereka<br />
diberi nama Al-Bakka'un (orang-orang yang menangis). Pasukan<br />
yang sudah berkumpul mendampingi Muhammad ini - yang disebut<br />
Pasukan 'Usra karena kesukaran yang dialami sejak mulai<br />
dibangun - sebanyak tigapuluh ribu Muslimin. Dalam menunggu<br />
Muhammad kembali dari mengurus beberapa masalah di Medinah,<br />
sementara dia tidak ada, di tengah-tengah pasukan yang sudah<br />
berkumpul itu Abu Bakrlah yang bertindak sebagai imam<br />
sembahyang.<br />
<br />
Sekarang, setelah masalah-masalah dalam kota diserahkan<br />
kepada Muhammad b. Maslama; dan Ali b. Abi Talib diserahi<br />
urusan keluarga dan disuruhnya ia tinggal dengan mereka.<br />
Setelah segala sesuatunya sudah dianggap beres, ia pun<br />
kembali ke tempat semula memimpin pasukan. Ketika itu<br />
Abdullah b. Ubayy juga sudah siap dengan sebuah pasukan<br />
terdiri dari golongannya sendiri, akan berangkat disamping<br />
pasukan Muhammad. Akan tetapi menurut Nabi, Abdullah dan<br />
pasukannya itu supaya tetap di Medinah saja karena selain<br />
kurang dapat dipercaya imannya juga ia tidak kuat.<br />
<br />
Setelah mendapat perintah, pasukan itu pun berangkat, debu<br />
dan pasir halus mengepul-ngepul ke udara diselingi oleh<br />
ringkik kuda. Wanita-wanita Medinah pergi naik ke atas<br />
loteng hendak menyaksikan pasukan tentara yang dahsyat ini,<br />
berangkat hendak menerobos padang sahara menuju ke arah<br />
Syam; yang demi di jalan Allah, tidak mereka pedulikan lagi<br />
udara panas, rasa dahaga dan lapar, dengan meninggalkan<br />
mereka yang mau duduk-duduk dan tinggal di belakang,<br />
orang-orang yang lebih suka tinggal di tempat yang teduh dan<br />
bersenang-senang daripada suatu ujian iman dan perkenanan<br />
Tuhan. Pasukan tentara yang telah didahului oleh sepuluh<br />
ribu pasukan berkuda serta kaum wanita yang begitu terpesona<br />
menyaksikan segala kebesaran dan kekuatan itu, suasananya<br />
telah dapat menggerakkan hati beberapa orang yang tadinya<br />
surut dalam menerima ajakan Rasul dan tidak mau ikut.<br />
Demikian juga Abu Khaithama, setelah melihat suasana itu ia<br />
kembali pulang. Kedua orang isterinya dijumpainya<br />
masing-masing sedang menyirami tempat ia berteduh dan sedang<br />
mendinginkan air minum dan menyediakan makanan buat dia.<br />
Setelah dilihatnya apa yang dilakukan wanita itu ia berkata:<br />
<br />
"Rasulullah dalam terik matahari, angin dan udara panas,<br />
sedang Abu Khaithama di tempat yang teduh, sejuk dengan<br />
makanan dan wanita cantik diam di rumah. Sediakan<br />
perbekalanku, aku akan menyusul."<br />
<br />
Setelah bekal yang diperlukan disediakan, ia pun pergi<br />
menyusul pasukan tentara. Mungkin masih ada juga sekelompok<br />
orang yang tinggal di belakang telah pula mengikuti jejak<br />
Abu Khaithama, setelah mereka menyadari bahwa tindakan<br />
mereka yang hendak mengelak dan takut-takut itu suatu<br />
tindakan tercela dan hina.<br />
<br />
Dalam perjalanannya tentara itu sudah sampai di Hijr. Di<br />
tempat ini terdapat pula puing-puing bekas rumah-rumah kaum<br />
Thamud yang terukir pada batu besar. Di tempat itu mereka<br />
oleh Rasulullah diperintahkan berhenti. Orang-orang pun<br />
mulai mengambil air dari sumur. Setelah selesai, kata Rasul<br />
kepada mereka:<br />
<br />
"Jangan ada yang minum air sumur ini, juga jangan dipakai<br />
berwudu untuk sembahyang. Bila sudah ada adonan yang kamu<br />
buat dengan air itu berikanlah kepada ternak dan samasekali<br />
jangan kamu makan. Juga jangan ada yang keluar malam ini<br />
kalau tidak disertai seorang teman."<br />
<br />
Soalnya tempat itu tiada pernah dilalui orang dan kadang<br />
timbul angin badai berupa pasir yang dapat menimbun manusia<br />
atau binatang. Malam itu ada dua orang yang keluar diluar<br />
perintah Rasul. Salah seorang daripada mereka dibawa angin<br />
dan yang seorang lagi tertimbun pasir. Keesokan harinya<br />
orang melihat pasir itu telah menimbuni sumur sehingga air<br />
tidak ada lagi. Orang jadi takut akan kehausan lebih ngeri<br />
lagi karena perjalanan masih panjang. Akan tetapi, sementara<br />
mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba datang awan membawa<br />
hujan dan mereka pun kini mendapat air berlimpah-limpah.<br />
Perasaan takut hilang dan mereka semua bergembira. Ada<br />
mereka yang berkata satu sama lain, bahwa itu suatu mujizat.<br />
Sedang yang lain mengatakan itu hanya awan lalu.<br />
<br />
Setelah itu pasukan tentara itu meneruskan perjalanan ke<br />
Tabuk. Sebenarnya tentang pasukan ini dan kekuatannya<br />
beritanya sudah sampai kepada pihak Rumawi. Oleh karena itu<br />
ia lebih suka menarik mundur pasukannya yang tadinya sudah<br />
ditujukan ke perbatasan dengan maksud hendak melindungi<br />
daerah Syam dengan benteng-bentengnya itu. Setelah pihak<br />
Muslimin sampai di Tabuk dan Muhammad mengetahui pihak<br />
Rumawi menarik diri dan berada dalam ketakutan, dirasa sudah<br />
tidak pada tempatnya akan mengejar mereka terus sampai ke<br />
dalam negeri mereka.<br />
<br />
Oleh karena itu ia tetap tinggal di perbatasan, akan<br />
menghadapi siapa saja yang akan menyerang atau melawannya.<br />
Ia berusaha menjaga perbatasan-perbatasan itu supaya jangan<br />
ada pihak yang melandanya.<br />
<br />
Ketika itulah Yohanna bin Ru'ba - seorang amir (penguasa)<br />
Aila3 yang tinggal di perbatasan oleh Nabi telah dikirimi<br />
surat supaya ia tunduk atau akan diserbu. Yohanna datang<br />
sendiri dengan memakai salib dari emas di dadanya. Ia datang<br />
dengan membawa hadiah dan menyatakan setia. Ia mengadakan<br />
perdamaian dengan Muhammad dan bersedia membayar jizya<br />
seperti yang juga dilakukan oleh pihak Jarba'4 dan Adhruh5<br />
dengan membayar jizya. Di samping itu Rasulullah telah pula<br />
membuat surat-surat perjanjian perdamaian dengan mereka.<br />
Berikut ini salah satu bunyi teks itu, yakni yang dibuat<br />
dengan Yohanna:<br />
<br />
"Atas nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Surat ini ialah<br />
perjanjian keamanan atas nama Tuhan dari Muhammad, Nabi<br />
Utusan Allah kepada Yohanna ibn Ru'ba serta penduduk Aila,<br />
atas kapal-kapal dan kendaraan-kendaraan dalam perjalanan<br />
mereka di darat dan di laut, mereka berada dalam jaminan<br />
Allah dan Muhammad, termasuk mereka penduduk Syam, penduduk<br />
Yaman dan penduduk pantai laut. Barangsiapa melakukan suatu<br />
pelanggaran maka selain dirinya, hartanya itu tidak akan<br />
dapat melindunginya dan Muhammad dibenarkan mengambil itu<br />
dari mereka. Mereka tidak boleh dirintangi dari air yang<br />
dikehendaki atau jalan yang akan ditempuhnya, di darat atau<br />
di laut."<br />
<br />
Sebagai tanda persetujuan atas perjanjian ini Muhammad telah<br />
pula memberikan hadiah kepada Yohanna berupa mantel tenunan<br />
Yaman disertai perhatian penuh kepadanya, setelah diperoleh<br />
persetujuan bahwa Aila akan membayar jizya sebesar 3000<br />
dinar tiap tahun.<br />
<br />
Muhammad sebenarnya sudah tidak perlu lagi berperang setelah<br />
pihak Rumawi menarik diri, dan telah dibuat perjanjian<br />
dengan daerah-daerah yang terletak di perbatasan dan karena<br />
sudah merasa aman setelah pula balatentara Bizantium kembali<br />
dari wilayah itu, kalau tidak karena lalu timbul suatu<br />
kekuatiran baru. Pihak Ukaidir b. 'Abd'l-Malik al-Kindi<br />
orang Nasrani, Penguasa Duma6 itu akan memberontak dengan<br />
mendapat bantuan balatentara Rumawi bilamana mereka datang<br />
dari jurusan itu. Itu sebabnya Nabi lalu menugaskan Khalid<br />
bin'l-Walid dengan sebuah pasukan berkuda terdiri dari 500<br />
orang. Dia sendiri berbalik dengan pasukannya kembali ke<br />
Medinah.<br />
<br />
Dengan cepat sekali Khalid terjun menyusur ke Duma dengan<br />
tidak setahu penguasa itu, yang dalam malam terang bulan<br />
dengan disertai saudaranya yang bernama Hassan, sedang<br />
sama-sama memburu lembu liar. Khalid tidak mendapat<br />
perlawanan yang berarti. Hassan terbunuh dan Ukaidir<br />
ditawan. Ia diancam akan dibunuh kalau pintu gerbang Duma<br />
tidak dibuka. Oleh karena itu pintu-pintu kota kemudian<br />
dibuka sebagai tebusan atas diri sang amir. Dari tempat ini<br />
Khalid kemudian dapat mengangkut sebanyak duaribu ekor unta,<br />
delapan ratus ekor kambing, empat ratus wasq (muatan) gandum<br />
dan empat ratus buah pakaian besi. Semua itu diangkutnya<br />
bersama-sama dengan Ukaidir sampai dapat menyusul Nabi di<br />
Ibukota. Muhammad menawarkan Islam kepada Ukaidir yang<br />
kemudian diterimanya dan ia pun menjadi pula sekutunya.<br />
<br />
Muhammad kembali dengan memimpin ribuan anggota Pasukan<br />
'Usra ini dari perbatasan Syam ke Medinah, bukanlah soal<br />
yang ringan. Mereka itu kebanyakan tidak mengerti makna<br />
persetujuan yang telah diadakan dengan amir Aila dan<br />
negeri-negeri tetangganya, Juga mereka tidak menganggap<br />
begitu penting persetujuan-persetujuan yang telah dibuat<br />
oleh Muhammad guna menjamin keamanan di perbatasan seluruh<br />
jazirah itu serta dibangunnya benteng-benteng di<br />
tempat-tempat itu sebagai perbatasan dengan pihak Rumawi.<br />
Sebaliknya yang dapat mereka lihat hanyalah, bahwa mereka<br />
menempuh jalan yang sulit dan panjang ini, dengan mengalami<br />
gangguan-gangguan, kemudian kembali tanpa membawa rampasan,<br />
tanpa membawa tawanan perang, bahkan berperang juga tidak.<br />
Segala yang dapat mereka lakukan hanyalah tinggal di Tabuk<br />
selama hampir duapuluh hari.<br />
<br />
Jadi, hanya untuk inikah mereka mengarungi padang sahara di<br />
bawah tekanan panas musim yang dahsyat, sementara<br />
buah-buahan di Medinah sudah mulai masak, dan orang sudah<br />
pula dapat menikmatinya? Ada segolongan orang yang lalu<br />
mengejek apa yang telah dilakukan Muhammad itu. Orang yang<br />
memang sudah teguh imannya, menyampaikan kabar ini<br />
kepadanya. Ia mengambil tindakan terhadap orang-orang yang<br />
mengejeknya itu, kadang dengan kekerasan, kadang dengan cara<br />
lemah-lembut, sementara pasukan tentara meneruskan<br />
perjalanan pulang ke Medinah sambil selalu Muhammad menjaga<br />
dan mengatur barisan itu.<br />
<br />
Tatkala ia sudah sampai di kota, Khalid bin'l-Walid pun<br />
menyusul pula sampai. Ia datang bersama dengan Ukaidir yang<br />
dibawanya dari Duma, berikut unta, kambing, gandum dan<br />
baju-baju besi. Ketika itu Ukaidir mengenakan pakaian<br />
lengkap dari sutera berat dengan berumbaikan emas. Penduduk<br />
Medinah sangat terpesona melihatnya.<br />
<br />
Mereka yang tinggal di belakang tidak mengikutinya merasa<br />
gelisah sekali. Mereka yang tadinya mengejek kini mulai<br />
sadar sendiri. Mereka datang sekarang sambil membawa dalih<br />
minta maaf. Tetapi kebanyakan mereka minta maaf itu disertai<br />
kebohongan. Sikap mereka ini oleh Muhammad ditolak,<br />
diserahkan kepada kebijaksanaan Tuhan. Tetapi ada tiga orang<br />
yang sudah beriman kepada Allah dan kepada Rasul, mereka ini<br />
mengakui akan tindakan mereka tinggal di belakang dan<br />
mengakui pula dosa mereka. Mereka itu ialah Ka'b b. Malik,<br />
Murara bin'r-Rabi' dan Hilal b. Umayya. Karena larangan yang<br />
pernah dikeluarkan oleh Muhammad, mereka bertiga itu selama<br />
limapuluh hari tidak diajak bicara oleh kaum Muslimin, juga<br />
tidak seorang Muslim pun mengadakan hubungan dagang dengan<br />
mereka. Tetapi Tuhan kemudian mengampuni mereka bertiga, dan<br />
firman Tuhan ini turun:<br />
<br />
"Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan<br />
orang-orang Anshar yang telah mengikuti Nabi pada masa<br />
kesulitan ('usra) setelah ada sebahagian mereka yang hampir<br />
menyimpang hatinya. Tetapi kemudian Tuhan menerima taubat<br />
mereka. Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada mereka.<br />
Juga terhadap tiga orang yang tinggal di belakang, sehingga<br />
bumi yang seluas ini terasa sempit oleh mereka, napas mereka<br />
pun terasa sesak, dan mereka sudah mengerti, bahwa tak ada<br />
tempat berlindung dari siksa Tuhan selain kepada Tuhan juga.<br />
Kemudian Allah menerima taubat mereka supaya mereka selalu<br />
bertaubat. Dan Allah Maha Penerima segala taubat dan Maha<br />
Pengasih." (Qur'an, 9:117-118)<br />
<br />
Sejak itu Muhammad bersikap tegas terhadap orang-orang<br />
Munafik, suatu sikap yang tidak biasa mereka alami<br />
sebelumnya. Soalnya ialah karena jumlah kaum Muslimin sudah<br />
bertambah banyak. Tingkah-laku kaum Munafik terhadap mereka<br />
akan berbahaya sekali dan sangat dikuatirkan. Oleh karena<br />
itu perlu diatasi. Muhammad memang sudah yakin sekali -<br />
setelah janji Tuhan akan memberikan kemenangan kepada agama<br />
dan perintah Tuhan - bahwa jumlah mereka akan bertambah,<br />
akan berlipat-ganda banyaknya dari yang sekarang. Maka<br />
ketika itulah orang-orang Munafik akan merupakan bahaya<br />
besar. Keadaan sebelum itu, tatkala Islam masih terbatas<br />
dalam kota Medinah dan sekitarnya, segala yang terjadi<br />
terhadap kaum Muslimin dia sendiri yang mengawasinya.<br />
Tetapi, sesudah agama meluas tersebar ke seluruh jazirah<br />
Arab, bahkan sudah hampir meluas keluar, maka setiap<br />
kelalaian terhadap orang-orang Munafik itu, berarti akan<br />
merupakan suatu bencana yang sangat dikuatirkan akibatnya,<br />
akan merupakan bahaya yang cepat sekali akan menjalar jika<br />
tidak lekas-lekas pula kuman-kuman itu diberantas.<br />
<br />
Ada beberapa orang membuat sebuah mesjid7 di Dhu Awan<br />
sejauh satu jam perjalanan dari Medinah. Ke dalam mesjid<br />
inilah kelompok orang-orang Munafik itu selalu datang.<br />
Mereka berusaha hendak mengubah ajaran Tuhan dari yang<br />
sebenarnya. Dengan itu mereka hendak memecah-belah kaum<br />
Muslimin dengan menimbulkan bencana dan kekufuran. Kelompok<br />
ini meminta kepada Nabi supaya membuka mesjid dan sekalian<br />
sembahyang di tempat itu. Permintaan mereka diajukan sebelum<br />
peristiwa Tabuk. Oleh Nabi mereka diminta menunggu sampai ia<br />
kembali. Tetapi setelah kembali dan mengetahui persoalan<br />
mesjid itu serta untuk apa pula tujuan sebenarnya dibangun,<br />
oleh Nabi diperintahkan supaya mesjid itu dibakar. Dengan<br />
demikian hal itu telah menjadi contoh, yang membuat<br />
orang-orang Munafik itu jadi ketakutan. Mereka surut dan<br />
menyisihkan diri. Yang akan melindungi mereka pun sudah tak<br />
ada lagi selain Abdullah b. Ubayy, ketua dan pemimpin mereka<br />
itu.<br />
<pre>(<a href="http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/Tabuk3.html">bersambung 3/3</a>)</pre>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-70943449364180662702010-09-11T07:29:00.000-07:002010-09-11T07:30:24.738-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDUAPULUH ENAM: IBRAHIM DAN ISTERI ISTERI NABI (1/3)</b></div><br />
Kembali ke Medinah - Banat Su'ad - Zainab wafat - Ibrahim<br />
lahir - Isteri-isteri Nabi cemburu - Hafsha dan Aisyah<br />
memperlihatkan sikap - Cerita Maghafir - Mana di rumah<br />
Hafsha - Selama sebulan Nabi meninggalkan isterinya -<br />
Percakapan Umar dengan Nabi - Surat At-Tahrim.<br />
<br />
MUHAMMAD kembali ke Medinah selesai ia membebaskan Mekah dan<br />
setelah mendapat kemenangan di Hunain dan mengepung Ta'if.<br />
Dalam hati orang Arab semua sudah nyata dan yakin, bahwa tak<br />
ada yang akan dapat menandinginya di seluruh jazirah, juga<br />
sudah tak ada lagi lidah yang mau mengganggu atau<br />
mencelanya. Pihak Anshar dan Muhajirin semua merasa gembira<br />
sekali karena Tuhan telah membukakan jalan kepada Nabi,<br />
membebaskan negeri tempat Mesjid Suci. Mereka gembira karena<br />
penduduk Mekah telah beroleh hidayah dengan menganut Islam,<br />
dan orang-orang Arab - dengan kabilahnya yang beraneka ragam<br />
itu - telah tunduk dan taat kepada agama ini.<br />
<br />
Untuk sekadar menikmati adanya ketenangan hidup, mereka<br />
semua kembali ke Medinah setelah Muhammad menunjuk 'Attab b.<br />
Asid untuk Mekah di samping Mu'adh b. Jabal guna mengajar<br />
orang memperdalam agama dan mengajarkan Qur'an. Kemenangan<br />
yang belum ada taranya dalam sejarah Arab ini telah<br />
menimbulkan kesan yang dalam sekali di dalam hati<br />
orang-orang Arab itu semua, juga dalam hati<br />
pembesar-pembesar dan bangsawan-bangsawan yang samasekali<br />
tidak membayangkan, bahwa pada suatu hari mereka akan tunduk<br />
kepada Muhammad atau akan menerima agamanya sebagai agama<br />
mereka; dalam hati penyair-penyair, yang bicara atas nama<br />
bangsawan-bangsawan dengan sekedar mendapatkan simpati dan<br />
dukungan sebagai imbalan, atau sekadar mendapatkan bantuan<br />
dan dukungan kabilah-kabilah; dalam hati kabilah-kabilah di<br />
pedalaman, yang biasanya tidak mau menukarkan kebebasannya<br />
dengan apa pun, atau akan terbayang dalam pikirannya, bahwa<br />
mereka akan tergabung dalam satu panji di luar panji mereka<br />
sendiri yang khusus atau akan bersedia mati untuk semua itu<br />
dalam suatu peperangan sampai habis samasekali. Para penyair<br />
dengan sajak-sajaknya, kaum bangsawan dengan<br />
kebangsawanannya dan kabilah-kabilah yang mau mempertahankan<br />
kepribadiannya, apa artinya semua itu dalam berhadapan<br />
dengan kekuatan yang berada di luar kodrat alam itu, tiada<br />
dapat dibendung oleh suatu kekuatan, tiada suatu kekuasaan<br />
dapat mengalanginya.<br />
<br />
Begitu besarnya pengaruh itu dalam hati orang-orang Arab,<br />
sehingga Bujair ibn Zuhair menulis surat kepada saudaranya<br />
Ka'b, setelah Nabi meninggalkan Ta'if. Ia mengatakan, bahwa<br />
Muhammad di Mekah telah menjatuhkan hukuman mati kepada<br />
orang-orang yang dulu pernah mengejek dan mengganggunya, dan<br />
penyair-penyair yang masih ada, mereka melarikan diri tak<br />
tentu arahnya. Dinasehatinya saudaranya itu, supaya segera<br />
datang kepada Nabi di Medinah. Ia tidak pernah menghukum<br />
orang yang datang kepadanya menyatakan penyesalannya; atau<br />
orang menyelamatkan diri dengan ke mana saja ia mau pergi.<br />
<br />
Apa yang diceritakan Bujair itu memang benar. Tak ada orang<br />
yang terbunuh di Mekah atas perintah Muhammad kecuali empat<br />
orang saja, di antaranya seorang penyair yang sangat<br />
mengganggu Nabi dengan ejekan-ejekannya, dua orang yang<br />
telah menyakiti Zainab puterinya, ketika dengan ijin<br />
suaminya ia pergi hijrah dari Mekah hendak menyusul ayahnya.<br />
Ka'b yakin bahwa apa yang dikatakan saudaranya itu benar,<br />
dan kalau dia tidak mau menemui Muhammad ia akan hidup dalam<br />
petualangan. Oleh karena itu cepat-cepat ia datang ke<br />
Medinah dan menumpang di rumah seorang kawan lama. Keesokan<br />
harinya pagi-pagi ia datang ke mesjid, ia meminta suaka<br />
kepada Nabi kemudian ia membacakan sajak ini.1<br />
<br />
Berpisah dengan Su'ad<br />
Hatiku kini merana karena cinta<br />
Tergila-gila mengikutinya, terpukau<br />
Tiada lagi ada belenggu.<br />
<br />
Nabi kemudian memaafkannya dan setelah itu dia menjadi orang<br />
Islam yang baik.<br />
<br />
Karena pengaruh itu jugalah, maka kabilah-kabilah mulai<br />
berdatangan kepada Nabi dan menyatakan kesetiaannya. Dari<br />
kabilah Tayy datang pula utusan dipimpin oleh ketuanya<br />
sendiri, Zaid al-Khail. Setelah mereka ini tiba, Nabi pun<br />
menyambut mereka dengan baik sekali. Ketika terjadi<br />
pembicaraan dengan Zaid, Nabi berkata:<br />
<br />
"Setiap ada orang dari kalangan Arab yang digambarkan begitu<br />
baik, kemudian orang itu datang kepadaku, ternyata ia kurang<br />
daripada apa yang digambarkan orang, kecuali Zaid al-Khail<br />
ini. Ia melebihi daripada apa yang digambarkan orang."<br />
<br />
Lalu ia dinamainya 'Zaid al-Khair,' (Zaid yang baik) bukan<br />
lagi, Zaid al-Khail, ('Zaid si kuda').2 Kabilah Tayy kemudian<br />
masuk Islam termasuk Zaid sendiri sebagai pemimpinnya.<br />
<br />
Kemudian 'Adi b. Hatim at-Ta'iy. Ia seorang Nasrani, dan<br />
sangat benci kepada Muhammad. Setelah melihat keadaan<br />
Muhammad dan Muslimin di jazirah Arab, ia pergi dengan<br />
untanya, membawa keluarga dan anaknya hendak bergabung<br />
dengan orang-orang seagama dari kalangan Nasrani di Syam.<br />
Larinya 'Adi ini ialah ketika Nabi mengutus Ali b. Abi Talib<br />
supaya menghancurkan berhala Tayy. Setelah berhala itu oleh<br />
Ali dihancurkan, ia membawa rampasan dan tawanan perang, di<br />
antaranya puteri Hatim -saudara 'Adi - yang telah ditahan<br />
dalam sebuah tempat berpagar di pintu masuk mesjid, tempat<br />
tawanan-tawanan perang dikurung. Tatkala Nabi lewat di<br />
tempat itu, ia menghampirinya dan berkata:<br />
<br />
"Rasulullah, ayah saya sudah meninggal, sedang penopang saya<br />
sudah menghilang. Bermurah hatilah kepadaku, mudah-mudahan<br />
Tuhan akan memberi kurnia kepadamu."<br />
<br />
Setelah diketahui bahwa penopangnya itu 'Adi b. Hatim, yang<br />
telah melarikan diri dari Tuhan dan Rasul, Nabi memalingkan<br />
muka dari dia. Tetapi perempuan itu memintanya meninjau<br />
kembali. Lalu teringat oleh Nabi, betapa pemurahnya ayah<br />
mereka dulu pada zaman jahiliah sehingga dapat mengangkat<br />
nama jazirah itu. Kemudian diperintahkannya supaya wanita<br />
itu dibebaskan. Ia diberi pakaian yang bagus-bagus dan<br />
diberinya pula belanja, lalu diberangkatkan dengan rombongan<br />
pertama yang berangkat ke Syam. Bila kemudian ia bertemu<br />
dengan saudaranya ('Adi) dan diceritakannya betapa Muhammad<br />
menghormatinya dan bermurah hati kepadanya, ia pun kembali<br />
dan menerjunkan diri ke dalam barisan Muslimin.<br />
<br />
Demikian juga pemuka-pemuka kabilah yang lain berdatangan<br />
kepada Muhammad - setelah pembebasan Mekah dan kemenangan di<br />
Hunain serta pengepungan Ta'if - mereka hendak mengakui<br />
risalahnya dan menerima Islam, sementara ketika itu ia<br />
tinggal di Medinah, mereka lega dengan adanya pertolongan<br />
Tuhan dan kehidupan yang agak tenteram itu<br />
<br />
Akan tetapi ketenteraman hidup masa itu tampaknya tidak<br />
begitu cerah. Pada waktu itu Zainab, puterinya sedang<br />
menderita sakit yang sangat menguatirkan sekali. Sejak ia<br />
mendapat gangguan Huwairith dan Habbar tatkala ia berangkat<br />
dari Mekah yang sangat mencemaskan hatinya dan menyebabkan<br />
ia keguguran, sejak itu kesehatannya mundur sekali, yang<br />
sampai berakhir membawa kematiannya. Dengan kematiannya itu<br />
tak ada lagi dari keturunan Muhammad yang masih hidup selain<br />
Fatimah, setelah Umm Kulthum dan Ruqayya wafat pula lebih<br />
dulu sebelum Zainab. Dengan kehilangan puterinya ini<br />
Muhammad merasa gundah sekali. Teringat olehnya, betapa<br />
lembutnya perasaan Zainab, betapa indahnya kesetiaannya<br />
kepada suaminya - Abu'l-'Ash bin'r-Rabi' ketika sebagai<br />
orang tawanan di Badr, ditebusnya ia dari ayahnya. Ia<br />
menebusnya, padahal ia dalam Islam sedang suaminya masih<br />
syirik, di samping begitu gigih ia memerangi ayahnya, yang<br />
kalau kemenangan itu berada di tangan Quraisy, pasti<br />
Muhammad tidak akan dibiarkan hidup.<br />
<br />
Semua itu teringat oleh Muhammad betapa lembutnya<br />
perasaannya, betapa indahnya kesetiaannya. Teringat pula<br />
olehnya betapa ia menderita sakit, sejak ia kembali dari<br />
Mekah sampai ia wafat. Muhammad, yang dalam kemalangan, ia<br />
pergi ke pelosok-pelosok dan ke ujung kota, menengoki orang<br />
yang sedang sakit, ia menghibur orang yang dalam menderita,<br />
dalam kesakitan. Maka bilamana sampai pula takdir menimpa<br />
puterinya ini, setelah lebih dulu menimpa kedua saudaranya<br />
yang laki-laki tidak salah apabila ia akan sangat merasa<br />
duka, akan sangat bertambah luka di hati, meskipun dengan<br />
adanya rahmat dan kasih sayang Tuhan kepadanya ia akan<br />
merasa sudah terhibur.<br />
<br />
Akan tetapi tidak lama ia mengalami kesedihan itu, dengan<br />
melalui Maria orang Kopti Tuhan telah memberi karunia<br />
seorang anak laki-laki yang diberi nama Ibrahim, nama yang<br />
diambil dari Ibrahim leluhur para nabi, para hunif yang<br />
patuh kepada Tuhan. Sejak Maria diberikan oleh Muqauqis<br />
kepada Nabi sampai pada waktu itu masih berstatus hamba<br />
sahaja. Oleh karena itu tempatnya tidak di samping mesjid<br />
seperti isteri-isteri Nabi Umm'l-Mukminin yang lain. Oleh<br />
Muhammad ia ditempatkan di 'Alia, di bagian luar kota<br />
Medinah, di tempat yang sekarang diberi nama Masyraba Umm<br />
Ibrahim, dalam sebuah rumah di tengah-tengah kebun anggur.<br />
Ia sering berkunjung ke sana seperti biasanya orang<br />
mengunjungi hak-miliknya. Ia mengambilnya sebagai hadiah<br />
dari Muqauqis bersama-sama saudaranya yang perempuan, Sirin,<br />
dan Sirin ini diberikannya kepada Hassan b. Thabit. Sesudah<br />
Khadijah wafat, dari semua isterinya, baik yang muda remaja<br />
atau yang sudah setengah umur, yang dulu pernah memberikan<br />
keturunan, Muhammad tidak pernah menantikan mereka masih<br />
akan memberikan keturunan lagi, yang selama sepuluh tahun<br />
berturut-turut belum ada tanda-tanda kesuburan pada mereka.<br />
<br />
Setelah ternyata Maria mengandung dan kemudian lahir Ibrahim<br />
- ketika itu usianya sudah lampau enampuluh tahun - sangat<br />
gembira sekali ia. Rasa sukacita telah memenuhi hati manusia<br />
besar ini. Dengan kelahirannya itu kedudukan Maria dalam<br />
pandangannya tampak lebih tinggi, dari tingkat bekas-bekas<br />
budak ke derajat isteri. Ini menambah ia lebih disenangi dan<br />
lebih dekat lagi.<br />
<br />
Wajar sekali hal ini akan menambah rasa iri hati di kalangan<br />
isteri-isterinya yang lain, lebih-lebih karena Maria ibu<br />
Ibrahim, sedang mereka semua tidak beroleh putera. Juga<br />
pandangan Nabi kepada bayi ini sehari ke sehari makin<br />
memperbesar kecemburuan mereka. Ia sangat menghormati Salma,<br />
isteri Abu Rafi', yang bertindak sebagai bidan Maria. Ketika<br />
lahirnya itu ia memberikan sedekah uang dengan ukuran tiap<br />
seutas rambut kepada setiap fakir miskin, dan untuk<br />
menyusukannya telah diserahkan pula kepada Umm Saif disertai<br />
tujuh ekor kambing untuk dimanfaatkan air susunya buat si<br />
bayi. Setiap hari ia singgah ke rumah Maria sekadar ingin<br />
melihat Ibrahim, dan ia pun tambah gembira setiap melihat<br />
senyuman bayi yang masih suci dan bersih itu; makin senang<br />
hatinya setiap melihat pertumbuhan bayi bertambah indah. Apa<br />
lagikah yang akan lebih besar dari semua ini, akan<br />
menimbulkan rasa iri hati dalam diri isteri-isteri yang<br />
tidak mempunyai anak itu? Dan sampai di mana pula pengaruh<br />
iri hati itu pada mereka?<br />
<br />
Dengan penuh perasaan gembira pada suatu hari Nabi datang<br />
dengan memondong Ibrahim kepada Aisyah. Dipanggilnya Aisyah<br />
supaya melihat betapa besarnya persamaan Ibrahim dengan<br />
dirinya itu. Aisyah melihat kepada bayi itu, kemudian<br />
katanya, bahwa dia tidak melihat adanya persamaan itu.<br />
Setelah dilihatnya Nabi begitu gembira karena pertumbuhan<br />
bayi itu, ia tampak marah; semua bayi yang mendapat susu<br />
seperti Ibrahim, akan sama pertumbuhannya atau akan lebih<br />
baik. Isteri-isteri Nabi telah marah dan tidak suka hati<br />
karena kelahiran Ibrahim itu, yang akibatnya tidak terbatas<br />
hanya pada jawaban-jawaban yang kasar, bahkan sudah lebih<br />
dari itu, sampai-sampai dalam sejarah Muhammad dan dalam<br />
sejarah Islam telah meninggalkan pengaruh, sehingga<br />
karenanya datang pula wahyu dan disebutkan dalam Kitabullah<br />
<br />
Dan wajar sekali pengaruh demikian ini akan timbul, Muhammad<br />
telah memberi tempat dan kedudukan kepada isteri-isterinya<br />
demikian rupa, suatu hal yang tidak pernah dikenal di<br />
kalangan Arab. Dalam suatu keterangan Umar bin'l-Khattab<br />
berkata, "Sungguh," kata Umar, "kalau kami dalam zaman<br />
jahiliah, wanita-wanita tidak lagi kami hargai. Baru setelah<br />
Tuhan memberikan ketentuan tentang mereka dan memberikan<br />
pula hak kepada mereka."<br />
(bersambung 2/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH ENAM: IBRAHIM DAN ISTERI-ISTERI NABI (2/3)</b><br />
<br />
Dan katanya lagi, "Ketika saya sedang dalam suatu urusan<br />
tiba-tiba isteri saya berkata: 'Coba kau berbuat begini atau<br />
begitu. Jawab saya, 'Ada urusan apa engkau di sini, dan<br />
perlu apa engkau dengan urusan yang kuinginkan.' Dia pun<br />
membalas, 'Aneh sekali engkau, Umar. Engkau tidak mau<br />
ditentang, padahal puterimu menentang Rasulullah s.a.w.<br />
sehingga ia gusar sepanjang hari. Kata Umar selanjutnya:<br />
"Kuambil mantelku, lalu aku keluar, pergi menemui Hafsha.<br />
'Anakku,' kataku kepadanya. 'Engkau menentang Rasulullah<br />
s.a.w. sampai ia merasa gusar sepanjang hari?! Hafsha<br />
menjawabnya: 'Memang kami menentangnya.' 'Engkau harus<br />
tahu,' kataku. 'Kuperingatkan engkau jangan teperdaya. Orang<br />
telah terpesona oleh kecantikannya sendiri dan mengira cinta<br />
Rasulullah s.a.w. hanya karenanya.' Kemudian saya pergi<br />
menemui Umm Salama, karena kami masih berkerabat. Hal ini<br />
saya bicarakan dengan dia. Lalu kata Umm Salama kepadaku:<br />
'Aneh sekali engkau ini, Umar! Engkau sudah ikut campur<br />
dalam segala hal, sampai-sampai mau mencampuri urusan<br />
Rasulullah s.a.w. dengan rumahtangganya!' Kata Umar lagi:<br />
'Kata-katanya mempengaruhi saya sehingga tidak jadi saya<br />
melakukan apa yang sudah saya rencanakan. Lalu saya pun<br />
pergi."<br />
<br />
Muslim dalam Shahih-nya melaporkan, bahwa Abu Bakr pernah<br />
meminta ijin kepada Nabi akan menemuinya dan setelah<br />
diijinkan iapun masuk, kemudian datang Umar meminta ijin dan<br />
masuk pula setelah diberi ijin. Dijumpainya Nabi sedang<br />
duduk dalam keadaan masygul di tengah-tengah para isterinya<br />
yang juga sedang masygul dan diam. Ketika itu Umar berkata:<br />
"Saya akan mengatakan sesuatu yang akan membuat Nabi s.a.w.<br />
tertawa. Lalu katanya: 'Rasulullah, kalau tuan melihat Bint<br />
Kharija3 yang meminta belanja kepada saya maka saya bangun<br />
dan saya tinju lehernya. Maka Rasulullah pun tertawa seraya<br />
katanya: 'Mereka itu sekarang di sekelilingku meminta<br />
belanja! Ketika itu Abu Bakr lalu menghampiri Aisyah dan<br />
ditinjunya lehernya, demikian juga Umar lalu menghampiri<br />
Hafsha dan meninjunya, sambil masing-masing berkata: 'Kalian<br />
minta yang tidak ada pada Rasulullah s.a.w.! Mereka pun<br />
menjawab: 'Demi Allah kami samasekali tidak minta kepada<br />
Rasullullah s.a.w. sesuatu yang tidak dipunyainya."<br />
<br />
Sebenarnya Abu Bakr dan Umar waktu itu menemui Nabi, karena<br />
Nabi a.s. tidak tampak keluar waktu sembahyang. Karena itu<br />
kaum Muslimin bertanya-tanya apa gerangan yang<br />
mengalanginya. Dalam peristiwa Abu Bakr dan Umar dengan<br />
Aisyah dan Hafsha inilah datang firman Tuhan:<br />
<br />
"Wahai Nabi! Katakan kepada isteri-isterimu: 'Kalau kamu<br />
menghendaki kehidupan dan perhiasan dunia, marilah kemari,<br />
akan kuberikan semua itu dan akan kuceraikan kamu dengan<br />
cara yang baik. Tetapi kalau kamu menghendaki Allah dan<br />
Rasul serta kehidupan akhirat, maka Allah telah menyediakan<br />
pahala yang besar untuk orang-orang yang berbuat kebaikan<br />
dari kalangan kamu." (Qur'an, 33: 28-29)<br />
<br />
Kemudian isteri-isteri Nabi saling mengadakan sepakat.<br />
Biasanya lepas salat asar Nabi mengunjungi isteri-isterinya.<br />
Ketika itu ia sedang berkunjung kepada Hafsha menurut satu<br />
sumber - atau kepada Zainab bt. Jahsy menurut sumber yang<br />
lain - dan lama tidak keluar, lebih dari biasanya. Hal ini<br />
telah menimbulkan rasa iri hati pada isteri-isterinya yang<br />
lain. Aisyah mengatakan: 'Lalu aku dan Hafsha bersepakat,<br />
bahwa bilamana Nabi s.a.w. datang kepada salah seorang dari<br />
kami hendaklah berkata bahwa aku mencium bau maghafir.4 Apa<br />
kau makan maghafir?" [Maghafir ialah sesuatu yang manis<br />
rasanya, berbau tidak sedap. Sedang Nabi tidak menyukai<br />
segala yang berbau tidak enak]. Ketika ia mendatangi salah<br />
seorang dari mereka ini, hal itu oleh yang seorang<br />
ditanyakan kepadanya.<br />
<br />
"Saya hanya minum madu di rumah Zainab bt. Jahsy, dan tidak<br />
akan saya ulang lagi," katanya.<br />
<br />
Menurut laporan Sauda, yang juga sudah mengadakan<br />
persepakatan yang serupa dengan Aisyah, menceritakan, bahwa<br />
setelah Nabi berada di dekatnya, ditanyanya: "Kau makan<br />
maghafir?"<br />
<br />
"Tidak," jawabnya.<br />
<br />
"Ini bau apa?"<br />
<br />
"Hafsha menyugui aku minuman dari madu."<br />
<br />
"Yang lebahnya mengisap 'urfut?"<br />
<br />
Dan bila ia mendatangi Aisyah dikatakannya seperti yang<br />
dikatakan oleh Sauda. Juga Shafia ketika dijumpainya<br />
mengatakan seperti apa yang dikatakan mereka juga. Sejak itu<br />
ia lalu mengharamkan madu untuk dirinya.<br />
<br />
Setelah melihat kenyataan ini Sauda berkata: "Maha suci<br />
Tuhan! Madu telah jadi haram buat kita!"<br />
<br />
Ditatapnya ia oleh Aisyah dengan pandangan mata penuh arti<br />
seraya katanya: Diam!<br />
<br />
Nabi yang telah memberi kedudukan kepada isteri-isterinya,<br />
sedang sebelum itu, seperti wanita-wanita Arab lainnya,<br />
mereka tidak pernah mendapat penghargaan orang, sudah wajar<br />
sekali apabila sikap mereka kini mau berlebih-lebihan dalam<br />
menggunakan kebebasan, suatu hal yang tidak pernah dialami<br />
oleh sesama kaum wanita, sampai-sampai ada di antara mereka<br />
itu yang menentang Nabi dan membuat Nabi gusar sepanjang<br />
hari. Ia sudah berusaha hendak menghindarkan diri dari<br />
mereka, meninggalkan mereka, supaya sikap kasih-sayang<br />
kepada mereka itu tidak sampai membuat tingkah laku mereka<br />
tambah melampaui batas, dan sampai ada dari mereka yang<br />
mengeluarkan rasa cemburunya dengan cara yang tidak layak.<br />
Setelah Maria melahirkan Ibrahim, rasa iri hati pada<br />
isteri-isteri Nabi itu sudah melampaui sopan santun,<br />
sehingga ketika terjadi percakapan antara dia dengan Aisyah,<br />
Aisyah menolak menyatakan adanya persamaan rupa Ibrahim<br />
dengan Nabi itu, dan hampir-hampir pula menuduh Maria yang<br />
bukan-bukan, yang oleh Nabi dikenal bersih.<br />
<br />
Pernah terjadi ketika pada suatu hari Hafsha pergi<br />
mengunjungi ayahnya dan bercakap-cakap di sana, Maria datang<br />
kepada Nabi tatkala ia sedang di rumah Hafsha dan agak lama.<br />
Bila kemudian Hafsha kembali pulang dan mengetahui ada Maria<br />
di rumahnya, ia menunggu keluarnya Maria dengan rasa cemburu<br />
yang sudah meluap. Makin lama ia menunggu, cemburunya pun<br />
makin menjadi. Bilamana kemudian Maria keluar, Hafsha masuk<br />
menjumpai Nabi.<br />
<br />
"Saya sudah melihat siapa yang dengan kau tadi," kata<br />
Hafsha. "Engkau sungguh telah menghinaku. Engkau tidak akan<br />
berbuat begitu kalau tidak kedudukanku yang rendah dalam<br />
pandanganmu."<br />
<br />
Muhammad segera menyadari bahwa rasa cemburulah yang telah<br />
mendorong Hafsha menyatakan apa yang telah disaksikannya itu<br />
serta membicarakannya kembali dengan Aisyah atau<br />
isteri-isterinya yang lain. Dengan maksud hendak<br />
menyenangkan perasaan Hafsha, ia bermaksud hendak bersumpah<br />
mengharamkan Maria buat dirinya kalau Hafsha tidak akan<br />
menceritakan apa yang telah disaksikannya itu. Hafsha<br />
berjanji akan melaksanakan. Tetapi rasa cemburu sudah begitu<br />
berkecamuk dalam hati, sehingga dia tidak lagi sanggup<br />
menyimpan apa yang ada dalam hatinya, dan ia pun<br />
menceritakan lagi hal itu kepada Aisyah. Aisyah memberi<br />
kesan kepada Nabi bahwa Hafsha tidak lagi dapat menyimpan<br />
rahasia. Barangkali masalahnya tidak hanya terhenti pada<br />
Hafsha dan pada Aisyah saja dari kalangan isteri Nabi.<br />
Barangkali mereka semua - yang sudah melihat bagaimana Nabi<br />
mengangkat kedudukan Maria - telah pula mengikuti Hafsha dan<br />
Aisyah ketika kedua mereka ini berterang-terang kepada Nabi<br />
sehubungan dengan Maria ini, meskipun cerita demikian<br />
sebenarnya tidak lebih daripada suatu kejadian biasa antara<br />
seorang suami dengan isterinya, atau antara seorang<br />
laki-laki dengan hamba sahaya yang sudah dihalalkan. Dan<br />
tidak perlu diributkan seperti yang dilakukan oleh kedua<br />
puteri Abu Bakr dan Umar itu, yang dari pihak mereka sendiri<br />
berusaha hendak membalas karena kecenderungan Nabi kepada<br />
Maria. Kita sudah melihat adanya semacam ketegangan dalam<br />
saat-saat tertentu antara Nabi dengan para isterinya karena<br />
soal belanja, karena soal madu Zainab, atau karena<br />
sebab-sebab lain, yang menunjukkan bahwa mereka melihat Nabi<br />
lebih mencintai Aisyah atau lebih mencintai Maria<br />
<br />
Begitu memuncaknya keadaan mereka, sehingga pada suatu hari<br />
mereka mengutus Zainab bt. Jahsy kepada Nabi di rumah Aisyah<br />
dan dengan terang-terangan mengatakan bahwa ia berlaku tidak<br />
adil terhadap para isterinya, dan karena cintanya kepada<br />
Aisyah ia telah merugikan yang lain. Bukankah setiap isteri<br />
mendapat bagian masing-masing sehari semalam? Kemudian juga<br />
Sauda; karena melihat Nabi menjauhinya dan tidak bermuka<br />
manis kepadanya, maka supaya Rasul merasa senang, ia telah<br />
mengorbankan waktu siang dan malamnya itu untuk Aisyah.<br />
Dalam berterusterang itu Zainab tidak hanya terbatas dengan<br />
mengatakan Nabi bersikap tidak adil di antara para isteri,<br />
bahkan juga ia telah mencerca Aisyah yang ketika itu sedang<br />
duduk-duduk, sehingga membuat Aisyah bersiap hendak<br />
membalasnya kalau tidak karena adanya isyarat dari Nabi,<br />
yang membuat dia jadi tenang kembali. Akan tetapi Zainab<br />
begitu bersikeras menyerangnya dan mencerca Aisyah melampaui<br />
batas, sehingga tak ada jalan lain buat Nabi kecuali<br />
membiarkan Aisyah membela diri. Ketika itu Aisyah membalas<br />
bicara dan membuat Zainab jadi terdiam. Dengan demikian Nabi<br />
merasa senang dan kagum sekali terhadap puteri Abu Bakr itu.<br />
<br />
Pada waktu-waktu tertentu pertentangan isteri-isteri Nabi<br />
itu sudah begitu memuncak, sebab dia dianggap lebih<br />
mencintai yang seorang daripada yang lain, sehingga<br />
karenanya Nabi bermaksud hendak menceraikan mereka itu<br />
sebagian, kalau tidak karena mereka lalu memberikan<br />
kebebasan kepadanya mengenai siapa saja yang lebih<br />
disukainya. Setelah Maria melahirkan Ibrahim, rasa iri hati<br />
pada mereka makin menjadi-jadi, lebih-lebih pada Aisyah.<br />
Dalam menghadapi kegigihan sikap mereka yang iri hati ini<br />
Muhammad - yang sudah mengangkat derajat mereka begitu<br />
tinggi - masih tetap lemah-lembut. Muhammad tidak punya<br />
waktu yang senggang untuk melayani sikap kegigihan serupa<br />
itu dan membiarkan dirinya dipermainkan oleh sang isteri.<br />
Mereka harus mendapat pelajaran dengan sikap yang tegas dan<br />
keras. Persoalan pada isteri-isteri itu harus dapat<br />
dikembalikan ke tempat semula. Dia harus kembali dalam<br />
ketenangannya berpikir, dalam menjalankan dakwah ajarannya,<br />
seperti yang sudah ditentukan Tuhan kepadanya itu. Dapat<br />
juga pelajaran itu berupa tindakan meninggalkan mereka atau<br />
mengancam mereka dengan perceraian. Kalau mereka mau kembali<br />
sadar, baiklah; kalau tidak, berikanlah bagiannya dan<br />
ceraikan mereka dengan cara yang baik.<br />
<br />
Selama sebulan penuh akhirnya Nabi memisahkan diri dari<br />
mereka. Tiada orang yang diajaknya bicara mengenai mereka,<br />
juga orang pun tak ada yang berani memulai membicarakan<br />
masalah mereka itu. Dan selama sebulan itu ia memusatkan<br />
pikirannya pada apa yang harus dilakukannya, apa yang harus<br />
dilakukan oleh kaum Muslimin dalam menjalankan dakwah Islam,<br />
serta menyebarkan agama itu keluar jazirah.<br />
<br />
Dalam pada itu Abu Bakr dan Umar serta bapa-bapa mertua Nabi<br />
yang lain merasa gelisah sekali melihat nasib Umm'l-Mukminin<br />
(Ibu-ibu Orang-orang Beriman) serta apa yang akan terjadi<br />
karena kemarahan Rasulullah, dan karena kemarahan Rasul itu<br />
akan berakibat pula adanya kemurkaan Tuhan dan para<br />
malaikat. Bahkan sudah ada orang berkata, bahwa Nabi telah<br />
menceraikan Hafsha puteri Umar setelah ia membocorkan apa<br />
yang dijanjikannya akan dirahasiakan. Desas-desus pun<br />
beredar di kalangan Muslimin bahwa Nabi sudah menceraikan<br />
isteri-isterinya. Dalam pada itu isteri-isteri pun gelisah<br />
pula, menyesal, yang karena terdorong oleh rasa cemburu,<br />
sampai begitu jauh mereka menyakiti hati suami yang tadinya<br />
sangat lemah-lembut kepada mereka. Bagi mereka dia adalah<br />
saudara, bapa, anak dan segala yang ada dalam hidup dan di<br />
balik hidup ini.<br />
<br />
Sekarang Muhammad sudah menghabiskan sebagian waktunya dalam<br />
sebuah bilik kecil. Dan selama ia dalam bilik itu pelayannya<br />
Rabah duduk menunggu di ambang pintu. Jalan masuk ke tempat<br />
itu melalui tangga dari batang kurma yang kasar sekali.<br />
<br />
Sudah sebulan lamanya ia dalam bilik itu sesuai dengan<br />
niatnya hendak meninggalkan para isterinya itu samasekali.<br />
Ketika itu kaum Muslimin sedang berada dalam mesjid dalam<br />
keadaan menekur. Mereka berkata: Rasulullah s.a.w. telah<br />
menceraikan isteri-isterinya. Jelas sekali kesedihan yang<br />
mendalam itu membayang pada wajah mereka. Ketika itu Umar<br />
yang berada di tengah-tengah mereka lalu berdiri. Ia hendak<br />
pergi ke tempat Nabi dalam biliknya itu. Dipanggilnya Rabah<br />
si pelayan supaya dimintakan ijin ia hendak menemui<br />
Rasulullah. Ia melihat kepada Rabah dengan mengharapkan<br />
jawaban. Tapi rupanya Rabah tidak berkata apa-apa, yang<br />
berarti bahwa Nabi belum mengijinkan. Sekali lagi Umar<br />
mengulangi permintaan itu. Juga sekali lagi Rabah tidak<br />
memberikan jawaban. Sekali ini Umar berkata lagi dengan<br />
suara lebih keras.<br />
(bersambung 3/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH ENAM: IBRAHIM DAN ISTERI-ISTERI NABI (3/3)</b><br />
<br />
"Rabah, mintakan aku ijin kepada Rasulullah s.a.w. Kukira<br />
dia sudah menduga kedatanganku ini ada hubungannnya dengan<br />
Hafsha. Sungguh, kalau dia menyuruh aku memenggal leher<br />
Hafsha, akan kupenggal."<br />
<br />
Sekali ini Nabi memberi ijin dan Umar pun masuk. Bila ia<br />
sudah duduk dan membuang pandang ke sekeliling tempat itu,<br />
ia menangis.<br />
<br />
"Apa yang membuat engkau menangis, Ibn'l-Khattab?" tanya<br />
Muhammad.<br />
<br />
Yang membuatnya menangis ialah melihat tikar tempat Nabi<br />
berbaring itu sampai membekas di rusuknya, dan bilik sempit<br />
yang tiada berisi apa-apa selain segenggam gandum,<br />
kacang-kacangan5 dan kulit yang digantungkan.<br />
<br />
Setelah oleh Umar disebutkan apa yang telah menyebabkannya<br />
menangis itu dan Nabi mengatakan perlunya meninggalkan<br />
kehidupan duniawi, ia pun mulai kembali tenang.<br />
<br />
Kemudian kata Umar:<br />
<br />
"Rasulullah, apa yang menyebabkan tuan tersinggung karena<br />
para isteri itu. Kalau mereka itu tuan ceraikan, niscaya<br />
Tuhan di sampingmu, demikian juga para malaikat - Jibril dan<br />
Mikail - juga saya, Abu Bakr, dan semua orang-orang beriman<br />
berada di pihakmu."<br />
<br />
Kemudian ia terus bicara dengan Nabi sehingga bayangan<br />
kemarahannya berangsur hilang dari wajahnya dan ia pun<br />
tertawa. Setelah Umar melihat hal ini lalu diceritakannya<br />
keadaan Muslimin yang di mesjid serta apa yang mereka<br />
katakan, bahwa Nabi telah menceraikan isteri-isterinya.<br />
Dengan adanya keterangan dari Nabi bahwa ia tidak<br />
menceraikan mereka, ia minta ijin akan mengumumkan hal ini<br />
kepada orang-orang yang sekarang masih tinggal di mesjid<br />
menunggu.<br />
<br />
Ia pergi ke mesjid, dan dengan suara keras ia berkata kepada<br />
mereka: "Rasulullah - s.a.w. - tidak menceraikan isterinya."<br />
Sehubungan dengan peristiwa inilah ayat-ayat suci ini turun:<br />
<br />
"Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan sesuatu yang oleh<br />
Tuhan dihalalkan untukmu; hanya karena engkau ingin memenuhi<br />
segala yang disenangi para isterimu? Dan Allah jua Maha<br />
Pengampun dan Penyayang. Tuhan telah mewajibkan kamu<br />
melepaskan sumpah kamu itu. Dan Tuhan jua Pelindungmu, Dia<br />
mengetahui dan Bijaksana."<br />
<br />
Tatkala Nabi membisikkan cerita itu kepada salah seorang<br />
isterinya, maka bila ia (isteri) itu mengumumkan hal<br />
tersebut dan Tuhan mengungkapkan hal itu kepadanya, sebagian<br />
diterangkannya dan yang sebagian lagi tidak. Bila hal itu<br />
kemudian disampaikan kepada isterinya, ia bertanya: "Siapa<br />
yang mengatakan itu kepadamu?" Ia menjawab:<br />
<br />
"Yang mengatakan itu kepadaku Allah Yang Maha mengetahui.<br />
Kalau kamu berdua mau bertaubat kepada Allah maka hatimu<br />
sudah sudi menerima. Tetapi kalau kamu berdua bantu-membantu<br />
menyusahkannya, maka Tuhanlah Pelindungnya; demikian juga<br />
Jibril dan setiap orang baik-baik di kalangan orang-orang<br />
beriman; di samping itu para malaikat juga jadi penolongnya.<br />
Jika ia menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan memberi ganti<br />
kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu<br />
- yang berserah diri, yang beriman, berbakti dan bertaubat,<br />
yang rendah hati beribadat dan berpuasa, janda-janda atau<br />
perawan." (Qur'an, 66: 1-5)<br />
<br />
Dengan demikian peristiwa itu selesai. Isteri-isteri Nabi<br />
kembali sadar, dan dia pun kembali kepada mereka setelah<br />
mereka benar-benar bertaubat, menjadi manusia yang rendah<br />
hati beribadat dan beriman. Kehidupan rumahtangganya<br />
sekarang kembali tenang, yang memang demikian diperlukan<br />
oleh setiap manusia yang sedang melaksanakan suatu beban<br />
besar yang ditugaskan kepadanya.<br />
<br />
Apa yang sudah saya ceritakan tentang Muhammad yang sudah<br />
meninggalkan isteri-isterinya dan menyuruh mereka supaya<br />
memilih, peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dan<br />
sesudah ditinggalkan serta beberapa kejadian yang sebelum<br />
itu dan akibatnya, menurut hemat saya itulah cerita yang<br />
sebenarnya mengenai sejarah kejadian ini. Cerita ini saling<br />
menguatkan satu sama lain, seperti yang ada dalam<br />
kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadis. Demikian juga<br />
adanya keterangan-keterangan di sana-sini mengenai diri<br />
Muhammad dan isteri-isterinya dalam pelbagai buku biografi<br />
itu. Sungguhpun begitu tiada sebuah juga buku-buku sejarah<br />
itu yang membawa peristiwa ini atau mengemukakan<br />
peristiwa-peristiwa sebelumnya serta kesimpulan-kesimpulan<br />
yang diambilnya seperti yang saya kemukakan dalam buku ini.<br />
Dalam menghadapi kejadian seperti ini oleh buku-buku sejarah<br />
Nabi itu kebanyakan dilewati begitu saja tanpa ditelaah<br />
lebih lanjut; seolah-olah ini dilihatnya sebagai barang yang<br />
kesat dipegang dan takut sekali mendekatinya. Ada lagi yang<br />
menelaah soal madu dan maghafir, tanpa sepatah kata juga<br />
menyebut-nyebut soal Hafsha dan Maria.<br />
<br />
Sebaliknya oleh pihak Orientalis - soal Hafsha dan Maria,<br />
soal Hafsha yang membuka rahasia kepada Aisyah - hal yang<br />
dijanjikan kepada Nabi akan dirahasiakan - dijadikannya<br />
pangkal sebab semua kejadian itu. Dengan demikian mereka<br />
berusaha hendak menambah hal-hal baru untuk meyakinkan<br />
pembacanya tentang diri Nabi, bahwa dia laki-laki yang<br />
senang kepada wanita dengan cara yang tidak bersih. Menurut<br />
hemat saya, penulis-penulis sejarah dari kalangan Muslimin<br />
sendiri tidak punya alasan akan mengabaikan<br />
kejadian-kejadian ini dengan segala artinya yang sangat<br />
dalam itu seperti sudah sebagian kita kemukakan soalnya.<br />
Sedang pihak Orientalis, yang dalam hal ini sudah<br />
terpengaruh oleh nafsu ke-kristenannya, mereka sudah<br />
menyalahi cara-cara penelitian sejarah. Terhadap siapa pun<br />
lepas dari orang besar seperti Muhammad - kritik sejarah<br />
yang murni tidak dapat menerima bahwa pengungkapan Hafsha<br />
kepada Aisyah karena ia telah menemui suaminya dalam<br />
rumahnya dengan hamba sahayanya yang sudah menjadi haknya<br />
itu dan dengan demikian ia halal baginya - akan dijadikan<br />
suatu sebab kenapa Muhammad sampai meninggalkan semua isteri<br />
selama sebulan penuh, serta mengancam mereka semua akan<br />
diceraikan. Juga kritik sejarah yang murni tidak dapat<br />
menerima bahwa cerita madu itu telah juga dijadikan sebab<br />
adanya perpisahan dan ancaman itu.<br />
<br />
Apabila orang itu orang besar seperti Muhammad, lemah-lembut<br />
seperti Muhammad, berlapang dada, tahan menderita, orang<br />
berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada pada Muhammad,<br />
yang sudah sepakat diakui pula oleh semua penulis sejarah<br />
hidupnya, maka menggambarkan salah satu dari kedua peristiwa<br />
itu an sich sebagai sebab ia memisahkan diri dan mengancam<br />
hendak menceraikan isteri, adalah suatu hal yang<br />
kebalikannya, jauh daripada suatu cara kritik sejarah.<br />
Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang dan<br />
sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila<br />
peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya,<br />
yang akan membawa kepada kesimpulankesimpulan yang sudah<br />
pasti tidak bisa lain akan ke sana. Maka dengan demikian ia<br />
akan menjadi masalah biasa, masuk akal dan secara ilmiah<br />
dapat diterima. Dan apa yang sudah kita lakukan ini menurut<br />
hemat saya adalah langkah yang wajar dalam peristiwa itu,<br />
yakni yang sesuai dengan kebijaksanaan Muhammad, dengan<br />
segala kebesarannya, keteguhan hati serta pandangannya yang<br />
jauh.<br />
<br />
Ada beberapa Orientalis yang juga bicara tentang ayat-ayat<br />
yang turun pada permulaan Surah At-Tahrim (66) seperti yang<br />
sudah saya kutip itu. Disebutkannya bahwa semua kitab-kitab<br />
suci di Timur tidak ada yang menyebut-nyebut peristiwa<br />
rumahtangga dengan cara semacam itu.<br />
<br />
Rasanya tidak perlu kita mengatakan lagi apa yang tersebut<br />
dalam kitab-kitab suci itu semua - termasuk Qur'an di<br />
antaranya tentang masyarakat Lut dengan segala cacat mereka,<br />
di samping bagaimana mereka mendebat dua malaikat tamu Lut<br />
itu serta tentang apa yang disebutkan dalam kitab-kitab suci<br />
itu tentang isteri Lut, dan bahwa dia termasuk orang yang<br />
tertinggal di belakang. Bahkan Taurat (Perjanjian Lama)<br />
membawa cerita tentang Lut dan dua anaknya yang perempuan<br />
ketika mereka memberikan minuman anggur kepada bapanya<br />
sehingga dua malam berturut-turut ia mabuk, dengan maksud<br />
supaya dapat berseketiduran dengan anak itu masing-masing<br />
dan dengan demikian supaya beroleh keturunan, karena<br />
dikuatirkan keluarga Lut kelak akan punah, setelah Tuhan<br />
menurunkan bencana kepada mereka itu. Sebabnya maka semua<br />
kitab suci membuat kisah-kisah para rasul serta apa yang<br />
mereka lakukan dan segala apa yang terjadi, ialah sebagai<br />
suri teladan bagi umat manusia.<br />
<br />
Banyak sekali kisah-kisah demikian dalam Qur'an. Tuhan<br />
menyampaikan kisah-kisah yang baik sekali kepada Rasul.<br />
Sedang Qur'an bukan hanya diturunkan kepada Muhammad,<br />
melainkan kepada seluruh umat manusia. Muhammad adalah<br />
seorang nabi dan seorang rasul, sebelum dia pun telah banyak<br />
rasul-rasul lain yang dibawakan kisahnya dalam Qur'an. Kalau<br />
Qur'an menyampaikan berita-berita tentang Muhammad dan<br />
menyangkut pula kehidupan pribadinya yang perlu menjadi<br />
contoh buat kaum Muslimin dan teladan yang baik pula, serta<br />
memberi isyarat tentang arti dalam tindakan dan<br />
kebijaksanaannya itu, maka kisah-kisah para nabi yang<br />
terdapat dalam Qur'an itu samasekali tidak berarti keluar<br />
daripada apa yang terdapat dalam kitab-kitab suci lain.<br />
Apabila kita mengatakan, bahwa masalah Muhammad meninggalkan<br />
isterinya itu bukan sebab yang berdiri sendiri di samping<br />
sebab-sebab lain yang telah menimbulkan cerita itu, juga<br />
bukan karena Hafsha bercerita kepada Aisyah apa yang<br />
dilakukan Muhammad dengan Maria - suatu hal yang memang<br />
patut dilakukan oleh setiap laki-laki terhadap isterinya<br />
atau siapa saja yang menjadi miliknya yang sah - orang akan<br />
melihat, bahwa tinjauan yang dikemukakan oleh beberapa<br />
Orientalis itu, dari segi kritik sejarah samasekali tidak<br />
dapat dibenarkan, juga tidak pula sejalan dengan apa yang<br />
ada dalam kitab-kitab suci sehubungan dengan kisah-kisah dan<br />
kehidupan para nabi itu.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Ka'b ibn Zuhair seorang penyair kenamaan hidup dalam masa<br />
paganisma dan Islam. Ayahnya, Zuhair b. Abi Sulma, salah<br />
seorang penyair Mu'allaqat (lihat halaman 63 jilid satu).<br />
Sajak ini panjang, dan terkenal sekali, dimulai dengan<br />
melukiskan kekasihnya, Su'ad. Kemudian dilukiskannya betapa<br />
kagumnya ia kepada Rasul, yang baru dijumpainya itu, karena<br />
telah memaafkannya. Padahal sebelum itu, dengan<br />
sajak-sajaknya ia mengejek dan memaki-makinya. Di samping<br />
itu Rasul bahkan membuka mantelnya (burda) dan dibenkannya<br />
kepada Ka'b. Serangkum puisi yang indah ini sebenarnya hidup<br />
sampai sekarang dengan beberapa adaptasi, antara lain<br />
melalui Bushiri (lihat halaman xxiii) dan penyair Ahmad<br />
Syauqi (1868-1932), penyair Mesir kenamaan, dan yang juga<br />
dijadikan tema dalam beberapa komposisi musik Mesir<br />
kontemporer (A).<br />
2 Diberi julukan demikian, konon karena dia terkenal sebagai<br />
penunggang kuda yang mahir. Dia juga penyair, orator,<br />
pemberani dan pemurah (A).<br />
3 Demikian menurut Muslim, tapi berlainan dengan Tabari,<br />
yang memaparkan isteri-isteri Umar yang bernama Bint<br />
Kharija, dan dalam (Ruh'l-Ma'ani: 'kalau tuan melihat Bint<br />
Zaid É' dst.<br />
4 Maghafir jamak mighfar, ialah getah yang dihasilkan dari<br />
pohon 'urfut, rasanya manis dan baunya tidak sedap. 'Urfut<br />
sebangsa pohon paku yang mengeluarkan getah berbau tidak<br />
sedap, yang bila diisap oleh lebah menghasilkan madu yang<br />
sama baunya. (LA) TerJemahannya yang persis dalam kata<br />
Indonesia belum tersua. Mungkin pohon ini termasuk jenis<br />
paku atau akasia (A).<br />
5 qaraz kacang-kacangan dari sejenis pohon paku (acacia<br />
nilotica?) (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-1358828198044106942010-09-11T07:20:00.000-07:002010-09-11T07:23:00.242-07:00<div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDUAPULUH LIMA: HUNAIN DAN TA'IF (1/2)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Malik b. 'Auf menghasut Hawazin dan Thaqif - Bertahan di<br />
selat Lembah Hunain - Muslimin berangkat ke Hunain -<br />
Memasuki selat Lembah di pagi buta - Serangan Hawazin dan<br />
Thaqif, mundur dalam kekalahan - Keteguhan hati Muhammad<br />
menghadapi maut - Teriakan Abbas supaya Muslimin kembali<br />
- Kembali kepada Rasulullah, pertempuran dan kemenangan -<br />
Rampasan perang - Perjalanan ke Ta'if - Pengepungan dan<br />
menghindari pertempuran - Kebun dibakar - Permohonan Nabi<br />
untuk tidak melakukan itu - Kembali dan pengepungan -<br />
Hawazin menerima Islam - Cerita Syaima' - Kembali ke<br />
Ji'rana dan pembagian rampasan perang - 'Umrah - Kembali<br />
ke Medinah.<br />
<br />
DENGAN perasaan gembira karena kemenangan yang telah diberikan<br />
Tuhan, kaum Muslimin masih tinggal di Mekah setelah kota itu<br />
dibebaskan. Mereka sangat bersenang hati sekali karena<br />
kemenangan besar ini tidak banyak minta kurban. Setiap<br />
terdengar suara Bilal mengucapkan azan sembahyang, cepat-cepat<br />
mereka pergi ke Mesjid Suci, berebut-rebutan di sekitar<br />
Rasulullah, dimana saja ia berada dan ke mana saja ia pergi.<br />
<br />
Kaum Muhajirin pun sekarang dapat pulang, dapat berhubungan<br />
dengan keluarga mereka, yang kini telah mendapat petunjuk<br />
Tuhan. Hati mereka pun sudah yakin bahwa keadaan Islam sudah<br />
mulai stabil, dan bahwa perjuangan sebagian besar sudah<br />
membawa kemenangan. Akan tetapi limabelas hari kemudian<br />
setelah mereka tinggal di Mekah itu, tiba-tiba tersiar berita<br />
yang membuat mereka harus segera sadar kembali. Soalnya ialah,<br />
Kabilah Hawazin yang tinggal di pegunungan tidak jauh di<br />
sebelah timur-laut Mekah, setelah melihat kemenangan Muslimin<br />
yang telah membebaskan Mekah dan menghancurkan<br />
berhala-berhala, mereka pun kuatir akan mendapat giliran;<br />
pihak Muslimin akan juga menyerbu daerah mereka. Terpikir oleh<br />
mereka apa yang harus mereka lakukan dalam mencegah bencana<br />
yang akan menimpa mereka itu. dan membendung Muhammad serta<br />
mencegah arus kaum Muslimin yang akan menghilangkan<br />
kemerdekaan kabilah-kabilah itu di seluruh jazirah bila mereka<br />
semua digabungkan kedalam suatu kesatuan di bawah naungan<br />
Islam.<br />
<br />
Untuk itu Malik b. 'Auf dari Banu Nashr sekarang berusaha<br />
mengumpulkan kabilah-kabilah Hawazin dan Thaqif, demikian juga<br />
kabilah-kabilah Nashr dan Jusyam. Dari pihak Hawazin semua<br />
ikut, kecuali Ka'b dan Kilab. Sedang dari pihak Jusyam ada<br />
orang yang bernama Duraid bin'sh-Shimma, orang yang sudah<br />
berusia lanjut dan sudah tidak berguna buat ikut berperang,<br />
tetapi sebagai orang yang sudah bertahun-tahun punya<br />
pengalaman dalam perang, pendapatnya sangat diperlukan.<br />
Kabilah-kabilah itu semua berkumpul, membawa serta<br />
harta-benda, wanita dan anak-anak mereka. Mereka menuju<br />
dataran Autas. Bilamana dengusan unta, keledai yang<br />
melengking, tangisan anak dan kambing yang mengembik-embik<br />
sampai ke telinga Duraid, ia bertanya kepada Malik b. 'Auf:<br />
<br />
"Kenapa semua harta-benda, wanita dan anak-anak itu ikut serta<br />
dalam peperangan?"<br />
<br />
Malik menjawab bahwa hal itu dilakukan guna memberi semangat<br />
kepada angkatan perangnya.<br />
<br />
"Kalau kalian akan mengalami kekalahan mungkinkah hal ini bisa<br />
mencegahnya?" kata Duraid lagi. "Kalau harus menang juga, maka<br />
yang penting hanyalah laki-laki dengan pedang dan panahnya;<br />
sebaliknya kalau kamu harus mengalami kekalahan, keluarga dan<br />
hartamu hanya akan membawa bencana."<br />
<br />
Dengan Malik ia berselisih pendapat. Tetapi orang banyak ikut<br />
Malik. Dia seorang pemuda berusia tigapuluh tahun, bersemangat<br />
dan punya kemauan keras. Sekalipun sudah berpengalaman dalam<br />
perang, sekali ini Duraid menyerah kepada pendapat mereka.<br />
<br />
Sekarang Malik memerintahkan supaya orang berangkat ke puncak<br />
gunung dan ke selat Lembah Hunain. Bilamana nanti kaum<br />
Muslimin turun ke lembah itu, maka hendaklah mereka diserang,<br />
sehingga dengan serangan satu orang saja barisan mereka akan<br />
sudah jadi lemah, mereka akan kucar-kacir, akan saling<br />
menghantami sesama mereka. Dengan demikian mereka akan hancur,<br />
pengaruh kemenangan mereka ketika membebaskan Mekah sudah<br />
takkan berarti lagi. Yang ada nanti hanya kemenangan<br />
kabilah-kabilah Hunain itu saja di seluruh jazirah Arab, suatu<br />
kemenangan yang akan dapat dibanggakan dalam menghadapi<br />
kekuatan yang kini menguasai tanah Arab itu. Perintah Malik<br />
ditaati oleh kabilah-kabilah dan mereka membuat pertahanan di<br />
selat wadi itu.<br />
<br />
Pihak Muslimin sendiri setelah dua minggu tinggal di Mekah,<br />
dalam persiapan senjata dan tenaga yang belum pernah mereka<br />
alami sebelum itu, dengan pimpinan Muhammad mereka berangkat<br />
pula cepat-cepat. Mereka bergerak dalam jumlah duabelas ribu<br />
orang. Sepuluh ribu terdiri dari mereka yang telah menyerbu<br />
dan membebaskan Mekah dan yang dua ribu lagi terdiri dari<br />
orang-orang Quraisy yang sudah Islam - di antaranya Abu Sufyan<br />
b. Harb. Mereka semua mengenakan pakaian berlapis besi<br />
didahului oleh pasukan berkuda dan unta yang membawa<br />
perlengkapan dan bahan makanan. Keberangkatan Muslimin dengan<br />
pasukan demikian ini, sebenarnya memang belum pernah dikenal<br />
di seluruh jazirah. Setiap kabilah didahului oleh panjinya<br />
masing-masing, tampil kedepan dengan hati bangga karena jumlah<br />
yang begitu besar, yang tidak akan dapat dikalahkan.<br />
Sampai-sampai antara mereka satu sama lain ada yang berkata:<br />
Karena jumlah kita yang besar ini sekarang kita takkan dapat<br />
dikalahkan.<br />
<br />
Menjelang sore hari itu mereka sudah sampai di Hunain. Di<br />
pintu-pintu masuk wadi itu mereka berhenti dan tinggal di sana<br />
sampai waktu fajar keesokan harinya. Ketika itulah pasukan<br />
mulai bergerak lagi. Muhammad mengikuti dari belakang dengan<br />
menunggang bagalnya yang putih. Sementara Khalid bin'lWalid<br />
yang memimpin Banu Sulaim berada di depan. Dari selat Hunain<br />
itu mereka menyusur ke sebuah wadi di Tihama. Akan tetapi<br />
sementara mereka sedang menuruni lembah itu, tiba-tiba<br />
datanglah serangan mendadak secara bertubi-tubi dari pihak<br />
kabilah-kabilah dengan komando Malik b. 'Auf. Sementara masih<br />
dalam keadaan remang-remang subuh itu mereka telah dihujani<br />
panah oleh pihak Malik. Ketika itulah keadaan Muslimin jadi<br />
kacau-balau. Dalam keadaan terpukul demikian itu mereka<br />
berbalik surut dengan membawa perasaan takut dan gentar dalam<br />
hati, dan ada pula yang lari sekuat-kuatnya. Dalam hal ini,<br />
dengan senyum gembira di bibir - Abu Sufyan yang sekarang<br />
melihat kegagalan orang-orang yang kemarin telah dapat<br />
mengalahkan Quraisy itu - berkata "Mereka takkan berhenti lari<br />
sebelum sampai ke laut."<br />
<br />
Begitu juga Syaiba b. 'Uthman b. Abi Talha berkata: "Sekarang<br />
aku dapat membalas Muhammad." Berkata begitu, karena bapanya<br />
telah terbunuh dalam perang Uhud.<br />
<br />
Ketika Kalada b. Hanbal berkata: "Ya, sihirnya sekarang sudah<br />
tidak mempan," dibalas oleh Shafwan saudaranya sendiri: "Diam<br />
kau! Sungguh aku lebih suka di bawah orang Quraisy daripada di<br />
bawah Hawazin."<br />
<br />
Percakapan demikian itu terjadi sementara keadaan pasukan<br />
perang sedang kucar-kacir. Dalam pada itu, kabilah-kabilah<br />
yang sedang mengalami kekalahan itu satu demi satu berlarian<br />
di hadapan Nabi yang berada di belakang - tanpa melihat ke<br />
kanan kiri lagi.<br />
<br />
Apa kiranya yang diperbuatnya? Mungkinkah pengorbanan yang<br />
duapuluh tahun itu akan hilang dalam sekejap mata begitu saja<br />
pada pagi buta itu? Ataukah Tuhan sudah menjauhinya dan sudah<br />
tidak lagi memberikan pertolongan? Tidak! Tidak! Ini tidak<br />
mungkin! Sebelum itu, sudah ada bangsa-bangsa yang sudah<br />
punah, golongan-golongan yang sudah tak ada lagi. Sebelum itu<br />
pun Muhammad sudah biasa bergumul dengan maut, dan<br />
kalau-kalau dalam mati membela agama Allah itu kemenangan akan<br />
ada. Dan apabila ajal itu sudah datang tidak akan dapat<br />
sedetik pun ditunda atau dimajukan.<br />
<br />
Muhammad tetap tabah tiada bergerak di tempatnya. Beberapa<br />
orang dari kalangan Muhajirin, Anshar serta kerabat-kerabatnya<br />
tetap berada di sekelilingnya.<br />
<br />
Dalam pada itu dipanggilnya orang-orang yang melarikan diri<br />
lewat di hadapannya itu seraya katanya: "Hai orang-orang! Kamu<br />
mau ke mana? Mau ke mana?"<br />
<br />
Tetapi, orang-orang yang sudah penuh ketakutan itu sudah tidak<br />
mendengar apa-apa lagi. Yang tergambar dalam mata mereka hanya<br />
Hawazin dan Thaqif yang kini sedang meluncur turun dari<br />
perkubuan di puncak-puncak gunung mengejar mereka. Dan<br />
gambaran mereka itu tidak salah. Pihak Hawazin sudah mulai<br />
turun dari tempat semula, didahului oleh seseorang di atas<br />
seekor unta berwarna merah, dan membawa sebuah bendera hitam<br />
yang dipancangkan pada sebilah tombak panjang. Setiap ia<br />
bertemu dengan pihak Muslimin ditetakkannya tombak itu kepada<br />
mereka, sementara pihak Hawazin, Thaqif dan sekutu-sekutunya<br />
terus meluncur turun dari belakang sambil terus menghantam.<br />
<br />
Semangat baru timbul dalam hati Muhammad. Dengan bagalnya yang<br />
putih itu ia ingin menerjang sendiri ke tengah-tengah musuh<br />
yang sedang meluap-luap seperti banjir itu. Sesudah itu<br />
terserah kepada Tuhan. Akan tetapi Abu Sufyan b. Harith b.<br />
'Abd'l-Muttalib segera menahan kekang bagal itu dan dimintanya<br />
jangan dulu maju.<br />
<br />
Abbas b. 'Abd'l-Muttalib seorang laki-laki yang berperawakan<br />
besar dan lantang sekali suaranya. Ia berseru yang kira-kira<br />
akan dapat didengar oleh semua orang dari segenap penjuru:<br />
"Saudara-saudara dari kalangan Anshar yang telah memberikan<br />
tempat dan pertolongan! Saudara-saudara dari Muhajirin yang<br />
telah memberikan ikrar di bawah pohon! Marilah<br />
saudara-saudara, Muhammad masih hidup!"<br />
<br />
Seruan demikian itu diulang-ulangnya oleh Abbas, sehingga<br />
suaranya bersipongang dan bergema ke segenap penjuru wadi.<br />
Disinilah adanya mujizat itu: Orang-orang 'Aqaba mendengar<br />
nama 'Aqaba, teringat oleh mereka Muhammad, teringat akan<br />
janji dan kehormatan diri mereka. Demikian juga orang-orang<br />
Muhajirin, begitu mendengar nama Muhajirin, teringat oleh<br />
mereka akan pengorbanan mereka selama ini, teringat akan<br />
kehormatan diri mereka. Mereka itu sudah mendengar dan<br />
mengetahui tentang ketenangan dan ketabahan hati Muhammad,<br />
disamping sejumlah kecil orang-orang Muhajirin dan Anshar,<br />
yang sama tabahnya seperti ketika Perang Uhud dulu - dalam<br />
menghadapi musuh yang begitu besar. Dalam hati mereka kini<br />
terbayang betapa akibatnya kemenangan orang-orang musyrik itu<br />
terhadap agama Allah kelak sekiranya mereka ini sekarang<br />
gagal.<br />
<br />
Seruan Abbas yang selama itu masih tetap berkemandang dalam<br />
telinga, hati mereka sekaligus tersentak karenanya. Ketika<br />
itulah mereka saling menyambut dari segenap penjuru:<br />
"Labbaika,1 Labbaika! "<br />
<br />
Mereka-semua kini kembali, dan bertempur lagi secara heroik<br />
sekali.<br />
<br />
Pihak Hawazin yang sudah menyusur turun dari tempatnya semula,<br />
sekarang sudah berhadapan muka dengan Muslimin dalam lembah<br />
itu. Sinar siang sudah mulai tampak dan remang pagi dengan<br />
sendirinya menghilang. Di sarnping Rasulullah sekarang sudah<br />
berkumpul beberapa ratus orang siap akan berhadapan dengan<br />
kabilah-kabilah itu. Jumlah mereka ini bertambah juga. Dan<br />
dengan kembalinya mereka itu, semangat yang tadinya sudah<br />
lemah kini kembali berkobar-kobar. Pihak Anshar sendiri<br />
berteriak: "Hai Anshar!" Lalu mereka saling memanggil-manggil:<br />
"Hai Khazraj!"<br />
<br />
Perasaan lega mulai terasa oleh Muhammad tatkala dilihatnya<br />
mereka kini kembali lagi.<br />
<br />
Sementara Muhammad menyaksikan pertempuran itu berkobar dengan<br />
pertarungan yang semakin sengit dan melihat moril anak buahnya<br />
makin tinggi dalam memukul lawan, ia berkata: "Sekarang<br />
pertempuran benar-benar berkobar. Tuhan tidak menyalahi janji<br />
kepada RasulNya."<br />
<br />
Kepada Abbas dimintanya segenggam batu kerikil dan kemudian<br />
kerikil itu dilemparkannya ke muka musuh seraya katanya:<br />
"Wajah-wajah yang buruk!" Dan terjunlah kaum Muslimin itu ke<br />
tengah-tengah gelanggang dengan tidak lagi menghiraukan maut<br />
demi di jalan Allah. Mereka percaya, bahwa kemenangan pasti<br />
datang dan barang siapa gugur ia akan mendapat kemenangan yang<br />
lebih besar lagi daripada hidup. Perjuangan ketika itu hebat<br />
sekali. Baik Hawazin maupun Thaqif dan pengikut-pengikutnya,<br />
begitu melihat bahwa setiap perlawanan ternyata tidak<br />
berhasil, bahkan mereka sendiri terancam akan habis<br />
samasekali, cepat-cepat mereka lari dalam keadaan berantakan<br />
tanpa melihat ke kanan-kiri lagi, dengan meninggalkan<br />
wanita-wanita dan anak-anak mereka sebagai rampasan perang di<br />
tangan kaum Muslimin, yang ketika itu dihitung sebanyak 22.000<br />
ekor unta, 40.000 kambing dan 4.000 'uqiya2 perak. Sedang<br />
tawanan perang yang terdiri dari 6.000 orang itu telah<br />
dipindahkan dengan pengawalan ke Wadi Ji'rana. Mereka<br />
ditempatkan disana sementara menunggu Muslimin kembali dan<br />
mengejar sisa-sisa musuh serta sekaligus mengepung pihak<br />
Thaqif di Ta'if.<br />
<br />
Muslimin meneruskan pengejarannya terhadap musuh mereka itu.<br />
Lebih tertarik lagi mereka mengadakan pengejaran itu karena<br />
Rasul mengumumkan, bahwa barang siapa dapat menyerbu orang<br />
musyrik, maka ia boleh merampasnya. Ketika itu Rabi'a<br />
bin'd-Dughunna telah dapat mengejar seekor unta yang membawa<br />
pelangkin, yang diduganya berisi wanita; ia pun ingin<br />
merampasnya. Unta itu berlutut dan ternyata isinya seorang<br />
laki-laki tua yang oleh pemuda itu tidak dikenalnya, yaitu<br />
Duraid bin'sh-Shimma. Kepada Rabi'a itu Duraid bertanya: Mau<br />
diapakan dirinya. "Akan kubunuh kau," jawabnya, sambil<br />
mengayunkan pedang. Tetapi tidak berhasil.<br />
<br />
"Jahat sekali ibumu mempersenjataimu!" kata Duraid. "Ambillah<br />
pedangku di belakang itu dan pukulkan. Keluarkan tulang dan<br />
otaknya. Begitulah aku menghantam orang dengan pedang itu. Dan<br />
kalau kau sudah pulang, katakan kepada ibumu bahwa engkau<br />
telah membunuh Duraid bin'sh-Shimma. Sudah sering sekali aku<br />
melindungi wanita-wanitamu."<br />
<br />
Sesampainya di rumah, oleh Rabi'a hal itu diceritakan kepada<br />
ibunya.<br />
<br />
"Dasar tangan celaka kau," kata ibunya. "Dia mengatakan itu<br />
hanya akan mengingatkan kita akan jasa-jasanya kepada engkau.<br />
Dia telah memerdekakan tiga orang ibu pada suatu pagi: Yaitu<br />
aku, ibuku dan ibu ayahmu."<br />
<br />
Pengejaran terhadap pihak Hawazin oleh pihak Muslimin<br />
diteruskan sampai di Autas. Di tempat ini mereka digempur dam<br />
dihancurkan samasekali. Kaum wanita dan barang-barang mereka<br />
dirampas lalu dibawa kepada Muhammad. Malik b. 'Auf hanya<br />
sebentar saja bertahan kemudian ia pun lari, dia bersama-sama<br />
dengan kabilahnya dan golongan Hawazin, dan di Nakhla ia<br />
berpisah dengan mereka. Ia memutar haluan ke Ta'if dan di<br />
tempat ini ia berlindung.<br />
<br />
Dengan demikian nyatalah sudah kemenangan orang-orang beriman<br />
itu dan nyata pula kehancuran total orang-orang musyrik,<br />
setelah remang-remang subuh itu pihak Muslimin dalam keadaan<br />
terancam, mendapat serangan serentak sehingga mereka menjadi<br />
kacau-balau. Kemenangan Muslimin yang sangat menentukan itu<br />
ialah karena ketabahan Muhammad dan sejumlah kecil orang-orang<br />
di sekelilingnya. Dalam hal inilah firman Tuhan turun:<br />
<br />
"Tuhan telah menolong kamu pada beberapa tempat dan dalam<br />
Perang Hunain, tatkala kamu merasa bangga sekali karena jumlah<br />
kamu yang besar. Tetapi ternyata jumlah yang besar itu sedikit<br />
pun tidak menolong kamu, dan bumi yang seluas ini pun terasa<br />
amat sempit buat kamu, lalu kamu berbalik mundur. Sesudah itu<br />
Tuhan menurunkan perasaan tenang kepada Rasul dan kepada<br />
orang-orang beriman serta diturunkanNya pula balatentara yang<br />
tidak kamu lihat, dan disiksanya orang-orang kafir itu, dan<br />
memang itulah balasan buat orang-orang kafir. Sesudah itu<br />
kemudian Allah menerima taubat barangsiapa yang<br />
dikehendakiNya, Allah Maha Pengampun dan Penyayang.<br />
Orang-orang beriman! Ingatlah, orang-orang musyrik itu kotor.<br />
Sebab itu sesudah ini, janganlah mereka memasuki Mesjid Suci,<br />
dan kalau kamu kuatir menjadi miskin, maka Tuhan dengan<br />
kurniaNya akan memberikan kekayaan kepada kamu, jika<br />
dikehendaki. Sesungguhnya Tuhan Maha tahu dan Bijaksana."<br />
(Qur'an, 9: 25-28)<br />
<br />
Akan tetapi kemenangan ini tidak diperoleh dengan harga murah<br />
oleh kaum Muslimin. Mereka membayarnya dengan harga yang cukup<br />
mahal. Mungkin ini tidak akan mereka lakukan, kalau tidak<br />
karena pada mulanya mereka telah mengalami kegagalan lari<br />
dalam kekalahan, sehingga seperti dikatakan oleh Abu Sufyan<br />
"Mereka takkan berhenti lari sebelum mencapai laut." Mereka<br />
membayar harga mahal itu dengan jiwa orang-orang penting<br />
dengan pahlawan-pahlawan yang gugur dalam pertempuran itu,<br />
meskipun jumlah semua kurban tidak disebutkan dalam buku-buku<br />
biografi Nabi. Seperti sudah disebutkan, bahwa dua kabilah<br />
Muslimin hampir habis binasa, dan Nabi telah mendoakan semoga<br />
Tuhan memasukkan arwah mereka ke dalam surga. Tetapi bagaimana<br />
pun juga nyatanya ia telah mendapat kemenangan: kemenangan<br />
total yang diperoleh Muslimin terhadap lawan mereka, disertai<br />
rampasan dan tawanan perang, yang sebelum itu tidak pernah<br />
mereka alami. Kemenangan adalah segalanya dalam suatu<br />
pertempuran, betapa pun besarnya harga yang harus dibayar,<br />
selama itu merupakan suatu kemenangan terhormat. Dengan<br />
demikian Muslimin merasa gembira sekali akan kurnia yang telah<br />
diberikan Tuhan itu. Mereka tinggal menunggu pembagian<br />
rampasan perang dan dengan itu mereka kembali pulang. Akan<br />
tetapi Muhammad menginginkan suatu kemenangan yang lebih<br />
cemerlang lagi. Kalau Malik b. 'Auf yang telah mengerahkan<br />
orang-orang, kemudian setelah mengalami kekalahan ia sendiri<br />
mencari perlindungan pada pihak Thaqif di Ta'if, maka pihak<br />
Muslimin sekarang hendaknya dapat mengepung Ta'if lebih ketat<br />
lagi. Begitu itulah cara dalam Khaibar setelah perang Uhud,<br />
dan terhadap Quraiza setelah Khandaq. Mungkin suasana ini<br />
mengingatkan dia ketika beberapa tahun sebelum Hijrah ia pergi<br />
ke Ta'if, menganjurkan Islam kepada penduduk kota itu. Tetapi<br />
dia malah dicemooh, dan anak-anak melemparinya dengan batu,<br />
sehingga terpaksa ia berlindung pada sebuah kebun anggur. Juga<br />
mungkin ia teringat betapa benar ia berangkat seorang diri<br />
ketika itu, dalam keadaan sangat lemah, tiada daya upaya<br />
selain Tuhan, selain iman yang besar yang telah memenuhi<br />
dadanya, iman yang telah dapat meruntuhkan gunung. Sekarang,<br />
sekarang ia berangkat menuju Ta'if dengan sebuah rombongan<br />
Muslimin, dengan suatu jumlah yang belum pernah disaksikan<br />
sepanjang sejarah jazirah itu.<br />
(bersambung ke bagian 2/2)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH LIMA: HUNAIN DAN TA'IF (2/2)</b><br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Jadi sahabat-sahabat itu oleh Muhammad diperintahkan berangkat<br />
ke Ta'if dan mengepung Thaqif yang dipimpin oleh Malik b.<br />
'Auf. Ta'if adalah sebuah kota yang sangat kukuh tertutup<br />
rapat oleh pintu-pintu gerbang seperti kebanyakan kota-kota<br />
negeri Arab ketika itu. Penduduk kota ini sudah punya<br />
pengetahuan dalam soal kepung-mengepung dalam peperangan dan<br />
punya kekayaan yang cukup besar pula untuk membuat perkubuan<br />
yang kuat. Dalam perjalanan itu Muslimin singgah di Liya. Di<br />
tempat ini ada sebuah benteng khusus buat Malik b. 'Auf, yang<br />
kemudian mereka hancurkan, demikian juga sebuah kebun<br />
kepunyaan pihak Thaqif mereka hancurkan selama dalam<br />
perjalanan itu.<br />
<br />
Bilamana Muslimin sudah sampai di Ta'if, Nabi memerintahkan<br />
pasukannya berhenti dan bermarkas di dekat kota itu.<br />
Sahabat-sahabat dikumpulkan dan mereka berunding apa yang akan<br />
mereka lakukan. Tetapi pihak Thaqif begitu melihat mereka dari<br />
atas perbentengan, dihujaninya mereka dengan serangan panah,<br />
sehingga tidak sedikit pihak Muslimin yang terbunuh. Dan tidak<br />
pula mudah kaum Muslimin dapat menyerbu benteng-benteng yang<br />
sangat kukuh itu. Suatu cara lain harus mereka tempuh bukan<br />
seperti yang selama ini mereka lakukan ketika mengepung<br />
Quraiza dan Khaibar. Dapatkah kita menduga, bahwa kalau hanya<br />
dikepung saja sampai mengalami kelaparan pihak Thaqif itu akan<br />
mau menyerah? Dan kalau akan mereka serbu saja, dengan cara<br />
baru bagaimana harus mereka lakukan?<br />
<br />
Inilah beberapa masalah yang perlu dipikirkan dan akan memakan<br />
waktu. Jadi sebaiknya pasukan ini harus ditarik mundur<br />
jauh-jauh dari sasaran panah, supaya jangan ada lagi<br />
orang-orang Islam yang akan mengalami bencana dan tewas<br />
karenanya. Sesudah itu boleh Muhammad memikirkan apa yang<br />
harus dilakukannya.<br />
<br />
Dengan perintah Nabi 'a.s. markas itu sekarang dipindahkan<br />
jauh dari sasaran panah, dipindahkan ke sebuah tempat yang<br />
kemudian setelah Ta'if menyerah dan menerima Islam dibangunnya<br />
mesjid Ta'if di tempat itu. Hal ini sudah menjadi suatu<br />
keharusan. Anak panah Thaqif sudah menewaskan delapanbelas<br />
orang Islam, dan tidak sedikit pula yang telah mendapat<br />
luka-luka, diantaranya salah seorang anak Abu Bakr. Disamping<br />
tempat itu, yang sudah jauh dari sasaran panah, dipasang pula<br />
dua buah kemah dari kulit berwarna merah untuk tempat-tinggal<br />
kedua isteri Nabi - Umm Salama dan Zainab - yang sejak ia<br />
meninggalkan Medinah, ikut bersama-sama dalam perjalanan<br />
menghadapi peristiwa-peristiwa itu. Diantara kedua kemah<br />
inilah Muhammad melakukan salat. Dan agaknya Mesjid Ta'if itu<br />
pun di tempat ini pula dibangun.<br />
<br />
Kaum Muslimin tinggal di tempat itu sambil menantikan apa yang<br />
akan ditentukan Tuhan terhadap mereka dan terhadap lawan<br />
mereka itu nanti. Ada salah seorang orang Arab gunung berkata<br />
kepada Nabi: Orang-orang Thaqif yang dalam benteng itu sama<br />
seperti rubah yang di dalam liangnya. Untuk dapat mengeluarkan<br />
mereka meminta waktu lama. Kalau dibiarkan saja, juga ia<br />
takkan mengganggu. Tetapi Muhammad sudah tidak mau kembali<br />
lagi sebelum mendapatkan sesuatu dari pihak Thaqif. Banu Daus<br />
[salah satu kabilah yang tinggal di bawah Mekah] yang sudah<br />
berpengalaman dalam menggunakan manjaniq3 dan "tank,"4 salah<br />
seorang pemimpinnya adalah Tufail, yang sudah bersahabat<br />
dengan Muhammad sejak perang Khaibar, dan yang sekarang ikut<br />
pula mengepung Ta'if. Orang ini oleh Nabi diutus memintakan<br />
bantuan kepada kabilahnya itu.<br />
<br />
Kemudian orang ini datang kembali sudah membawa beberapa orang<br />
dari golongan itu lengkap dengan alat-alat. Mereka sampai di<br />
Ta'if empat hari kemudian setelah kota itu dikepung oleh<br />
Muslimin. Disinilah pihak Muslimin menyerang Ta'if dengan<br />
manjaniq, dan beberapa orang menyerbu dengan masuk ke dalam<br />
"tank" untuk menerobos dinding-dinding benteng itu. Tetapi<br />
pihak Ta'if tidak kurang pula pandainya sehingga mereka dapat<br />
memaksa lawannya harus melarikan diri juga. Beberapa batang<br />
besi mereka panaskan; bilamana sudah mencair, besi itu<br />
dilemparkannya ke arah "tank" dan alat itu pun terbakar.<br />
Karena takut terbakar juga tentara Muslimin pun menyusup lari<br />
dari bawah alat-alat itu. Oleh pihak Thaqif mereka terus<br />
diserang dengan panah sehingga banyak pula yang terbunuh.<br />
<br />
Jadi perjuangan ini juga tidak berhasil. Pihak Muslimin tidak<br />
dapat mengalahkan benteng-benteng yang kukuh itu.<br />
<br />
Sesudah itu, kiranya apa pula yang harus mereka lakukan? Lama<br />
sekali Muhammad memikirkan hal ini. Tetapi bukankah ia sudah<br />
dapat mengalahkan dan mengosongkan Banu Nadzir dari<br />
perkampungannya dengan jalan membakar kebun kurma mereka?<br />
Sekarang kebun anggur Ta'if jauh lebih berharga daripada kebun<br />
kurma Banu Nadzir Apalagi anggur ini sangat terkenal sekali di<br />
seluruh tanah Arab yang membuat Ta'if bangga sebagai tempat<br />
yang paling subur di seluruh jazirah, dan sebagai wahah, Ta'if<br />
seolah surga di tengah-tengah padang sahara.<br />
<br />
Perintah Muhammad oleh kaum Muslimin sudah akan dilaksanakan.<br />
Mereka akan menebangi dan membakari tanaman-tanaman anggur itu<br />
- yang sampai sekarang masih tetap terkenal seperti dulu juga.<br />
Melihat hal ini orang-orang Thafiq yakin sekali bahwa Muhammad<br />
memang bersungguh-sungguh. Mereka mengutus orang kepadanya<br />
supaya kebun itu diambil saja kalau mau, kalau tidak supaya<br />
dibiarkan mengingat pertalian keluarga antara dia dengan<br />
mereka yang masih berkerabat itu. Muhammad segera menangguhkan<br />
hal itu, dan kemudian ia berseru kepada kalangan Thaqif, bahwa<br />
barangsiapa dari penduduk Ta'if yang bersedia datang<br />
kepadanya, orang itu akan dimerdekakan. Hampir sebanyak<br />
duapuluh orang dari mereka lalu melarikan diri dan datang<br />
kepadanya. Dari mereka inilah kemudian diketahui, bahwa dalam<br />
benteng-benteng itu terdapat persediaan makanan yang cukup<br />
untuk waktu lama. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa<br />
pengepungan ini akan meminta waktu yang panjang, sedang<br />
pasukannya sudah mau pulang akan membagi-bagikan barang<br />
rampasan perang yang sudah mereka peroleh. Kalau diminta<br />
supaya mereka tetap tinggal juga, mungkin mereka akan<br />
kehilangan kesabaran. Disamping itu bulan suci pun sudah dekat<br />
pula dan perang tidak diperkenankan.<br />
<br />
Oleh karena itu ia lebih senang pengepungan itu dibubarkan<br />
saja sesudah satu bulan berjalan. Ketika itu bulan Zulhijah,<br />
bulan muda sudah keluar. Dengan pasukannya itu ia kembali<br />
hendak melakukan umrah, dan diingatkannya pula, bahwa ia sudah<br />
bersiap hendak ke Ta'if bila bulan suci sudah lalu.<br />
<br />
Muhammad dan kaum Muslimin yang lain sekarang berangkat<br />
meninggalkan Ta'if menuju Ji'rana, tempat barang rampasan dan<br />
tawanan perang itu ditinggalkan. Di tempat ini mereka berhenti<br />
mengadakan pembagian. Seperlima di antaranya oleh Rasul<br />
dipisahkan buat dirinya dan yang selebihnya dibaginya kepada<br />
para sahabat. Tetapi tatkala mereka di Ji'rana ini, tiba-tiba<br />
datang utusan dari pihak Hawazin yang sudah masuk Islam.<br />
Mereka ini mengharapkan, supaya harta mereka, wanita dan<br />
anak-anak dikembalikan kepada mereka karena sudah sekian lama<br />
mereka berpisah, dan sudah sekian lama pula mereka mengalami<br />
kepahitan hidup. Utusan itu datang menemui Muhammad. Salah<br />
seorang dari mereka berkata:<br />
<br />
"Rasulullah, di tempat-tempat berpagar,5 orang-orang tawanan<br />
itu terdapat juga bibi-bibimu dari pihak ayah dan pihak ibu,<br />
ibu-ibu yang dulu pernah memeliharamu. Jika sekiranya kami<br />
yang menyusui Harith b. Abi Syimr atau Nu'man bin'l-Mundhir,<br />
kemudian ia datang melihat keadaan kami seperti yang kaualami<br />
sekarang ini, tentu kami manfaatkan dan kami mintai<br />
belas-kasihannya. Konon pula engkau, yang sudah mendapat<br />
pemeliharaan yang terbaik."<br />
<br />
Mereka tidak salah dalam mengingatkan Muhammad akan adanya<br />
hubungan dan pertalian keluarga itu. Dari kalangan tawanan<br />
perang itu terdapat seorang wanita yang sudah berusia lanjut<br />
mendapat perlakuan keras dari tentara Muslimin. Wanita itu<br />
berkata kepada mereka: "Kamu tahu, bahwa aku masih saudara<br />
susuan dengan kawanmu itu."<br />
<br />
Karena mereka tidak percaya, oleh mereka ia dibawa kepada<br />
Muhammad, yang ternyata segera mengenalnya, bahwa wanita itu<br />
Syaima' bint'l-Harith ibn 'Abd'l-Uzza. Dimintanya ia<br />
kedekatnya dan dihamparkannya mantelnya supaya ia duduk. Ia<br />
dipersilakan memilih - kalau senang tinggal, boleh tinggal dan<br />
kalau ingin pulang akan diantarkan kepada kabilahnya. Tetapi<br />
ternyata wanita itu ingin pulang juga kepada masyarakatnya<br />
sendiri.<br />
<br />
Meningkat hubungan Muhammad dengan mereka yang datang<br />
menyerahkan diri dari Hawazin itu demikian rupa, sudah wajar<br />
sekali apabila ia bersikap penuh kasih sayang kepada mereka<br />
dan memenuhi pula permintaan mereka. Sejak dahulu memang<br />
demikian inilah sifatnya, kepada siapa saja yang pernah<br />
mengulurkan tangan kepadanya. Tahu berterima kasih dan<br />
mengingat budi orang sudah menjadi bawaan dan sifatnya.<br />
<br />
Setelah mendengar kata-kata mereka itu ia bertanya:<br />
<br />
"Anak-anak dan isteri-isteri kamu ataukah harta kamu yang<br />
lebih kamu sukai?"<br />
<br />
"Rasulullah," jawab mereka, "kami disuruh memilih antara harta<br />
dengan sanak keluarga kami? Mengembalikan isteri-isteri dan<br />
anak-anak kami tentu itulah yang kami sukai."<br />
<br />
Lalu kata Nabi 'a.s.;<br />
<br />
"Apa yang ada padaku dan pada Banu 'Abd'l-Muttalib, itu akan<br />
kuserahkan kembali kepadamu. Bilamana nanti sudah selesai aku<br />
memimpin orang salat lohor hendaklah kamu berdiri dan katakan:<br />
'Kami meminta bantuan Rasulullah kepada kaum Muslimin dan<br />
meminta bantuan kaum Muslimin kepada Rasulullah mengenai<br />
anak-anak kami dan wanita-wanita kami.' Maka ketika itu akan<br />
kuserahkan kepadamu, dan akan kumintakan buat kamu."<br />
<br />
Setelah apa yang diucapkan Nabi itu dilaksanakan oleh Hawazin,<br />
ia berkata lagi:<br />
<br />
"Apa yang ada padaku dan pada Banu 'Abd'l-Muttalib, itu akan<br />
kuserahkan kembali kepadamu."<br />
<br />
Ketika itu juga kaum Muhajirin berkata:<br />
<br />
"Apa yang ada pada kami, itu kami serahkan kepada Rasulullah."<br />
<br />
Dan ini juga yang dikatakan oleh kaum Anshar.<br />
<br />
Tetapi Aqra' ibn Habis atas nama Tamim dan 'Uyaina b. Hishn<br />
menolak, demikian juga Abbas b. Mirdas atas nama Banu Sulaim.<br />
Akan tetapi Banu Sulaim sendiri tidak mengakui penolakan Abbas<br />
itu. Dalam hal ini Nabi berkata:<br />
<br />
"Barangsiapa mau mempertahankan haknya atas tawanan itu, maka<br />
untuk setiap orang ia akan mendapat ganti enam bagian dari<br />
tawanan yang mula-mula didapat."<br />
<br />
Dengan demikian wanita-wanita dan anak-anak Hawazin itu<br />
dikembalikan kepada kabilahnya setelah mereka menyatakan diri<br />
masuk Islam. Kepada utusan Hawazin itu Muhammad menanyakan<br />
Malik b. 'Auf. Setelah diberitahukan bahwa orang itu masih di<br />
Ta'if dengan Thaqif, dimintanya kepada mereka supaya<br />
disampaikan: kalau dia mau datang dengan sudah menerima Islam,<br />
maka keluarga dan harta bendanya akan dikembalikan dan akan<br />
diberi pula seratus ekor unta.<br />
<br />
Sekarang orang mulai merasa kuatir - kalau Muhammad memberikan<br />
ini kepada setiap utusan yang datang - rampasan perang yang<br />
menjadi bagian mereka akan jadi berkurang. Oleh karena itu<br />
mereka mendesak supaya tiap-tiap orang mengambil bagiannya.<br />
Dan mereka terus saling berbisik. Bisikan demikian ini<br />
tampaknya sampai juga kepada Nabi, yang dalam hal ini ia lalu<br />
berdiri di samping seekor unta, diambilnya seutas bulu dari<br />
ponok unta itu, dan sambil dipegang dengan jari dan diacungkan<br />
ke atas ia berkata:<br />
<br />
"Saudara-saudara.6 Demi Allah! Bagianku dari harta rampasan<br />
dan dari bulu ini hanya seperlima; ini pun sudah dikembalikan<br />
kepada kamu." Kemudian dimintanya kepada mereka masing-masing<br />
supaya harta rampasan itu dikembalikan dan dengan demikian<br />
dapat dibagi secara adil. "Barangsiapa mengambil ini secara<br />
tidak adil sekalipun hanya sebentar jarum, maka buat yang<br />
bersangkutan ini suatu cemar, api dan aib sampai hari kiamat."<br />
<br />
Muhammad mengatakan itu dengan sikap marah setelah mantelnya<br />
yang mereka ambil dikembalikan, dan setelah mengatakan kepada<br />
mereka: "Kembalikan mantelku itu, saudara-saudara. Demi Allah,<br />
andaikata kamu mempunyai ternak sebanyak pohon di Tihama ini,<br />
tentu kubagi-bagikan kepada kamu, kemudian akan kamu lihat<br />
bahwa aku bukan orang yang kikir, pengecut dan pembohong."<br />
<br />
Kemudian rampasan perang itu dibagi lima dan yang seperlima<br />
diberikan kepada mereka yang paling sengit memusuhinya.<br />
Seratus ekor unta diberikan masing-masing kepada Abu Sufyan<br />
dan Mu'awiya anaknya, Harith bin'l-Harith b. Kalada, Harith b.<br />
Hasyim, Suhail b. 'Amr, Huwaitib b. 'Abd'l-'Uzza, kepada<br />
bangsawan-bangsawan dan kepada beberapa pemuka kabilah yang<br />
telah mulai lunak hatinya setelah pembebasan Mekah. Kepada<br />
mereka yang kekuasaan dan kedudukannya kurang dari yang tadi,<br />
diberi lima puluh ekor unta. Jumlah yang mendapat bagian itu<br />
mencapai puluhan orang. Ketika itu Muhammad menunjukkan sikap<br />
sangat ramah dan murah hati, yang membuat orang yang tadinya<br />
sangat memusuhinya, lidah mereka telah berbalik jadi<br />
memujinya. Tiada seorang dari mereka yang perlu diambil<br />
hatinya itu yang tidak dikabulkan segala keperluannya<br />
<br />
Ketika Abbas b. Mirdas mendapat beberapa ekor unta ia tidak<br />
senang hati dan mencela karena menurut anggapannya 'Uyaina,<br />
Aqra' dan yang lain tampaknya lebih diutamakan. Lalu Nabi<br />
berkata: "Temui dia dan berilah lagi supaya dia puas dan<br />
diam."7<br />
<br />
Lalu diberi lagi sampai dia puas. Dan itulah yang membuat dia<br />
diam.<br />
<br />
Akan tetapi tindakan Nabi mengambil hati orang-orang yang<br />
tadinya merupakan musuh besar itu, telah menjadi bahan<br />
pembicaraan di kalangan Anshar, dan satu sama lain mereka<br />
berkata:<br />
<br />
"Rasulullah telah bertemu dengan masyarakatnya sendiri." Dalam<br />
hal ini Sa'd b. 'Ubada berpendapat akan meneruskan kata-kata<br />
Anshar itu kepada Nabi dan akan mendukung pula pendapat mereka<br />
itu<br />
<br />
"Sekarang kumpulkan masyarakatmu di tempat berpagar ini,"8<br />
kata Nabi.<br />
<br />
Setelah oleh Sa'd mereka dikumpulkan dan kemudian Nabi datang,<br />
maka terjadi dialog berikut:<br />
<br />
Muhammad: "Saudara-saudara kaum Anshar. Suatu desas-desus9<br />
berasal dari kamu yang telah disampaikan kepadaku itu<br />
merupakan suatu perasaan yang ada dalam hatirnu terhadap<br />
diriku, bukan? Bukankah kamu dalam kesesatan ketika aku datang<br />
lalu Tuhan membimbing kamu? Kamu dalam kesengsaraan lalu Tuhan<br />
memberikan kecukupan kepadamu, kamu dalam permusuhan, Tuhan<br />
mempersekutukan kamu?"<br />
<br />
Anshar: "Ya, memang! Tuhan dan Rasul juga yang lebih bermurah<br />
hati."<br />
<br />
Muhammad: "Saudara-saudara kaum Anshar. Kamu tidak menjawab<br />
kata-kataku?"<br />
<br />
Anshar: "Dengan apa harus kami jawab, ya Rasulullah? Segala<br />
kemurahan hati dan kebaikan itu ada pada Allah dan Rasul-Nya<br />
juga."<br />
<br />
Muhammad: "Ya, sungguh, demi Allah! Kalau kamu mau, tentu kamu<br />
masih dapat mengatakan - kamu benar dan pasti dibenarkan:<br />
'Engkau datang kepada kami didustakan orang, kamilah yang<br />
mempercayaimu. Engkau ditinggalkan orang, kamilah yang<br />
menolongmu. Engkau diusir, kamilah yang memberimu tempat.<br />
Engkau dalam sengsara, kami yang menghiburmu.' Saudara-saudara<br />
dari Anshar! Adakah sekelumit juga rasa keduniaan itu dalam<br />
hati kamu? Dengan itu aku telah mengambil hati suatu golongan<br />
supaya mereka sudi menerima Islam, sedang terhadap keislamanmu<br />
aku sudah percaya. Tidakkah kamu rela, saudara-saudara Anshar,<br />
apabila orang-orang itu pergi membawa karnbing, membawa unta,<br />
sedang kamu pulang membawa Rasulullah ke tempat kamu? Demi Dia<br />
Yang memegang hidup Muhammad! Kalau tidak karena hijrah, tentu<br />
aku termasuk orang Anshar. Jika orang menempuh suatu jalan di<br />
celah gunung, dan Anshar menempuh jalan yang lain, niscaya aku<br />
akan menempuh jalan Anshar. Allahuma ya Allah, rahmatilah<br />
orang-orang Anshar, anak-anak Anshar dan cucu-cucu Anshar."<br />
<br />
Semua itu oleh Nabi diucapkan dengan kata-kata penuh keharuan,<br />
penuh rasa cinta dan kasih sayang kepada mereka yang pernah<br />
memberikan ikrar, pernah memberikan pertolongan dan satu sama<br />
lain saling memberikan kekuatan. Begitu besar keharuannya itu,<br />
sehingga orang-orang Anshar pun menangis, sambil berkata,<br />
"Kami rela dengan Rasulullah sebagai bagian kami."<br />
<br />
Dengan demikian Nabi telah memperlihatkan ketidaksukaannya<br />
pada harta yang telah diperoleh sebagai rampasan perang di<br />
Hunain itu, yang sebenarnya belum pernah ada suatu rampasan<br />
perang diperoleh sebanyak itu. Ia memperlihatkan<br />
ketidaksukaannya pada harta itu sebagai langkah dalam<br />
mengambil hati mereka - yang dalam beberapa minggu yang lalu<br />
masih musyrik - dapat melihat bahwa dalam agama yang baru itu<br />
ada kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Kalau dalam membagi<br />
harta itu Muhammad sendiri sudah merasa payah sekali sehingga<br />
menimbulkan pertanyaan di kalangan Muslimin; dan kalau pun ini<br />
telah membawa kemarahan pihak Anshar karena ia telah bermurah<br />
hati kepada mereka yang perlu dijinakkan itu, namun dengan<br />
demikian ia telah memperlihatkan sikap yang adil, pandangan<br />
yang jauh serta kebijaksanaan politik yang baik sekali. Dengan<br />
demikian ia telah berhasil mengajak ribuan orang Arab ini -<br />
semua dengan senang hati, dengan perasaan lega - bersedia<br />
memberikan nyawanya demi jalan Allah.<br />
<br />
Selanjutnya Rasul pun berangkat dari Ji'rana menuju Mekah,<br />
hendak menunaikan umrah. Selesai melakukan umrah ia menunjuk<br />
'Attab b. Asid sebagai tenaga pengajar untuk Mekah dengan<br />
didampingi oleh Mu'adh b. Jabal guna mengajar orang-orang<br />
memperdalam agama dan mengajarkan Qur'an.<br />
<br />
Ia kembali pulang ke Medinah bersama orang-orang Anshar dan<br />
Muhajirin. Sementara Nabi tinggal di kota ini lahir pula<br />
anaknya Ibrahim, dan selama beberapa waktu itu, setelah agak<br />
merasakan adanya ketenangan hidup, kemudian ia pun harus<br />
bersiap-siap pula menghadapi perang Tabuk di Syam.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Harfiah, 'kupenuhi panggilanmu', yakni aku siap (A).<br />
<br />
2 'Uqiya. 'Dahulu kala sama dengan 40 dirham (drakhma)<br />
dan di luar hadis sama dengan setengah 1/6 rati, yakni<br />
1/12 bagian, dan ini tergantung kepada istilah negeri<br />
masing-masing' (N). Pada umumnya 'uqiya sekarang ditaksir<br />
sekitar 30 gram (A).<br />
<br />
3 Sebuah pesawat pelempar batu (junuq). Mungkin sama<br />
dengan ballista yang biasa digunakan dalam peperangan<br />
dahulu kala (A).<br />
<br />
4 Aslinya, dabbaba; dabba melata perlahan-lahan, yakni<br />
semacam alat dibuat daripada kayu dan kulit, orang masuk<br />
ke dalam alat tersebut lalu mendekat benteng yang sedang<br />
dikepung untuk dilubangi atau dibongkar dan mereka<br />
terlindung dan serangan yang datang dan atas (LA) mungkin<br />
dapat disamakan dengan testudo semacam alat perang dahulu<br />
kala, dari bahasa Latin, berarti kura-kura atau kulitnya<br />
yang dapat melindungi badan. Dalam pengertian sekarang<br />
kira-kira sama dengan tank (A).<br />
<br />
5 Hazira, 'segala yang dilingkungi sesuatu, kadang<br />
terdiri dari buluh dan papan' (LA) yakni tempat berpagar<br />
(A).<br />
<br />
6 Ayyuhan nas, harfiah: 'Hai manusia' (A).<br />
<br />
7 Iqta'u anni lisanahu, yakni 'berilah lagi supaya dia<br />
puas dan diam' (LA) Harfiah, 'potongkan lidahnya tentang<br />
aku' (A).<br />
<br />
8 Lihat catatan bawah halaman 531 (A).<br />
<br />
9 Qalatun, 'Banyak bicara yang akan menimbulkan<br />
permusuhan' (N), yakni desas-desus (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-77115170217925329432010-09-11T07:14:00.000-07:002010-09-11T07:15:16.519-07:00<div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDUAPULUH EMPAT: PEMBEBASAN MEKAH (1/3)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Pengaruh Mu'ta - Quraisy melanggar Perjanjian Hudaibiya<br />
- Khuza'a meminta bantuan Nabi - Utusan Abu Sufyan<br />
kepada Nabi - Sepuluh ribu Muslimin siap ke Mekah -<br />
Harapan Muhammad tanpa pertumpahan darah membebaskan<br />
Mekah - Abbas berangkat menemui Abu Sufyan - Muslimin<br />
datang membebaskan - Muhammad memaafkan musuhnya semua<br />
- Ka'bah dibersihkan dari berhala - Islamnya penduduk<br />
Mekah.<br />
<br />
DI BAWAH pimpinan Khalid bin'l-Walid pasukan Muslimin kini<br />
kembali pulang setelah terjadi peristiwa Mu'ta itu. Mereka<br />
kembali tidak membawa kemenangan, juga tidak membawa<br />
kekalahan. Mereka kembali pulang dengan senang hati.<br />
<br />
Penarikan mundur ini setelah - Zaid b. Haritha, Ja'far b. Abi<br />
Talib dan Abdullah b. Rawaha tewas - telah meninggalkan kesan<br />
yang berlain-lainan sekali pada pihak Rumawi, pada pihak<br />
Muslimin yang tinggal di Medinah dan pada pihak Quraisy di<br />
Mekah. Rumawi merasa gembira sekali dengan penarikan mundur<br />
pasukan Muslimin itu. Mereka sudah merasa bersyukur, sebab<br />
pertempuran itu tidak sampai berlangsung lama, meskipun<br />
tentara Rumawi terdiri dari seratus ribu menurut satu sumber,<br />
- atau dua ratus ribu menurut sumber yang lain, - sementara<br />
pasukan Muslimin terdiri dari tiga ribu orang. Kegembiraan<br />
pihak Rumawi itu - baik disebabkan oleh ketangkasan Khalid<br />
bin'l-Walid dalam bertahan mati-matian dengan kekuatannya<br />
dalam mengadakan serangan, sehingga ia menghabiskan sembilan<br />
pedang yang patah di tangannya ketika bertempur setelah<br />
tewasnya tiga sahabatnya itu, atau disebabkan oleh<br />
kecerdikannya dalam mengatur dan membagi-bagi pasukannya pada<br />
hari kedua dan yang telah menimbulkan hiruk-pikuk sehingga<br />
pihak Rumawi mengira bahwa bala bantuan telah didatangkan dari<br />
Medinah - namun kabilah-kabilah Arab yang tinggal di<br />
perbatasan dengan Syam sangat kagum sekali melihat tindakan<br />
Muslimin ketika itu.<br />
<br />
Karena peristiwa itu pula salah seorang pemimpin mereka (Farwa<br />
b. 'Amr al-Judhami, seorang komandan pasukan Rumawi) langsung<br />
menyatakan diri masuk Islam. Akan tetapi, atas perintah<br />
Heraklius dia kemudian ditangkap dengan tuduhan berkhianat.<br />
Sungguh pun begitu Heraklius masih bersedia membebaskannya<br />
kembali asal saja ia mau kembali ke dalam pangkuan agama<br />
Nasrani, bahkan ia bersedia mengembalikannya pada jabatan<br />
semula sebagai komandan pasukan. Tetapi Farwa menolak dan<br />
tetap menolak dengan tetap bertahan dalam keislamannya,<br />
sehingga akhirnya ia dibunuh juga. Tetapi karena itu pula<br />
Islam makin luas tersebar di kalangan kabilah-kabilah Najd<br />
yang berbatasan dengan Irak dan Syam. Ketika itu di sana<br />
Rumawi sedang berada dalam puncak kekuasaannya.<br />
<br />
Dengan bertambah banyaknya orang masuk ke dalam agama baru ini<br />
Kerajaan Bizantium makin goyah kedudukannya, sehingga ada<br />
penguasa Heraklius, yang bertugas membayar gaji militer,<br />
ketika itu berkata lantang kepada orang-orang Arab Syam yang<br />
ikut dalam perang; "Lebih baik kalian menarik diri. Kerajaan<br />
dengan susah payah baru dapat membayar gaji angkatan<br />
perangnya. Untuk makanan anjingnya pun sudah tidak ada."<br />
<br />
Tidak heran kalau mereka lalu meninggalkan kerajaan dan<br />
meninggalkan angkatan perangnya. Sebaliknya, agama baru ini<br />
makin cemerlang sinarnya memancar dihadapan mereka, yang akan<br />
mengantarkan mereka kepada kebenaran yang lebih tinggi, yang<br />
akan menjadi tujuan umat manusia. Itu pula sebabnya, selama<br />
waktu itu saja ribuan orang telah masuk Islam, yang terdiri<br />
dari kabilah Sulaim dengan pemimpinnya Al-'Abbas ibn Mirdas,<br />
kabilah-kabilah Asyja' dan Ghatafan yang dahulu sudah<br />
bersekutu dengan Yahudi sampai hancurnya Yahudi di Khaibar,<br />
demikian juga kabilah-kabilah 'Abs, Dhubyan dan Fazara.<br />
Peristiwa Mu'ta ini jugalah yang telah imemudahkan persoalan<br />
bagi Muslimin di bagian utara Medinah sampai ke perbatasan<br />
Syam itu, dan ini pula yang telah membuat Islam lebih<br />
terpandang dan lebih kuat.<br />
<br />
Akan tetapi buat Muslimin yang tinggal di Medinah pengaruhnya<br />
lain lagi. Bilamana mereka melihat Khalid dan pasukannya<br />
kembali dari perbatasan Syam tidak membawa kemenangan atas<br />
pasukan Heraklius, mereka bersorak-sorak mengatakan: "He<br />
orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!" Beberapa<br />
orang anggota pasukan itu merasa demikian malu sampai ada yang<br />
tidak berani keluar rumah, supaya jangan lagi diperolok-olok<br />
oleh anak-anak dan pemuda-pemuda Muslimin dengan tuduhan<br />
melarikan diri itu.<br />
<br />
Sebaliknya di mata Quraisy, akibat Mu'ta itu dipandang oleh<br />
mereka sebagai suatu kehancuran dan pukulan berat buat<br />
Muslimin, sehingga tak ada lagi orang yang mau menghiraukan<br />
mereka atau menganggap penting segala perjanjian dengan<br />
mereka. Biarlah keadaan kembali seperti sebelum<br />
'umrat'l-qadza'. Biarlah keadaan kembali seperti sebelum<br />
Perjanjian Hudaibiya. Biarlah orang-orang Quraisy kembali lagi<br />
menyerang kaum Muslimin dan siapa saja yang masih terikat<br />
perjanjian dengan mereka tanpa harus merasa takut ada tindakan<br />
hukum dari Muhammad.<br />
<br />
Perdamaian Hudaibiya antara lain sudah menentukan, bahwa<br />
barangsiapa yang ingin masuk kedalam persekutuan dengan<br />
Muhammad boleh saja, dan barangsiapa ingin masuk kedalam<br />
persekutuan dengan pihak Quraisy juga boleh. Ketika itu<br />
Khuza'a masuk bersekutu dengan Muhammad sedang Banu Bakr<br />
dengan pihak Quraisy. Sebenarnya antara Khuza'a dengan Banu<br />
Bakr ini sudah lama timbul permusuhan yang baru reda setelah<br />
ada perjanjian Hudaibiya, masing-masing kabilah menggabungkan<br />
diri dengan pihak yang mengadakan perdamaian itu.<br />
<br />
Dengan adanya peristiwa yang telah terjadi di Mu'ta itu,<br />
sekarang terbayang oleh Quraisy bahwa Muslimin pasti mengalami<br />
kehancuran. Sudah terbayang oleh Banu'd-Dil, sebagai bagian<br />
dari Banu Bakr b. 'Abd Manat, bahwa sekarang sudah tiba<br />
waktunya akan membalas dendam lamanya kepada Khuza'a, ditambah<br />
lagi memang ada segolongan orang dari pihak Quraisy yang ikut<br />
mendorong, diantaranya 'Ikrima b. Abi Jahl dan beberapa orang<br />
pemimpin Quraisy lainnya yang sekalian memberikan bantuan<br />
senjata.<br />
<br />
Malam itu pihak Khuza'a sedang berada di tempat pangkalan air<br />
milik mereka sendiri yang bernama al-Watir, oleh pihak Banu<br />
Bakr mereka diserang dengan tiba-tiba sekali dan beberapa<br />
orang dari pihak Khuza'a dibunuh. Sekarang Khuza'a lari ke<br />
Mekah, berlindung kepada keluarga Budail b. Warqa, dengan<br />
mengadukan perbuatan Quraisy dan Banu Bakr yang telah<br />
melanggar perjanjian dengan Rasulullah itu. Untuk itu 'Amr b.<br />
Salim dari Khuza'a cepat-eepat pula pergi ke Medinah. Dan bila<br />
ia sudah menghadap Muhammad yang ketika itu sedang dalam<br />
mesjid dengan beberapa orang, diceritakannya apa yang telah<br />
terjadi itu dan ia meminta pertolongannya.<br />
<br />
"'Amr b. Salim, mesti engkau dibela," kata Rasulullah.<br />
<br />
Sesudah itu Budail b. Warqa, bersama beberapa orang dari pihak<br />
Khuza'a kemudian berangkat pula ke Medinah. Mereka melaporkan<br />
kepada Nabi mengenai nasib yang mereka alami itu serta adanya<br />
dukungan Quraisy kepada Banu Bakr. Melihat apa yang telah<br />
dilakukan Quraisy dengan merusak perjanjian itu, maka tak ada<br />
jalan lain menurut Nabi, Mekah harus dibebaskan. Untuk itu ia<br />
bermaksud mengutus orang kepada kaum Muslimin di seluruh<br />
jazirah supaya bersiap-siap menantikan panggilan yang belum<br />
mereka ketahui apa tujuannya panggilan demikian itu.<br />
<br />
Sebaliknya orang-orang yang dapat berpikir lebih bijaksana di<br />
kalangan Quraisy, mereka sudah dapat menduga bahaya apa yang<br />
akan timbul akibat tindakan 'Ikrima dan kawan-kawannya dari<br />
kalangan pemuda itu. Kini persetujuan Hudaibiya sudah<br />
dilanggar, dan pengaruh Muhammad di seluruh jazirah sekarang<br />
sudah bertambah kuat. Sekiranya apa yang telah terjadi itu<br />
dipikirkan, bahwa pihak Khuza'a akan menuntut balas terhadap<br />
penduduk Mekah, pasti Kota Suci itu akan sangat terancam<br />
bahaya. Jadi apa yang harus mereka lakukan sekarang?<br />
<br />
Mereka mengutus Abu Sufyan ke Medinah, dengan maksud supaya<br />
persetujuan itu diperkuat kembali dan diperpanjang waktunya.<br />
Barangkali waktu yang sudah itu berlaku untuk dua tahun,<br />
sekarang mereka mau supaya menjadi sepuluh tahun.<br />
<br />
Abu Sufyan, sebagai pemimpin mereka dan sebagai orang yang<br />
bijaksana di kalangan mereka kini berangkat menuju Medinah.<br />
Ketika sampai di 'Usfan dalam perjalanannya itu ia bertemu<br />
dengan Budail b. Warqa, dan rombongannya. Ia kuatir Budail<br />
sudah menemui Muhammad dan melaporkan apa yang telah terjadi.<br />
Hal ini akan lebih mempersulit tugasnya. Tetapi Budail<br />
membantah bahwa ia telah menemui Muhammad. Sungguhpun begitu,<br />
dari kotoran binatang tunggangan Budail itu ia mengetahui,<br />
bahwa orang itu memang dari Medinah. Oleh karena itulah, ia<br />
tidak akan langsung menemui Muhammad lebih dulu, melainkan<br />
akan menuju ke rumah puterinya, Umm Habiba, isteri Nabi.<br />
<br />
Mungkin ia (Umm Habiba) memang sudah mengetahui rasa kasih<br />
sayang Nabi kepada Quraisy meskipun ia belum mengetahui apa<br />
yang sudah menjadi keputusannya mengenai Mekah. Dan mungkin<br />
juga semua Muslimin yang ada di Medinah demikian.<br />
<br />
Waktu itu Abu Sutyan sudah akan duduk di lapik yang biasa<br />
diduduki Nabi, tapi oleh Umm Habiba lapik itu segera<br />
dilipatnya. Lalu oleh ayahnya ia ditanya, melipat lapik itu<br />
karena ia sayang kepada ayah, ataukah karena sayang kepada<br />
lapik.<br />
<br />
"Ini lapik Rasulullah s.a.w.," jawabnya. "Ayah orang musyrik<br />
yang kotor. Saya tidak ingin ayah duduk di tempat itu."<br />
<br />
"Sungguh engkau akan mendapat celaka, anakku," kata Abu<br />
Sufyan. Lalu ia keluar dengan marah.<br />
<br />
Sesudah itu ia pergi menemui Muhammad, bicara mengenai<br />
perjanjian serta perpanjangan waktunya. Tetapi Nabi tidak<br />
memberikan jawaban samasekali. Selanjutnya ia pergi menemui<br />
Abu Bakr supaya membicarakan maksudnya itu dengan Nabi. Tetapi<br />
Abu Bakr juga menolak. Sekarang Umar bin'l-Khattab yang<br />
dijumpainya. Tetapi Umar memberikan jawaban yang cukup keras:<br />
"Aku mau menjadi perantara kamu kepada Rasulullah? Sungguh,<br />
kalau yang ada padaku hanya remah, pasti dengan itu pun akan<br />
kulawan engkau." Seterusnya ia menemui Ali b. Abi Talib, dan<br />
Fatimah ada di tempat itu. Dikemukakannya maksud kedatangannya<br />
itu dan dimintanya supaya ia menjadi perantaranya kepada<br />
Rasul. Tetapi Ali mengatakan dengan lemah-lembut bahwa tak ada<br />
orang yang akan dapat menyuruh Muhammad menarik kembali<br />
sesuatu yang sudah menjadi keputusannya. Selanjutnya utusan<br />
Quraisy itu meminta pertolongan Fatimah supaya Hasan - anaknya<br />
- berusaha memintakan perlindungan di kalangan khalayak ramai.<br />
<br />
"Tak ada orang akan berbuat demikian itu dengan maksud akan<br />
dihadapkan kepada Rasulullah," jawab Fatimah.<br />
<br />
Sekarang keadaannya jadi makin gawat buat Abu Sufyan. Ia<br />
meminta pendapat Ali.<br />
<br />
"Sungguh saya tidak tahu, apa yang kiranya akan berguna buat<br />
kau," jawab Ali. "Tetapi engkau pemimpin Banu Kinana. Cobalah<br />
minta perlindungan kepada orang ramai; sesudah itu, pulanglah<br />
ke negerimu. Saya kira ini tidak cukup memuaskan. Tapi hanya<br />
itu yang dapat saya usulkan kepadamu."<br />
<br />
Abu Sufyan lalu pergi ke mesjid dan di sana ia mengumumkan<br />
bahwa ia sudah meminta perlindungan khalayak ramai. Kemudian<br />
ia menaiki untanya dan berangkat pulang ke Mekah dengan<br />
membawa perasaan kecewa karena rasa hina yang dihadapinya dari<br />
anaknya sendiri dan dari orang-orang - yang sebelum mereka<br />
hijrah - pernah mengharapkan belas-kasihannya.<br />
<br />
Abu Sufyan kembali ke Mekah. Kepada masyarakatnya ia<br />
melaporkan segala yang dialaminya selama di Medinah serta<br />
perlindungan yang dimintanya dari masyarakat ramai atas saran<br />
Ali, dan bahwa Muhammad belum memberikan persetujuannya.<br />
<br />
"Sial!" kata mereka. "Orang itu lebih-lebih lagi mempermainkan<br />
kau."<br />
<br />
Lalu mereka kembali lagi mengadakan perundingan.<br />
<br />
Sebaliknya Muhammad, ia berpendapat tidak akan memberikan<br />
kesempatan mereka mengadakan persiapan untuk memeranginya.<br />
Oleh karena ia sudah percaya pada kekuatan sendiri dan pada<br />
pertolongan Tuhan kepadanya, ia berharap akan dapat menyergap<br />
mereka dengan tiba-tiba, sehingga mereka tidak lagi sempat<br />
mengadakan perlawanan dan dengan demikian mereka menyerah<br />
tanpa pertumpahan darah.<br />
<br />
Oleh karena itu diperintahkannya supaya orang bersiap-siap.<br />
Dan setelah persiapan selesai, diberitahukan kepada mereka,<br />
bahwa kini ia siap berangkat ke Mekah, dan diperintahkan pula<br />
supaya mereka cepat-cepat. Sementara itu ia berdoa kepada<br />
Tuhan mudah-mudahan Quraisy tidak sampai mengetahui berita<br />
perjalanan Muslimin itu.<br />
<br />
Ketika tentara Muslimin sudah siap-siap akan berangkat, Hatib<br />
b. Abi Balta'a mengirim sepucuk surat di tangan seorang wanita<br />
dari Mekah, budak salah seorang Banu 'Abd'l-Muttalib bernama<br />
Sarah dengan dlberi upah supaya surat itu disampaikan kepada<br />
pihak Quraisy, yang isinya memberitahukan, bahwa Muhammad<br />
sedang mengadakan persiapan hendak menghadapi mereka.<br />
Sebenarnya Hatib orang besar dalam Islam. Tapi sebagai<br />
manusia, dari segi kejiwaannya ia mempunyai beberapa<br />
kelemahan, yang kadang cukup menekan jiwanya sendiri dan<br />
menghanyutkannya kedalam suatu masalah yang memang tidak<br />
dikehendakinya. Masalah ini oleh Muhammad segera pula<br />
diketahui.<br />
<br />
Cepat-cepat disuruhnya Ali b. Abi Talib dan Zubair<br />
bin'l-'Awwam mengejar Sarah. Wanita itu disuruh turun, surat<br />
dicarinya di tempat barang tapi tidak juga diketemukan. Wanita<br />
itu diperingatkan, bahwa kalau surat itu tidak dikeluarkan,<br />
merekalah yang akan membongkarnya. Melihat keadaan yang begitu<br />
sungguh-sungguh, wanita itu berkata: Lalulah.<br />
<br />
Kemudian ia membuka ikatan rambutnya dan surat itu pun<br />
dikeluarkan, yang oleh kedua orang itu lalu dibawa kembali ke<br />
Medinah.<br />
<br />
Sekarang Hatib dipanggil oleh Muhammad dan ditanya kenapa ia<br />
sampai berbuat demikian.<br />
<br />
"Rasulullah," kata Hatib. "Demi Allah, saya tetap beriman<br />
kepada Allah dan kepada Rasulullah. Sedikit pun tak ada<br />
perubahan pada diri saya. Akan tetapi saya, yang tidak punya<br />
hubungan keluarga atau kerabat dengan mereka itu, mempunyai<br />
seorang anak dan keluarga di tengah-tengah mereka. Maka itu<br />
sebabnya saya hendak menenggang mereka."<br />
<br />
"Rasulullah," sela Umar bin'l-Khattab. "Serahkan kepada saya,<br />
akan saya penggal lehernya. Orang ini bermuka dua."<br />
<br />
"Dari mana engkau mengetahui itu, Umar," kata Rasulullall.<br />
"Kalau-kalau Allah sudah menempatkan dia sebagai orang-orang<br />
Badr ketika terjadi Perang Badr." Lalu katanya: "Berbuatlah<br />
sekehendak kamu. Sudah kumaafkan kamu."<br />
<br />
Dan Hatib memang orang yang ikut dalam Perang Badr. Ketika<br />
itulah firman Tuhan datang:<br />
<br />
"Orang-orang yang beriman! Janganlah musuhKu dan musuh kamu<br />
dijadikan sahabat-sahabat kamu, dengan memperlihatkan<br />
kasih-sayang kamu kepada mereka." (Qur'an, 60: 1)<br />
<br />
Sekarang pasukan tentara Muslimin sudah mulai bergerak dari<br />
Medinah menuju Mekah, dengan tujuan membebaskan kota itu serta<br />
menguasai Rumah Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan tempat<br />
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.<br />
<br />
Pasukan ini bergerak dalam suatu jumlah yang belum pernah<br />
dialami oleh kota Medinah. Mereka terdiri dan kabilah-kabilah<br />
Sulaim, Muzaina, Ghatafan dan yang lain, yang telah<br />
menggabungkan diri, baik kepada Muhajirin atau pun kepada<br />
Anshar. Mereka berangkat bersama-sama dengan mengenakan<br />
pakaian besi. Mereka melingkar ke tengah-tengah padang sahara<br />
yang membentang luas itu, sehingga apabila kemah-kemah mereka<br />
sudah dikembangkan, tertutup belaka oleh debu pasir sahara<br />
itu; sehingga karenanya orang takkan dapat melihatnya. Mereka<br />
yang terdiri dari ribuan orang itu telah mengadakan gerak<br />
cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut<br />
menggabungkan diri, yang berarti menambah jumlah dan menambah<br />
kekuatan pula. Semua mereka berangkat dengan kalbu yang penuh<br />
iman, bahwa dengan pertolongan Allah mereka akan mendapat<br />
kemenangan. Perjalanan ini dipimpin oleh Muhammad dengan<br />
pikiran dan perhatian tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci<br />
tanpa akan mengalirkan darah setetes sekalipun.<br />
<br />
Bila pasukan ini sudah sampai di Marr'z-Zahran1 dan jumlah<br />
anggota pasukan sudah mencapai sepuluh ribu orang, pihak<br />
Quraisy belum juga mendapat berita. Mereka masih dalam<br />
silang-sengketa, bagaimana caranya akan menangkis serangan<br />
dari Muhammad.<br />
<br />
Oleh Abbas b. 'Abd'l-Muttalib - paman Nabi ditinggalkannya<br />
mereka itu dalam perdebatan dan dia sendin sekeluarga<br />
berangkat menemui Muhammad di Juhfa.2 Boleh jadi sudah ada<br />
orang-orang dari Banu Hasyim yang sudah menerima berita atau<br />
semacam berita tentang kebenaran Nabi. Lalu mereka bermaksud<br />
menggabungkan diri tanpa akan mendapat sesuatu gangguan.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 2/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH EMPAT: PEMBEBASAN MEKAH (2/3)</b><br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Disamping Abbas, yang juga berangkat menyongsong ialah Abu<br />
Sufyan bin'l-Harith b. 'Abd'l-Muttalib, sepupu Nabi, Abdullah<br />
b. Abi Umayya bin'l-Mughira, anak bibinya. Mereka<br />
menggabungkan diri dengan pasukan Muslimin di Niq'l-'Uqab.<br />
Mereka berdua minta ijin akan menemui Nabi, tapi Nabi menolak.<br />
<br />
"Tidak perlu aku kepada mereka," katanya kepada Umm Salama,<br />
isterinya, ketika ia mencoba membicarakan masalah dua orang<br />
itu. "Aku sudah banyak menderita karena anak pamanku itu.<br />
Sedang anak bibiku, dan iparku pula, ia sudah mengatakan yang<br />
bukan-bukan ketika ia di Mekah."<br />
<br />
Keterangan ini disampaikan kepada Abu Sufyan, dan dia berkata:<br />
<br />
"Demi Allah, bagiku hanyalah aku ingin diijinkan bertemu,<br />
atau, dengan bantuan anakku ini, kami akan pergi ke mana saja,<br />
sampai kami mati kehausan dan kelaparan."<br />
<br />
Nabi merasa kasihan kepada mereka. Kemudian mereka pun<br />
diijinkan masuk menemuinya, dan mereka menyatakan masuk Islam.<br />
<br />
Menyaksikan pasukan Muslimin serta kekuatannya yang demikian<br />
rupa, Abbas b. 'Abd'l-Muttalib sekarang merasa cemas dan<br />
terkejut sekali. Sekalipun ia sudah masuk Islam, namun hatinya<br />
selalu kuatir akan bencana yang akan menimpa Mekah jika<br />
kekuatan pasukan yang belum pernah ada bandingannya di seluruh<br />
jazirah Arab itu kelak menyerbu ke dalam kota. Bukankah baru<br />
saja ia meninggalkan Mekah, meninggalkan keluarga dan<br />
handai-tolan, yang belum lagi terputus pertalian mereka karena<br />
Islam yang baru dianutnya itu? Boleh jadi ia menyatakan rasa<br />
kekuatirannya itu kepada Rasul, dan ia bertanya apa yang akan<br />
diperbuatnya kalau pihak Quraisy minta damai. Atau boleh jadi<br />
juga sepupunya ini yang dengan senang hati membuka pembicaraan<br />
dengan Abbas dalam hal ini, dan diharapkannya ia menjadi<br />
seorang utusan yang akan memberi kesan yang menakutkan kepada<br />
sekelompok orang di kalangan Quraisy itu, sehingga kelak dapat<br />
memasuki Mekah tanpa sesuatu pertumpahan darah dan Mekah akan<br />
tetap dalam kesuciannya seperti dulu dan seperti yang<br />
seharusnya akan demikian.<br />
<br />
Dengan duduk di atas seekor bagal3 putih kepunyaan Nabi, Abbas<br />
berangkat pergi ke daerah Arak, dengan harapan kalau-kalau ia<br />
akan berjumpa dengan orang mencari kayu, atau tukang susu atau<br />
dengan manusia siapa saja yang sedang pergi ke Mekah. Ia akan<br />
menitipkan pesan kepada penduduk kota itu tentang kekuatan<br />
pasukan Muslimin yang sebenarnya supaya mereka kelak menemui<br />
Rasulullah dan minta damai sebelum pasukan ini memasuki kota<br />
dengan kekerasan.<br />
<br />
Sejak pihak Muslimin berlabuh di Marr'z-Zahran, pihak Quraisy<br />
sudah mulai merasakan adanya bahaya yang sedang mendekati<br />
mereka. Maka diutusnya Abu Sufyan b. Harb, Budail b. Warqa'<br />
dan Hakim b. Hizam - masih kerabat Khadijah - mencari-cari<br />
berita serta mengajuk sampai seberapa jauh bahaya yang mungkin<br />
mengancam mereka itu.<br />
<br />
Sementara Abbas sedang di atas bagal Nabi yang putih itu,<br />
tiba-tiba ia mendengar ada percakapan antara Abu Sufyan b.<br />
Harb dengan Budail b. Warqa' sebagai berikut:<br />
<br />
Abu Sufyan: "Aku belum pernah melihat api unggun dan pasukan<br />
tentara seperti yang kita lihat malam ini."<br />
<br />
Budail: "Tentu itu api unggun Khuza'a yang sudah dirangsang<br />
perang."<br />
<br />
Abbas sudah mengenal suara Abu Sufyan itu, lalu dipanggilnya<br />
dengan nama julukannya:<br />
<br />
"Abu Hanzala!"<br />
<br />
"Abu'l-Fadzl!" gilir Abu Sufyan menyahut.<br />
<br />
"Abu Sufyan, kasihan engkau!" kata Abbas. "Rasulullah berada<br />
di tengah-tengah rombongan itu. Apa jadinya Quraisy kalau<br />
mereka memasuki Mekah dengan kekerasan."<br />
<br />
"Apa yang harus kita perbuat!" kata Abu Sufyan. "Kupertaruhkan<br />
ibu-bapaku untukmu."4<br />
<br />
Oleh Abbas ia dinaikkannya di belakang bagal dan diajaknya<br />
berangkat bersama-sama, sedang kedua temannya disuruhnya<br />
kembali ke Mekah. Oleh karena ketika melihat bagal itu mereka<br />
sudah mengenalnya, dibiarkannya ia dengan penumpangnya itu<br />
lalu di hadapan mereka, di tengah-tengah sepuluh ribu orang<br />
yang sedang memasang api unggun, yang sengaja dipasang untuk<br />
menimbulkan kegentaran dalam hati penduduk Mekah.<br />
<br />
Akan tetapi ketika bagal itu lalu di depan api unggun Umar<br />
bin'l-Khattab, dan Umar melihatnya, sekaligus ia mengenal Abu<br />
Sufyan dan diketahuinya pula bahwa Abbas hendak melindunginya.<br />
Cepat-cepat ia pergi ke kemah Nabi dan dimintanya kepada Nabi<br />
supaya batang leher orang itu dipenggal.<br />
<br />
"Rasulullah," kata Abbas. "Saya sudah melindunginya."<br />
<br />
Menghadapi situasi semacam itu dan waktu sudah malam pula, dan<br />
setelah terjadi perdebatan yang kadang sengit juga antara Umar<br />
dan Abbas, Muhammad berkata:<br />
<br />
"Bawalah dia dulu ke tempatmu, Abbas. Pagi-pagi besok bawa ke<br />
mari."<br />
<br />
Keesokan harinya, bilamana Abu Sufyan sudah dibawa lagi<br />
menghadap Nabi dan disaksikan oleh pembesar-pembesar dari<br />
kalangan Muhajirin dan Anshar - terjadi dialog demikian ini:<br />
<br />
Nabi: "Kasihan kamu Abu Sufyan! Bukankah sudah tiba waktunya<br />
sekarang engkau harus mengetahui, bahwa tak ada Tuhan selain<br />
Allah!?"<br />
<br />
Abu Sufyan: "Demi ibu-bapaku! Sungguh bijaksana engkau!<br />
Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga!<br />
Aku memang sudah menduga, bahwa tak ada tuhan selain Allah,<br />
itu sudah mencukupi segalanya."<br />
<br />
Nabi: "Kasihan engkau Abu Sufyan! Bukankah sudah tiba waktunya<br />
engkau harus mengetahui, bahwa aku Rasulullah!?"<br />
<br />
Abu Sufyan: "Demi ibu-bapaku! Sungguh bijaksana engkau!<br />
Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga!<br />
Tetapi mengenai hal ini, sungguh sampai sekarang masih ada<br />
sesuatu dalam hatiku."<br />
<br />
Sekarang Abbas campur tangan. Ia bicara dengan ditujukan<br />
kepada Abu Sufyan, supaya ia mau menerima Islam dan bersaksi<br />
bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad pesuruhNya<br />
- sebelum batang lehernya dipenggal. Menghadapi hal ini buat<br />
Abu Sufyan tak ada jalan lain ia harus menerima. Sekarang<br />
Abbas menghadapkan pembicaraannya kepada Nabi 'alaihissalam:<br />
<br />
"Rasulullah," katanya. "Abu Sufyan orang yang gila hormat.<br />
Berikanlah sesuatu kepadanya."<br />
<br />
"Ya," kata Rasulullah "Barangsiapa datang ke rumah Abu Sufyan,<br />
orang itu selamat, barangsiapa menutup pintu rumahnya orang<br />
itu selamat dan barangsiapa masuk ke dalam mesjid orang itu<br />
juga selamat."<br />
<br />
Ahli-ahli sejarah dan penulis-penulis riwayat hidup Nabi semua<br />
sepakat tentang terjadinya peristiwa-peristiwa itu. Hanya<br />
sebagian mereka masih ada yang bertanya-tanya: Adakah semua<br />
itu terjadi karena kebetulan saja? Kepergian Abbas kepada Nabi<br />
dengan maksud hendak pergi ke Medinah, tiba-tiba bertemu<br />
dengan pasukan tentara Muslimin di Juhfa, begitu juga<br />
kepergian Budail b. Warqa' dan Abu Sufyan b. Harb yang hanya<br />
sekedar mau mengintai, padahal sebelum itu Budail sendiri<br />
sudah ke Medinah dan melaporkan kepada Nabi apa yang telah<br />
terjadi terhadap Khuza'a dan dari Nabi diketahuinya bahwa Nabi<br />
akan membelanya. Adakah dalam kepergiannya ini Abu Sufyan<br />
tidak menyadari bahwa Muhammad juga telah berangkat hendak<br />
menyerbu Mekah? Ataukah karena sesuatunya itu - sedikit banyak<br />
- dengan suatu persepakatan yang sudah diatur lebih dulu, dan<br />
karena persepakatan itu pula, telah mempertemukan Abbas dengan<br />
Abu Sufyan, dan bahwa Abu Sufyan sudah yakin - sejak ia pergi<br />
ke Medinah hendak meminta perpanjangan waktu Perjanjian<br />
Hudaibiya dan kembali dengan tangan kosong - bahwa tak ada<br />
jalan lain buat Quraisy akan dapat menahan Muhammad dan yakin<br />
pula ia bahwa kalau ia membukakan jalan untuk pembebasan itu<br />
ia akan tetap memegang pimpinan dan mempertahankan<br />
kedudukannya yang penting di Mekah, dan bahwa apa yang telah<br />
menjadi persepakatan mereka itu tidak sampai pula kepada<br />
Muhammad dan kepada orang-orang yang berkepentingan dengan<br />
soal itu, dengan kenyataan bahwa Umar sendiri pun telah<br />
bermaksud hendak membunuh Abu Sufyan? Besar sekali risikonya<br />
kita akan menjatuhkan vonis. Tetapi rasanya kita sudah akan<br />
dapat memastikan - untuk memuaskan hati kita - bahwa baik<br />
karena suatu kebetulan saja yang telah menyebabkan semua<br />
peristiwa itu, atau karena memang sudah ada semacam suatu<br />
persepakatan, tapi yang terang kedua kejadian itu menunjukkan,<br />
betapa cermat dan pandainya Muhammad dapat menguasai suatu<br />
peperangan terbesar dalam sejarah Islam tanpa pertempuran dan<br />
tanpa pertumpahan darah.<br />
<br />
Islamnya Abu Sufyan itu tidak akan mengurangi kewaspadaan dan<br />
kesiap-siagaan Muhammad dalam menyiapkan diri hendak memasuki<br />
Mekah. Kalau kemenangan yang di tangan Tuhan itu memang<br />
diberikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya, tapi Tuhan<br />
akan memberikan pertolongan hanya kepada orang yang sudah<br />
mengadakan persiapan, dan dalam segala hal dan setiap saat<br />
berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan. Oleh karena itu<br />
diperintahkannya supaya Abu Sufyan ditahan dulu di sela wadi,<br />
pada sebuah jalan masuk gunung ke Mekah, sehingga bila nanti<br />
pasukan Muslimin lewat, ia akan melihatnya sendiri, dan dapat<br />
pula dengan jelas ia melaporkan kepada golongannya, supaya<br />
jangan timbul perlawanan yang bagaimanapun bentuknya, apabila<br />
ia dapat cepat-eepat kembali kepada mereka kelak.<br />
<br />
Bilamana kemudian kabilah-kabilah itu lewat di hadapan Abu<br />
Sufyan, yang sangat mempesonakan hatinya ialah batalion serba<br />
hijau yang mengelilingi Muhammad, yang terdiri dari kaum<br />
Muhajirin dan Anshar, dan yang tampak hanyalah pakaian besi.<br />
Setelah mengetahui keadaan itu Abu Sufyan berkata:<br />
<br />
"Abbas, kiranya takkan ada orang yang sanggup menghadapi<br />
mereka itu. Abu'l-Fadzl, kerajaan kemenakanmu ini kelak akan<br />
menjadi besar!"<br />
<br />
Sesudah itu kemudian ia dibebaskan pergi menemui golongannya<br />
dan dengan suara keras ia berteriak kepada mereka:<br />
<br />
"Saudara-saudara Quraisy! Muhammad sekarang datang dengan<br />
kekuatan yang takkan dapat kamu lawan. Tetapi barangsiapa<br />
datang ke rumah Abu Sufyan orang itu selamat, barangsiapa<br />
menutup pintu rumahnya, orang itu selamat dan barangsiapa<br />
masuk ke dalam mesjid orang itu juga selamat!"<br />
<br />
Muhammad sudah berangkat bersama pasukannya sampai ke<br />
Dhu-Tuwa. Setelah dilihatnya dari tempat itu tak ada<br />
perlawanan dari pihak Mekah, pasukannya dihentikan. Ia<br />
membungkuk menyatakan rasa syukur kepada Tuhan, yang telah<br />
membukakan pintu Lembah Wahyu dan tempat Rumah Suci itu<br />
kepadanya dan kepada kaum Muslimin, sehingga mereka dapat<br />
masuk dengan aman, dengan tenteram.<br />
<br />
Dalam pada itu Abu Quhafa (ayah Abu Bakr) - yang belum lagi<br />
masuk Islam waktu itu - meminta kepada cucunya yang perempuan<br />
supaya ia dibawa mendaki gunung Abu Qubais. Sesampainya di<br />
atas gunung, orang yang sudah buta itu bertanya kepada cucunya<br />
apa yang dilihatnya. Oleh cucunya dijawab bahwa ia melihat<br />
sesuatu serba hitam berkelompok "ltu pasukan berkuda", kata<br />
orang tua itu.<br />
<br />
"Sekarang yang serba hitam itu sudah terpencar," kata cucunya<br />
lagi.<br />
<br />
"Kalau begitu pasukan berkuda itu sedang bertolak ke Mekah.<br />
Cepat-cepatlah bawa aku pulang ke rumah."<br />
<br />
Tetapi sebelum ia sampai ke rumahnya pasukan berkuda itu sudah<br />
lebih dulu sampai.<br />
<br />
Muhammad merasa bersyukur kepada Tuhan karena pintu Mekah kini<br />
telah terbuka. Tetapi sungguhpun demikian ia tetap selalu<br />
waspada dan berhati-hati. Diperintahkannya pasukannya supaya<br />
dipecah menjadi empat bagian. Diperintahkan kepada mereka<br />
semua supaya jangan melakukan pertempuran, jangan sampai<br />
meneteskan darah, kecuali jika sangat terpaksa sekali. Zubair<br />
bin'l-'Awwam dalam memimpin pasukan itu ditempatkan pada sayap<br />
kiri dan diperintahkan memasuki Mekah dari sebelah utara.<br />
Khalid bin'l-Walid ditempatkan pada sayap kanan dan<br />
diperintahkan supaya memasuki Mekah dari jurusan bawah. Sa'd<br />
b. 'Ubada yang memimpin orang Medinah supaya memasuki Mekah<br />
dari sebelah barat, sedang Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah oleh<br />
Muhammad ditempatkan ke dalam barisan Muhajirin dan<br />
bersama-sama memasuki Mekah dari bagian atas, di kaki gunung<br />
Hind.<br />
<br />
Sementara mereka sedang dalam persiapan demikian itu,<br />
tiba-tiba terdengar Said b. 'Ubada berkata:<br />
<br />
"Hari ini adalah hari perang. Hari dibolehkannya segala yang<br />
terlarang ..."<br />
<br />
Dalam hal ini ia telah melanggar perintah Nabi, bahwa kaum<br />
Muslimin tidak boleh membunuh penduduk Mekah. Oleh karena itu,<br />
ketika Nabi mengetahui apa yang dikatakan oleh Sa'd itu,<br />
terpikir olehnya akan mengambil bendera yang ada di tangannya<br />
dan menyerahkannya kepada anaknya, Qais. Qais adalah laki-laki<br />
yang bertubuh besar, tapi ia lebih tenang dari ayahnya.<br />
<br />
Ketika pasukan sudah memasuki kota, dari pihak Mekah tidak ada<br />
perlawanan, kecuali pasukan Khalid bin'l-Walid yang berhadapan<br />
dengan perlawanan dari mereka yang tinggal di daerah bagian<br />
bawah Mekah. Mereka ini terdiri dari orang-orang Quraisy yang<br />
paling keras memusuhi Muhammad dan yang ikut serta dengan Banu<br />
Bakr melanggar Perjanjian Hudaibiya dengan mengadakan serangan<br />
terhadap Khuza'a. Mereka ini tidak mau memenuhi seruan Abu<br />
Sufyan. Bahkan mereka telah menyiapkan diri hendak berperang,<br />
sementara yang lain dari golongan mereka ini juga telah<br />
bersiap-siap pula hendak melarikan diri. Mereka dipimpin oleh<br />
Safwan, Suhail dan 'Ikrima b. Abi Jahl. Bilamana pasukan<br />
Khalid ini datang, mereka menghujaninya dengan serangan panah.<br />
Tetapi secepat itu pula Khalid berhasil meneerai-beraikan<br />
mereka. Sungguhpun begitu dua orang dari anak buahnya tewas,<br />
karena mereka ini ternyata sesat jalan dan terpisah dari induk<br />
pasukannya, sementara pihak Quraisy kehilangan tigabelas<br />
orang, menurut satu sumber, atau duapuluh delapan orang,<br />
menurut sumber yang lain.<br />
<br />
Melihat malapetaka yang sekarang sedang menimpa mereka ini,<br />
Shafwan, Suhail dan 'Ikrima cepat-cepat angkat kaki melarikan<br />
diri, dengan meninggalkan orang-orang yang tadinya mereka<br />
kerahkan mengadakan perlawanan menghadapi kekuatan dan pukulan<br />
Khalid yang heroik itu. Dalam pada itu Muhammad dengan pasukan<br />
Muhajirin yang kini di atas sebuah dataran tinggi itu, sedang<br />
menyusur turun menuju ke Mekah, dengan keyakinan hati hendak<br />
membebaskannya dalam keadaan aman dan damai. Dilihatnya kota<br />
itu dengan segala isinya, dilihatnya pula kilatan pedang di<br />
bagian bawah kota serta pasukan Khalid yang sedang<br />
mengejar-ngejar mereka yang menyerangnya itu. Disini ia merasa<br />
sedih sekali dan berteriak geram dengan mengingatkan kembali<br />
akan perintahnya untuk tidak mengadakan pertempuran. Setelah<br />
diketahuinya kemudian apa yang telah terjadi, teringat ia<br />
bahwa yang sudah dikehendaki Tuhan itulah yang baik.<br />
<br />
Sekarang Muhammad berhenti di hulu kota Mekah, di hadapan<br />
Bukit Hind. Di tempat itu dibangunnya sebuah kubah (kemah<br />
lengkung), tidak jauh dari makam Abu Talib dan Khadijah.<br />
Ketika ia ditanya, maukah ia beristirahat di rumahnya,<br />
dijawabnya: "Tidak. Tidak ada rumah yang mereka tinggalkan<br />
buat saya di Mekah," katanya. Kemudian ia masuk ke dalam kemah<br />
lengkung itu, ia beristirahat dengan hati penuh rasa syukur<br />
kepada Tuhan, karena ia telah kembali dengan terhormat, dengan<br />
membawa kemenangan ke dalam kota, kota yang dulu telah<br />
mengganggunya menyiksanya dan mengusirnya dari keluarga dan<br />
kampung halamannya. Ia melepaskan pandang ke sekitar tempat<br />
itu, ke lembah wadi dan gunung-gunung yang ada di<br />
sekelilingnya. Gunung-gunung, tempat ia dahulu tinggal di<br />
celah-celahnya, ketika tindakan Quraisy sudah begitu memuncak,<br />
begitu keras mengasingkan dia. Di pegunungan itulah, yang juga<br />
di antaranya Gua Hira, tempat ia menjalankan tahannuth ketika<br />
datang kepadanya wahyu: 'Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang<br />
menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah.<br />
Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena.<br />
Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya..."<br />
(Qur'an, 96: 1-5)<br />
<br />
Ke sekitar gunung-gunung itu ia melepaskan pandang, ke<br />
lembah-lembah, dengan rumah-rumah Mekah yang bertebaran, dan<br />
di tengah-tengah adalah Rumah Suci. Begitu rendah hati ia<br />
kepada Tuhan, sehingga airmata menitik dari matanya, setitik<br />
airmata Islam dan rasa syukur demi Kebenaran Yang Mutlak, yang<br />
dalam segala soal kepadaNya jua akan kembali.<br />
<br />
Saat itu juga terasa olehnya bahwa tugasnya sebagai komandan<br />
sudah selesai. Tidak lama tinggal dalam kemah itu, ia segera<br />
keluar lagi. Dinaikinya untanya Al-Qashwa, dan ia pergi<br />
meneruskan perjalanan ke Ka'bah. Ia bertawaf di Ka'bah tujuh<br />
kali dan menyentuh sudut (hajar aswad) dengan sebatang<br />
tongkat5 di tangan. Selesai ia melakukan tawaf, dipanggilnya<br />
Uthman b. Talha dan pintu Ka'bah dibuka. Sekarang Muhammad<br />
berdiri di depan pintu, orang pun mulai berbondong-bondong. Ia<br />
berkhotbah di hadapan mereka itu serta membacakan firman<br />
Tuhan: "Wahai manusia. Kami menciptakan kamu berbangsa-bangsa<br />
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Tetapi orang<br />
yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah<br />
orang yang paling takwa (menjaga diri dari kejahatan). Allah<br />
Maha mengetahui dan Maha mengerti." (Qur'an, 49: 13)<br />
<br />
Kemudian ia menanya kepada mereka:<br />
<br />
"Orang-orang Quraisy. Menurut pendapat kamu, apa yang akan<br />
kuperbuat terhadap kamu sekarang?"<br />
<br />
"Yang baik-baik. Saudara yang pemurah, sepupu yang pemurah."<br />
jawab mereka.<br />
<br />
"Pergilah kamu sekalian. Kamu sekarang sudah bebas!" katanya.<br />
<br />
Dengan ucapan itu maka kepada Quraisy dan seluruh penduduk<br />
Mekah ia telah memberikan pengampunan umum (amnesti).<br />
<br />
Alangkah indahnya pengampunan itu dikala ia mampu! Alangkah<br />
besarnya jiwa ini, jiwa yang telah melampaui segala kebesaran,<br />
melampaui segala rasa dengki dan dendam di hati! Jiwa yang<br />
telah dapat menjauhi segala perasaan duniawi, telah mencapai<br />
segala yang diatas kemampuan insani! Itu orang-orang Quraisy,<br />
yang sudah dikenal betul oleh Muhammad, siapa-siapa mereka<br />
yang pernah berkomplot hendak membunuhnya, siapa-siapa yang<br />
telah menganiayanya dan menganiaya sahabat-sahabatnya dahulu,<br />
siapa-siapa yang memeranginya di Badr dan di Uhud, siapa yang<br />
dahulu mengepungnya dalam perang Khandaq? Dan siapa-siapa yang<br />
telah menghasut orang-orang Arab semua supaya melawannya, dan<br />
siapa pula, kalau berhasil, yang akan membunuhnya, akan<br />
mencabiknya sampai berkeping-keping kapan saja kesempatan itu<br />
ada!? Mereka itu, orang-orang Quraisy itu sekarang dalam<br />
genggaman tangan Muhammad, berada di bawah telapak kakinya.<br />
Perintahnya akan segera dilaksanakan terhadap mereka itu.<br />
Nyawa mereka semua kini tergantung hanya di ujung bibirnya dan<br />
pada wewenangnya atas ribuan balatentara yang bersenjatakan<br />
lengkap, yang akan dapat mengikis habis Mekah dengan seluruh<br />
penduduknya dalam sekejap mata!<br />
(bersambung ke bagian 3/3)<br />
<br />
<br />
BAGIAN KEDUAPULUH EMPAT: PEMBEBASAN MEKAH (3/3)<br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Tetapi Muhammad, tetapi Nabi, tetapi Rasulullah, bukanlah<br />
manusia yang mengenal permusuhan, atau yang akan membangkitkan<br />
permusuhan di kalangan umat manusia! Dia bukan seorang tiran,<br />
bukan mau menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Tuhan telah<br />
memberi keringanan kepadanya dalam menghadapi musuh, dan dalam<br />
kemampuannya itu ia memberi pengampunan. Dengan itu, kepada<br />
seluruh dunia dan semua generasi ia telah memberi teladan<br />
tentang kebaikan dan keteguhan menepati janji, tentang<br />
kebebasan jiwa yang belum pernah dicapai oleh siapa pun!<br />
<br />
Apabila Muhammad kemudian memasuki Ka'bah, dilihatnya<br />
dinding-dinding Ka'bah sudah penuh dilukis dengan<br />
gambar-gambar malaikat dan para nabi. Dilihatnya lbrahim yang<br />
dilukiskan sedang memegang azlam6 yang diperundikan,<br />
dilihatnya sebuah patung burung dara dari kayu. Dihancurkannya<br />
patung itu dengan tangannya sendiri dan dicampakkannya ke<br />
tanah. Ketika melihat gambar Ibrahim agak lama Muhammad<br />
memandangnya, lalu katanya: Mudah-mudahan Tuhan membinasakan<br />
mereka! Orang tua kita digambarkan mengundi dengan azlam! Apa<br />
hubungannya Ibrahim dengan azlam'? Ibrahim bukan orang Yahudi,<br />
juga bukan orang Nasrani. Tetapi ia adalah seorang hanif (yang<br />
murni imannya), yang menyerahkan diri kepada Allah dan bukan<br />
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Sedang<br />
malaikat-malaikat yang dilukiskan sebagai wanita-wanita<br />
cantik, gambar-gambar itu oleh Muhammad disangkal samasekali,<br />
sebab malaikat-malaikat itu bukan laki-laki dan bukan<br />
perempuan. Lalu diperintahkannya supaya gambar-gambar itu<br />
dihancurkan. Berhala-berhala sekeliling Ka'bah yang disembah<br />
oleh Quraisy selain Allah, telah dilekatkan dengan timah di<br />
sekeliling Ka'bah. Demikian juga berhala Hubal yang berada<br />
didalamnya. Dengan tongkat di tangan Muhammad menunjuk kepada<br />
berhala-berhala itu semua seraya berkata:<br />
<br />
"Dan katakanlah : yang benar itu sudah datang, dan yang palsu<br />
segera menghilang; sebab kepalsuan itu pasti akan lenyap."<br />
(Qur'an, 17: 81)<br />
<br />
Berhala-berhala itu kemudian disungkurkan dan dengan demikian<br />
Rumah Suci itu dapat dibersihkan. Pada hari pertama<br />
dibebaskannya mereka itu, Muhammad telah dapat menyelesaikan<br />
apa yang dianjurkannya sejak duapuluh tahun itu, dan yang<br />
telah ditentang oleh Mekah dengan mati-matian. Dihancurkannya<br />
berhala-berhala dan dihapuskannya paganisma dalam Rumah Suci<br />
itu disaksikan oleh Quraisy sendiri. Mereka melihat<br />
berhala-berhala yang mereka sembah dan disembah oleh<br />
nenek-moyang mereka itu samasekali tidak dapat memberi<br />
kebaikan atau bahaya buat mereka sendiri.<br />
<br />
Pihak Anshar dari Medinah telah menyaksikan semua kejadian<br />
itu. Mereka melihat Muhammad yang berdoa di atas gunung Shafa.<br />
Terbayang oleh mereka sekarang bahwa ia pasti akan<br />
meninggalkan Medinah dan kembali ke tempat tumpah darahnya<br />
semula yang kini telah dibukakan Tuhan. Mereka berkata satu<br />
sama lain: "Menurut pendapat kamu, adakah Rasulullah s.a.w.<br />
akan menetap di negerinya sendiri?" Mungkin kekuatiran mereka<br />
itu beralasan sekali. Ini adalah Rasulullah, dan di Mekah ini<br />
Rumah Suci Baitullah dan di Mekah ini pula Mesjid Suci.<br />
<br />
Tetapi setelah selesai berdoa Muhammad bertanya kepada mereka:<br />
Apa yang mereka katakan itu. Setelah diketahuinya akan<br />
kekuatiran mereka yang mereka sampaikan dengan agak maju<br />
mundur itu, ia berkata: "Berlindunglah kita kepada Allah!<br />
Hidup dan matiku akan bersama kamu." Dengan itu ia telah<br />
memberikan teladan kepada orang tentang keteguhannya memegang<br />
janji pada Ikrar 'Aqaba serta kesetiannya kepada<br />
sahabat-sahabatnya yang seiring sepenanggungan di kala<br />
menderita, teladan yang takkan dapat dilupakan, baik oleh<br />
tanah air, oleh penduduk atau pun oleh Mekah sebagai Tanah<br />
Suci.<br />
<br />
***<br />
<br />
Setelah berhala-berhala itu dibersihkan dari Ka'bah, Nabi<br />
menyuruh Bilal menyerukan azan dari atas Ka'bah. Sesudah itu<br />
orang melakukan sembahyang bersama dan Muhammad sebagai imam.<br />
Sejak saat itu, sampai masa kita sekarang ini, selama<br />
empatbelas abad, tiada pernah terputus Bilal dan<br />
pengganti-pengganti Bilal terus menyerukan azan, lima kali<br />
setiap hari, dari atas mesjid Mekah. Sejak saat itu, selama<br />
empatbelas abad sudah, kaum Muslimin menunaikan kewajiban<br />
salat kepada Allah dan selawat kepada Rasul, dengan<br />
menghadapkan wajah, kalbu dan seluruh pikiran kepada Allah<br />
semata, dengan menghadap Rumah Suci ini, yang pada hari<br />
pembebasannya itu oleh Muhammad telah dibersihkan dari<br />
patung-patung dan berhala-berhala.<br />
<br />
Atas apa yang telah terjadi itu baru sekarang Quraisy mau<br />
menerima, dan mereka pun sudah yakin pula akan pengampunan<br />
yang telah diberikan Muhammad kepada mereka. Mereka melihat<br />
Muhammad dan Muslimin yang ada di sekitarnya sekarang dengan<br />
mata penuh takjub bercampur cemas dan hati-hati sekali. Namun<br />
sungguhpun begitu ada sekelompok manusia terdiri dari<br />
tujuhbelas orang, oleh Muhammad telah dikecualikan dari<br />
pengampunannya itu. Sejak ia memasuki Mekah, sudah dikeluarkan<br />
perintah supaya mereka itu, golongan laki-lakinya dibunuh,<br />
meskipun mereka sudah berlindung ke tirai Ka'bah. Diantara<br />
mereka itu ada yang bersembunyi dan ada pula yang sudah lari.<br />
Keputusan Muhammad supaya mereka dibunuh bukan didorong oleh<br />
rasa dengki atau karena marah kepada mereka, melainkan karena<br />
kejahatan-kejahatan besar yang mereka lakukan. Ia tidak pernah<br />
mengenal rasa dengki. Diantara mereka itu terdapat Abdullah b.<br />
Abi's-Sarh, orang yang dulu sudah masuk Islam dan menuliskan<br />
wahyu, kemudian berbalik murtad menjadi musyrik di pihak<br />
Quraisy dengan menggembor-gemborkan bahwa dia telah memalsukan<br />
wahyu itu waktu ia menuliskannya. Juga Abdullah b. Khatal,<br />
yang dulu sudah masuk Islam kemudian sesudah ia membunuh salah<br />
seorang bekas budak ia berbalik menjadi musyrik dan menyuruh<br />
kedua budaknya yang perempuan - Fartana dan temannya -<br />
menyanyi-nyanyi mengejek Muhammad. Dia dan kedua orang itu<br />
juga dijatuhi hukuman mati. Di samping itu 'Ikrimah b. Abi<br />
Jahl, orang yang paling keras memusuhi Muhammad dan kaum<br />
Muslimin dan sampai waktu Khalid bin'l-Walid datang memasuki<br />
Mekah dari jurusan bawah itu pun tiada henti-hentinya ia<br />
mengadakan permusuhan.<br />
<br />
Sesudah memasuki Mekah pun Muhammad sudah mengeluarkan<br />
perintah jangan sampai ada pertumpahan darah dan jangan ada<br />
seorang pun yang dibunuh, kecuali kelompok itu saja. Oleh<br />
karena itu, mereka suami isteri lalu menyembunyikan diri, ada<br />
pula yang lari. Tetapi setelah keadaan kembali aman dan<br />
tenteram, dan orang melihat betapa Rasulullah berlapang dada<br />
dan memberikan pengampunan yang begitu besar kepada mereka,<br />
ada beberapa orang sahabat yang minta supaya mereka yang sudah<br />
dijatuhi hukuman mati itu juga diberi pengampunan. Usman bin<br />
'Affan - yang masih saudara susuan dengan Abdullah b.<br />
Abi's-Sarh - juga datang kepada Nabi, memintakan jaminan<br />
pengampunan. Seketika lamanya Nabi diam. Kemudian katanya:<br />
"Ya" Dan dia pun diampuni. Sedang Umm Hakim (bint'l-Harith b.<br />
Hisyam) telah pula memintakan kepada Muhammad jaminan<br />
pengampuhan buat suaminya, 'Ikrima b. Abi Jahl yang telah lari<br />
ke Yaman. Dia ini pun diampuni. Wanita itu kemudian pergi<br />
menyusul suaminya dan dibawanya kembali menghadap Nabi.<br />
Demikian juga Muhammad telah memaafkan Shafwan b. Umayya,<br />
orang yang telah menemani 'Ikrima lari ke jurusan laut dengan<br />
tujuan hendak ke Yaman. Kedua orang itu dibawa kembali tatkala<br />
perahu yang hendak membawa mereka sudah siap akan berangkat.<br />
Juga Hindun, isteri Abu Sufyan, yang telah mengunyah hati<br />
Hamzah - paman Rasul sesudah gugur dalam perang Uhud - telah<br />
dimaafkan, disamping orang-orang lain yang tadinya sudah<br />
dihukum mati, semuanya dimaafkan. Yang dibunuh hanya empat,<br />
yaitu Huwairith yang telah menggangu Zainab puteri Nabi<br />
sepulangnya dari Mekah ke Medinah, serta dua orang yang sudah<br />
masuk Islam lalu melakukan kejahatan dengan mengadakan<br />
pembunuhan di Medinah dan kemudian melarikan diri ke Mekah<br />
berbalik meninggalkan agamanya menjadi musyrik dan dua orang<br />
budak perempuan Ibn Khatal, yang selalu mengganggu Nabi dengan<br />
nyanyian-nyanyiannya. Yang seorang dari mereka ini lari, dan<br />
yang seorang lagi diberi pengampunan.<br />
<br />
Keesokan harinya setelah hari pembebasan itu ada seseorang<br />
dari pihak Hudhail yang masih musyrik oleh Khuza'a dibunuh.<br />
Nabi marah sekali karena perbuatan itu, dan dalam khotbahnya<br />
di hadapan orang banyak ia berkata:<br />
<br />
"Wahai manusia sekalian! Allah telah menjadikan Mekah ini<br />
tanah suci sejak Ia menciptakan langit dan bumi. Ia suci sejak<br />
pertama, kedua dan ketiga, sampai hari kiamat. Oleh karena<br />
itu, orang yang beriman kepada Allah dan kepada Hari Kemudian<br />
tidak dibenarkan mengadakan pertumpahan darah atau menebang<br />
pohon di tempat ini. Tidak dibenarkan kepada siapa pun sebelum<br />
aku, dan tidak dibenarkan kepada siapa pun sesudah aku ini.<br />
Juga aku pun tidak dibenarkan marah kepada penghuni daerah ini<br />
hanya untuk saat ini saja, kemudian ia kembali dihormati<br />
seperti sebelum itu. Hendaklah kamu yang hadir ini<br />
memberitahukan kepada yang tidak hadir. Kalau ada orang yang<br />
mengatakan kepadamu bahwa Rasulullah telah berperang di tempat<br />
ini, katakanlah bahwa Allah telah membolehkan hal itu kepada<br />
RasulNya, tapi tidak kepada kamu sekalian, wahai orang-orang<br />
Khuza'a! Lepaskanlah tangan kamu dari pembunuhan, sebab sudah<br />
terlalu banyak; itu pun kalau ada gunanya. Kalau kamu sudah<br />
membunuh orang, tentu aku juga yang akan menebusnya.<br />
Barangsiapa ada yang dibunuh sesudah ucapanku ini; maka<br />
keluarganya dapat memilih satu dari dua pertimbangan ini:<br />
kalau mereka mau, dapat menuntut darah pembunuhnya; atau<br />
dengan jalan diat."<br />
<br />
Sesudah itu kemudian ia mendiat (memampas) keluarga orang yang<br />
dibunuh oleh Khuza'a itu. Dengan khotbah itu serta sikapnya<br />
yang begitu lapang dada dan suka memaafkan, hati penduduk<br />
telah begitu tertarik kepada Muhammad yang tadinya di luar<br />
dugaan mereka. Dengan demikian pula orang telah beramai-ramai<br />
masuk Islam.<br />
<br />
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kemudian setiap<br />
berhala dalam rumahnya hendaknya dihancurkan," demikian<br />
kemudian suara orang menyerukan.<br />
<br />
Kemudian dikirimnya serombongan orang dari Khuza'a untuk<br />
memperbaiki tiang-tiang sekitar Tanah Suci itu, suatu hal yang<br />
menunjukkan betapa besar penduduk Mekah itu menghormati tempat<br />
ini, dan yang menambah pula kecintaan mereka kepadanya.<br />
Setelah diberitahukan bahwa mereka adalah masyarakat yang<br />
patut dicintai dan bahwa ia tidak akan membiarkan atau<br />
meninggalkan mereka, kalau tidak karena mereka yang<br />
mengusirnya, kecintaan mereka terasa makin besar kepadanya.<br />
<br />
Ketika itu Abu Bakr datang membawa ayahnya - yang dulu pernah<br />
mendaki gunung Abu Qubais waktu ada pasukan berkuda - ke<br />
hadapan Nabi. Melihat orang itu Muhammad berkata:<br />
<br />
"Kenapa orang tua ini tidak tinggal saja di rumah; biar saya<br />
yang datang kesana."<br />
<br />
"Rasulullah," kata Abu Bakr, "sudah pada tempatnya dia yang<br />
datang kepadamu daripada engkau yang mendatanginya."<br />
<br />
Orang tua itu oleh Nabi dipersilakan duduk dan dielus-elusnya<br />
dadanya; kemudian katanya:<br />
<br />
"Sudilah menerima Islam."<br />
<br />
Kemudian ia pun menyatakan diri masuk Islam dan menjadi orang<br />
Islam yang baik. Akhlak Nabi yang tinggi dan cemerlang inilah<br />
yang banyak menawan hati bangsa itu. Bangsa yang tadinya<br />
begitu keras melawan Muhammad, sekarang mereka sangat<br />
mencintai dan menghormatinya. Kini orang-orang Quraisy itu,<br />
laki-laki dan perempuan, sudah menerima Islam dan sudah pula<br />
memberikan ikrarnya.<br />
<br />
Limabelas hari Muhammad tinggal di Mekah. Selama itu pula<br />
keadaan Mekah dibangunnya dan penduduk diajarnya mendalami<br />
hukum agama. Dan selama itu pula regu-regu dakwah dikirimkan<br />
untuk mengajarkan Islam, bukan untuk berperang, dan untuk<br />
menghancurkan berhala-berhala tanpa pertumpahan darah. Khalid<br />
bin'l-Walid waktu itu sudah berangkat ke Nakhla untuk<br />
menghancurkan 'Uzza - berhala Banu Syaiban. Tetapi setelah<br />
berhala itu dihancurkan dan Khalid berada di Jadhima, begitu<br />
mereka melihatnya, mereka pun segera mengangkat senjata. Oleh<br />
Khalid mereka diminta supaya meletakkan senjata, orang semua<br />
sudah masuk Islam. Salah seorang dari Banu Jadhima berkata<br />
kepada golongannya: "Hai Banu Jadhima! Celaka kamu! Itu<br />
Khalid. Sesudah perletakan senjata tentu kita ditawan dan<br />
sesudah penawanan potong leher."<br />
<br />
Tetapi golongannya itu menjawab:<br />
<br />
"Maksudmu kita akan menumpahkan darah kita? Orang semua sudah<br />
masuk Islam, perang sudah tidak ada, orang sudah aman."<br />
<br />
Sesudah itu terjadi perletakan senjata. Ketika itulah dengan<br />
perintah Khalid mereka dibelenggu, kemudian dibawai pedang dan<br />
sebagian mereka ada yang dibunuh.<br />
<br />
Apabila kemudian berita itu sampai kepada Nabi ia mengangkat<br />
tangan ke langit seraya berdoa:<br />
<br />
"Allahumma ya Allah! Aku bermohon kepadaMu lepas tangan dari<br />
apa yang telah diperbuat oleh Khalid bin'l-Walid itu."<br />
<br />
Sesudah itu Ali b. Abi Talib yang diutus dengan pesan:<br />
<br />
"Pergilah kepada mereka dan lihat bagaimana keadaan mereka.<br />
Cara-cara jahiliah harus kauletakkan di bawah telapak kakimu."<br />
<br />
Ali segera berangkat dengan membawa harta yang oleh Nabi<br />
diserahkan kepadanya. Sesampainya di tempat itu diat dan<br />
pampasan sebagai tebusan darah dan harta-benda yang telah<br />
dirusak, diserahkan kepada mereka, sehingga semua tebusan<br />
darah dan pampasan harta-benda itu selesai dilaksanakan.<br />
Sedang uang selebihnya yang diserahkan Rasulullah kepadanya<br />
itu, semua diserahkan juga kepada mereka, untuk menjaga maksud<br />
Rasulullah, kalau-kalau ada yang belum diketahuinya.<br />
<br />
Dalam waktu dua minggu selama Muhammad tinggal di Mekah semua<br />
jejak paganisma sudah dapat dibersihkan. Jabatan dalam Rumah<br />
Suci yang sudah pindah kepada Islam sampai pada waktu itu<br />
ialah kunci Ka'bah, yang oleh Nabi diserahkan kepada Uthman b.<br />
Talha dan sesudah dia kepada anak-anaknya, yang tidak boleh<br />
berpindah tangan, dan barangsiapa mengambilnya orang itu<br />
aniaya adanya. Sedang pengurusan Air Zamzam pada musim haji di<br />
tangan pamannya Abbas.<br />
<br />
Dengan demikian seluruh Mekah sudah beriman, panji dan menara<br />
tauhid sudah menjulang tinggi dan selama berabad-abad dunia<br />
sudah pula disinari cahayanya yang berkilauan.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Sejauh empat farsakh dan Mekah.<br />
<br />
2 Beberapa penulis sejarah Nabi berpendapat, bahwa<br />
Abbas menemui pasukan itu di Rabiqh. Yang lain<br />
mengatakan, bahwa ia pergi ke Medinah sebelum ada<br />
keputusan membebaskan Mekah. kemudian ia berangkat<br />
bersama-sama pasukan pembebas itu. Tetapi banyak orang<br />
membantah sumber ini dan diduga itu dibuat untuk<br />
menyenangkan hati dinasti Abbasiya, yang penulisannya<br />
pertama dilakukan pada masa mereka. Alasan ini mereka<br />
perkuat bahwa Abbas - yang membela saudara sepupunya<br />
selama di Mekah itu - tidak juga menganut agamanya,<br />
sebab Abbas adalah seorang pedagang dan juga<br />
menjalankan riba, dikuatirkan Islam akan mengganggu<br />
perdagangannya. Ditambah lagi, bahwa dialah orang<br />
pertama yang akan dijumpai oleh Abu Sufyan untuk diajak<br />
bicara mengenai perpanjangan perjanjian Hudaibiya,<br />
mengingat ia belum seberapa lama meninggalkan Mekah.<br />
<br />
3 Sebangsa keledai, turunan kuda dengan keledai. Di<br />
sini baghla, bagal betina (A).<br />
<br />
4 Lihat halaman 326.<br />
<br />
5 Asalnya: mihjan sebatang tongkat yang hulunya<br />
berkeluk.<br />
<br />
6 Al-azlam (jamak zalam dan zulam) yaitu qid-h (atau<br />
anak panah tanpa kepala dan bulu) suatu kebiasaan yang<br />
berlaku pada zaman jahiliah. Pada anak panah itu<br />
tertulis kata perintah dan larangan: "kerjakan!" dan<br />
"Jangan dikerjakan!" Benda itu dimasukkan orang ke<br />
dalam sebuah tabung. Apabila orang hendak melakukan<br />
perjalanan, perkawinan atau sesuatu yang penting<br />
lainnya, ia memasukkan tangannya kedalam tabung itu<br />
setelah diperkenankan dan dikocok, dan sebuah zalam<br />
dicabutnya. Kalau yang keluar berisi "perintah" ia<br />
boleh terus melaksanakan; kalau yang keluar berisi<br />
"larangan" ia harus membatalkan maksudnya. Mengundi<br />
dengan anak panah ini ialah guna mengetahui baik<br />
buruknya nasib seseorangUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-49994613211075545922010-09-11T07:06:00.000-07:002010-09-11T07:06:52.707-07:00<div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDUAPULUH: 'UMRAT'L-QADZA1</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Keberangkatan Muslimin ke Mekah - Quraisy keluar dari<br />
Mekah - Muslimin memasuki Mekah - Muhammad bertawaf -<br />
Perkawinan Muhammad dengan Maimunah - Quraisy menolak<br />
dilangsungkan di Mekah - Khalid bin'l-Walid 'Amr<br />
bin'l-'Ash dan 'Uthman b. Talha masuk Islam.<br />
<br />
SETELAH berjalan setahun sejak berlakunya isi perjanjian<br />
Hudaibiya Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah bebas dapat<br />
melaksanakan isi perjanjian dengan pihak Quraisy itu guna<br />
memasuki Mekah dan berziarah ke Ka'bah. Atas dasar itu<br />
Muhammad lalu memanggil orang agar bersiap-siap untuk<br />
berangkat melakukan 'umrat'l-qadza, (umrah pengganti) yang<br />
sebelum itu telah teralang.<br />
<br />
Dengan mudah orang sudah dapat memperkirakan betapa kaum<br />
Muslimin menyambut panggilan itu. Ada diantara mereka kaum<br />
Muhajirin yang sudah tujuh tahun meninggalkan Mekah, kaum<br />
Anshar yang sudah memang punya hubungan dagang dengan Mekah<br />
dan sudah rindu sekali hendak berziarah ke Ka'bah. Oleh<br />
karenanya anggota rombongan itu telah bertambah sampai duaribu<br />
orang dari 1400 orang pada tahun yang lalu. Sesuai dengan isi<br />
perjanjian Hudaibiya tidak seorang pun dari mereka dibolehkan<br />
membawa senjata selain pedang tersarung. Tetapi Muhammad masih<br />
selalu kuatir akan adanya pengkhianatan. Seratus orang pasukan<br />
berkuda di bawah komando Muhammad bin Maslama disiapkan<br />
berangkat lebih dulu dengan ketentuan jangan melampaui Mekah,<br />
dan bila sampai di Marr'z-Zahran supaya mereka menyusur ke<br />
sebuah wadi tidak jauh dari sana.<br />
<br />
Ternak kurban itu digiring oleh kaum Muslimin didepan mereka,<br />
terdiri dari enampuluh ekor unta, didahului oleh Muhammad<br />
diatas untanya sendiri al-Qashwa'. Mereka berangkat dari<br />
Medinah dengan hati yang damba hendak memasuki Umm'l-Qura<br />
(Mekah) dan bertawaf di Baitullah. Setiap Muhajirin menunggu<br />
ingin melihat daerah tempat ia dilahirkan, ingin melihat rumah<br />
tempat ia dibesarkan, teman-teman yang ditinggalkan. Ia ingin<br />
menghirup udara harum tanah airnya yang suci itu, dengan penuh<br />
rasa hormat dan syahdu' ingin menyentuh bumi daerah suci dan<br />
kudus yang penuh berkah itu, yang telah melahirkan Rasul, dan<br />
tempat wahyu pertama kali diturunkan.<br />
<br />
Orang akan dapat membayangkan suasana kemeriahan yang baru<br />
satu-satunya terjadi itu, yang bergerak karena di dorong oleh<br />
rasa iman, terbawa oleh Rumah yang oleh Allah dijadikan tempat<br />
manusia berkumpul dan tempat yang aman. Dengan mata hatinya<br />
orang akan melihat betapa besarnya rasa kegembiraan mereka<br />
itu. Orang-orang yang sudah pernah dirintangi hendak<br />
menunaikan kewajiban suci itu berangkat dengan penuh<br />
kegembiraan, akan memasuki Mekah dalam keadaan aman, dengan<br />
bercukur kepala atau bergunting tanpa merasa takut lagi.<br />
<br />
Bilamana Quraisy sudah mengetahui kedatangan Muhammad dan<br />
sahabat-sahabatnya, mereka segera keluar dari Mekah, sesuai<br />
dengan bunyi persetujuan Hudaibiya.Mereka pergi ke bukit-bukit<br />
berdekatan dan di tempat itu mereka memasang kemah dan yang<br />
lain ada pula yang berteduh di bawah-bawah pohon. Dari atas<br />
bukit Abu Qubais dan dari atas Hira, atau dari semua tempat<br />
ketinggian yang dapat melihat ke Mekah, orang-orang Mekah itu<br />
menjenguk, dengan mata ingin tahu, ingin melihat orang yang<br />
dengan kawan-kawannya itu dulu terusir, ketika mereka kini<br />
datang memasuki Rumah Suci, tanpa ada lagi pihak yang<br />
mengalangi.<br />
<br />
Sekarang kaum Muslimin sudah mulai menyusur dari arah utara<br />
Mekah. Abdullah b. Rawaha ketika itu memegang tali keluan<br />
al-Qashwa' sedang sahabat-sahabat besar lainnya berada di<br />
sekeliling Nabi 'alaihissalam. Barisan yang berjalan di<br />
belakang mereka itu terdiri dari orang-orang yang berjalan<br />
kaki dan yang duduk di atas unta. Begitu Rumah Suci itu<br />
terlihat dihadapan mereka serentak kaum Muslimin itu semua<br />
bergema dalam satu suara berseru: Labbaika, labbaika! dengan<br />
hati dan jiwa tertuju semata kepada Allah Yang Maha Agung,<br />
berkeliling dalam satu lingkaran dengan penuh harap dan hormat<br />
kepada Rasul yang telah diutus Allah dengan membawa petunjuk<br />
dan agama yang benar, yang akan mengatasi semua agama.<br />
Sebenarnya ini adalah suatu pemandangan yang sungguh unik<br />
dalam sejarah, yang dapat menggetarkan segenap penjuru tempat<br />
itu, dan yang telah dapat menawan hati orang musyrik ke dalam<br />
Islam, betapa pun kerasnya mereka bertahan pada paganisma.<br />
<br />
Pada pemandangan yang unik itulah mata penduduk Mekah tertaut.<br />
Sementara suara yang keluar dari kalbu menggema: Labbaika,<br />
labbaika! tetap menembus telinga dan menggetarkan jantung<br />
mereka.<br />
<br />
Sesampainya Rasul di mesjid ia menyelubungkan dan<br />
menyandangkan kain jubahnya di badan dengan membiarkan lengan<br />
kanan terbuka sambil mengucapkan:<br />
<br />
"Allahuma irham imra'an arahum al-yauma min nafsihi quwatan."<br />
("Ya Allah, berikanlah rahmat kepada orang, yang hari ini<br />
telah memperlihatkan kemampuan dirinya.")<br />
<br />
Kemudian ia menyentuh sudut hajar aswad (batu hitam) dan<br />
berlari-lari kecil, yang diikuti oleh sahabat-sahabat, juga<br />
dengan berlari-lari. Setelah menyentuh ar-rukn'l-yamani (sudut<br />
selatan) ia berjalan biasa sampai menyentuh hajar aswad, lalu<br />
berlari-lari lagi berkeliling sampai tiga kali dan selebihnya<br />
dengan berjalan biasa. Setiap ia berlari kedua ribu kaum<br />
Muslimin itu juga ikut berlari-lari, dan setiap ia berjalan<br />
mereka pun ikut pula berjalan. Dalam pada itu pihak Quraisy<br />
menyaksikan semua itu dari atas bukit Abu Qubais. Pemandangan<br />
ini sangat mempesonakan mereka. Tadinya orang bicara tentang<br />
Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu, bahwa mereka sedang<br />
berada dalam kesulitan, dalam keadaan susah payah. Tetapi apa<br />
yang mereka lihat sekarang ternyata menghapus segala anggapan<br />
tentang kelemahan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu.<br />
<br />
Karena bersemangatnya dalam saat seperti itu, Abdullah b.<br />
Rawaha bermaksud hendak melontarkan kata-kata yang berisi<br />
teriakan perang ke muka Quraisy. Tetapi segera dilarang oleh<br />
Umar, dan Rasul juga berkata kepadanya:<br />
<br />
"Sabarlah, Ibn Rawaha; atau ucapkan sajalah: La ilaha illa<br />
Allah wahdah, wanashara abdah wa'a'azza jundah,<br />
wakhadhala'l-ah-zaba wahdah." ("Tiada tuhan selain Allah Yang<br />
Tunggal, Yang telah menolong hambaNya, memperkuat tentaraNya<br />
dan menghancurkan Sendiri musuh yang bersekutu.")<br />
<br />
Abdullah ibn Rawaha kemudian mengucapkan pula dengan suara<br />
keras yang kemudian disambut oleh kaum Muslimin. Suara itu<br />
bersahut-sahutan dan berkumandang ke tepi-tepi wadi dengan<br />
dahsyat sekali, kedahsyatannya membubung dan menyusup ke dalam<br />
jantung orang-orang yang sedang berada di atas gunung-gunung<br />
sekitar tempat itu.<br />
<br />
Selesai kaum Muslimin bertawaf di Ka'bah, Muhammad berpindah<br />
memimpin mereka ke bukit Shafa dan Marwa yang di lalui dari<br />
atas kendaraannya sebanyak tujuh kali, seperti halnya orang<br />
Arab dahulu. Kemudian ternak kurban itu disembelih dan dia<br />
bercukur. Dengan demikian selesailah sudah ibadah umrah itu<br />
dikerjakan.<br />
<br />
Keesokan harinya Muhammad memasuki Ka'bah dan tinggal disana<br />
sampai waktu sembahyang lohor. Pada waktu itu berhala-berhala<br />
masih banyak memenuhi tempat itu. Tetapi meskipun begitu Bilal<br />
naik juga ke atap Ka'bah lalu menyerukan adhan untuk<br />
bersembahyang lohor di tempat tersebut. Kemudian Nabi<br />
bersembahyang dengan bertindak sebagai imam, atas duaribu kaum<br />
Muslimin di Rumah Suci itu. Selama tujuh tahun sebelumnya<br />
mereka teralang melakukan salat menurut pimpinan Islam di<br />
tempat itu.<br />
<br />
Kaum Muslimin tinggal selama tiga hari di Mekah seperti sudah<br />
di tentukan dalam Perjanjian Hudaibiya, sesudah kota itu<br />
dikosongkan dari penduduk. Selama tinggal di situ kaum<br />
Muslimin tidak mengalami sesuatu gangguan. Kalangan Muhajirin<br />
menggunakan kesempatan menengok rumah-rumah mereka dan<br />
mengajak pula sahabat-sahabatnya dari pihak Anshar turut<br />
menengoknya. Seolah mereka semua penduduk kota yang aman itu.<br />
Mereka semua bertindak menurut tuntunan Islam, setiap hari<br />
menjalankan kewajiban kepada Tuhan dengan melakukan salat dan<br />
samasekali menghilangkan sikap tinggi diri, yang kuat<br />
membimbing yang lemah, yang kaya membantu yang miskin. Nabi<br />
sendiri di tengah-tengah mereka sebagai seorang ayah yang<br />
penuh cinta dan dicintai. Yang seorang di ajaknya tertawa,<br />
yang lain di ajaknya bergurau.<br />
<br />
Tetapi semua yang dikatakannya selalu yang sebenarnya.<br />
<br />
Dalam pada itu orang-orang Quraisy dan penduduk Mekah lainnya,<br />
dari tempat-tempat mereka di lereng-lereng bukit menyaksikan<br />
sendiri pemandangan yang luarbiasa dalam sejarah itu. Mereka<br />
melihat orang-orang dengan akhlak yang demikian rupa - tidak<br />
minum minuman keras, tidak melakukan perbuatan maksiat, tidak<br />
mudah tergoda oleh makanan dan minuman. Kehidupan duniawi<br />
tidak sampai mempengaruhi mereka. Mereka tidak melanggar apa<br />
yang dilarang, mereka menjalankan apa yang diperintahkan<br />
Tuhan. Alangkah besarnya pengaruh yang ditinggalkan oleh<br />
pemandangan demikian itu, yang sebenarnya telah mengangkat<br />
martabat umat manusia ke tingkat yang paling tinggi!<br />
<br />
Tidak terlalu sulit orang akan menilai kiranya bila sudah<br />
mengetahui, bahwa beberapa bulan kemudian Muhammad telah<br />
kembali lagi dan dapat membebaskan Mekah dengan kekuatan<br />
sebanyak 10.000 orang Muslimin.<br />
<br />
***<br />
<br />
Umm'l-Fadzl isteri Abbas b. Abd'l-Muttalib paman Nabi, telah<br />
mewakili Maimunah saudaranya ketika perkawinannya<br />
dilangsungkan. Maimunah ketika itu berusia duapuluh enam<br />
tahun, dan dia adalah bibi Khalid bin'l-Walid dari pihak ibu.<br />
Umm'l-Fadzl meminta Abbas suaminya bertindak mewakilinya dalam<br />
mengawinkan saudaranya itu. Maimunah sendiri setelah melihat<br />
keadaan umat Islam dalam 'umrat'l-qadza' hatinya tertarik<br />
sekali kepada Islam. Kemudian datang Abbas yang meminang<br />
kemenakannya itu agar ia sudi mengawini Maimunah. Tawaran ini<br />
diterima oleh Muhammad dan diberinya mas kawin sebesar 400<br />
dirham.<br />
<br />
Waktu tiga hari yang sudah ditentukan menurut Perjanjian<br />
Hudaibiya telah berakhir. Akan tetapi dengan perkawinannya<br />
dengan Maimunah itu Muhammad ingin memperpanjang waktunya<br />
supaya didapat jalan lebih baik dalam mengadakan saling<br />
pengertian dengan pihak Quraisy.<br />
<br />
Akan tetapi pada waktu itu juga dari pihak Quraisy Suhail b.<br />
'Amr dan Huwaitib b. 'Abd'l 'Uzza datang kepada Muhammad<br />
dengan mengatakan:<br />
<br />
"Waktumu sudah habis; silakan keluar."<br />
<br />
"Apa salahnya kalau kamu membiarkan aku selama melangsungkan<br />
perkawinan berada di tengah-tengah kamu? Kami akan membuat<br />
jamuan dan kalian ikut hadir," demikian jawaban Muhammad<br />
kepada mereka, dengan kesadaran betapa dalamnya<br />
'umrat'l-qadza' itu meninggalkan kesan dalam hati penduduk<br />
Mekah, betapa benar hal itu mempesonakan mereka, membuat sikap<br />
permusuhan mereka jadi reda. Ia mengetahui, bahwa kalau mereka<br />
mau memenuhi undangannya untuk perjamuan itu dan dapat saling<br />
mengadakan dialog, maka dengan mudah pintu Mekah akan terbuka<br />
di hadapannya. Dan ini pulalah yang dikuatirkan oleh Suhail<br />
dan Huwaitib, dan karena itu mereka berkata lagi:<br />
<br />
"Kami tidak memerlukan jamuanmu. Keluar sajalah."<br />
<br />
Dengan tidak ragu-ragu Muhammad pun mengalah kepada<br />
permintaan mereka sesuai dengan perjanjian yang harus<br />
dilaksanakan. Kepada segenap Muslimin diumumkan siap-siap<br />
meninggalkan tempat. Sesudah itu ia pun berangkat dengan<br />
diikuti kaum Muslimin. Ketika itu yang tinggal ialah Abu<br />
Rafi', bekas budaknya yang kemudian menyusul membawa Maimunah<br />
ke Sarif2 dan perkawinan dilangsungkan di sana Dan Maimunah<br />
sebagai Umm'l-Mu'minin adalah isteri Nabi yang terakhir yang<br />
masih hidup limapuluh tahun kemudian sesudah Nabi wafat. Ia<br />
minta dikuburkan di tempat Rasulullah melangsungkan<br />
perkawinannya. Salma, janda pamannya Hamzah dan saudara<br />
perempuan Maimunah serta 'Ammara (puteri Hamzah) yang masih<br />
perawan belum kawin, telah menjadi tanggungan Muhammad pula.<br />
<br />
Kaum Muslimin sudah sampai kembali dan sudah menetap lagi di<br />
Medinah. Dalam pada itu Muhammad pun yakin bahwa<br />
'umrat'l-qada' itu telah meninggalkan pengaruh yang cukup<br />
besar dalam hati Quraisy dan seluruh penduduk Mekah. Juga ia<br />
yakin bahwa sebagai akibat semua itu akan timbul pula<br />
peristiwa-peristiwa penting yang berjalan cepat sekali.<br />
<br />
Sejarah telah membenarkan perkiraannya. Begitu ia berangkat<br />
kembali ke Medinah, Khalid bin'l-Walid - Jenderal Kavaleri<br />
kebanggaan Quraisy dan pahlawan perang Uhud itu telah berdiri<br />
di tengah-tengah sidang masyarakatnya sendiri sambil berkata:<br />
<br />
"Sekarang nyata sudah bagi setiap orang yang berpikiran sehat,<br />
bahwa Muhammad bukan tukang sihir, juga bukan seorang penyair.<br />
Apa yang dikatakannya adalah firman Tuhan semesta alam ini.<br />
Setiap orang yang punya hati nurani berkewajiban menjadi<br />
pengikutnya."<br />
<br />
'Ikrima b. Abi Jahl merasa ngeri sekali mendengar kata-katanya<br />
itu.<br />
<br />
"Khalid," kata 'Ikrima kemudian, "engkau telah bertukar<br />
agama."3<br />
<br />
Selanjutnya terjadi percakapan antara mereka sebagai berikut:<br />
<br />
Khalid Aku tidak bertukar agama, tetapi aku mengikuti agama<br />
Islam.<br />
<br />
'Ikrima Tak ada orang akan berkata begitu di kalangan<br />
Quraisy selain engkau.<br />
<br />
Khalid - Mengapa?<br />
<br />
'Ikrima - Ya, sebab Muhammad sudah menjatuhkan derajat ayahmu<br />
ketika ia dilukai. Pamanmu dan sepupumu sudah dibunuhnya di<br />
Badr. Demi Allah, aku tidak akan masuk Islam dan tidak akan<br />
mengeluarkan kata-kata seperti kau itu, Khalid. Engkau tidak<br />
melihat Quraisy yang sudah berusaha hendak membunuhnya?<br />
<br />
Khalid - Itu hanya semangat dan fanatisma jahiliah. Tetapi<br />
sekarang, setelah kebenaran itu bagiku sudah jelas, demi Allah<br />
aku mengikut agama Islam.<br />
<br />
Setelah itu Khalid lalu mengutus pasukan berkudanya kepada<br />
Nabi menyatakan dirinya masuk Islam dan mengakuinya.<br />
<br />
Khalid menganut Islam ini beritanya kemudian sampai juga<br />
kepada Abu Sufyan. Khalid di panggil.<br />
<br />
"Benarkah apa yang kudengar tentang engkau?" tanya Abu Sufyan.<br />
Setelah dijawab oleh Khalid, bahwa memang benar, Abu Sufyan<br />
marah-marah seraya katanya:<br />
<br />
"Demi Lata dan 'Uzza. Kalau aku sudah mengetahui apa yang<br />
kaukatakan benar, niscaya engkaulah yang akan kuhadapi,<br />
sebelum aku menghadapi Muhammad."<br />
<br />
"Dan memang itulah yang benar, apa pun yang akan terjadi."<br />
<br />
Terbawa oleh kemarahannya ketika itu juga Abu Sufyan maju<br />
hendak menyerangnya. Tetapi 'Ikrima yang pada waktu itu turut<br />
hadir segera bertindak mengalanginya seraya berkata:<br />
<br />
"Abu Sufyan, sabarlah. Seperti engkau, aku juga kuatir kelak<br />
akan mengatakan sesuatu seperti kata-kata Khalid itu dan ikut<br />
ke dalam agamanya. Kamu akan membunuh Khalid karena<br />
pandangannya itu, padahal seluruh Quraisy sependapat dengan<br />
dia. Sungguh aku kuatir, jangan-jangan sebelum bertemu tahun<br />
depan seluruh penduduk Mekah sudah menjadi pengikutnya."<br />
<br />
Sekarang Khalid sudah pergi meninggalkan Mekah ke Medinah. Ia<br />
menggabungkan diri ke dalam barisan Muslimin<br />
<br />
Sesudah Khalid, ikut pula 'Amr bin'l-'Ash dan 'Uthman b. Talha<br />
penjaga Ka'bah, masuk Islam. Dengan masuknya mereka kedalam<br />
agama Islam, maka banyak pula penduduk Mekah yang turut<br />
menjadi pengikut agama ini. Dengan demikian kedudukan Islam<br />
makin menjadi kuat, dan terbukanya pintu Mekah buat Muhammad<br />
sudah tidak diragukan lagi.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Umra berarti ziarah ke Mesjid Suci dengan<br />
syarat-syarat tertentu. (N) dalam melakukan ibadah<br />
"haji kecil" yang berbeda dengan ibadah haji yang<br />
biasa, tidak mesti dilakukan dalam waktu khusus selama<br />
dalam setahun. 'Umrat'l-Qadziya, kata qadza dapat<br />
diartikan pengganti yakni pengganti umrah yang tidak<br />
jadi dilaksanakan karena dirintangi oleh pihak Quraisy<br />
di Hudaibiya, atau dengan arti penunaian yaitu<br />
menunaikan isi perjanjian Hudaibiya, bahwa Ibadah itu<br />
dapat dilakukan pada tahun berikutnya setelah<br />
berlakunya perjanjian. Lepas dari pengertian fikih<br />
dalam terjemahan ini dipakai arti yang pertama. (A).<br />
<br />
2 Sarif sebuah tempat di dekat Mekah, yang didalam<br />
memperkirakan jaraknya masih terdapat perbedaan<br />
pendapat antara 6 dan 12 mil.<br />
<br />
3 Bertukar agama (apostasi), shaba'a, harfiah berarti<br />
berputar ke, pindah dari, suatu agama kepada agama lain<br />
(N). Maksudnya berbalik menganut agama Islam. Menurut<br />
LA masih seakar dengan Sabianisma (lihat halaman 33),<br />
suatu tuduhan yang populer di kalangan Quraisy (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-65551249374342016812010-09-11T07:03:00.000-07:002010-09-11T07:03:31.528-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDUAPULUH SATU: KHAIBAR DAN UTUSAN KEPADA RAJA-RAJA</b></div>Muhammad Husain Haekal (1/4)<br />
<br />
Islam dan reformasi sosial - Khamr di haramkan -<br />
Utusan-utusan Muhammad kepada raja-raja - Muslimin dan<br />
orang-orang Yahudi - Ekspedisi Khaibar - Penumpasan<br />
terakhir atas kekuasaan Yahudi - Jawaban raja-raja<br />
kepada utusan-utusan Nabi - Menantikan 'Umrah<br />
Pengganti.<br />
<br />
MUHAMMAD dan kaum Muslimin kembali lagi dari Hudaibiya menuju<br />
Medinah, setelah tiga minggu persetujuan antara mereka dengan<br />
Quraisy itu selesai - yaitu persetujuan yang menyatakan bahwa<br />
untuk tahun ini mereka tidak akan masuk Mekah, dan baru tahun<br />
berikutnya mereka boleh masuk. Mereka kembali dengan membawa<br />
suatu perasaan dalam hati. Ada sebagian mereka yang masih<br />
beranggapan bahwa isi persetujuan itu tidak sesuai dengan<br />
harga diri kaum Muslimin, sampai akhirnya datang Surah al-Fath<br />
sementara mereka sedang dalam perjalanan itu dan Nabi pun<br />
telah pula membacakannya kepada mereka. Sekarang yang menjadi<br />
pikiran Muhammad selama tinggal di Hudaibiya dan setelah<br />
kembali pulang, ialah apa yang harus dilakukannya dalam<br />
menambah ketabahan hati sahabat-sahabatnya disamping<br />
memperluas penyebaran dakwah. Akhirnya ia berpendapat akan<br />
mengutus orang-orang kepada Heraklius, Kisra, Muqauqis1,<br />
Najasyi (Negus) di Abisinia, kepada Harith al-Ghassani dan<br />
kepada penguasa Kisra di Yaman. Bersamaan dengan itu dianggap<br />
perlu sekali menumpas samasekali kekuasaan Yahudi dari seluruh<br />
jazirah Arab.<br />
<br />
Pada waktu itu ajaran Islam sebenarnya sudah mencapai<br />
kematangannya, sehingga ia menjadi suatu agama untuk seluruh<br />
umat manusia, yang tidak lagi terbatas hanya pada masalah<br />
tauhid serta segala konsekwensinya seperti dalam<br />
masalah-masalah ibadat' tetapi juga sudah meluas dan meliputi<br />
segala macam kehidupan sosial. Hal ini sesuai dengan kebesaran<br />
konsep tauhid itu dan membuat pembawanya dapat mencapai<br />
kematangan hidup insani serta terlaksananya cita-cita hidup<br />
yang lebih tinggi. Oleh karena itu turunlah<br />
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah-masalah<br />
kemasyarakatan.<br />
<br />
Penulis-penulis riwayat hidup Nabi berbeda pendapat mengenai<br />
kapan diturunkannya larangan khamr (minuman keras). Ada yang<br />
mengatakan dalam tahun ke empat Hijrah. Tetapi sebagian besar<br />
mengatakan dalam masa Hudaibiya. Idea larangan khamr ini<br />
sosial sifatnya, yang tak ada hubungannya dengan tauhid dari<br />
segi tauhid an sich. Bukti yang lebih jelas dalam hal ini<br />
ialah, bahwa larangan itu disebutkan dalam Qur'an baru sekitar<br />
duapuluh tahun kemudian setelah kerasulan Nabi, dan selama itu<br />
pula Muslimin tetap minum khamr sampai datangnya larangan. Dan<br />
bukti yang lebih jelas lagi dalam hal ini ialah, bahwa<br />
larangan itu tidak sekaligus turunnya, melainkan<br />
berangsur-angsur sehingga kaum Muslimin dapat mengurangi<br />
kebiasaan itu sedikit demi sedikit. Bilamana larangan itu<br />
kemudian datang, maka mereka pun berhenti minum. Dalam suatu<br />
sumber tentang Umar bin'l-Khattab disebutkan, bahwa ketika ia<br />
bertanya tentang khamr itu ia berkata: "Ya Allah, berikanlah<br />
penjelasannya kepada kami." Lalu turun ayat ini:<br />
<br />
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah,<br />
dalam keduanya itu terdapat dosa besar dan juga banyak<br />
manfaatnya buat manusia, tetapi dosanya lebih besar dari<br />
manfaatnya." (Qur'an, 2: 219)<br />
<br />
Oleh karena sesudah turunnya ayat ini kaum Muslimin belum juga<br />
mau berhenti, bahkan dari mereka ada yang sepanjang malam<br />
minum sampai berlimpah-limpah, sehingga bila mereka pergi<br />
sembahyang sudah tidak tahu lagi apa yang mereka baca, kembali<br />
lagi Umar berkata: "Ya Allah, jelaskanlah kepada kami hukum<br />
khamr itu, sebab ini menyesatkan pikiran dan harta," maka<br />
turun ayat ini:<br />
<br />
"Orang-orang yang beriman. Janganlah kamu melakukan sembahyang<br />
sementara kamu dalam keadaan mabuk supaya kamu ketahui apa<br />
yang kamu baca." (Qur'an, 4: 43)<br />
<br />
Pada waktu itu muazzin Rasul pada waktu sembahyang berseru:<br />
<br />
"Orang yang mabuk jangan ikut sembahyang!"<br />
<br />
Sekalipun yang demikian ini membawa akibat berkurangnya<br />
minuman itu dan dari segi ini pula pengaruhnya cukup besar,<br />
sehingga sudah banyak dari mereka itu yang mengurangi minuman<br />
khamr sedapat mungkin, namun beberapa waktu kemudian kembali<br />
Umar berkata lagi:<br />
<br />
"Ya Allah, jelaskanlah kepada kami hukum khamr itu, jelaskan<br />
dengan tegas, sebab ini menyesatkan pikiran dan harta."<br />
Sebenarnya tepat sekali Umar berkata begitu, mengingat<br />
orang-orang Arab - termasuk juga kaum Musliminnya - dengan<br />
minuman demikian itu mereka jadi kacau, saling bertengkar,<br />
saling menarik janggut dan saling memukul kepala satu sama<br />
lain.<br />
<br />
Pernah ada orang dari kalangan mereka itu mengadakan pesta<br />
makan minum. Setelah mereka dalam keadaan mabuk, pihak<br />
Muhajirin dan Anshar mulai saling adu mulut. Yang satu<br />
menunjukkan sikap fanatiknya kepada Muhajirin sedang yang<br />
fanatik kepada Anshar mengambil sebatang tulang kepala unta<br />
yang mereka makan lalu dipukulkan kehidung salah seorang<br />
Muhajirin. Ada lagi dua kelompok suku sedang mabuk-mabuk.<br />
Mereka saling bertengkar, lalu saling bertikaman. Diantara<br />
mereka timbul rasa benci-membenci, sedang sebelum itu hubungan<br />
mereka hidup rukun dan saling cinta-mencintai. Ketika itulah<br />
firman Tuhan ini turun:<br />
<br />
"Orang-orang yang beriman! Bahwasanya khamr, perjudian,<br />
berhala, mengadu nasib dengan panah, adalah perbuatan keji<br />
yang termasuk perbuatan setan. Hindarilah itu supaya kamu<br />
beruntung. Tentu setan bermaksud hendak menimbulkan permusuhan<br />
dan kebencian di kalangan kamu dengan jalan khamr dan<br />
perjudian itu, merintangi kamu dari mengingat Allah dan dari<br />
sembahyang. Maka maukah kamu menghentikan?" (Qur'an, 5 90-91)<br />
<br />
Ketika ada pelarangan khamr, waktu itu Anas yang bertugas<br />
sebagai pelayan. Setelah didengarnya ada orang yang menyerukan<br />
bahwa minuman itu dilarang, cepat-cepat cairan itu dibuangnya.<br />
Tetapi ada orang-orang yang bagi mereka soal larangan ini<br />
belum jelas, mereka berkata: mungkinkah khamr itu keji padahal<br />
sudah di perut si anu dan si fulan, yang sudah terbunuh dalam<br />
perang Uhud, juga dalam perut si anu dan si anu yang terbunuh<br />
dalam perang Badr? Maka firman Tuhan ini turun:<br />
<br />
"Tiada berdosa orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan<br />
perbuatan-perbuatan yang baik, karena makanan yang telah<br />
mereka makan dahulu, asal saja mereka tetap memelihara diri<br />
dari kejahatan, tetap beriman dan mengerjakan<br />
perbuatan-perbuatan yang baik. Kemudian mereka tetap bertakwa<br />
dan beriman kemudian bertakwa dan berbuat kebaikan. Tuhan<br />
menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan." (Qur'an, 5: 93)<br />
<br />
Segala perhuatan baik dan kasih sayang yang dianjurkan Islam,<br />
mengajak orang selalu melakukan amal kebaikan, latihan jiwa<br />
dan watak yang terdapat dalam ibadat, fungsi ruku' dan sujud<br />
dalam sembahyang yang telah mcnghapuskan kecongkakan hati,<br />
semua itu merupakan pelengkapan yang wajar terhadap<br />
agama-agama yang sebelumnya dan yang menyebabkan ajaran ini<br />
tertuju kepada semua umat manusia.<br />
<br />
Pada waktu itu Heraklius dan Kisra masing-masing sebagai<br />
kepala kerajaan Rumawi dan Persia, dua buah kerajaan yang<br />
terkuat pada zamannya merupakan dua orang yang telah<br />
menentukan jalannya politik dunia serta nasib seluruh<br />
penduduknya. Perang antara dua kerajaan ini berkecamuk dengan<br />
kemenangan yang selalu silih berganti seperti yang sudah kita<br />
lihat. Pada mulanya Persia adalah pihak yang menang. Ia<br />
menguasai Palestina dan Mesir, menaklukkan Bait'l-Maqdis<br />
(Yerusalem) dan berhasil membawa Salib Besar (The True Cross).<br />
Kemudian giliran Persia mengalami kekalahan lagi. Panji-panji<br />
Bizantium kembali berkibar lagi di Mesir, di Suria dan di<br />
Palestina, dan Heraklius berhasil mengen-balikan salib itu -<br />
setelah ia bernadar - bahwa kalau ia telah mencapai<br />
kemenangan, ia akan berziarah ke Yerusalem dengan berjalan<br />
kaki dan mengembalikan salib ke tempatnya.<br />
<br />
Kalau saja orang ingat akan kedudukan kedua kerajaan itu,<br />
orang akan dapat mengira-ngirakan betapa besarnya dua nama itu<br />
telah dapat menimbulkan kegentaran dan ketakutan dalam hati.<br />
Tiada sebuah kerajaan pun yang pernah berpikir hendak<br />
melawannya. Yang terlintas dalam pikiran orang ialah hendak<br />
membina persahabatan dengan kedua kerajaan itu. Kalau<br />
kerajaan-kerajaan dunia yang terkenal pada waktu itu sudah<br />
begitu semua keadaannya, maka tidak aneh bila negeri-negeri<br />
Arab itu pun akan demikian pula. Yaman dan Irak waktu itu di<br />
bawah pengaruh Persia, sedang Mesir sampai ke Syam di bawah<br />
pengaruh Heraklius. Pada waktu itu Hijaz dan seluruh<br />
semenanjung jazirah terkurung dalam lingkaran pengaruh kedua<br />
kemaharajaan itu. Kehidupan orang Arab pada masa itu hanya<br />
tergantung pada soal perdagangan dengan Yaman dan Syam. Dalam<br />
hal ini perlu sekali mereka mengambil hati Kisra dan Heraklius<br />
supaya kekuasaan kedua kerajaan itu jangan sampai merusak<br />
perdagangan mereka. Di samping itu kehidupan orang-orang Arab<br />
itu tidak lebih daripada kabilah-kabilah, yang dalam<br />
bermusuhan, kadang keras, kadang lunak. Tak ada sesuatu ikatan<br />
diantara mereka yang akan merupakan suatu kesatuan politik,<br />
yang akan dapat mereka pikirkan dalam menghadapi pengaruh<br />
kedua kerajaan raksasa itu.<br />
<br />
Oleh karena itu mengherankan sekali jika pada waktu itu<br />
Muhammad berpikir hendak mengirimkan utusan-utusannya kepada<br />
kedua penguasa besar itu - juga kepada Ghassan. Yaman, Mesir<br />
dan Abisinia. Diajaknya mereka itu meinganut agamanya, tanpa<br />
ia merasa kuatir akan segala akibat yang mungkin timbul karena<br />
tindakannya itu, dan yang mungkin juga akan dapat membawa<br />
seluruh negeri Arab itu tunduk dibawah cengkeraman Persia dan<br />
Bizantium.<br />
<br />
Akan tetapi kenyataannya Muhammad tidak ragu-ragu mengajak<br />
semua raja-raja itu menganut agama yang benar. Bahkan pada<br />
suatu hari ia pergi menemui sahabat-sahabatnya dan berkata:<br />
<br />
"Saudara-saudara. Tuhan mengutus saya adalah sebagai rahmat<br />
kepada seluruh umat manusia. Janganlah saudara-saudara<br />
berselisih pendapat tentang saya, seperti kaum Hawariyun<br />
(pengikut-pengikut Almasih) tentang Isa anak Mariam."<br />
<br />
"Rasulullah," kata sahabat-sahabatnya. "Bagaimana<br />
pengikut-pengikut Isa itu berselisih pendapat?"<br />
<br />
"Ia mengajak mereka kepada apa yang seperti saya ajak<br />
saudara-saudara. Orang yang diutusnya ke tempat yang dekat,<br />
orang itu menerima dan dengan senang hati. Tetapi orang yang<br />
diutusnya ke tempat yang jauh, muka orang itu terpaksa dan<br />
segan-segan."<br />
<br />
Kemudian dikatakannya kepada mereka bahwa ia akan mengutus<br />
orang-orang kepada Heraklius, kepada Kisra, Muqauqis, Harith<br />
al-Ghassani raja Hira, Harith al-Himyari raja Yaman dan kepada<br />
Najasi di Abisinia. Akan diajaknya mereka itu masuk Islam.<br />
Sahabat-sahabatnya menyatakan mereka bersedia melakukan itu.<br />
Lalu dibuatnya sebentuk cincin dari perak bertuliskan:<br />
"Muhammad Rasulullah."<br />
<br />
Isi surat-surat yang dikirimkan itu seperti contoh yang kita<br />
kemukakan kepada pembaca, yaitu suratnya kepada Heraklius yang<br />
berbunyi:<br />
<br />
"Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Dari Muhammad<br />
hamba Allah kepada Heraklius pembesar Rumawi. Salam sejahtera<br />
kepada orang yang sudi mengikut petunjuk yang benar.<br />
<br />
Kemudian daripada itu. Dengan ini saya mengajak tuan menuruti<br />
ajaran Islam. Terimalah ajaran Islam, tuan akan selamat. Tuhan<br />
akan memberi pahala dua kali kepada tuan. Kalau tuan mengelak,<br />
maka dosa orang-orang arisiyin2 menjadi tanggungiawab tuan.<br />
Wahai orang-orang Ahli Kitab. Marilah sama-sama kita berpegang<br />
pada kata yang sama antara kami dan kamu yakni bahwa tak ada<br />
yang kita sembah selain Allah dan kita tidak akan<br />
mempersekutukanNya dengan apa pun, bahwa yang satu takkan<br />
mengambil yang lain menjadi tuhan selain Allah. Tetapi kalau<br />
mereka mengelak juga, katakanlah kepada mereka, saksikanlah<br />
bahwa kami ini orang-orang Islam."<br />
<br />
Surat kepada Heraklius itu kemudian dibawa oleh Dihya b.<br />
Khalifa, surat kepada Kisra dibawa oleh Abdullah b. Hudhafa,<br />
surat kepada Najasyi oleh 'Amr b. Umayya, surat kepada<br />
Muqauqis oleh Hatib b. Abi Balta'a, surat kepada penguasa Oman<br />
oleh 'Amr bin'l-'Ash, surat kepada penguasa Yamama oleh Salit<br />
b. 'Amr, surat kepada raja Bahrain oleh al-'Ala<br />
bin'l-Hadzrami, surat kepada Harith al-Ghassani, raja<br />
perbatasan Syam, oleh Syuja' b. Wahb, surat kepada Harith<br />
al-Himyari, raja Yaman, oleh Muhajir b. Umayya.<br />
<br />
Mereka semua berangkat masing-masing menuju ke tempat yang<br />
telah ditugaskan oleh Nabi. Mereka berangkat dalam waktu yang<br />
bersamaan menurut pendapat sebagian besar penulis-penulis<br />
sejarah, sebagian lagi berpendapat mereka berangkat dalam<br />
waktu berlain-lainan.<br />
(bersambung ke bagian 2/4)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAGIAN KEDUAPULUH SATU: KHAIBAR DAN UTUSAN KEPADA RAJA-RAJA<br />
Muhammad Husain Haekal (2/4)<br />
<br />
Tindakan Muhammad mengirim utusan-utusan itu memang luarbiasa<br />
sekali menakjubkan. Betapa tidak! Belum selang tigapuluh tahun<br />
sesudah itu daerah-daerah tempat Muhammad mengirim<br />
utusan-utusannya itu telah dimasuki oleh kaum Muslimin dan<br />
sebagian besar mereka telah beragama Islam. Akan tetapi<br />
ketakjuban akan segera hilang bila kita ingat, bahwa kedua<br />
imperium raksasa ini, yang telah mengemudikan jalannya dunia<br />
masa itu, dengan peradabannya yang telah menguasai seluruh<br />
dunia, mereka ini saling memperebutkan kemenangan materi,<br />
sementara kekuatan rohani keduanya sudah rontok dan hilang.<br />
Persia sendiri sudah terbagi antara paganisma dan Mazdaisma.<br />
Demikian juga agama Kristen di Bizantium sudah goyah sekali<br />
karena adanya pelbagai macam aliran sekta dan golongan. Ia<br />
sudah tidak lagi merupakan suatu ajaran yang utuh, yang dapat<br />
menggerakkan dan memberi tenaga hidup ke dalam jiwa manusia.<br />
Malahan ia sudah berbalik menjadi sekadar upacara-upacara<br />
serta tradisi yang dielu-elukan oleh pemuka-pemuka agama<br />
kedalam pikiran orang-orang awam supaya dapat mereka itu<br />
dikuasai dan diperkuda. Sedang ajaran baru yang dibawa oleh<br />
Muhammad dasarnya adalah kekuatan rohani yang murni. Ia dapat<br />
mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih tinggi<br />
sesuai dengan sifat kemanusiaannya. Apabila materi dan rohani<br />
itu bertemu, kepentingan yang bersifat sementara bertentangan<br />
dengan yang abadi sifatnya, maka segala materi dan yang<br />
bersifat sementara itu akan kalah adanya.<br />
<br />
Disamping semua itu, baik Persia mau pun Bizantium, dengan<br />
besarnya kekuasaan yang ada pada mereka, sebenarnya mereka<br />
sudah sama-sama kehilangan tenaga inisiatif dan kreatifnya.<br />
Dalam bidang pemikiran, dalam mengembangkan selera dan bekerja<br />
mereka hanya sekedar meniru dan meneruskan yang ada. Segala<br />
macam pembaruan dianggap bid'ah (menyimpang dari agama) dan<br />
setiap penyimpangan adalah sesat.<br />
<br />
Masyarakat manusia seperti pribadi manusia dan seperti setiap<br />
makhluk hidup juga, ia selalu berkembang setiap hari. Kalau ia<br />
masih muda belia, maka perkembangannya bersifat membentuk,<br />
membangun dan menambaqh vitalitas dalam hidupnya sendiri.<br />
Dengan demikian, hidupnya itu akan menyusut terus-menerus, ia<br />
akan meluncur turun sampai ke dasarnya yang terakhir.<br />
Masyarakat manusia yang sudah meluncur turun sampai kedasarnya<br />
itu, nasibnya akan dibentuk dalam bentuk yang baru samasekali<br />
oleh unsur dari luar dengan segala kesemarakan hidupnya. Unsur<br />
dari luar yang penuh dengan tenaga hidup yang bersemarak itu,<br />
di samping Persia dan Bizantium, adanya bukan di bilangan<br />
Tiongkok atau India, juga bukan di tengah-tengah Eropa,<br />
melainkan unsur itu ialah Muhammad sendiri.<br />
<br />
Sudah wajar sekali bila ajarannya yang segar bersemarak itu<br />
akan dapat mengembalikan denyutan hidup baru yang penuh<br />
vitalitas ke dalam jiwa yang sedang mengalami kehancuran dari<br />
dalam itu, yang disebabkan oleh pengaruh tradisi agama dan<br />
takhayul, yang sudah hidup berakar menggantikan kedudukan iman<br />
dan akidah. Kerdip iman baru yang telah menyinari kalbu Rasul<br />
itu, kekuatan jiwanya yang sudah melampaui segala kekuatan,<br />
itulah yang memberikan ilham kepadanya untuk mengirim<br />
utusan-utusan mengajak pembesar-pembesar dunia itu mengenal<br />
ajaran Islam, sebagai agama yang benar, agama yang sempurna,<br />
agama Allah Yang Maha Agung. Mengajak mereka mengenal agama<br />
yang akan membebaskan pikiran manusia supaya dapat menilai,<br />
akan membebaskan jantung orang supaya dapat menyadari, dapat<br />
berpikir. Dalam sistem hidup berakidah dan bermasyarakat, ia<br />
telah meletakkan kaidah-kaidah umum buat manusia yang akan<br />
merupakan keseimbangan antara kemampuan rohani dengan kekuatan<br />
materi yang akan dapat menguasai jiwa. Dengan jalan<br />
keseimbangan itu manusia akan dapat mencapai tujuan berupa<br />
kekuatan dalam menghadapi hidup, suatu kekuatan yang bersih<br />
dari segala kelemahan dan kecongkakan hati. Dengan sistem<br />
masyarakat demikian itu manusia akan sampai ke tempat yang<br />
lebih baik seperti yang diharapkan, setelah ia melalui<br />
pelbagai macam proses evolusinya di tengah-tengah semua<br />
makhluk alam ini.<br />
<br />
Adakah Muhammad akan mengirim utusan-utusannya kepada<br />
raja-raja itu kalau ia masih kuatir akan adanya pengkhianatan<br />
pihak Yahudi yang tinggal di sebelah utara Medinah? Memang dia<br />
sudah membuat perjanjian Hudaibiya. Dari pihak Quraisy sudah<br />
aman, dari sebelah selatan juga sudah aman. Tetapi dari<br />
sebelah utara ia tidak akan merasa aman sekiranya nanti<br />
Heraklius atau Kisra datang meminta bantuan Yahudi Khaibar,<br />
atau juga dendam lama dalam hati mereka itu akan bangkit<br />
kembali, akan mengingatkan mereka kepada Banu Quraidza, Banu<br />
Nadzir dan Banu Qainuqa, saudara-saudara mereka seagama.<br />
Perkampungan mereka oleh Muhammad telah dikosongkan setelah<br />
dikepung dan terjadi pertempuran serta pertumpahan darah.<br />
Orang-orang Yahudi memusuhinya lebih sengit lagi daripada<br />
Quraisy, sebab mereka lebih bertahan dengan agama mereka itu<br />
daripada Quraisy. Juga di kalangan mereka orang cerdik pandai<br />
lebih banyak daripada di kalangan Quraisy. Memang tidak mudah<br />
mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka seperti<br />
perdamaian Hudaibiya, juga ia tidak akan merasa tenang<br />
terhadap mereka melihat permusuhan yang terjadi dahulu, mereka<br />
sebagai pihak yang tidak pernah menang. Wajar sekali mereka<br />
akan mengadakan pembalasan bila saja mereka mendapatkan bala<br />
bantuan dari pihak Heraklius. Jadi kalau begitu kekuasaan<br />
orang-orang Yahudi itu harus juga ditumpas sampai habis,<br />
sehingga samasekali mereka tidak akan bisa lagi mengadakan<br />
perlawanan di negeri-negeri Arab. Dan hal ini harus<br />
cepat-cepat dilaksanakan, sebelum ada waktu yang cukup<br />
terluang buat mereka guna meminta bantuan pihak Ghatafan atau<br />
kabilah-kabilah lain yang membantu mereka dan sedang memusuhi<br />
Muhammad.<br />
<br />
Yang demikian inilah yang harus dilaksanakan.<br />
<br />
Sekembalinya dari Hudaibiya - menurut sebuah sumber ia hanya<br />
tinggal limabelas malam, sumber lain menyatakan satu bulan.<br />
Disuruhnya supaya orang bersiap-siap untuk menyerbu Khaibar,<br />
dengan syarat hanya mereka yang ikut ke Hudaibiya saja yang<br />
boleh menyerbu, juga harus sukarela tanpa ada rampasan perang<br />
yang akan dibagikan.<br />
<br />
Sebanyak seribu enam ratus orang dengan seratus kavaleri<br />
Muslimin itu sekarang berangkat lagi. Mereka semua percaya<br />
akan adanya pertolongan Tuhan, mereka masih ingat akan firman<br />
Tuhan dalam Surah Al-Fath yang turun semasa Hudaibiya.<br />
<br />
"Orang-orang yang tinggal di belakang itu akan berkata ketika<br />
kamu berangkat mengambil harta rampasan perang: Biarlah kami<br />
turut bersama-sama kamu. Mereka hendak mengubah perintah<br />
Tuhan. Katakanlah: Kamu tidak akan turut bersama-sama kami.<br />
Begitulah Allah telah menyatakan sejak dulu. Nanti mereka akan<br />
berkata lagi: Tetapi kamu dengki kepada kami. Tidak. Mereka<br />
yang mengerti hanya sedikit saja." (Qur'an, 48: 15)<br />
<br />
Jarak antara Khaibar dengan Medinah itu mereka tempuh dalam<br />
waktu tiga hari. Dengan tiada mereka rasakan ternyata malamnya<br />
mereka telah berada di depan perbentengan Khaibar. Keesokan<br />
harinya bila pekerja-pekerja Khaibar berangkat kerja ke<br />
ladang-ladang dengan membawa sekop dan keranjang, setelah<br />
melihat pasukan Muslimin, mereka berlarian sambil<br />
berteriak-teriak:<br />
<br />
"Muhammad dengan pasukannya!"<br />
<br />
Ketika mendengar suara mereka itu Rasul berkata:<br />
<br />
"Khaibar binasa. Apabila kami sampai di halaman golongan ini,<br />
maka pagi itu amat buruk buat mereka yang telah diberi<br />
peringatan itu."<br />
<br />
Akan tetapi Yahudi Khaibar memang sudah menanti-nantikan<br />
Muhammad akan menyerang mereka. Mereka ingin mencari jalan<br />
membebaskan diri. Sebagian mereka ini ada yang menyarankan<br />
supaya cepat-cepat dibentuk sebuah blok, yang terdiri dari<br />
mereka dan Yahudi Wadi'l-Qura dan Taima, yang akan langsung<br />
menyerbu Yathrib (Medinah) tanpa menggantungkan diri kepada<br />
kabilah-kabilah Arab yang lain. Sedang yang sebagian lagi<br />
berpendapat supaya masuk saja bersekutu dengan Rasul,<br />
kalau-kalau kebencian terhadap mereka dapat terhapus dari hati<br />
kaum Muslimin - terutama dari pihak Anshar - setelah dalam<br />
kenyataan Huyayy b. Akhtab dan segolongan Yahudi lainnya<br />
terlibat dalam usaha menghasut kabilah-kabilah Arab untuk<br />
menyerang Medinah dan secara kekerasan mengadakan perang<br />
Parit. Akan tetapi semangat kedua belah pihak sudah memuncak,<br />
sehingga sebelum terjadi perang pihak Muslimin sudah lebih<br />
dulu berhasil menewaskan pemimpin-pemimpin Khaibar<br />
masing-masing Sallam b. Abi'l-Huqaiq dan Yasir ibn Razzam.<br />
Oleh karena golongan Yahudi selalu mengadakan kontak dengan<br />
Ghatafan tatkala pertama kali tersiar berita Muhammad akan<br />
menyerang mereka, cepat-cepat mereka meminta bantuan<br />
kabilah-kabilah itu. Mengenai Ghatafan ini, para ahli masih<br />
berbeda pendapat: Jadikah kabilah ini memberikan bala bantuan,<br />
ataukah pasukan Muslimin sudah memutuskan hubungan dengan<br />
Khaibar?<br />
<br />
Lepas dari apakah Ghatafan ini sampai membantu pihak Yahudi<br />
atau malah menjauhkan diri setelah Muhammad menjanjikan hendak<br />
memberikan harta rampasan perang nanti, namun kenyataannya<br />
peperangan ini merupakan perang terbesar yang pernah terjadi;<br />
mengingat pula kelompok-kelompok Yahudi di Khaibar ini<br />
merupakan koloni Israil yang terkuat yang paling kaya dan<br />
paling besar pula persenjataannya. Disamping itu pihak<br />
Muslimin pun sudah yakin sekali, bahwa selama Yahudi tetap<br />
menjadi duri dalam daging seluruh jazirah, maka selama itu<br />
pula persaingan antara agama Musa dengan agama baru ini akan<br />
jadi panjang tanpa dapat mencapai suatu penyelesaian. Dengan<br />
demikian mereka terjun menyabung nyawa tanpa ragu-ragu lagi.<br />
<br />
Sebaliknya pihak Quraisy dan seluruh jazirah Arab berbaris<br />
menonton peperangan ini. Dari kalangan Quraisy sampai ada yang<br />
berani bertaruh mengenai kesudahan perang itu dan siapa pula<br />
yang akan menang. Kebanyakan Quraisy mengharapkan pihak<br />
Muslimin akan mengalami kehancuran, melihat kukuhnya<br />
benteng-benteng Khaibar yang sudah terkenal serta letaknya di<br />
atas batu-batu karang dan gunung, disamping pengalaman mereka<br />
yang cukup lama dalam medan perang.<br />
<br />
Dengan persiapan senjata yang cukup kaum Muslimin sekarang<br />
sudah berada di depan perbentengan Khaibar. Yahudi juga sedang<br />
berunding dengan sesama mereka. Pemimpin mereka Sallam b.<br />
Misykam menyarankan, supaya harta-benda dan sanak keluarga<br />
mereka dimasukkan ke dalam benteng Watih dan Sulalim, bahan<br />
makanan dan perlengkapan dimasukkan ke dalam benteng Na'im,<br />
perajurit dan barisan penggempur dimasukkan ke dalam benteng<br />
Natat dan Sallam b. Misykam sendiri bersama-sama mereka,<br />
mengerahkan mereka dalam peperangan.<br />
<br />
Sekarang kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan di sekitar<br />
benteng Natat dan pertempuran mati-matian sudah pula dimulai.<br />
Dalam hal ini sampai ada yang berkata: "Yang luka-luka dari<br />
pihak Muslimin sebanyak limapuluh orang. Apalagi jumlah yang<br />
luka-luka dari pihak Yahudi."<br />
<br />
Setelah Sallam b. Misykam tewas, maka pimpinan pasukan di<br />
pegang oleh Harith b. Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na'im<br />
itu dengan maksud hendak menggempur pasukan Muslimin Tetapi<br />
oleh Khazraj ia dapat dihalau dan dipaksa kembali mundur ke<br />
bentengnya. Pihak Muslimin lalu memperketat kepungannya atas<br />
benteng-benteng Khaibar itu sedang pihak Yahudi mati-matian<br />
mempertahankan dengan keyakinan, bahwa kekalahan mereka<br />
menghadapi Muhammad berarti suatu penumpasan terakhir terhadap<br />
Banu Israil di negeri-negeri Arab.<br />
<br />
Hal ini berlangsung selama beberapa hari. Kemudian Rasul<br />
menyerahkan bendera kepada Abu Bakr supaya memasuki benteng<br />
Na'im. Tetapi setelah terjadi pertempuran ia kembali tanpa<br />
berhasil menaklukkan benteng itu. Keesokan harinya pagi-pagi<br />
Rasui menugaskan Umar bin'l-Khattab. Tetapi dia pun mengalami<br />
nasib yang sama seperti Abu Bakr. Sekarang Ali b. Abi Talib<br />
yang dipanggilnya seraya katanya:<br />
<br />
"Pegang bendera ini dan bawa terus sampai Tuhan memberikan<br />
kemenangan kepadamu."<br />
<br />
Ali berangkat membawa bendera itu. Setelah ia berada dekat<br />
dari benteng, penghuni benteng itu keluar menghadapinya dan<br />
seketika itu juga pertempuran pun terjadi. Salah seorang<br />
Yahudi dapat memukulnya dan perisai yang di tangannya<br />
terlempar. Tetapi Ali segera menyambar daun pintu yang ada di<br />
benteng dan dengan memperisaikan daun pintu yang masih di<br />
tangan itu ia terus bertempur. Benteng itu akhirnya dapat<br />
didobraknya. Kemudian daun pintu tadi dijadikannya jembatan<br />
dan dengan "jembatan" ini kaum Muslimin dapat menyeberang<br />
masuk ke dalam benteng itu. Akan tetapi benteng Na'im ini baru<br />
jatuh setelah komandannya, Harith b. Abi Zainab terbunuh. Hal<br />
ini menunjukkan betapa sebenarnya pihak Yahudi itu mati-matian<br />
bertempur dan betapa pula pihak Muslimin juga mati-matian<br />
mengepung dan menyerbu.<br />
<br />
Setelah benteng Na'im jatuh, sekarang pihak Muslimin<br />
menaklukkan benteng Qamush setelah lebih dulu terjadi<br />
pertempuran sengit. Oleh karena persediaan bahan makanan pada<br />
mereka (Muslimin) sudah tidak mencukupi lagi terpaksa ada<br />
beberapa orang yang datang kepada Muhammad mengeluh, dan minta<br />
sesuatu sekadar dapat menyambung hidup, dan oleh karena tidak<br />
ada sesuatu yang dapat diberikannya kepada mereka itu, maka<br />
mereka diijinkan makan daging kuda. Dalam pada itu salah<br />
seorang dari pihak Muslimin melihat ada sekawanan kambing<br />
memasuki salah satu benteng Yahudi itu. Dua ekor kambing<br />
diantaranya dapat mereka tangkap, lalu mereka sembelih dan<br />
mereka makan bersama-sama.<br />
<br />
Akan tetapi, setelah mereka menaklukkan benteng Sha'b b-<br />
Mu'adh, kebutuhan mereka sekarang sudah tidak begitu mendesak<br />
lagi, sebab ternyata di tempat ini persediaan makanan cukup<br />
banyak, yang akan memungkinkan lagi mereka meneruskan<br />
perjuangan melawan Yahudi dan mengepung benteng-benteng yang<br />
ada lainnya. Sementara itu tidak sejengkal tanah pun atau<br />
sebuah benteng pun mau diserahkan kepada pihak Yahudi sebelum<br />
mereka benar-benar mempertahankannya secara heroik dan setelah<br />
dengan segala tenaga mereka berusaha membendung serangan<br />
Muslimin itu. Dengan terlebih dulu menyiapkan persenjataan dan<br />
perlengkapan untuk berperang, tiba-tiba keluar Marhab orang<br />
Yahudi itu dari salah satu benteng sambil ia membaca<br />
sajak-sajak ini:<br />
<br />
Khaibar sudah mengenal<br />
Akulah Marhab<br />
Memanggul senjata pahlawan teruji<br />
Kadang menetak sekali memukul<br />
Bila singa sudah muncul<br />
Maka ia pun menggeram murka<br />
Pertahananku<br />
Inilah pertahanan tak terkalahkan<br />
Segala serangan terlumpuhkan oleh si pendekar<br />
<br />
Mendengar itu Muhammad berseru kepada sahabat-sahabatnya:<br />
<br />
"Siapa yang akan menjawab ini."<br />
<br />
Saat itu juga Muhammad b. Maslama menjawab:<br />
<br />
"Saya ya Rasulullah. Saya yang harus berontak menuntut balas.<br />
Saudara saya kemarin dibunuh."<br />
(bersambung ke bagian 3/4)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH SATU: KHAIBAR DAN UTUSAN KEPADA RAJA-RAJA</b><br />
Muhammad Husain Haekal (3/4)<br />
<br />
Kemudian setelah mendapat ijin dari Nabi ia tampil kedepan dan<br />
mulai mereka saling menyerang sehingga hampir-hampir ia<br />
sendiri dapat dibunuh oleh Marhab. Tetapi pedangnya itu dapat<br />
ditahan dengan perisai oleh Ibn Maslama dan pedang itu<br />
tersangkut dan tertahan. Dengan demikian orang itu dihantam<br />
oleh Muhammad Ibn Maslama sampai menemui ajalnya.<br />
<br />
Demikianlah perang antara Yahudi dan Muslimin itu terjadi<br />
sangat seru sekali, ditambah lagi ketahanan benteng-benteng<br />
Yahudi ketika itu memang sangat kuat dan keras.<br />
<br />
Sekarang pihak Muslimin mengepung benteng Zubair. Pengepungan<br />
ini tampaknya cukup lama disertai dengan pertempuran yang<br />
sengit pula. Sungguh pun begitu mereka tidak juga berhasil<br />
menaklukkannya. Baru setelah akhirnya saluran air ke benteng<br />
itu diputuskan, pihak Yahudi terpaksa keluar dan dengan<br />
mati-matian mereka memerangi kaum Muslimin sekalipun mereka<br />
itu akhirnya lari juga. Dengan demikian benteng-benteng itu<br />
satu demi satu jatuh ke tangan Muslimin yang berakhir pada<br />
benteng Watih dan Sulalim dalam kelompok perbentengan Katiba,<br />
dua buah benteng terakhir yang kukuh dan kuat.<br />
<br />
Sejak itulah perasaan putus-asa mulai merayap ke dalam hati<br />
mereka. Kini mereka minta damai. Semua harta-benda mereka<br />
didalam benteng- benteng asy-Syiqq, Natat dan Katiba<br />
diserahkan kepada Nabi untuk disita, asal nyawa mereka<br />
diselamatkan. Permohonan ini oleh Muhammad diterima.<br />
Dibiarkannya mereka itu tinggal di kampung halaman mereka,<br />
yang menurut hukum penaklukan sudah berada di bawah<br />
kekuasaannya. Mereka akan mendapat separoh hasil buah-buahan<br />
daerah itu sebagai imbalan atas tenaga kerja mereka.<br />
<br />
Muhammad memperlakukan Yahudi Khaibar tidak sama seperti<br />
terhadap Yahudi Banu Qainuqa dan Banu Nadzir tatkala mereka<br />
dikosongkan dari kampung halaman itu; sebab dengan jatuhnya<br />
Khaibar ini ia sudah merasa terjamin dari adanya bahaya Yahudi<br />
dan yakin pula bahwa mereka samasekali tidak akan bisa lagi<br />
mengadakan perlawanan. Di sainping itu di Khaibar terdapat<br />
pula beberapa perkebunan, ladang dan kebun-kebun kurma. Semua<br />
ini masih memerlukan tenaga-tenaga ahli yang cukup banyak<br />
untuk mengolahnya dan yang akan dapat pula mengurus pengolahan<br />
itu dengan cara yang sebaik-baiknya. Kendatipun<br />
pengikut-pengikut Medinah terdiri dari penduduk yang bercocok<br />
tanam, tanah mereka pun sangat pula memerlukan tenaga mereka,<br />
namun mengingat, bahwa Nabi juga sangat memerlukan tentara<br />
untuk angkatan perangnya, maka ia tidak suka membiarkan mereka<br />
semua itu dalam bercocok tanam. Dalam pada itu orang-orang<br />
Yahudi Khaibar tetap bekerja meskipun kekuasaan politik mereka<br />
sudah runtuh demikian rupa yang juga mempengaruhi kegiatan<br />
mereka, sehingga dari segi pertanian dan perkebunan pun cepat<br />
sekali Khaibar mengalami kemunduran dan kehancuran; padahal<br />
sudah begitu baik Nabi memperlakukan penduduk daerah itu, di<br />
samping Abdullah b. Rawaha utusan Nabi kepada mereka yang<br />
cukup adil, setiap tahun mengadakan pembagian hasil dengan<br />
mereka. Demikian baiknya Nabi memperlakukan penduduk Yahudi<br />
Khaibar itu sehingga tatkala kaum Muslimin menyerbu mereka,<br />
dan diantara barang-barang rampasan perang itu terdapat juga<br />
ada beberapa buah kitab Taurat, ketika oleh pihak Yahudi<br />
diminta, maka oleh Nabi diperintahkan supaya kitab-kitab itu<br />
diserahkan kembali kepada mereka. Ia tidak sampai berbuat<br />
seperti yang pernah dilakukan oleh pihak Rumawi ketika<br />
menaklukkan Yerusalem. Kitab-kitab suci itu oleh mereka<br />
dibakar dan diinjak-injak dengan telapak kaki. Juga ia tidak<br />
melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh pihak Nasrani<br />
dalam perang menindas kaum Yahudi Andalusia (Spanyol).<br />
Kitab-kitab Taurat itu oleh mereka juga dibakar.<br />
<br />
Setelah Yahudi Khaibar minta damai - selama Muslimin mengepung<br />
mereka di perbentengan Watih dan Sulalim, Nabi telah mengutus<br />
orang kepada penduduk Fadak3 dengan maksud supaya mereka mau<br />
menerima ajakannya atau menyerahkan harta-benda mereka.<br />
Mengetahui peristiwa yang sudah terjadi di Khaibar, penduduk<br />
Fadak sudah merasa ketakutan sekali. Persetujuan diadakan<br />
dengan menyerahkan separo harta mereka tanpa pertempuran.<br />
Kalau daerah Khaibar menjadi milik Muslimin karena mereka yang<br />
telah berjuang membebaskannya, maka Fadak untuk Muhammad<br />
karena pihak Muslimin tidak memperolehnya dengan pertempuran.<br />
<br />
Selesai semua itu Rasul pun berkemas-kemas hendak kembali ke<br />
Medinah melalui Wadi'l-Qura.4 Akan tetapi pihak Yahudi daerah<br />
ini sudah menyiapkan diri hendak menyerang Muslimin. Dan<br />
pertempuran segera pecah. Tetapi mereka juga terpaksa menyerah<br />
dan minta damai seperti halnya dengan pihak Khaibar.<br />
Sebaliknya golongan Yahudi Taima, mereka bersedia membayar<br />
jizya (pajak) tanpa terjadi peperangan atau pertempuran.<br />
<br />
Dengan demikian semua orang Yahudi tunduk kepada kekuasaan<br />
Nabi, dan berakhir pulalah semua kekuasaan mereka di seluruh<br />
jazirah. Dari jurusan utara ke Syam sekarang Muhammad sudah<br />
tidak kuatir lagi, sama halnya seperti dulu, dari jurusan<br />
selatan juga ia sudah tidak kuatir lagi setelah adanya<br />
Perjanjian Hudaibiya.<br />
<br />
Dengan habisnya kekuasaan Yahudi itu, maka kebencian pihak<br />
Muslimin - terutama kaum Anshar - terhadap kepada mereka jadi<br />
berkurang sekali. Bahkan mereka menutup mata terhadap beberapa<br />
orang Yahudi yang kembali ke Yathrib. Dan Nabi berdiri<br />
bersama-sama dengan orang-orang Yahudi yang sedang berkabung<br />
terhadap kematian Abdullah b. Ubayy dan menyatakan turut<br />
berdukacita pula kepada anaknya. Kepada Mu'adh b. Jabal pun<br />
dipesannya untuk tidak membujuk orang-orang Yahudi itu dari<br />
agama Yahudinya. Juga pajak jizya tidak dikenakan kepada<br />
orang-orang Yahudi Bahrain meskipun mereka tetap berpegang<br />
pada keyakinan agama mereka. Dengan Yahudi Banu Ghazia dan<br />
Banu 'Aridz dibuat pula persetujuan bahwa mereka akan<br />
memperoleh dhimma (perlindungan) dan kepada mereka dikenakan<br />
pula pajak.<br />
<br />
Ringkasnya, pihak Yahudi itu sekarang tunduk kepada kekuasaan<br />
kaum Muslimin. Kedudukan mereka di negeri-negeri Arab sudah<br />
berantakan dan mereka pun terpaksa meninggalkan daerah itu.<br />
Tadinya mereka di tempat itu sebagai golongan yang dipertuan,<br />
sampai selesai mereka itu dikeluarkan, yang menurut satu<br />
pendapat sejak semasa hidup Rasul, pendapat lain mengatakan<br />
setelah Rasul wafat.<br />
<br />
Akan tetapi tunduknya penduduk Khaibar dan golongan Yahudi<br />
lainnya di seluruh jazirah itu tidak terjadi sekaligus setelah<br />
mereka jatuh. Bahkan akibat kejatuhan mereka itu hati mereka<br />
masih penuh memikul kebencian dan dendam yang kotor sekali.<br />
Zainab bint'l-Harith isteri Sallam b. Misykam pernah<br />
menyampaikan hadiah daging domba kepada Muhammad - setelah ia<br />
merasa aman dan setelah ada perjanjian perdamaian dengan pihak<br />
Khaibar. Ketika ia dan sahabat-sahabat sedang duduk hendak<br />
memakan daging itu, Nabi 'a.s. mengambil bagian kakinya dan<br />
sudah akan mulai di kunyah, tapi tidak sampai ditelannya.<br />
Dalam pada itu Bisyr bin'l-Bara' yang duduk makan bersama-sama<br />
telah pula mengambil daging itu sekerat. Tapi Bisyr lalu<br />
menelannya sekaligus. Sedang Rasul memuntahkannya kembali<br />
seraya katanya.<br />
<br />
"Ada tanda-tanda tulang ini beracun."<br />
<br />
Kemudian Zainab dipanggil, dan ia pun mengaku. Lalu katanya:<br />
<br />
"Tuan telah mengadakan tindakan terhadap golongan saya seperti<br />
sudah tuan ketahui." Lalu kataku: "Kalau dia seorang raja, aku<br />
sudah lega; kalau dia seorang nabi tentu dia akan diberi<br />
tahu!"<br />
<br />
Akibat makan daging itu Bisyr kemudian meninggal dunia.<br />
<br />
Dalam hal ini ahli-ahli sejarah masih berbeda pendapat.<br />
<br />
Tetapi sebahagian besar menyatakan, bahwa Nabi telah memaafkan<br />
Zainab, dan sangat menghargai sekali alasannya mengingat<br />
malapetaka yang telah menimpa ayah dan suaminya itu. Disamping<br />
itu ada juga yang mengatakan bahwa dia pun dibunuh karena<br />
Bisyr yang telah mati diracun itu.<br />
<br />
Sebenarnya perbuatan Zainab itu telah menimbulkan kesan yang<br />
dalam sekali di dalam hati kaum Muslimin. Peristiwa-peristiwa<br />
yang timbul sesudah Khaibar membuat mereka tidak percaya lagi<br />
kepada orang-orang Yahudi. Bahkan mereka kuatir akan segala<br />
akibat tipu muslihat yang akan dilakukan secara perseorangan,<br />
setelah secara massal mereka dapat dihancurkan. Shafia bt.<br />
Huyayy b. Akhtab dari Banu Nadzir termasuk salah seorang<br />
tawanan yang oleh kaum Muslimin diambil dari benteng Khaibar.<br />
Dia isteri Kinana bin'l-Rabi'. Setahu pihak Muslimin, di<br />
tangan Kinana inilah harta-benda Banu Nadzir itu disimpan.<br />
Ketika Nabi menanyakan harta itu kepadanya, ia<br />
bersumpah-sumpah bahwa dia tidak mengetahui tempatnya.<br />
<br />
"Kalau kami dapati di tempatmu, mau kamu dibunuh?" tanya<br />
Muhammad.<br />
<br />
"Ya," jawab Kinana.<br />
<br />
Salah seorang dari mereka ini pernah melihat Kinana sedang<br />
mundar-mandir pada sebuah puing, dan hal ini disampaikan<br />
kepada Nabi. Oleh Nabi diperintahkan supaya puing itu digali<br />
dan dari dalam puing itulah harta simpanan itu dikeluarkan.<br />
Kinana akhirnya dibunuh karena perbuatannya itu.<br />
<br />
Sekarang Shafia berada ditangan Muslimin sebagai salah seorang<br />
tawanan perang.<br />
<br />
"Shafia adalah ibu Banu Quraidza dan Banu Nadzir. Dia hanya<br />
pantas buat tuan," demikian dikatakan kepada Nabi.<br />
<br />
Setelah wanita itu dimerdekakan kemudian ia diperisteri oleh<br />
Nabi seperti biasanya dilakukan oleh orang-orang besar yang<br />
menang perang. Mereka kawin dengan puteri-puteri orang-orang<br />
besar guna mengurangi tekanan karena bencana yang dialaminya<br />
dan memelihara pula kedudukannya yang terhormat.<br />
<br />
Kuatir akan timbulnya dendam kepada Rasul dalam hati wanita -<br />
yang baik ayahnya, suaminya atau pun golongannya sudah<br />
terbunuh itu - maka semalaman itu dalam perjalanan pulang dari<br />
Khaibar Abu Ayyub Khalid al-Anshari dengan membawa pedang<br />
terhunus berjaga-jaga di sekitar kemah tempat perkawinan<br />
Muhammad dengan Shafia itu dilangsungkan. Pagi harinya,<br />
setelah Rasul melihatnya, ia ditanya: "Ada apa?"<br />
<br />
"Saya kuatir akan keselamatan tuan dari perbuatan wanita itu,"<br />
katanya, "karena ayahnya, suaminya dan golongannya sudah<br />
dibunuh sedang belum selang lama dia masih kafir."<br />
<br />
Akan tetapi sampai Muhammad wafat ternyata Shafia sangat setia<br />
kepadanya. Ketika menderita sakit terakhir isteri-isterinya<br />
sedang berada di sekelilingnya, Shafia berkata:<br />
<br />
"Ya Nabiullah. Sekiranya saya saja yang menderita sakit ini."<br />
<br />
Isteri-isteri Nabi saling mengedipkan mata kepadanya.<br />
<br />
"Bersihkan mulutmu," kata Nabi kepada mereka.<br />
<br />
"Dari apa ya Nabiullah?" kata mereka pula.<br />
<br />
"Dari kedipan matamu kepada teman sejawatmu itu. Demi Allah,<br />
dia sungguh jujur."<br />
<br />
Setelah Nabi wafat, Shafia masih mengalami masa khilafat<br />
Mu'awiyah. Pada masa itulah ia meninggal dan dimakamkan di<br />
Baqi'.<br />
<br />
***<br />
<br />
Sekarang apa yang terjadi dengan para utusan yang telah diutus<br />
oleh Muhammad kepada Heraklius, kepada Kisra, Najasyi dan<br />
raja-raja sekeliling negeri Arab itu? Adakah keberangkatan<br />
mereka itu sebelum perang Khaibar atau mereka turut<br />
mengalaminya juga dan baru kemudian setelah kemenangan berada<br />
di pihak Muslimin mereka berangkat masing-masing menuju<br />
tujuannya? Dalam hal ini pendapat ahli-ahli sejarah masih jauh<br />
sekali berbeda-beda, sehingga sukar sekali kita dapat<br />
mengambil suatu kesimpulan yang lebih pasti. Tetapi menurut<br />
dugaan kami mereka tidak semua berangkat dalam waktu yang<br />
bersamaan; dan keberangkatan mereka ada yang sebelum dan ada<br />
pula yang sesudah Khaibar<br />
<br />
Tidak hanya sebuah sumber saja yang menyebutkan, bahwa Dihya<br />
b. Khalifa al-Kalbi pernah mengalami perang Khaibar tetapi dia<br />
juga yang telah pergi membawa surat kepada Heraklius, yang<br />
ketika itu tengah kembali pulang membawa kemenangan setelah ia<br />
berhasil mengalahkan Persia, dan berhasil pula menyelamatkan<br />
Salib Besar yang mereka ambil dari Yerusalem. Dan sudah tiba<br />
pula saatnya ia akan menunaikan nadarnya hendak berziarah ke<br />
Yerusalem dengan berjalan kaki guna mengembalikan salib itu ke<br />
tempatnya semula.<br />
<br />
Ketika surat itu disampaikan baginda sudah sampai di kota<br />
Himsh.5 Apakah orang-orangnya sendiri yang menyerahkan surat<br />
itu kepada Heraklius setelah oleh Dihya diserahkan kepada<br />
penguasanya di Bostra, ataukah Dihya yang memimpin rombongan<br />
Arab badui itu - yang setelah di perkenalkan - dia sendiri<br />
yang menyerahkan surat tersebut kepadanya? Juga dalam hal ini<br />
sumber tersebut masih kacau.<br />
<br />
Selanjutnya surat itu dibacakan dan diterjemahkan di hadapan<br />
Maharaja. Baginda tidak murka atau geram, juga tidak lalu<br />
merencanakan hendak mengirim angkatan perangnya menyerbu<br />
negeri-negeri Arab. Sebaliknya malah surat itu dibalas dengan<br />
baik sekali. Ini pula agaknya yang menyebabkan beberapa ahli<br />
sejarah salah menduga, dikira baginda telah masuk Islam.<br />
<br />
Dalam waktu bersamaan Harith al-Ghassani telah pula<br />
menyampaikan berita kepada Heraklius, bahwa ada seorang utusan<br />
Muhammad datang kepadanya membawa surat. Heraklius melihat isi<br />
surat itu sama seperti yang dikirimkan kepadanya, mengajaknya<br />
memeluk agama Islam. Harith meminta persetujuan baginda hendak<br />
memimpin sendiri sebuah pasukan yang akan menghajar orang yang<br />
mendakwakan diri nabi itu. Akan tetapi menurut Heraklius lebih<br />
baik Harith berada di Yerusalem bila baginda nanti berziarah,<br />
supaya perayaan mengembalikan salib lebih meriah adanya, dan<br />
orang yang menyerukan agama baru itu tak usah dipedulikan.<br />
Tidak terlintas dalam pikirannya, bahwa tidak akan selang<br />
berapa tahun lagi Yerusalem dan Syam itu sudah akan berada<br />
dibawah panji Islam pula, bahwa ibukota Islam akan pindah ke<br />
Damsyik dan bahwa pertentangan antara negeri-negeri Islam<br />
dengan kemaharajaan Rumawi baru menjadi reda setelah<br />
Konstantinopel dalam tahun 1453 dikuasai oleh pihak Turki,<br />
gerejanya yang besar diubah menjadi mesjid, sehingga itu Nabi<br />
yang oleh Heraklius dicoba hendak ditaklukkannya dengan cara<br />
tanpa menghiraukannya, namanya tertulis dalam bangunan itu,<br />
dan selama berabad-abad gereja itu tetap menjadi mesjid,<br />
sampai akhirnya oleh Muslimin Turki ia diubah lagi menjadi<br />
sebuah museum kesenian Rumawi.<br />
(bersambung ke bagian 4/4)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH SATU: KHAIBAR DAN UTUSAN KEPADA RAJA-RAJA</b><br />
Muhammad Husain Haekal (4/4)<br />
<br />
Ada pun Kisra Maharaja Persia, begitu surat Muhammad yang<br />
mengajaknya menganut Islam itu dibacakan, baginda murka sekali<br />
dan surat itu disobeknya. Sepucuk surat segera dikirimnya<br />
kepada Bazan, penguasanya di Yaman dengan perintah supaya<br />
kepala itu laki-laki yang di Hijaz segera dibawa kepadanya.<br />
Barangkali menurut perkiraannya ini akan meringankan pengaruh<br />
kekalahannya berhadapan dengan Heraklius.<br />
<br />
Setelah kata-kata Kisra serta perbuatannya merobek-robek surat<br />
itu disampaikan kepada Nabi, ia berkata:<br />
<br />
"Allah telah merobek-robek kerajaannya."<br />
<br />
Ternyata Bazan ini telah pula mengirimkan utusan dengan<br />
sepucuk surat kepada Muhammad dan dalam pada itu Kisra pun<br />
telah pula digantikan oleh puteranya Syiruya (Kavadh II).<br />
Peristiwa ini telah diketahui oleh Nabi sehingga sekaligus ia<br />
dapat memberitahukan kejadian ini kepada utusan-utusan Bazan<br />
itu. Kepada mereka dimintanya pula supaya mereka ini menjadi<br />
utusan-utusannya kepada Bazan dengan mengajaknya menganut<br />
Islam. Sebenarnya penduduk Yaman sudah mengetahui bencana yang<br />
telah menimpa Persia itu dan sudah merasa pula akan hancurnya<br />
kerajaan itu. Juga berita-berita kemenangan Muhammad atas<br />
Quraisy dan hancurnya kekuasaan Yahudi sudah pula sampai<br />
kepada mereka.<br />
<br />
Setelah utusan-utusan Bazan itu kembali dan pesan Nabi<br />
disampaikan kepada penguasa itu, dengan senang hati ia menjadi<br />
orang Islam dan tetap sebagai penguasa Muhammad di Yaman.<br />
Kiranya apakah yang akan diminta oleh Muhammad kepada<br />
penguasanya itu mengingat Mekah yang masih dalam sengketa<br />
dengan dia? Sebenarnya, setelah bayangan Persia menghilang, ia<br />
telah mendapat keuntungan dengan berlindung kepada suatu<br />
kekuatan yang baru tumbuh di negeri Arab itu, dengan tidak<br />
meminta risiko apa-apa dan bisa jadi Bazan sendiri ketika itu<br />
tidak sampai memperhitungkan, bahwa penggabungannya kepada<br />
Muhammad sudah merupakan suatu perbentengan yang kuat sekali<br />
di pihak Islam bagian selatan jazirah itu, seperti yang<br />
terbukti dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi dua tahun<br />
kemudian.<br />
<br />
Tetapi jawaban Muqauqis, seorang pembesar Kopti di Mesir,<br />
tidak sama dengan jawaban Kisra, bahkan lebih indah lagi<br />
daripada jawaban Heraklius. Kepada Mulmammad ia memberitahukan<br />
bahwa ia memang percaya, bahwa seorang nabi akan datang,<br />
tetapi kedatangannya itu di Syam. Ia menyambut utusan itu<br />
dengan segala penghormatan sebagaimana mestinya. Kemudian ia<br />
mengirim hadiah di tangan utusan itu berupa dua orang<br />
dayang-dayang, seekor bagal putih, seekor himar, sejumlah<br />
harta dan bermacam-macam produksi Mesir lainnya. Maria dari<br />
dua dayang-dayang itu diterima buat Nabi sendiri dan yang<br />
kemudian telah melahirkan Ibrahim, dan Sirin dihadiahkannya<br />
kepada Hassan b. Thabit. Ada pun bagal itu oleh Nahi diberi<br />
nama "Duldul" dan warna putihnya memang unik sekali<br />
dibandingkan dengan bagal-bagal yang ada di negeri-negeri<br />
Arab, sedang keledainya diberi nama "Ufair" atau "Ya'fur."<br />
Hadiah itu oleh Muhammad diterima baik, dan disebutkan, bahwa<br />
Muqauqis tidak sampai menganut Islam, sebab dia takut kerajaan<br />
Mesir akan direnggut oleh Rumawi. Kalau tidak karena itu tentu<br />
ia akan sudah beriman dan termasuk orang yang telah mendapat<br />
hidayah pula.<br />
<br />
Setelah kita ketahui adanya hubungan yang begitu baik antara<br />
Najasyi di Abisinia dengan kaum Muslimin, sudah wajar sekali<br />
bila balasannya juga akan sangat baik, sehingga ada beberapa<br />
sumber menyebutkan bahwa ia telah masuk Islam, meskipun ada<br />
juga segolongan Orientalis yang masih menyangsikan<br />
keislamannya itu. Akan tetapi disamping surat yang berisi<br />
ajakan kepada Islam disertai pula sepucuk surat lain dengan<br />
permintaan supaya umat Muslimin yang ada di Abisinia sudah<br />
dapat dikembalikan ke Medinah. Dalam hal ini Najasyi telah<br />
menyiapkan dua buah kapal yang akan mengangkut mereka itu<br />
dengan dipimpin oleh Ja'far b. Abi Talib. Dalam rombongan ini<br />
ikut pula Umm Habiba (Ramla) bt. Abi Sufyan setelah suaminya<br />
meninggal, yaitu Abdullah ibn Jahsy yang datang ke Abisinia<br />
sebagai Muslim kemudian menjadi Nasrani dan tetap menganut<br />
agama Nasrani itu sampai matinya.<br />
<br />
Sekembalinya dari Abisinia Umm Habiba ini kemudian menjadi<br />
salah seorang isteri Nabi dan Umm'l-Mukminin. Beberapa ahli<br />
sejarah mengatakan bahwa Nabi mengawini Umm Habiba ini dengan<br />
maksud hendak mengadakan pertalian nasab dengan Abu Sufyan<br />
sebagai penegasan lebih kuat lagi terhadap perjanjian<br />
Hudaibiya. Yang lain berpendapat bahwa perkawinan Umm Habiba<br />
dengan Muhammad dengan Abu Sufyan yang masih tetap dalam<br />
paganisma - hanya akan menimbulkan kekesalan dan kesedihan<br />
saja dalam hatinya.<br />
<br />
Sebaliknya amir-amir (penguasa-penguasa) Arab, baik mereka<br />
yang dari Yaman atau dari Omman telah membalas surat Nabi itu<br />
dengan kasar sekali, sedang amir Bahrain membalasnya dengan<br />
baik dan dia pun masuk Islam. Sebaliknya amir Yamama, ia<br />
memperlihatkan kesediaannya akan masuk Islam asal dia diangkat<br />
jadi gubernur. Karena ambisinya itu oleh Nabi ia dikutuk.<br />
Penulis-penulis sejarah menyebutkan, bahwa tidak berselang<br />
setahun kemudian orang itu pun meninggal.<br />
<br />
Pembaca akan memperhatikan sekali sikap lemah-lembut dan<br />
pandangan yang begitu baik yang terkandung dalam jawaban<br />
sebagian besar raja-raja dan penguasa-penguasa itu. Tiada<br />
seorang pun dari utusan-utusan Muhammad itu yang dibunuh atau<br />
dipenjarakan. Bahkan mereka semua kembali dengan membawa<br />
balasan pesan yang sebahagian besar lemah-lembut, sekalipun<br />
dua balasan diantaranya ada yang kasar sifatnya. Bagaimana<br />
sebenarnya raja-raja itu menerima ajakan agama baru ini tanpa<br />
bertindak menghasut pembawa ajakan itu, juga tanpa mau<br />
menindasnya beramai-ramai? Soalnya ialah karena dunia pada<br />
waktu itu sama seperti dunia kita sekarang, pengaruh materi<br />
telah menguasai kehidupan rohani; yang menjadi tujuan hidup<br />
ialah kemewahan. Bangsa-bangsa saling berperang karena hendak<br />
mencari kemenangan, ingin memenuhi dan memuaskan ambisi dan<br />
nafsu raja-raja dan penguasa-penguasa itu ingin hidup lebih<br />
mewah lagi. Dalam dunia semacam ini segala pengertian akidah<br />
atau keyakinan akan jatuh ke bawah kaki upacara-upacara yang<br />
demonstratif sifatnya, sedang apa yang dilaksanakan itu tanpa<br />
disertai hati yang penuh iman. Yang dijadikan perhatian<br />
hanyalah supaya hal itu berada di tangan pemegang kekuasaan<br />
yang dapat memberi makan, pakaian dan menjamin adanya<br />
kesejahteraan dan kemakmuran hidup dengan segala kekayaan<br />
harta benda. Upacara-upacara itu dipertahankan hanyalah<br />
sekedar hendak memenuhi kepentingan materi itu. Kalau<br />
kepentingan itu sudah tak ada lagi, semangat mereka pun jadi<br />
hancur dan nafsu mengadakan perlawanan juga jadi lemah sekali.<br />
<br />
Orang mendengar ada ajakan baru sekitar suatu ajaran tentang<br />
iman - yang mudah dan kuat, yang membuat semua manusia sama di<br />
hadapan Tuhan Yang Maha Tunggal, Tempat orang menyembah dan<br />
meminta pertolongan. Yang menentukan apa yang berguna dan apa<br />
yang tidak untuk dirinya itu. Dengan cahaya yang memancar dari<br />
kehendak Tuhan, ia akan menganggap kecil segala ancaman<br />
raja-raja di muka bumi ini semua. Orang yang hanya takut<br />
kepada kemurkaan Tuhan ia akan dapat menggetarkan hati<br />
raja-raja yang sedang hanyut dalam kemenangan hidup itu. Hanya<br />
orang yang bertaubatlah, orang yang benar-benar beriman dan<br />
berbuat kebaikan sajalah dapat mengharapkan pengampunan Tuhan.<br />
<br />
Oleh karena itu, tatkala orang mendengar tentang adanya ajakan<br />
baru itu, dan melihat pembawanya begitu tabah menghadapi<br />
segala macam penindasan, menghadapi kekejaman, penyiksaan dan<br />
segala kekuatan hidup materi, dengan kekuatannya yang terus<br />
berkembang, padahal dia adalah yatim piatu, miskin dan tidak<br />
punya apa-apa, suatu hal yang tak pernah terbayangkan, baik<br />
oleh negerinya sendiri atau pun oleh negeri-negeri Arab<br />
lainnya - ketika itulah orang menjulurkan leher, ia memasang<br />
telinga baik-baik, jiwanya merasa haus, hatinya ingin terbang<br />
melihat sumber mata-air itu; hanya saja masih ada rasa takut,<br />
rasa sangsi yang mengalanginya dari kenyataan yang ada itu.<br />
Itu sebabnya maka ada diantara raja-raja itu yang memberikan<br />
balasan dengan sangat lemah-lembut, dan dengan demikian iman<br />
dan keyakinan kaum Muslimin pun makin kuat pula.<br />
<br />
Muhammad sudah kembali dari Khaibar. Ja'far bersama-sama kaum<br />
Muslimin sudah kembali dari Abisinia, dan utusan-utusan<br />
Muhammad juga sudah pula kembali dari tempat mereka<br />
masing-masing ditugaskan. Mereka semua bertemu lagi di<br />
Medinah. Mereka bertemu untuk sama-sama tinggal selama dalam<br />
tahun itu, dengan penuh rindu menantikan tahun yang akan<br />
datang, akan menunaikan ibadah haji ke Mekah, memasuki kota<br />
itu dengan aman tenteram, dengan kepala dicukur atau digunting<br />
tanpa akan merasa takut. Begitu gembiranya Muhammad berjumpa<br />
dengan Ja'far sampai ia berkata, mana yang lebih<br />
menggembirakan hatinya: kemenangannya atas Khaibar ataukah<br />
pertemuannya dengan Ja'far. Pada waktu itulah timbulnya cerita<br />
yang mengatakan, bahwa pihak Yahudi telah menyihir Muhammad<br />
dengan perbuatan Labid, sehingga ia mengira bahwa dia<br />
melakukan sesuatu, padahal ia tidak melakukannya.<br />
Sumber-sumber cerita ini sebenarnya sangat kacau sekali dan<br />
ini menguatkan pendapat orang yang mengatakan bahwa cerita ini<br />
cuma dibikin-bikin dan samasekali tidak punya dasar.<br />
<br />
Kaum Muslimin tinggal di Medinah dengan aman dan tenteram, dan<br />
menikmati hidup dan menikmati karunia dan keridaan Tuhan.<br />
Masalah perang tidak mereka pikirkan lagi. Tidak lebih yang<br />
dilakukan hanya mengirimkan pasukan-pasukan guna menindak<br />
barangsiapa saja yang bermaksud hendak melanggar hak-hak<br />
orang, atau hendak merampas harta-benda orang.<br />
<br />
Setelah berjalan setahun - ketika itu bulan Zulkaidah - Nabi<br />
pun berangkat dengan membawa duaribu orang guna melakukan<br />
umrah pengganti sesuai dengan ketentuan-ketentuan Hudaibiya,<br />
juga untuk menghilangkan rasa haus yang sudah sangat dirasakan<br />
oleh jiwa yang tengah dahaga hendak menunaikan ibadah ke Rumah<br />
Purba itu.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Muqauqis konon bukan nama pribadi, melainkan gelar<br />
penguasa-penguasa Mesir pada saat-saat terakhir<br />
kekuasaan Rumawi, dari bahasa Kopti, Pkauchios (A).<br />
<br />
2 Tentang arti dan paradigma kata-kata ini pendapat<br />
orang bermacam-macam. Diantara arti kata arisiyin<br />
(jamak arisi) ialah kata arisiyin pelayan-pelayan dan<br />
dayang-dayang. Maksud kalimat itu ialah dia<br />
bertanggungjawab atas dosa rakyatnya karena dia<br />
merintangi mereka dari agama. (Lihat Nihaya-nya<br />
Ibn'l-Athir dan kamus-kamus bahasa, sub verbo,<br />
"ra-asa.")<br />
<br />
3 Fadak ialah sebuah desa daerah koloni Yahudi di<br />
Hijaz, tidak jauh dari Medinah (A).<br />
<br />
4 Wadi'l-Qura ialah sebuah wadi atau lembah terletak<br />
antara Medinah dengan Syam (A).<br />
<br />
5 Himsh atau Homs, sebuah kota lama (Emesa) di Suria<br />
Tengah (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-61414829660819143472010-09-11T05:41:00.000-07:002010-09-11T05:41:58.762-07:00<div style="color: red;"><br />
</div><div style="color: red;"><br />
</div><div style="color: red;">BAGIAN KEDUAPULUH: PERJANJLAN HUDAIBIYA (1/3)</div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Setelah enam tahun di Medinah - Muhammad mengajak<br />
orang berhaji - Tak ada petempuran dan tak ada perang<br />
- Quraisy keberatan Muslimin memasuki Mekah -<br />
Perundingan perdamaian - Kesabaran Muhammad dan<br />
politiknya - Perjanjian Hudaibiya suatu kemenangan<br />
yang nyata<br />
<br />
ENAM tahun lamanya sudah sejak Nabi dan sahabat-sahabatnya<br />
hijrah dari Mekah ke Medinah. Seperti kita lihat, selama itu<br />
mereka terus-menerus bekerja keras, terus-menerus dihadapkan<br />
kepada peperangan, kadang dengan pihak Quraisy, adakalanya<br />
pula dengan pihak Yahudi. sementara itu Islampun makin<br />
tersebar luas, makin kuat dan ampuh pula<br />
<br />
Sejak tahun pertama Hijrah, Muhammad sudah mengubah kiblatnya<br />
dari al-Masjid'l-Aqsha ke al-Masjid'l-Haram. Sekarang kaum<br />
Muslimin menghadap ke Baitullah yang di bangun oleh Ibrahim di<br />
Mekah, dan yang kemudian bangunan itu dibaharui lagi tatkala<br />
Muhammad masih muda belia. Waktu itu ia juga turut mengangkat<br />
batu hitam ketempatnya di ujung dinding bangunan itu. Tak<br />
terlintas dalam pikirannya atau dalam pikiran siapapun juga<br />
waktu itu, bahwa Tuhan akan menurunkan risalah kepadanya.<br />
<br />
Sejak ratusan tahun yang lalu, al-Masjid'l-Haram ini (Mesjid<br />
Suci) sudah menjadi arah tujuan orang-orang Arab dalam<br />
melakukan ibadat. Dalam bulan-bulan suci setiap tahun mereka<br />
datang ke tempat itu. Setiap orang yang datang keamanannya<br />
terjamin. Apabila orang bertemu dengan musuh yang paling keras<br />
sekalipun, di tempat ini ia tak dapat menghunus pedang atau<br />
mengadakan pertumpahan darah. Akan tetapi sejak Muhammad dan<br />
kaum Muslimin sudah hijrah, pihak Quraisy telah mengambil<br />
tanggung jawab dengan melarang mereka memasuki Mesjid Suci<br />
itu, melarang mereka mendekatinya diluar golongan Arab<br />
lainnya. Dalam hal ini firman Tuhan turun pada tahun Hijrah<br />
pertama itu:<br />
<br />
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan suci: bolehkah<br />
berperang? Katakanlah: Berperang dalam bulan itu suatu dosa<br />
besar. Tetapi merintangi orang dari jalan Allah dan ingkar<br />
kepadaNya, merintangi orang memasuki Masjid Suci serta<br />
mengusir penduduk dari sekitar tempat itu, lebih besar lagi<br />
dosanya disisi Allah." (Qur'an, 2:217)<br />
<br />
Dan sesudah perang Badr juga firman Tuhan ini datang:<br />
<br />
"Dan kenapa Allah tidak akan menyiksa mereka padahal mereka<br />
merintangi orang memasuki Mesjid Suci, sedang mereka bukan<br />
penanggungjawabnya. Mereka yang bertanggungjawab mengurusnya<br />
sebenarnya ialah orang-orang yang bertakwa. Tetapi mereka<br />
kebanyakan tidak mengetahui. Dan sembahyang mereka di sekitar<br />
Rumah Suci itu tidak lain hanya bersiul dan bertepuk tangan.<br />
Oleh karena itu rasakan siksaan yang disebabkan oleh<br />
kekafiranmu itu. Orang-orang kafir itu mengeluarkan harta<br />
mereka guna melarang orang dari jalan Allah; maka mereka masih<br />
akan mengeluarkan harta mereka. Sesudah itu mereka menyesal,<br />
lalu mereka kalah. Dan orang-orang yang kafir itu akan<br />
dikumpulkan di dalam neraka" (Qur'an, 8:34-36)<br />
<br />
Selama enam tahun itu banyak sekali ayat-ayat turun<br />
berturut-turut mengenai Mesjid Suci itu yang oleh Tuhan<br />
dijadikan tempat manusia berkumpul dan tempat yang aman. Akan<br />
tetapi pihak Quraisy menganggap Muhammad dan<br />
pengikut-pengikutnya telah mengingkari dewa-dewa dalam Rumah<br />
Suci itu: Hubal, Isaf, Na'ila dan berhala-berhala yang lain.<br />
Oleh karena itu memerangi dan melarang mereka datang<br />
berkunjung ke Ka'bah adalah suatu kewajiban buat Quraisy,<br />
kalau mereka tidak mau kembali kepada dewa-dewa<br />
nenek-moyangnya.<br />
<br />
Sementara itu kaum Muslimin merasa menderita karena tak dapat<br />
melakukan tugas agama yang sudah menjadi kewajiban mereka,<br />
juga sudah menjadi kewajiban nenek-moyang mereka dahulu.<br />
Disamping itu kaum Muhajirin sendiripun sudah merasa tersiksa<br />
dan merasa tertekan - tersiksa dalam pembuangan, tertekan<br />
karena kehilangan tanah air dan keluarga. Hanya saja mereka<br />
itu semua yakin akan adanya pertolongan Tuhan kepada Rasul dan<br />
kepada mereka serta mengangkat taraf agama mereka diatas agama<br />
lain. Mereka percaya sekali, bahwa tak lama lagi pasti akan<br />
datang waktunya Tuhan membukakan pintu Mekah kepada mereka,<br />
dan mereka akan bertawaf di Rumah Purba (Ka'bah) itu,<br />
menunaikan kewajiban agama yang diwajibkan Tuhan kepada<br />
seluruh umat manusia. Kalau selama itu, tahun demi tahun yang<br />
terjadi hanya peperangan, dari perang Badr ke Uhud, lalu<br />
Khandaq, kemudian peperangan-peperangan dan<br />
kesibukan-kesibukan lain, maka hari yang mereka harap-harapkan<br />
itu kini pasti akan tiba. Mereka sangat merindukan hari yang<br />
diharap-harapkan itu. Tidak kurang pula Muhammad seperti<br />
mereka, sangat merindukannya dan yakin sekali, bahwa saatnya<br />
sudah dekat!<br />
<br />
Dengan melarang mengadakan ziarah ke Mekah serta menunaikan<br />
kewajiban berhaji dan menjalankan umrah, sebenarnya<br />
orang-orang Quraisy sudah melakukan kekejaman terhadap<br />
Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Rumah Purba ini bukanlah<br />
milik Quraisy, melainkan milik semua orang Arab. Hanya saja<br />
orang-orang Quraisy itu berkewajiban menjaga Ka'bah dan<br />
mengurus air buat para pengunjung, yakni yang meliputi segala<br />
macam kepengurusan Rumah Suci dan pemeliharaan<br />
pengunjung-pengunjungnya. Tujuan sesuatu kabilah itu satu sama<br />
lain dengan menyembah berhala tidaklah berarti membenarkan<br />
tindakan Quraisy melarang orang berziarah dan bertawaf di<br />
Ka'bah serta melakukan segala upacara dan penyembahan berhala.<br />
Muhammad datang mengajak orang menjauhi penyembahan berhala<br />
dan membersihkan diri dari segala noda paganisma dan syirik.<br />
Ia mengajak orang ke tingkat jiwa yang lebih tinggi, yakni<br />
menyembah hanya kepada Allah Yang Tunggal dan tidak bersekutu.<br />
Ia akan menempatkannya di atas segala kekurangan, akan membawa<br />
kehidupan rohani ke tempat yang dapat menangkap arti kesatuan<br />
alam serta keesaan Tuhan. Jadi oleh karena menjalankan ibadah<br />
haji dan umrah itu merupakan salah satu kewajiban agama, maka<br />
melarang penganut-penganut agama baru ini melakukan kewajiban<br />
agamanya berarti suatu tindakan permusuhan.<br />
<br />
Akan tetapi apabila Muhammad kemudian datang juga disertai<br />
orang-orang yang sudah beriman kepada Allah dan kepada<br />
ajarannya, yang sebenarnya mereka ini penduduk asli Mekah,<br />
maka orang-orang Quraisy itu kuatir rakyat jelata di Mekah<br />
akan menggabungkan diri kepadanya lalu merasa pula bahwa<br />
memisahkan mereka dari sanak keluarga, adalah suatu tindakan<br />
kekejaman. Dengan demikian ini akan merupakan benih yang dapat<br />
mencetuskan perang saudara.<br />
<br />
Disamping itu pemimpin-pemimpin Quraisy dan pemuka-pemuka<br />
Mekah tidak pula melupakan Muhammad dan pengikutnya yang telah<br />
menghancurkan perdagangan mereka, merintangi jalan mereka yang<br />
sudah rata itu ke Syam. Oleh karenanya dalam jiwa mereka sudah<br />
tertanam rasa dendam dan permusuhan; padahal sudah cukup<br />
diketahui, bahwa Rumah itu kepunyaan Allah dan kepunyaan<br />
seluruh masyarakat Arab, dan bahwa kewajiban mereka hanyalah<br />
menjaganya dan memelihara orang-orang yang sedang berziarah.<br />
<br />
Telah lampau enam tahun sejak hijrah, kaum Muslimin sudah<br />
gelisah sekali karena rindu ingin berziarah ke Ka'bah dan<br />
ingin menunaikan ibadah haji dan umrah. Pada suatu pagi bila<br />
mereka sedang berkumpul di mesjid, tiba-tiba Nabi<br />
memberitahukan kepada mereka bahwa ia telah mendapat ilham<br />
dalam mimpi hakiki, bahwa insya Allah mereka akan memasuki<br />
Mesjid Suci dengan aman tenteram, dengan kepala dicukur atau<br />
digunting tanpa akan merasa takut.<br />
<br />
Begitu mereka mendengar berita mengenai mimpi Rasulullah itu,<br />
serentak mereka mengucap; Alhamdulillah. Secepat kilat berita<br />
ini telah tersebar ke seluruh penjuru Medinah. Tetapi<br />
bagaimana caranya memasuki Masjid Suci itu? Dengan perangkah?<br />
Ataukah orang-orang Quraisy secara paksa harus dikosongkan?<br />
Atau barangkali Quraisy dengan tunduk menyerah membukakan<br />
jalan?<br />
<br />
Tidak. Tak ada pertempuran, tak ada perang. Bahkan Muhammad<br />
mengumumkan kepada orang ramai supaya pergi menunaikan ibadah<br />
haji dalam bulan Zulhijah yang suci. Dikirimnya utusan-utusan<br />
kepada kabilah-kabilah yang bukan dari pihak Muslimin,<br />
dianjurkannya mereka supaya ikut bersama-sama pergi berangkat<br />
ke Baitullah, dengan aman, tanpa ada pertempuran. Dalam pada<br />
itu yang diinginkan sekali oleh Muhammad ialah supaya kaum<br />
Muslimin dapat berangkat sebanyak mungkin. Maksud baik<br />
daripada ini ialah supaya semua orang Arab mengetahui bahwa<br />
kepergiannya dalam bulan suci itu hendak menunaikan ibadah<br />
haji, bukan akan berperang. Ia hanya ingin melaksanakan suatu<br />
kewajiban dalam hukum Islam, yang juga diwajibkan dalam<br />
agama-agama orang Arab sebelum itu. Untuk itu diajaknya<br />
orang-orang Arab yang tidak se-agama itu agar juga melakukan<br />
kewajiban tersebut. Sesudah semua itu, kalaupun Quraisy masih<br />
juga bersikeras hendak memeranginya dalam bulan suci, hendak<br />
melarang orang Arab akan apa yang sudah menjadi kepercayaan<br />
sekalipun berlain-lainan, maka takkan ada orang-orang Arab<br />
yang mau mendukung sikap Quraisy atau akan membantu mereka<br />
melawan kaum Muslimin. Dengan sikap keras itu mereka hendak<br />
membendung orang pergi ke Mesjid Suci, hendak membelokkan<br />
orang dari agama Ismail. dan dari agama Ibrahim, leluhur<br />
mereka.<br />
<br />
Oleh karena itu pihak Muslimin merasa aman juga kalau<br />
orang-orang Arab itu dapat menggabungkan diri seperti golongan<br />
Ahzab dulu. Agamanya akan lebih terpandang dimata orang-orang<br />
Arab yang belum beriman itu. Apa pula yang akan dikatakan<br />
Quraisy kepada mereka yang datang ke tanah suci itu, tanpa<br />
membawa senjata kecuali pedang yarig disarungkan, didahului<br />
oleh binatang kurban yang hendak mereka sembelih. Buat mereka<br />
tak ada urusan lain daripada hanya akan menunaikan tugas agama<br />
dengan bertawaf di Baitullah, yang juga menjadi kewajiban<br />
semua masyarakat Arab itu.<br />
<br />
Muhammad mengumumkan kepada semua orang supaya berangkat<br />
menunaikan ibadah haji. Kepada kabilah-kabilah di luar<br />
Muslimin juga dimintanya berangkat bersama-sama. Tetapi banyak<br />
juga dari mereka itu yang masih menunda-nunda. Dalam bulan<br />
Zulkaedah sebagai salah satu bulan suci, ia berangkat dengan<br />
rombongan dari kaum Muhajirin dan Anshar, serta beberapa<br />
kabilah Arab yang mau menggabungkan diri, didahului di depan<br />
oleh untanya, Al-Qashwa. Jumlah mereka yang berangkat ketika<br />
itu sebanyak seribu empatratus orang. Muhammad membawa<br />
binatang kurban terdiri dari tujuhpuluh ekor unta1, dengan<br />
mengenakan pakaian ihram, dengan maksud supaya orang<br />
mengetahui, bahwa ia datang bukan mau berperang, melainkan<br />
khusus hendak berziarah dan mengagungkan Baitullah.<br />
<br />
Bilamana rombongan sudah sampai di Dzu'l-Hulaifa2 mereka<br />
menyiapkan kurban dan mengucapkan talbiah. Binatang kurban itu<br />
dilepaskan dan disebelah kanan masing-masing hewan itu diberi<br />
tanda, di antaranya terdapat unta Abu Jahl yang kena rampas<br />
dalam perang Badr. Tiada seorang juga dari rombongan haji itu<br />
yang membawa senjata selain pedang tersarung yang biasa dibawa<br />
orang dalam perjalanan. Isteri Nabi yang ikut serta dalam<br />
perjalanan ini ialah Umm Salama.<br />
<br />
Berita tentang Muhammad dan rombongannya serta tujuan<br />
kepergiannya hendak menunaikan ibadah haji itu sudah sampai<br />
juga kepada Quraisy. Akan tetapi dalam hati mereka timbul rasa<br />
kuatir. Masalahnya buat mereka adalah sebaliknya. Mereka<br />
menduga kedatangannya hanya sebagai suatu tipu muslihat saja.<br />
Dengan begitu Muhammad mau menipu supaya dapat memasuki Mekah,<br />
karena mereka dan golongan Ahzab pernah pula terlarang tak<br />
dapat memasuki Medinah. Apa yang mereka ketahui tentang lawan<br />
mereka yang hendak memasuki Tanah Suci melakukan Umrah itu<br />
serta apa yang sudah diumumkan di seluruh jazirah bahwa<br />
sebenarnya mereka hanya didorong oleh rasa keagamaan hendak<br />
menunaikan kewajiban yang sudah juga diakui oleh seluruh orang<br />
Arab, tidak akan dapat mengubah keputusan Quraisy hendak<br />
mencegah Muhammad memasuki Mekah; betapa pun besarnya<br />
pengorbanan yang harus mereka lakukan guna melaksanakan<br />
keputusan mereka itu.<br />
<br />
Oleh karena itu sebuah pasukan tentara yang barisan berkudanya<br />
saja terdiri dari 200 orang, oleh Quraisy segera di kerahkan<br />
dan pimpinannya di serahkan kepada Khalid bin'l-Walid dan<br />
'Ikrima bin Abi Jahl. Pasukan ini maju ke depan supaya dapat<br />
merintangi Muhammad masuk Ibukota (Mekah). Mereka maju terus<br />
sampai dapat bermarkas di Dhu Tuwa.<br />
<br />
Sebaliknya Muhammad ia meneruskan perjalanannya. Sesampainya<br />
di 'Usfan3 ia bertemu dengan seseorang dari suku Banu Ka'b.<br />
Nabi menanyakan kalau-kalau orang itu mengetahui berita-berita<br />
sekitar Quraisy.<br />
<br />
"Mereka sudah mendengar tentang perjalanan tuan ini,"<br />
jawabnya. "Lalu mereka berangkat dengan mengenakan pakaian<br />
kulit harimau. Mereka berhenti di Dhu Tuwa dan sudah bersumpah<br />
bahwa tempat itu sama-sekali tidak boleh tuan masuki. Sekarang<br />
Khalid bin'l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah maju terus<br />
ke Kira'l-Ghamim."4<br />
<br />
"O, kasihan Quraisy!" kata Muhammad. "Mereka sudah lumpuh<br />
karena peperangan. Apa salahnya kalau mereka membiarkan saja<br />
saya dengan orang-orang Arab yang lain itu. Kalaupun mereka<br />
sampai membinasakan saya, itulah yang mereka harapkan, dan<br />
kalau Tuhan memberi kemenangan kepada saya, mereka akan masuk<br />
Islam secara beramai-ramai. Tetapi jika itupun belum mereka<br />
lakukan, mereka pasti akan berperang, sebab mereka mempunyai<br />
kekuatan. Quraisy mengira apa. Saya akan terus berjuang, demi<br />
Allah, atas dasar yang diutuskan Allah kepada saya sampai<br />
nanti Allah memberikan kemenangan atau sampai leher ini putus<br />
terpenggal."<br />
<br />
Kemudian ia berfikir, apa gerangan yang akan diperbuatnya.<br />
Keberangkatannya dari Medinah bukan akan berperang. Ia mau<br />
memasuki Tanah Suci hanya hendak berziarah ke Baitullah, ia<br />
hendak menunaikan kewajiban kepada Tuhan.<br />
<br />
Ia tidak mengadakan persiapan perang. Boleh jadi juga kalaupun<br />
dia berperang dan dikalahkan, hal ini akan dijadikan<br />
kebanggaan oleh Quraisy. Atau barangkali Khalid dan 'Ikrima<br />
itu disuruh dengan tujuan sengaja hendak mencapai maksud itu,<br />
setelah diketahui bahwa ia berangkat bukan dengan maksud<br />
hendak berperang?<br />
<br />
Sementara Muhammad sedang berpikir-pikir itu pasukan Quraisy<br />
sudah tampak sejauh mata memandang. Tampaknya sudah tak ada<br />
jalan lagi buat Muslimin akan dapat mencapai tujuan, kecuali<br />
jika mau menerobos barisan itu. Dan jika pun terjadi<br />
pertempuran pihak Quraisy akan mempertahankan kehormatan dan<br />
tanah airnya. Suatu pertempuran yang memang tidak diingini<br />
oleh Muhammad. Akan tetapi Quraisy hendak memaksanya juga<br />
supaya ia bertempur dan supaya melibatkan diri ke dalam<br />
peperangan.<br />
<br />
Sungguhpun begitu pihak Muslimimpun tidak kurang pula semangat<br />
pertahanannya. Adakalanya dengan pedang terhunus saja sudah<br />
cukup buat mereka menangkis serangan musuh. Tetapi dengan<br />
demikian tujuannya jadi hilang, dan akan dipakai alasan oleh<br />
Quraisy di kalangan orang-orang Arab yang lain. Pandangannya<br />
lebih jauh dari itu, siasatnya lebih dalam dan lebih matang É<br />
Jadi, dia menyerukan kepada orang banyak itu sambil katanya:<br />
<br />
"Siapa yang dapat membawa kita ke jalan lain daripada tempat<br />
mereka sekarang berada?"<br />
<br />
Dengan demikian ia masih berpegang pada pendapatnya hendak<br />
menempuh saluran damai yang sudah digariskannya sejak ia<br />
berangkat dari Medinah dan berniat hendak pergi menunaikan<br />
ibadah haji ke Mekah.<br />
<br />
Dalam pada itu kemudian ada seorang laki-laki yang bersedia<br />
membawa mereka ke tempat lain dengan melalui jalan<br />
berliku-liku antara batu-batu karang yang curam yang sangat<br />
sulit dilalui. Kaum Muslimin merasa sangat letih menempuh<br />
jalan itu. Tetapi akhirnya mereka sampai juga ke sebuah jalan<br />
datar pada ujung wadi. Jalan ini mereka tempuh melalui sebelah<br />
kanan yang akhirnya keluar di Thaniat'l-Murar, jalan menurun<br />
ke Hudaibiya di sebelah bawah kota Mekah.<br />
<br />
Setelah pasukan Quraisy melihat apa yang dilakukan Muhammad<br />
dan sahabat-sahabatnya itu, merekapun cepat-cepat memacu<br />
kudanya kembali ke tempat semula dengan maksud hendak<br />
mempertahankan Mekah bila diserbu oleh pihak Muslimin.<br />
<br />
Bila kaum Muslimin sampai di Hudaibiya. Al-Qashwa' (unta<br />
kepunyaan Nabi) berlutut. Kaum Muslimin menduga ia sudah<br />
terlalu lelah. Tetapi Rasulullah berkata:<br />
<br />
"Tidak. Ia (unta itu) ditahan oleh yang menahan gajah dulu<br />
dari Mekah. Setiap ada ajakan dari Quraisy dengan tujuan<br />
mengadakan hubungan kekeluargaan, tentu saya sambut."<br />
<br />
Kemudian dimintanya orang-orang itu supaya turun dari<br />
kendaraan. Tetapi mereka berkata:<br />
<br />
"Rasulullah, kalaupun kita turun, di lembah ini tak ada air."<br />
<br />
(bersambung ke bagian 2/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH: PERJANJLAN HUDAIBIYA (2/3)</b><br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Mendengar itu ia mengeluarkan sebuah anak panah dari tabungnya<br />
lalu diberikannya kepada seseorang supaya dibawa turun kedalam<br />
salah sebuah sumur yang banyak tersebar di tempat itu. Bila<br />
anakpanah itu ditancapkan ke dalam pasir pada dasar sumur<br />
ketika itu airpun memancar. Orang baru merasa puas dan<br />
merekapun turun.<br />
<br />
Mereka turun dari kendaraan. Akan tetapi pihak Quraisy di<br />
Mekah selalu mengintai. Lebih baik mereka mati daripada<br />
membiarkan Muhammad memasuki wilayah mereka dengan cara<br />
kekerasan sekalipun. Adakah agaknya mereka sudah mengadakan<br />
persiapan dan perlengkapan perang guna menghadapi Quraisy,<br />
kemudian Tuhan yang akan menentukan nasib mereka masing-masing<br />
dan Tuhan juga yang akan memutuskan persoalannya jika sudah<br />
mesti terjadi?!<br />
<br />
Kearah inilah mereka sebagian berpikir dan pada kemungkinan<br />
ini pula pihak Quraisy itu berpikir. Sekiranya hal ini memang<br />
teriadi dan yang mendapat kemenangan pihak Muslimin, tentu<br />
tamatlah riwayat Quraisy itu di mata orang, untuk<br />
selama-lainanya- Posisi Quraisy jadi terancam kalau begitu,<br />
jabatan menjaga Ka'bah dan mengurus air para pengunjung dan<br />
segala macam upacara keagamaan yang dibanggakan kepada<br />
masyarakat Arab itu, akan hilang dari tangan mereka. Jadi apa<br />
yang harus mereka lakukan kalau begitu? Kedua kelompok itu<br />
masing-masing sekarang sedang memikirkan langkah berikutnya.<br />
Adapun Muhammad sendiri ia tetap berpegang pada langkah yang<br />
sudah digariskannya sejak semula, mengadakan persiapan untuk<br />
'umrah, yaitu suatu langkah perdamaian dan menghindari adanya<br />
pertempuran; kecuali jika pihak Quraisy menyerangnya atau<br />
mengkhianatinya; tak ada jalan lain iapun harus menghunus<br />
pedang.<br />
<br />
"Sebaliknya Quraisy, mereka masih maju-mundur. Kemudian<br />
terpikir oleh mereka akan mengutus beberapa orang terkemuka<br />
dari kalangan mereka; dan satu segi untuk menjajagi<br />
kekuatannya dan dari segi lain untuk merintangi jangan sampai<br />
masuk Mekah. Dalam hal ini yang datang menemuinya ialah Budail<br />
b. Warqa' dalam suatu rombongan yang terdiri dari suku<br />
Khuza'a. Oleh mereka ditanyakan, gerangan apa yang<br />
mendorongnya datang. Setelah dalam pembicaraan itu mereka<br />
merasa puas, bahwa ia datang bukan untuk berperang, melainkan<br />
hendak berziarah dan hendak memuliakan Rumah Suci, merekapun<br />
pulang kembali kepada Quraisy. Mereka juga ingin meyakinkan<br />
Quraisy, supaya orang itu dan sahabat-sahabatnya dibiarkan<br />
saja mengunjungi Rumah Suci. Akan tetapi mereka malah dituduh<br />
dan tidak diterima baik oleh Quraisy. Dikatakannya kepada<br />
mereka: Kalau kedatangannya tidak menghendaki perang, pasti ia<br />
takkan masuk kemari secara paksa dan kitapun takkan menjadi<br />
bahan pembicaraan orang.<br />
<br />
Kemudian Quraisy mengutus orang lain yang sudah mengetahui<br />
keadaan mereka dari orang yang sudah diutus sebelumnya. Ia<br />
tidak akan serampangan supaya jangan dituduh pula oleh<br />
Quraisy. Dalam maksudnya hendak memerangi Muhammad itu Quraisy<br />
banyak menyandarkan diri kepada sekutunya dari golongan<br />
Ahabisy5. Terpikir oleh Quraisy pemimpin mereka ini yang<br />
hendak di utus, kalau-kalau bila sudah diketahui bahwa<br />
Muhammad tidak juga mau mengerti dan tidak ada saling<br />
pengertian dengan dia Quraisy akan merasa lebih mendapat<br />
dukungan dan akan lebih kuat mereka menghadapi Muhammad. Untuk<br />
itu maka berangkatlah Hulais pemimpin Ahabisy itu menuju ke<br />
perkemahan Muslimin.<br />
<br />
Tatkala Nabi melihatnya ia datang, dimintanya supaya ternak<br />
kurban itu dilepaskan didepan matanya, supaya dapat melihat<br />
dengan mata kepala sendiri adanya suatu bukti yang sudah<br />
jelas, bahwa orang-orang yang oleh Quraisy hendak diperangi<br />
itu tidak lain adalah orang-orang yang datang hendak berziarah<br />
ke Rumah Suci. Hulais dapat menyaksikan sendiri adanya ternak<br />
kurban yang tujuhpuluh ekor itu, mengalir dari tengah wadi<br />
dengan bulu yang sudah rontok. Terharu sekali ia melihat<br />
pemandangan itu. Dalam hatinya timbul rasa keagamaannya. Ia<br />
yakin bahwa dalam hal ini pihak Quraisylah yang berlaku kejam<br />
terhadap mereka, yang datang bukan ingin berperang atau<br />
mencari permusuhan.<br />
<br />
Sekarang ia kembali kepada Quraisy tanpa menemui Muhammad<br />
lagi. Diceritakannya kepada mereka apa yang telah dilihatnya.<br />
Tetapi begitu mendengar ceritanya itu, Quraisy naik pitam.<br />
<br />
"Duduklah," kata mereka kepada Hulais. "Engkau ini Arab badui<br />
yang tidak tahu apa-apa."<br />
<br />
Mendengar itu Hulais juga jadi marah. Diingatkannya bahwa<br />
persekutuannya dengan Quraisy itu bukan untuk merintangi orang<br />
dari Rumah Suci, siapa saja yang datang berziarah, dan tidak<br />
semestinya mereka akan mencegah Muhammad dan beberapa orang<br />
Ahabisy yang datang dengan dia ke Mekah. Takut akan akibat<br />
kemarahannya itu, Quraisy mencoba membujuknya kembali dan<br />
memintanya supaya menunda sampai dapat mereka pikirkan lebih<br />
lanjut.<br />
<br />
Kemudian terpikir oleh mereka hendak mengutus orang yang<br />
bijaksana dan dapat mereka yakinkan kebijaksanaannya. Hal ini<br />
mereka bicarakan kepada 'Urwa ibn Mas'ud ath-Thaqafi.<br />
Menanggapi pendapatnya mengenai sikap mereka yang keras dan<br />
memperlakukan tidak layak terhadap kepada utusan yang<br />
sebelumnya, mereka meminta maaf kepada 'Urwa. Setelah mereka<br />
minta maaf dan sekaligus menegaskan bahwa mereka sangat<br />
menaruh kepercayaan kepadanya dan yakin sekali akan<br />
kebijaksanaan dan pandangannya yang baik, ia pun berangkat<br />
menemui Muhammad dan dikatakannya bahwa Mekah juga tanah<br />
tumpah darahnya yang harus dipertahankan. Kalau ini sampai<br />
dirusak, yang akan diderita oleh penduduk yang tinggal di<br />
tempat itu, yang terdiri dari rakyat jelata yang campur-aduk,<br />
kemudian dia ditinggalkan oleh rakyat jelata itu, maka yang<br />
akan mengalami kecemaran yang cukup parah adalah Quraisy,<br />
suatu hal yang oleh Muhammad juga tidak diinginkan, sekalipun<br />
antara dia dengan Quraisy terjadi perang terbuka.<br />
<br />
Ketika itu Abu Bakr berkata kepada 'Urwa dengan membantah<br />
keras, bahwa orang akan meninggalkan Rasullullah. 'Urwa<br />
mengajaknya berbicara sambil memegang janggut Muhammad. Sedang<br />
Mughira bin Syu'ba yang berdiri di arah kepala Rasul memukul<br />
tangan 'Urwa setiap ia memegang janggut Muhammad meskipun ia<br />
sadar bahwa sebelum ia masuk Islam, 'Urwa pernah menebuskan<br />
tigabelas diat atas beberapa orang yang telah dibunuh oleh<br />
Mughira.<br />
<br />
Sekarang 'Urwa pulang kembali setelah ia mendapat keterangan<br />
dari Muhammad sama seperti yang juga diberikan kepada mereka<br />
yang datang sebelumnya, bahwa kedatangannya bukan hendak<br />
berperang, melainkan hendak mengagungkan Rumah Suci,<br />
menunaikan kewajiban kepada Tuhan.<br />
<br />
"Saudara-saudara," katanya setelah ia berada kembali di<br />
tengah-tengah masyarakat Quraisy. "Saya sudah pernah bertemu<br />
dengan Kisra, dengan Kaisar dan dengan Negus di kerajaan<br />
mereka masing-masing. Tetapi belum pernah saya melihat seorang<br />
raja dengan rakyatnya seperti Muhammad dengan<br />
sahabat-sahabatnya itu. Begitu ia hendak mengambil wudu,<br />
sahabat-sahabatnya sudah lebih dulu bergegas. Begitu mereka<br />
melihat ada rambutnya yang jatuh, cepat-cepat pula mereka<br />
mengambilnya. Mereka takkan menyerahkannya bagaimanapun juga.<br />
Pikirkanlah kembali baik-baik."<br />
<br />
Pembicaraan seperti yang kita kemukakan itu berjalan lama<br />
juga. Terpikir oleh Muhammad, mungkin utusan-utusan Quraisy<br />
itu tidak berani menyampaikan pendapatnya yang akan dapat<br />
meyakinkan pihak Quraisy. Oleh karena itu dari pihaknya ia<br />
lalu mengutus orang menyampaikan pendapatnya itu. Akan tetapi<br />
disini unta utusan itu oleh mereka ditikam. Bahkan utusan itu<br />
hendak mereka bunuh kalau tidak pihak Ahabisy segera mencegah<br />
dan utusan itu dilepaskan. Ini menunjukkan, bahwa dengan<br />
tingkah-lakunya itu pihak Mekah memang sudah dikuasai oleh<br />
jiwa kebencian dan permusuhan, yang membuat pihak Muslimin<br />
gelisah tidak sabar lagi, sampai-sampai ada diantaranya yang<br />
sudah berpikir sampai ke soal perang.<br />
<br />
Sementara mereka sedang berusaha hendak mencapai persetujuan<br />
dengan jalan saling tukar-menukar utusan, beberapa orang yang<br />
tidak bertanggungjawab dari pihak Quraisy malam-malam keluar<br />
dan mereka ini melempari kemah Nabi dengan batu. Jumlah mereka<br />
ini pada suatu ketika sampai empatpuluh atau limapuluh orang,<br />
dengan maksud hendak menyerang sahabat-sahabat Nabi. Tetapi<br />
mereka ini tertangkap basah lalu di bawa kepada Nabi. Tahukah<br />
kita apa yang dilakukannya? Mereka itu dimaafkan semua dan<br />
dilepaskan, sebagai suatu tanda ia ingin menempuh jalan damai<br />
serta ingin menghormati bulan suci, jangan ada pertumpahan<br />
darah di Hudaibiya, yang juga termasuk daerah suci Mekah.<br />
Mengetahui hal ini pihak Quraisy terkejut sekali. Segala bukti<br />
yang hendak dituduhkan bahwa Muhammad bermaksud memerangi<br />
mereka, jadi gugur samasekali. Mereka yakin kini bahwa semua<br />
tindakan permusuhan dari pihak mereka terhadap Muhammad, oleh<br />
pihak Arab hanya akan dipandang sebagai suatu pengkhianatan<br />
kotor saja. Jadi berhak sekalilah Muhammad mempertahankan diri<br />
dengan segala kekuatan yang ada.<br />
<br />
Kemudian Nabi 'alaihissalam sekali lagi berusaha hendak<br />
menguji kesabaran Quraisy dengan mengirimkan seorang utusan<br />
yang akan mengadakan perundingan dengan mereka. Umar<br />
bin'l-Khattab dipanggil dan dimintainya menyampaikan maksud<br />
kedatangannya itu kepada pemuka-pemuka Quraisy.<br />
<br />
"Rasulullah," kata Umar. "Saya kuatir Quraisy akan mengadakan<br />
tindakan terhadap saya, mengingat di Mekah tidak ada pihak<br />
Banu 'Adi b. Ka'b yang akan melindungi saya. Quraisy sudah<br />
cukup mengetahui bagaimana permusuhan saya dan tindakan tegas<br />
saya terhadap mereka. Saya ingin menyarankan orang yang lebih<br />
baik dalam hal ini daripada saya yaitu Usman b. 'Affan."<br />
<br />
Nabipun segera memanggil Usman b. 'Affan -menantunya- dan<br />
diutusnya kepada Abu Sufyan dan pemuka-pemuka Quraisy lainnya.<br />
Bila Usman berangkat membawa pesan itu, ketika memasuki Mekah<br />
terlebih dulu ia menemui Aban b. Sa'id yang kemudian<br />
memberikan jiwar (perlindungan) selama ia bertugas membawa<br />
tugas itu sampai selesainya. Sekarang Usman berangkat menemui<br />
pemimpin-pemimpin Quraisy itu dan menyampaikan pesannya.<br />
Tetapi kata mereka kepadanya:<br />
<br />
"Usman, kalau engkau mau bertawaf di Ka'bah, bertawaflah."<br />
<br />
"Saya tidak akan melakukan ini sebelum Rasulullah bertawaf,"<br />
jawab Usman. "Kedatangan kami kemari hanya akan berziarah ke<br />
Rumah Suci, akan memuliakannya, kami ingin menunaikan<br />
kewajiban ibadah di tempat ini. Kami telah datang membawa<br />
binatang korban, setelah disembelih kamipun akan kembali<br />
pulang dengan aman."<br />
<br />
Quraisy menjawab, bahwa mereka sudah bersumpah tahun ini<br />
Muhammad tidak boleh masuk Mekah dengan kekerasan. Pembicaraan<br />
itu jadi lama, dan lama pula Usman menghilang dari Muslimin.<br />
Desas-desus segera timbul di kalangan mereka bahwa pihak<br />
Quraisy telah membunuhnya secara gelap dan dengan<br />
tipu-muslihat. Boleh jadi sementara itu pemimpin-pemimpin<br />
Quraisy dan Usman sedang sama-sama mencari suatu rumusan jalan<br />
tengah antara sumpah mereka supaya Muhammad jangan datang ke<br />
Mekah tahun ini dengan kekerasan, dengan keinginan pihak<br />
Muslimin yang akan bertawaf di Ka'bah serta menunaikan<br />
kewajiban kepada Tuhan. Boleh jadi juga mereka sudah akrab<br />
kepada Usman dan dalam pada itu mereka sama-sama mencari suatu<br />
cara yang akan mengatur hubungan mereka dengan Muhammad dan<br />
hubungan Muhammad dengan mereka.<br />
<br />
Akan tetapi bagaimanapun juga pihak Muslimin di Hudaibiya<br />
sudah gelisah sekali memikirkan keadaan Usman. Terbayang oleh<br />
mereka kelicikan Quraisy serta tindakan mereka membunuh Usman<br />
dalam bulan suci. Semua agama orang Arab tidak membenarkan<br />
seorang musuh membunuh musuhnya yang lain di sekitar Ka'bah<br />
atau di sekitar Mekah yang suci. Terbayang pula oleh mereka<br />
kelicikan Quraisy itu terhadap orang yang datang mengunjungi<br />
mereka membawa pesan perdamaian dan tidak saling menyerang.<br />
Oleh karena itu mereka lalu meletakkan tangan mereka di atas<br />
empu pedang masing-masing, suatu tanda mengancam, tanda<br />
kekerasan dan kemarahan. Juga Nabi 'a.s, sudah merasa kuatir<br />
bahwa Quraisy telah mengkhianati dan membunuh Usman dalam<br />
bulan suci itu. Lalu katanya:<br />
<br />
"Kita tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kita dapat<br />
menghadapi mereka."<br />
<br />
Dipanggilnya sahabat-sahabatnya sambil ia berdiri di bawah<br />
sebatang pohon dalam lembah itu. Mereka semua berikrar<br />
(berjanji setia) kepadanya untuk tidak akan beranjak sampai<br />
mati sekalipun. Mereka semua berikrar kepadanya dengan iman<br />
yang teguh, dengan kemauan yang keras. Semangat mereka sudah<br />
berkobar-kobar hendak mengadakan pembalasan terhadap<br />
pengkhianatan dan pembunuhan itu. Mereka menyatakan ikrar<br />
kepadanya (yang kemudian dikenal dengan nama) Bai'at'r Ridzwan<br />
(Ikrar Ridzwan). Untuk itulah firman Tuhan ini turun:<br />
<br />
"Allah sudah rela sekali terhadap orang-orang beriman tatkala<br />
mereka berikrar kepadamu di bawah pohon. Tuhan telah<br />
mengetahui isi hati mereka, lalu di turunkanNya kepada mereka<br />
rasa ketenangan dan memberi balasan kemenangan kepada mereka<br />
dalam waktu dekat ini." (Qur'an, 48: 18)<br />
<br />
Selesai Muslimin mengadakan ikrar itu Nabi 'a.s. menepukkan<br />
sebelah tangannya pada yang sebelah lagi sebagai tanda ikrar<br />
buat Usman seolah ia juga turut hadir dalam Ikrar Ridzwan itu.<br />
Dengan ikrar ini pedang-pedang yang masih tersalut dalam<br />
sarungnya itu seolah sudah turut guncang. Tampaknya bagi<br />
Muslimin perang itu pasti pecah. Masing-masing mereka tinggal<br />
menunggu saat kemenangan atau gugur sebagai syahid dengan rela<br />
hati.<br />
<br />
Sementara mereka dalam keadaan serupa itu tiba-tiba tersiar<br />
pula berita bahwa Usman tidak terbunuh. Dan tidak lama<br />
kemudian disusul pula dengan kedatangan Usman sendiri ke<br />
tengah-tengah mereka itu. Tetapi, sungguhpun begitu Ikrar<br />
Ridzwan ini tetap berlaku, seperti halnya dengan Ikrar 'Aqaba<br />
Kedua, sebagai tanda dalam sejarah umat Islam. Nabi sendiri<br />
senang sekali menyebutnya, sebab disini terlihat adanya<br />
pertalian yang erat sekali antara dia dengan<br />
sahabat-sahabatnya, juga memperlihatkan betapa benar<br />
keberanian mereka itu, bersedia terjun menghadapi maut, tanpa<br />
takut-takut lagi. Barangsiapa berani menghadapi maut, maut itu<br />
takut kepadanya. Dia malah akan hidup dan memperoleh<br />
kemenangan.<br />
<br />
Usman kembali. Apa yang di katakan Quraisy disampaikannya<br />
kepada Muhammad. Mereka sudah tidak ragu-ragu lagi bahwa<br />
kedatangannya dengan sahabat-sahabatnya itu hanya akan<br />
menunaikan ibadah haji. Mereka juga menyadari bahwa mereka<br />
tidak melarang siapa saja dari kalangan Arab yang akan datang<br />
berziarah dan melakukan umrah dalam bulan-bulan suci itu. Akan<br />
tetapi mereka sudah lebih dulu berangkat di bawah panji Khalid<br />
bin'l-Walid dengan tujuan akan memerangi dan mencegahnya masuk<br />
ke Mekah. Dan memang sudah terjadi benterokan-benterokan<br />
antara anak buah mereka dengan anak buah Muhammad. Kalau<br />
sesudah peristiwa itu mereka membiarkannya masuk ke Mekah,<br />
kalangan Arab akan bicara bahwa mereka sudah kalah menyerah<br />
kepadanya. Kedudukan dan kewibawaan mereka di mata orangsrang<br />
Arab itu akan jatuh. Oleh karena itu dengan maksud menjaga<br />
kewibawaan dan kedudukan mereka, untuk tahun ini mereka tetap<br />
bertahan pada pendirian dan sikap mereka itu. Baiklah ia juga<br />
memikirkan seperti mereka. Dia dan mereka, dengan sikapnya<br />
masing-masing. Begini ini pendiriannya dan begitu jalan keluar<br />
dari pendirian dan sikap masing-masing itu. Sebab kalau tidak,<br />
mau tidak mau tentu hanya jalan perang yang dapat ditempuh.<br />
Tetapi sebenarnya dalam bulan-bulan suci mereka tidak mau;<br />
dari satu segi mereka menghormati kesucian agama, dan dari<br />
segi lain, bila bulan suci ini sekarang tidak dihormati dan<br />
terjadi peperangan, maka untuk hari depan orang-orang Arab itu<br />
sudah merasa tidak aman lagi datang ke Mekah atau ke pasaran<br />
kota itu, sebab kuatir bulan-bulan suci itu akan dilanggar<br />
lagi. Ini suatu perkosaan terhadap perdagangan Mekah dan mata<br />
pencarian penduduk kota itu.<br />
<br />
Pembicaraan diteruskan. Perundingan-perundingan antara kedua<br />
belah pihak sudah dimulai lagi. Pihak Quraisy mengutus Suhail<br />
b. 'Amr dengan pesan:<br />
<br />
"Datangilah Muhammad dan adakan persetujuan dengan dia. Dalam<br />
persetujuan itu untuk tahun ini ia harus pulang. Jangan sampai<br />
ada kalangan Arab mengatakan, bahwa dia telah berhasil<br />
memasuki tempat ini dengan kekerasan."<br />
<br />
Sesampainya Suhail ke tempat Rasul, perundingan perdamaian dan<br />
syarat-syaratnya secara panjang lebar segera pula dibicarakan.<br />
Sekali-sekali pembicaraan itu hampir saja terputus, yang<br />
kemudian dilanjutkan lagi, mengingat bahwa kedua belah pihak<br />
sama-sama ingin mencapai hasil. Pihak Muslimin di sekeliling<br />
Nabi juga turut mendengarkan pembicaraan- itu.<br />
<br />
Ada beberapa orang dari mereka ini yang sudah tidak sabar lagi<br />
melihat Suhail yang begitu ketat dalam beberapa masalah,<br />
sedang Nabi menerimanya dengan cukup memberikan kelonggaran.<br />
Kalau tidak karena kepercayaan Muslimin yang mutlak kepada<br />
Nabi, kalau tidak karena iman mereka yang teguh kepadanya,<br />
niscaya hasil persetujuan itu tidak akan mereka terima. Akan<br />
mereka hadapi dengan perang supaya dapat masuk ke Mekah atau<br />
sebaliknya.<br />
<br />
Sampai pada akhir perundingan itu Umar bin'l-Khattab pergi<br />
menemui Abu Bakr dan terjadi percakapan berikut ini:<br />
<br />
Umar: "Abu Bakr, bukankah dia Rasulullah?"<br />
<br />
Abu Bakr: "Ya, memang!"<br />
<br />
Umar: "Bukankah kita ini Muslimin?"<br />
<br />
Abu Bakr: "Ya, memang!"<br />
<br />
Umar: "Kenapa kita mau direndahkan dalam soal agama kita?"<br />
<br />
Abu Bakr: "Umar, duduklah di tempatmu. Aku bersaksi, bahwa dia<br />
Rasulullah."<br />
<br />
Setelah itu Umar kembali menemui Muhammad. Diulangnya<br />
pembicaraan itu kepada Muhammad dengan perasaan geram dan<br />
kesal. Tetapi hal ini tidak mengubah kesabaran dan keteguhan<br />
hati Nabi. Paling banyak yang dikatakannya pada akhir<br />
pembicaraannya dengan Umar itu ialah:<br />
<br />
"Saya hamba Allah dan RasulNya. Saya takkan melanggar<br />
perintahNya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya."<br />
<br />
(bersambung ke bagian 3/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDUAPULUH: PERJANJLAN HUDAIBIYA (3/3)</b><br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Selain itu kesabaran Muhammad terlihat pula ketika terjadi<br />
penulisan isi persetujuan itu, yang membuat beberapa orang<br />
Muslimin jadi lebih kesal. Ia memanggil Ali b. Abi Talib dan<br />
katanya:<br />
<br />
"Tulis: Bismillahir-Rahmanir-Rahim (Dengan nama Allah,<br />
Pengasih dan Penyayang)."<br />
<br />
"Stop!" kata Suhail. "Nama Rahman dan Rahim ini tidak saya<br />
kenal. Tapi tulislah: Bismikallahuma (Atas namaMu ya Allah)."<br />
<br />
Kata Rasulullah pula:<br />
<br />
"Tulislah: Atas namaMu ya Allah." Lalu sambungnya lagi:<br />
"Tulis: Inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad Rasulullah<br />
dan Suhail b. 'Amr."<br />
<br />
"Stop," sela Suhail lagi. "Kalau saya sudah mengakui engkau<br />
Rasulullah, tentu saya tidak memerangimu. Tapi tulislah namamu<br />
dan nama bapamu."<br />
<br />
Lalu kata Rasulullah pula:<br />
<br />
"Tulis: Inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad b.<br />
Abdillah." Dan selanjutnya perjanjian antara kedua belah pihak<br />
itu ditulis, bahwa kedua belah pihak mengadakan gencatan<br />
senjata selama sepuluh tahun - menurut pendapat sebagian besar<br />
penulis sejarah Nabi - atau dua tahun menurut al-Waqidi -<br />
bahwa barangsiapa dari golongan Quraisy menyeberang kepada<br />
Muhammad tanpa seijin walinya, harus dikembalikan kepada<br />
mereka, dan barangsiapa dari pengikut Muhammad menyeberang<br />
kepada Quraisy, tidak akan dikembalikan; bahwa barangsiapa<br />
dari masyarakat Arab yang senang mengadakan persekutuan dengan<br />
Muhammad diperbolehkan, dan barangsiapa yang senang mengadakan<br />
persekutuan dengan Quraisy juga diperbolehkan; bahwa untuk<br />
tahun ini Muhammad dan sahabat-sahabatnya harus kembali<br />
meninggalkan Mekah, dengan ketentuan akan kembali pada tahun<br />
berikutnya; mereka dapat memasuki kota dan tinggal selama tiga<br />
hari di Mekah dan senjata yang dapat mereka bawa hanya pedang<br />
tersarung dan tidak dibenarkan membawa senjata lain.<br />
<br />
Begitu perjanjian ini ditanda-tangani, pihak Khuza'a segera<br />
bersekutu dengan Muhammad dan Banu Bakr bersekutu pula dengan<br />
Quraisy. Selanjutnya begitu perjanjian ini ditandatangani<br />
begitu pula Abu Jandal b. Suhail b. 'Amr datang dan terus<br />
hendak menggabungkan diri dengan Muslimin, dan akan pergi<br />
bersama-sama pula. Tetapi Suhail sendiri melihat anaknya<br />
demikian dipukulnya mukanya dan direnggutnya ditentang leher<br />
untuk kemudian dikembalikan kepada Quraisy. Dalam pada itu Abu<br />
Jandal sendiri berteriak sekuat-kuatnya:<br />
<br />
"Saudara-saudara Muslimin. Saya akan dikembalikan kepada<br />
orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama saya<br />
ini?!"<br />
<br />
Dengan peristiwa itu kaum Muslimin makin gelisah, makin tidak<br />
senang mereka pada hasil perjanjian yang diadakan antara Rasul<br />
dengan Suhail. Tetapi Muhammad lalu mengarahkan kata-katanya<br />
kepada Abu Jandal:<br />
<br />
"Abu Jandal, tabahkan hatimu. Semoga Allah membuat engkau dan<br />
orang-orang Islam yang ditindas bersama kau merupakan suatu<br />
jalan keluar. Kita sudah menandatangani persetujuan dengan<br />
golongan itu, dan ini sudah kita berikan kepada mereka dan<br />
merekapun sudah pula memberikan kepada kita, dengan nama<br />
Allah. Kita tidak akan mengkhianati mereka."<br />
<br />
Sekarang Abu Jandal kembali kepada Quraisy, sesuai vlengan isi<br />
persetujuan dan janji Nabi. Suhail juga lalu berangkat pulang<br />
ke Mekah.<br />
<br />
Muhammad masih tinggal. Ia gelisah melihat keadaan orang-orang<br />
sekelilingnya. Kemudian ia sembahyang, dan keadaannya mulai<br />
tenang kembali. Ia berdiri, hewan korbannya mulai disembelih.<br />
Ia duduk kembali, rambut kepalanya dicukur sebagai tanda umrah<br />
sudah dimulai. Hatinya sudah merasa tenang, merasa tenteram.<br />
Melihat Nabi melakukan itu, dan melihat ketenangannya pula,<br />
merekapun bergegas pula menyembelih hewan dan mencukur rambut<br />
kepala - sebagian ada yang bercukur dan ada juga yang hanya<br />
memangkas (menggunting) rambut:<br />
<br />
"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang mencukur<br />
rambut," kata Muhammad.<br />
<br />
Orang-orang jadi gelisah sambil bertanya:<br />
<br />
"Dan mereka yang berpangkas rambut, ya Rasulullah?"<br />
<br />
"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang bercukur<br />
rambut," katanya lagi.<br />
<br />
Orang-orang masih gelisah sambil bertanya:<br />
<br />
"Dan mereka yang berpangkas rambut, ya Rasulullah?"<br />
<br />
"Dan mereka yang berpangkas rambut," katanya lagi.<br />
<br />
"Rasulullah," kata setengah mereka lagi, "kenapa doa buat yang<br />
bercukur saja yang dinyatakan, bukan buat yang bergunting<br />
rambut?,,<br />
<br />
"Karena mereka sudah tidak ragu-ragu."<br />
<br />
"Tidak ada jalan lain buat Muslimin mereka mesti kembali ke<br />
Medinah dengan harapan akan kembali ke Mekah tahun depan.<br />
Sebahagian besar mereka itu membawa pikiran demikian ini<br />
dengan berat hati. Kalau tidak karena perintah Rasul, mereka<br />
takkan dapat menahan hati. Tiada biasanya mereka menerima<br />
kekalahan atau menyerah tanpa pertempuran. Karena iman mereka<br />
akan pertolongan Allah kepada Rasul dan agama, mereka tidak<br />
ragu-ragu lagi akan menyerbu Mekah, kalau saja Muhammad<br />
memerintahkan yang demikian itu.<br />
<br />
Mereka tinggal di Hudaibiya selama beberapa hari lagi. Ada<br />
mereka yang bertanya-tanya tentang hikmah perjanjian yang<br />
dibuat oleh Nabi itu; ada pula yang dalam hati kecilnya masih<br />
menyangsikan adanya hikmah demikian itu.<br />
<br />
Akhirnya mereka berangkat pulang.<br />
<br />
Sementara mereka di tengah perjalanan antara Mekah dengan<br />
Medinah tiba-tiba turun wahyu kepada Nabi dengan Surah<br />
Al-Fat-h. Firman Tuhan itupun oleh Nabi kemudian dibacakannya<br />
kepada sahabat-sahabat:<br />
<br />
"Kami telah memberikan kepadamu suatu kemenangan yang nyata;<br />
supaya Tuhan mengampuni kesalahanmu yang sudah lalu dan yang<br />
akan datang, dan Tuhan akan mencukupkan karuniaNya kepadamu<br />
serta membimbing engkau ke jalan yang lurus." (Qur'an, 48:<br />
1-2) Dan seterusnya sampai pada akhir Surah.<br />
<br />
Tidak sangsi lagi kalau begitu bahwa Perjanjian Hudaibiya ini<br />
adalah suatu kemenangan yang nyata sekali. Dan memang<br />
demikianlah adanya. Sejarahpun mencatat, bahwa isi perjanjian<br />
ini adalah suatu hasil politik yang bijaksana dan pandangan<br />
yang jauh, yang besar sekali pengaruhnya terhadap masa depan<br />
Islam dan masa depan orang-orang Arab itu semua. Ini adalah<br />
yang pertama kali pihak Quraisy mengakui Muhammad, bukan<br />
sebagai pemberontak terhadap mereka, melainkan sebagai orang<br />
yang tegak sama tinggi duduk sama rendah. Dan sekaligus<br />
mengakui pula berdirinya dan adanya kedaulatan Islam itu.<br />
Kemudian juga suatu pengakuan bahwa Musliminpun berhak<br />
berziarah ke Ka'bah serta melakukan upacara-upacara ibadah<br />
haji; suatu pengakuan pula dari mereka, bahwa Islam adalah<br />
agama yang sah diakui sebagai salah satu agama di jazirah itu.<br />
Selanjutnya gencatan senjata yang selama dua tahun atau<br />
sepuluh tahun membuat pihak Muslimin merasa lebih aman dari<br />
jurusan selatan tidak kuatir akan mendapat serangan Quraisy,<br />
yang juga berarti membuka jalan buat Islam untuk lebih<br />
tersebar lagi. Bukankah orang-orang Quraisy yang merupakan<br />
musuh Islam paling gigih dan lawan berperang yang paling keras<br />
itu sekarang sudah tunduk, sedang sebelum itu mereka<br />
samasekali tidak pernah akan mau tunduk?<br />
<br />
Kenyataannya setelah persetujuan perletakan senjata itu Islam<br />
memang tersebar luas, berlipat ganda lebih cepat daripada<br />
sebelumnya. Jumlah mereka yang datang ke Hudaibiya ketika itu<br />
sebanyak 1400 orang. Tetapi dua tahun kemudian, tatkala<br />
Muhammad hendak membuka Mekah jumlah mereka yang datang sudah<br />
sepuluh ribu orang. Mereka yang masih menyangsikan hikmah<br />
perjanjian Hudaibiya ini, yang sangat keberatan ialah adanya<br />
sebuah klausul dalam perjanjian itu yang menyebutkan, bahwa<br />
barangsiapa dari golongan Quraisy menyeberang kepada Muhammad<br />
tanpa seijin walinya, harus dikembalikan kepada mereka, dan<br />
barangsiapa dari pengikut Muhammad menyeberang kepada Quraisy<br />
tidak akan dikembalikan kepada Muhammad. Tanggapan Muhammad<br />
dalam hal ini ialah apabila ada orang yang murtad dari Islam<br />
dan minta perlindungan Quraisy, orang semacam ini tidak perlu<br />
lagi kembali kepada jamaah Muslimin, dan siapa-siapa yang<br />
masuk Islam dan berusaha menggabungkan diri dengan Muhammad<br />
mudah-mudahan Tuhan akan membukakan jalan keluar.<br />
<br />
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah itu memang<br />
membuktikan kebenaran pendapat Muhammad bahkan lebih cepat<br />
dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Juga ini menunjukkan,<br />
bahwa dengan persetujuan Hudaibiya itu Islam telah memperoleh<br />
keuntungan besar yang luarbiasa, dan dua bulan kemudian<br />
sesudah itu telah pula membukakan jalan buat Muhammad memulai<br />
mengirimkan surat-surat kepada raja-raja dan kepala-kepala<br />
negara asing mengajak mereka masuk Islam.<br />
<br />
Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu memang membuktikan<br />
kebenaran pendapat Muhammad lebih cepat dari yang diduga<br />
sahabat-sahabatnya. Abu Bashir6 telah datang dari Mekah ke<br />
Medinah sebagai seorang Muslim. Sesuai dengan isi persetujuan<br />
ia mesti dikembalikan kepada Quraisy sebab ia pergi tidak<br />
seijin tuannya. Untuk itu maka Azhar b. 'Auf dan Akhnas b.<br />
Syariq berkirim surat kepada Nabi supaya orang itu<br />
dikembalikan. Surat-surat itu dibawa oleh seorang laki-laki<br />
dari Banu 'Amir yang datang bersama seorang budak.<br />
<br />
"Abu Bashir," kata Nabi, "Kita telah membuat perjanjian dengan<br />
pihak mereka, seperti sudah kauketahui. Suatu pengkhianatan<br />
menurut agama kita tidak dibenarkan. Semoga Allah membuat<br />
engkau dan orang-orang Islam yang ditindas bersama kau<br />
merupakan suatu kelapangan dan jalan keluar. Berangkat sajalah<br />
engkau kembali kedalam lingkungan masyarakatmu."<br />
<br />
"Rasulullah," kata Abu Bashir, "Saya akan dikembalikan kepada<br />
orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama saya<br />
ini."<br />
<br />
Lalu Nabi mengulangi kata-kata tadi. Dan kedua orang itu pun<br />
berangkat.<br />
<br />
Sesampainya di Dhu'l-Hulaifa dimintanya kepada kawan<br />
seperjalanannya dari Banu 'Amir itu supaya memperlihatkan<br />
pedangnya Setelah digenggamnya erat-erat pedang itu<br />
ditangannya, diayunkannya kepada orang dari Banu 'Amir itu dan<br />
dibunuhnya orang itu. Sekarang sang budak lari ke jurusan<br />
Medinah, langsung menemui Nabi.<br />
<br />
"Orang ini tampaknya dalam ketakutan," kata Nabi setelah<br />
melihat orang itu. Lalu katanya kepada orang tersebut, "He!<br />
Ada apa?"<br />
<br />
"Teman tuan membunuh teman saya," kata orang itu.<br />
<br />
Tidak lama kemudian Abu Bashir muncul dengan membawa pedang<br />
terhunus dan berkata dengan menujukan kata-katanya kepada<br />
Muhammad.<br />
<br />
"Rasulullah," katanya. "Jaminan tuan sudah terpenuhi, dan<br />
Tuhan sudah melaksanakan buat tuan. Tuan menyerahkan saya ke<br />
tangan mereka dan dengan agama saya itu saya tetap bertahan,<br />
supaya jangan saya dianiaya atau dipermainkan karena keyakinan<br />
agama saya itu."<br />
<br />
Sebenarnya Rasul tidak dapat menyembunyikan kekagumannya dan<br />
harapannya sekiranya dia punya anak buah.<br />
<br />
Sesudah itu Abu Bashir berangkat juga. Ia berhenti di Al-Ish,<br />
di pantai laut sepanjang jalur Quraisy ke Syam. Dalam<br />
perjanjian Muhammad dengan Quraisy ialah membiarkan jalan ini<br />
sebagai lalu-lintas perdagangan, yang tidak boleh diganggu<br />
olehnya atau oleh Quraisy. Tetapi setelah Abu Bashir pergi ke<br />
daerah itu dan hal ini didengar oleh umat Muslimin yang<br />
tinggal di Mekah serta tentang kekaguman Rasul kepadanya,<br />
sebanyak kira-kira tujuhpuluh laki-laki dari mereka ini lari<br />
pula menemuinya dan menggabungkan diri di tempat tersebut,<br />
lalu dijadikannya dia sebagai pemimpin mereka. Sekarang mereka<br />
bersama-sama mencegat Quraisy dalam perjalanan itu. Setiap<br />
orang yang berhasil mereka tangkap, mereka bunuh dan setiap<br />
ada kafilah dagang tentu mereka rampas. Ketika itulah Quraisy<br />
menyadari bahwa hal ini merupakan suatu kerugian besar buat<br />
mereka, apabila kaum Muslimin itu masih tetap tinggal di<br />
Mekah. Mereka memperhitungkan, bahwa usaha mengurung orang<br />
yang benar-benar teguh imannya, lebih berbahaya daripada<br />
membebaskannya. Tentu ia akan mencari kesempatan lari. Ia akan<br />
melancarkan perang yang tak berkesudahan terhadap mereka yang<br />
mengurungnya, dan mereka juga yang akan rugi. Seolah teringat<br />
oleh Quraisy ketika Muhammad hijrah ke Medinah. Ia mencegat<br />
perjalanan kafilah mereka. Perbuatan semacam itu mereka<br />
kuatirkan akan diulangi oleh Abu Bashir.<br />
<br />
Sehubungan dengan inilah mereka lalu mengutus orang kepada<br />
Nabi. Dimintanya supaya ia mau menampung orang-orang Islam<br />
itu, dan supaya membiarkan jalan lalu-lintas itu kembali aman.<br />
Dengan demikian Quraisy telah mundur setapak dari apa yang<br />
secara gigih disyaratkan oleh Suhail b. 'Amr bahwa Muslimin<br />
Quraisy yang pergi menyeberang kepada Muhammad tidak seijin<br />
walinya harus di kembalikan ke Mekah. Dengan sendirinya syarat<br />
itu jadi gugur, yang dulu pernah membuat Umar bin'l-Khattab<br />
jadi gusar karenanya dan yang telah menyebabkan dia jadi<br />
marah-marah kepada Abu Bakr.<br />
<br />
Selanjutnya Mulmammad telah menampung sahabat-sahabatnya itu<br />
dan jalan ke Syam itu pun kembali jadi aman.<br />
<br />
Terhadap wanita-wanita Quraisy yang turut hijrah ke Medinah,<br />
Muhammad mempunyai pendapat lain lagi.<br />
<br />
Setelah ada persetujuan gencatan senjata itu Umm Kulthum bt.<br />
'Uqba b. Mu'ait keluar dari Mekah. Saudaranya, 'Umara dan<br />
Walid, yang kemudian menyusul, menuntut kepada Rasulullah<br />
supaya wanita itu dikembalikan kepada mereka sesuai dengan isi<br />
Perjanjian Hudaibiya. Akan tetapi Nabi menolak. Ia<br />
berpendapat, bahwa menurut hukum, kaum wanita tidak termasuk<br />
dalam persetujuan itu. Apabila ada wanita yang minta<br />
perlindungan, maka harus dilindungi. Disamping itu, bilamana<br />
wanita itu sudah masuk Islam, maka suaminya yang masih musyrik<br />
sudah tidak sah lagi. Mereka harus berpisah. Dalam hal inilah<br />
firman Tuhan datang:<br />
<br />
"Orang-orang yang beriman. Apabila wanita-wanita yang beriman<br />
itu, datang hijrah kepada kamu hendaklah mereka itu kamu uji.<br />
Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Bila kamu juga<br />
sudah mengetahui, bahwa mereka memang wanita-wanita yang<br />
beriman, jangan hendaknya mereka dikembalikan kepada<br />
orang-orang yang kafir. Mereka tidak halal buat (menjadi<br />
isteri) orang-orang kafir, dan orang-orang kafir itupun tidak<br />
halal buat (menjadi suami) mereka. Dan bayarkanlah kepada<br />
(suami-suami) mereka apa yang sudah mereka nafkahkan. Tiada<br />
salahnya kamu menikah dengan mereka itu kalau sudah kamu<br />
bayarkan maharnya. Dan janganlah kamu bertahan pada perkawinan<br />
wanita-wanita kafir, dan mintalah apa yang telah kamu<br />
nafkahkan, begitupun biarlah mereka juga minta apa yang telah<br />
mereka nafkahkan. Demikian itulah Dia memberikan keputusan<br />
antara sesama kamu. Allah Maha mengetahui dan Maha Bijaksana."<br />
(Qur'an, 60: 10)<br />
<br />
Sekali lagi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi itu<br />
membuktikan kebenaran kebijaksanaan Muhammad. Membenarkan<br />
pandangannya yang jauh serta politiknya yang, tepat sekali.<br />
Selanjutnya membuktikan pula, bahwa ketika ia membuat<br />
Perjanjian Hudaibiya itu ia telah meletakkan dasar yang kukuh<br />
sekali dalam kebijaksanaan politik dan penyebaran Islam. Dan<br />
inilah kemenangan yang nyata itu.<br />
<br />
Dengan adanya Pelianjian Hudaibiya ini segala hubungan antara<br />
Quraisy dengan Muhammad telah menjadi tenang sekali.<br />
Masing-masing pihak sudah merasa aman pula. Sekarang Quralsy<br />
semua mencurahkan perhatiannya pada perluasan perdagangannya,<br />
dengan harapan kalau-kalau semua kerugian yang dialaminya<br />
selama perang antara Muslimin dengan Quraisy itu dapat ditarik<br />
kembali; demikian juga ketika jalan ke Syam itu tertutup<br />
perdagangannya terancam akan mengalami kehancuran.<br />
<br />
Sebaliknya Muhammad, ia mencurahkan perhatiannya pada soal<br />
kelanjutan menyampaikan ajarannya kepada seluruh umat manusia<br />
di segenap pelosok dunia. Pandangannya diarahkan dalam langkah<br />
mencapai sukses untuk ketenteraman umat Muslimin di seluruh<br />
jazirah. Bidang itulah yang dilakukannya dengan mengirimkan<br />
utusan-utusan kepada raja-raja pada beberapa negara, disamping<br />
mengosongkan orang-orang Yahudi dari seluruh jazirah Arab,<br />
yang semuanya itu selesai samasekali sesudah perang Khaibar.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Asalnya badana atau badn, yaitu unta atau sapi yang<br />
di sembelih (A)<br />
<br />
2 Sebuah desa enam atau tujuh mil jauhnya dari<br />
Medinah, tempat pertemuan penduduk Medinah yang akan<br />
pergi haji.<br />
<br />
3 Usfan, sebuah desa terletak antara Mekah dan<br />
Medinah, sekitar 60 km dari Mekah.<br />
<br />
4 Kira'l-Ghamim sebuah wadi di depan 'Usfan, sekitar 8<br />
mil (± 12 km).<br />
<br />
5 Ahabisy ialah perkampungan di pegunungan (sebuah<br />
kabilah Arab ahli pelempar panah). Dinamakan demikian,<br />
karena warna kulit mereka yang hitam sekali, atau<br />
karena sifatnya yang mengelompok, atau juga di<br />
hubungkan pada Hubsy, nama sebuah gunung di hilir<br />
Mekah (lihat juga halaman 311).<br />
<br />
6 Nama lengkapnya Abu Bashir 'Utba b. Usaid (atau b.<br />
Asid seperti dalam As-Sirat'n-Nabawiya oleh Ibn<br />
Hisyam, jilid tiga, p. 337) dari Thaqif, karena<br />
keyakinan agamanya telah dipenjarakan oleh Quraisy di<br />
Mekah. Kemudian ia melarikan diri menyusul Nabi ke<br />
Medinah (A).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-9261769512629525292010-09-11T05:38:00.000-07:002010-09-11T05:38:07.713-07:00<div style="color: red;"><b>BAGIAN KESEMBILANBELAS: DARI DUA PEPERANGAN</b></div><div style="color: red;"><b>SAMPAI KE HUDAIBIYA (1/3)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Wanita dan pria dalam Islam - Ekspedisi Lihyan -<br />
Terbunuhnya 'Uyayna dan Aqra' - Perang Banu Mustaliq -<br />
Cerita Palsu.<br />
<br />
SELESAI perang Khandaq dan setelah hukuman dilaksanakan<br />
terhadap Banu Quraiza, keadaan Muhammad dan kaum Muslimin<br />
sudah makin stabil. Oleh orang-orang Arab mereka sangat<br />
ditakuti sekali. Banyak dari kalangan Quraisy sendiri mulai<br />
berpikir-pikir: tidakkah lebih baik bagi Quraisy sendiri kalau<br />
mereka berdamai saja dengan Muhammad, sebagai orang yang<br />
berasal dari mereka juga dan demikian juga sebaliknya, juga<br />
kaum Muhajirin, sebagai pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin<br />
mereka pula.<br />
<br />
Kaum Muslimin sekarang merasa lega setelah pihak Yahudi yang<br />
berada di sekitar Medinah itu dapat dibersihkan sehingga<br />
mereka sudah tidak punya arti apa-apa lagi. Mereka masih<br />
tinggal di Medinah selama enam bulan lagi sesudah peristiwa<br />
itu. Mereka meneruskan hidup dalam usaha perdagangan, hidup<br />
tenteram dan sejahtera. Iman mereka akan risalah yang dibawa<br />
Muhammad makin dalam makin patuh mereka menjalankan<br />
ajaran-ajarannya. Berjalan bersama-sama dengan dia mereka<br />
menyusun suatu masyarakat Arab, dengan cara yang belum biasa<br />
bagi mereka sebelum itu. Bagaimana pun juga suatu masyarakat<br />
yang teratur harus ada, masyarakat yang punya eksistensi dan<br />
bersatu, seperti masyarakat yang berangsur-angsur terbentuk<br />
dibawah naungan Islam. Pada zaman jahiliah orang-orang Arab<br />
itu tidak pernah mengenal arti suatu organisasi yang tetap,<br />
selain daripada apa yang sudah berjalan menurut adat-istiadat.<br />
Mereka tidak punya suatu ketentuan keluarga, suatu<br />
undang-undang perkawinan dan syarat-syarat perceraian.<br />
Hubungan suami-isteri dan anak-anak yang ada hanyalah apa yang<br />
diberikan oleh bawaan iklim yang kadang sangat<br />
berlebih-lebihan dalam bertindak bebas, dan kadang membawa<br />
orang justru jadi beku dan terikat, sampai-sampai ke tingkat<br />
perbudakan dengan segala penindasannya. Maka kini Islam datang<br />
dengan menyusun suatu masyarakat Islam yang baru tumbuh, yang<br />
belum lagi punya tradisi. Dalam waktu singkat ia telah<br />
membukakan jalan dalam meletakkan bibit sebuah kebudayaan,<br />
yang kemudian tersusun terdiri dari peradaban Persia, Rumawi<br />
dan Mesir, serta di warnai dengan pola peradaban Islam, yang<br />
berkembang setapak demi setapak sampai ia mencapai<br />
kesempurnaannya tatkala firman Allah ini datang:<br />
<br />
"Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu ini dan Kulengkapkan<br />
pula nikmatKu kepadamu, kemudian Kurelakan Islam itu menjadi<br />
agama kamu."1<br />
<br />
Apa pun juga pendapat orang tentang peradaban tanah Arab serta<br />
daerah pedalamannya, namun sudahkah kota-kota seperti Mekah<br />
dan Medinah mempunyai peradaban yang tidak dikenal oleh daerah<br />
pedalaman, ataukah juga ia masih berada pada tingkat<br />
permulaan? Pada dasarnya hubungan pria dan wanita dalam<br />
masyarakat Arab itu seluruhnya - berdasarkan bukti-bukti<br />
Qur'an serta peninggalan-peninggalan sejarah masa itu - tidak<br />
lebih adalah suatu hubungan jantan dengan betina, dengan<br />
sedikit perbedaan, sesuai dengan tingkat-tingkat kelompok dan<br />
golongan-golongan kabilah masing-masing, yang pada umumnya<br />
tidak jauh dari cara hidup yang masih mirip-mirip dengan<br />
tingkatan manusia primitif. Dalam hal ini kaum wanitanya pada<br />
zaman jahiliah yang mula-mula mempertontonkan diri, memamerkan<br />
kecantikannya dengan berbagai-bagai perhiasan yang bukan lagi<br />
terbatas hanya pada suaminya. Mereka pergi keluar<br />
sendiri-sendiri atau beramai-ramai untuk keperluan yang mereka<br />
adakan di tengah-tengah padang sahara. Di tempat ini<br />
pemuda-pemuda dan kaum pria lainnya menyambut mereka, dan<br />
mereka dipertemukan dengan kelompoknya masing-masing. Kedua<br />
belah pihak mereka sudah tidak peduli lagi, saling bertukar<br />
pandangan, saling bercumbu dengan kata-kata yang manis-manis,<br />
yang membuat si jantan jadi senang dan si betina jadi<br />
tenteram. Sudah begitu melekatnya cara hubungan demikian itu<br />
dalam hati mereka, sehingga Hindun isteri Abu Sufyan tidak<br />
segan-segan lagi mengatakan, di tengah-tengah peristiwa yang<br />
sangat genting dan gawat dalam perang Uhud, tatkala ia<br />
membakar semangat pasukan Quraisy:<br />
<br />
Kamu maju kami peluk<br />
Dan kami hamparkan kasur yang empuk<br />
Atau kamu mundur kita berpisah<br />
Berpisah tanpa cinta.<br />
<br />
Pada beberapa kabilah masa itu masalah zina bukanlah suatu<br />
kejahatan yang patut mendapat perhatian. Masalah cumbu-cumbuan<br />
sudah merupakan salah satu kebiasaan semua orang.<br />
Sumber-sumber sejarah menyebutkan peristiwa-peristiwa<br />
percintaan yang dilakukan Hindun itu - dengan mengingat<br />
kedudukan Abu Sufyan yang begitu kuat dan penting tidak sampai<br />
mengubah kedudukan wanita itu, baik di kalangan masyarakatnya<br />
mau pun ditengah-tengah keluarganya. Bila ada wanita yang<br />
melahirkan anak, dan tidak diketahui siapa bapa anak itu,<br />
tidak segan-segan ia akan menyebutkan, laki-laki mana yang<br />
telah menjamahnya untuk kemudian menghubungkan anaknya kepada<br />
orang yang dianggapnya paling mirip.<br />
<br />
Juga pada waktu itu masalah poligami dan perbudakan tanpa ada<br />
batas atau sesuatu ikatan. Laki-laki boleh kawin sesukanya,<br />
boleh mengambil gundik sesukanya. Mereka semua boleh saja<br />
beranak sesuka-sukanya. Soal ini tidak penting waktu itu,<br />
kecuali jika dianggap sebagai rahasia yang akan terbongkar dan<br />
dikuatirkan akan membawa malu serta apa yang kadang sampai<br />
menimbulkan ejek-mengejek. Tiada seorang yang mengetahui akan<br />
permusuhan atau peperangan yang mungkin timbul karenanya.<br />
Ketika itulah masalahnya jadi berubah sama sekali. Kalau<br />
dahulu orang melihat semangat cinta-berahi dan api asmara<br />
telah menutupi rasa keakraban, kini hal itu telah dicabik oleh<br />
adanya permusuhan yang dapat menyebabkan timbulnya api<br />
peperangan dan semangat pertempuran, Dan bila permusuhan ini<br />
sudah berkecamuk, maka masing-masing pihak akan menyebarkan<br />
desas-desus sesuka hati dan akan saling menuduh sesuka hati<br />
pula. Imajinasi orang Arab itu biasanya subur sekali, terbawa<br />
oleh cara hidupnya dibawah langit terbuka serta<br />
pengembaraannya dalam mencari rejeki. Ia didorong oleh cara<br />
yang berlebih-lebihan, dan kadang berdusta dalam soal-soal<br />
perdagangan.<br />
<br />
Seorang orang Arab suka sekali pada waktu yang terluang dan<br />
diisinya dengan bercumbu. Dalam hal ini khayalnya bertambah<br />
subur, baik diwaktu damai mau pun waktu perang. Apabila<br />
diwaktu damai si buyung bertemu dengan si upik, berbicara<br />
dengan bahasa asmara, dengan kata-kata yang sedap, dengan<br />
pujian yang manis-manis, maka diwaktu perang dan dalam keadaan<br />
bermusuhan orang akan melihat si buyung ini juga membuka suara<br />
keras-keras ditujukan kepada si upik, yang dilihatnya<br />
didepannya dalam keadaan telanjang, sambil mengata-ngatainya,<br />
misalnya, tentang leher wanita itu, tentang dadanya, tentang<br />
payudaranya, tentang pinggangnya, tentang bokongnya dan<br />
sebagainya dengan cara permusuhan yang beraneka ragam,<br />
Khayalnya itu terangsang, yang mengenal wanita hanya sebagai<br />
betina dan yang akan menghamparkan kasur.<br />
<br />
Kendatipun Islam sudah mengikis mental semacam itu, namun<br />
pengaruhnya masih saja ada seperti yang kita baca dalam<br />
sajak-sajak 'Umar b. Abi Rabi'a dan sajak-sajak erotik lainnya<br />
dalam sastra yang masih terpengaruh kepadanya, dalam<br />
zaman-zaman tertentu. Meskipun hanya sedikit sekali, namun<br />
pengaruhnya dalam sastra masih juga terasa sampai pada masa<br />
kita sekarang ini.<br />
<br />
Bagi pembaca yang suka mengagumi Arab dan peradabannya, bahkan<br />
yang suka mengagumi Arab jahiliah sekalipun, gambaran demikian<br />
ini barangkali akan terasa agak dilebih-lebihkan. Pembaca<br />
demikian ini tentu dapat dimaafkan. Ia membandingkan gambaran<br />
yang kita kemukakan ini dengan fakta yang terjadi dalam masa<br />
sekarang, dengan segala hubungannya antara pria dengan wanita<br />
dalam perkawinan dan perceraian serta hubungan suami-isteri<br />
dengan anak-anaknya. Akan tetapi perbandingan demikian ini<br />
salah sekali, yang akibatnya akan sangat menyesatkan.<br />
Sebaliknya yang harus dibandingkan ialah antara masyarakat<br />
Arab yang salah satu seginya kita gambarkan terjadi dalam abad<br />
ketujuh Masehi itu dengan masyarakat-masyarakat beradab<br />
lainnya masa itu juga.<br />
<br />
Rasanya tidak terlalu berlebih-lebihan kalau kita katakan,<br />
bahwa masyarakat-masyarakat Arab masa itu dengan segala yang<br />
sudah kita lukiskan, jauh lebih baik dari<br />
masyarakat-masyarakat lain yang sezaman, di Asia dan di Eropa.<br />
Kita tidak akan bicara tentang keadaan di Tiongkok, atau di<br />
India. Kita belum punya bahan-bahan yang cukup tentang itu.<br />
Pengetahuan kita tentang itu sedikit sekali, belum cukup<br />
adanya. Akan tetapi Eropa Utara dan Eropa Barat masa itu<br />
berada dalam kegelapan, yang dapat kita lihat dari susunan<br />
keluarganya, yang memang mirip-mirip susunan manusia primitif.<br />
Rumawi sebagai pemegang undang-undang masa itu, sebagai yang<br />
perkasa dan berkuasa, satu-satunya kerajaan yang paling kuat<br />
menyaingi Persia, menempatkan kedudukan kaum wanita<br />
dibandingkan dengan prianya, masih dibawah kedudukan wanita<br />
Arab, sekalipun yang di pedalaman. Menurut undang-undang<br />
Rumawi masa itu, wanita adalah harta benda milik laki-laki,<br />
dapat diperlakukan sehendak hati, ia berkuasa dari soal hidup<br />
sampai matinya, dipandang persis seperti budak. Dalam<br />
pandangan undang-undang Rumawi wanita tidak berbeda dengan<br />
budak. Ia menjadi milik bapanya, kemudian milik suaminya, lalu<br />
milik anaknya. Pemilikan demikian ini persis seperti memiliki<br />
budak atau seperti memiliki binatang dan benda mati. Wanita<br />
dipandangnya hanya sebagai pembangkit nafsu berahi. Ia tidak<br />
punya kuasa apa-apa terhadap sifat kebetinaannya, hingga mau<br />
tidak mau ia harus pura-pura berbuat sopan sedapat mungkin,<br />
dan ini tetap berlaku demikian selama berabad-abad kemudian<br />
dari apa yang sudah kita gambarkan tentang keadaan di jazirah<br />
Arab itu. Padahal Isa Almasih a.s. cukup hormat dan<br />
lemah-lembut kepada wanita. Beberapa orang pengikutnya merasa<br />
heran melihat dia begitu baik terhadap Maryam Magdalena,<br />
ketika ia berkata: "Barangsiapa dari kamu yang tidak berdosa,<br />
lemparilah dia dengan batu."<br />
<br />
Tetapi Eropa yang sudah menganut Kristen tetap seperti dulu<br />
juga, seperti Eropa yang masih pagan, sangat merendahkan<br />
wanita. Hubungannya dengan pria bukan hanya dilihatnya sebagai<br />
hubungan jantan dan betina saja, bahkan dianggapnya sebagai<br />
hubungan perbudakan dan sangat hina, sehingga pada masa-masa<br />
tertentu ahli-ahli agamanya masih bertanya-tanya: Apakah<br />
wanita itu punya ruh yang akan dapat diadili, atau seperti<br />
hewan saja tanpa ruh dan tidak ada pengadilan Tuhan kepadanya<br />
dan tidak ada tempat pula di kerajaan Tuhan.<br />
<br />
Dengan wahyu yang diterimanya Muhammad dapat menentukan, bahwa<br />
takkan ada perbaikan masyarakat tanpa ada kerja-sama pria dan<br />
wanita, dalam arti saling bantu membantu sebagai saudara yang<br />
penuh kasih-sayang. Hak dan kewajiban wanita sama, dengan cara<br />
yang sopan, hanya laki-laki mempunyai kelebihan atas mereka<br />
itu. Tetapi pelaksanaannya secara sekaligus tidak mudah.<br />
Betapa pun tebalnya iman orang-orang Arab yang menjadi<br />
pengikutnya, namun mengajak dengan perlahan-lahan dan tanpa<br />
menyinggung perasaan, akan lebih mempertebal iman mereka serta<br />
memperbanyak pendukung. Demikian juga dalam setiap reformasi<br />
sosial, yang oleh Tuhan diwajibkan kepada kaum Muslimin.<br />
Bahkan dalam kewajiban-kewajiban agama sendiri: dalam<br />
sembahyang, puasa, zakat dan haji, demikian juga dalam<br />
larangan-larangannya, seperti minuman-minuman keras, judi,<br />
daging babi dan sebagainya.<br />
<br />
Sehubungan dengan reformasi sosial ini serta ketentuan<br />
hubungan pria dan wanita, oleh Muhammad telah dimulai dengan<br />
contoh yang diberikannya melalui dirinya dengan<br />
isteri-isterinya yang disaksikan sendiri oleh semua kaum<br />
Muslimin. Masalah hijab (tabir) bagi isteri-isteri Nabi<br />
misalnya, sebelum perang Ahzab (Khandaq) tidak diwajibkan.<br />
Demikian juga pembatasan kepada empat orang isteri dengan<br />
syarat adil ditentukannya baru sesudah perang Ahzab, bahkan<br />
lebih dari setahun setelah perang Khaibar. Bagaimanakah Nabi<br />
dapat membina hubungan yang kuat antara laki-laki dan wanita<br />
atas dasar yang sehat, sebagai pengantar kepada adanya<br />
persamaan yang memang menjadi tujuan Islam itu? Ya, suatu<br />
persamaan yang menjadikan hak dan kewajiban wanita itu sama,<br />
dengan cara yang sopan sedang laki-laki mempunyai kelebihan<br />
atas mereka itu.<br />
<br />
Pada mulanya hubungan pria dan wanita di kalangan Muslimin,<br />
seperti di kalangan Arab lainnya - sebagaimana sudah kita<br />
sebutkan - terbatas hanya pada hubungan jantan dan betina.<br />
Mempertontonkan diri dan memamerkan perhiasan (berdandan)<br />
dengan cara yang akan membuat laki-laki itu terangsang oleh<br />
kaum wanita setiap ada kesempatan, berarti akan saling<br />
menambah nafsu berahi antara laki-laki dengan perempuan.<br />
Sebaliknya, hal yang akan lebih dapat membatasi antara kedua<br />
belah pihak itu berarti akan lebih mendekatkan orang pada<br />
dasar kemanusiaan yang lebih tinggi, dasar persamaan jiwa<br />
dalam beribadat, yang hanya kepada Allah semata-mata.<br />
<br />
Dengan adanya kelompok-kelompok Yahudi dan orang-orang munafik<br />
dalam Kota, serta sikap permusuhan mereka terhadap Muhammad<br />
dan terhadap kaum Muslimin, nyatanya mereka itu sampai berani<br />
pula menggoda wanita-wanita Islam yang akhirnya sampai<br />
mengakibatkan dikepungnya Banu Qainuqa' seperti yang sudah<br />
kita lihat. Meningkatnya gangguan-gangguan kepada<br />
wanita-wanita Islam itu telah menimbulkan problema-problema<br />
baru yang tidak seharusnya ada. Sekiranya wanita-wanita Islam<br />
itu tidak sampai memamerkan diri berdandan ketika mereka<br />
keluar rumah, niscaya mereka akan lebih mudah dikenal orang<br />
dan dengan demikian mereka tidak akan diganggu. Adanya<br />
problema-problema itu pun akan dapat dikurangi dan persamaan<br />
antara kedua jenis yang dikehendaki oleh Islam itupun dalam<br />
pelaksanaannya akan merupakan suatu permulaan yang baik pula -<br />
dengan tanpa dirasakan oleh kaum Muslimin - baik pria dan<br />
wanita - akan adanya suatu masa peralihan dalam konsepsi yang<br />
belum dibiasakan itu.<br />
<br />
Dalam situasi yang semacam itulah firman Tuhan ini datang:<br />
<br />
"Dan mereka yang mengganggu kaum laki-laki dan wanita yang<br />
sudah beriman, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat,<br />
orang-orang itu sebenarnya telah berbuat kebohongan dan dosa<br />
terang-terangan. Wahai Nabi, katakanlah kepada<br />
isteri-isterimu, puteri-puterimu dan isteri-isteri orang-orang<br />
beriman, hendaklah mereka itu menutup tubuh dengan baju dalam.<br />
Dengan demikian mereka akan lebih mudah dikenal, dan karenanya<br />
mereka tidak akan diganggu. Sungguh Tuhan adalah Pengampun dan<br />
Penyayang. Kalau pun orang-orang munafik, orang-orang yang<br />
dalam hatinya berpenyakit dan orang-orang yang suka menghasut<br />
di dalam kota tiada juga berhenti (menyerang kamu) niscaya<br />
akan Kami dorong engkau menyerang mereka; kemudian mereka akan<br />
menjadi tetanggamu di tempat itu hanya sementara saja. Mereka<br />
sudah terkutuk. Di mana saja mereka berada, mereka ditangkap,<br />
dan dibunuh secara tidak kenal ampun. Begitulah ketentuan<br />
Tuhan terhadap mereka yang telah lampau, dan tidak akan ada<br />
ketentuan Tuhan itu yang berubah-ubah." (Qur'an 33: 58-62)<br />
<br />
Dengan pendahuluan demikian itu, tidak sulit bagi kaum<br />
Muslimin dalam meninggalkan adat kebiasaan Arab dahulu kala<br />
itu. Demikian juga yang menjadi tujuan hukum Islam dengan<br />
penyusunan masyarakat atas dasar keluarga yang bersih dari<br />
segala hama sehingga masalah zina itu dianggap sebagai<br />
kejahatan besar, telah mempermudah setiap Muslim untuk<br />
menilai, bahwa wanita yang mempertontonkan diri kepada pria<br />
adalah suatu perbuatan tercela, sebab hubungan laki-laki<br />
dengan wanita tidak mengijinkan hal yang serupa itu. Dalam hal<br />
ini Tuhan berfirman:<br />
<br />
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman supaya mereka<br />
menahan penglihatan dan menjaga kehormatan mereka. Yang<br />
demikian akan lebih bersih buat mereka. Sungguh Tuhan<br />
mengetahui benar apa yang kamu perbuat. Juga katakanlah kepada<br />
wanita-wanita yang beriman supaya mereka menahan penglihatan,<br />
memelihara kehormatan dan tiada menonjolkan perhiasannya<br />
(dandanan) selain yang memang nyata kelihatan. Hendaklah<br />
mereka menyampaikan tutup itu ke bagian dada; dan jangan<br />
menonjolkan dandanan itu selain kepada suami, bapa, bapa<br />
suami, anak-anak saudara, anak-anak suaminya, saudara-saudara<br />
atau anak-anak saudara, anak-anak suaminya, saudara-saudara<br />
atau anak-anak saudara, anak-anak saudara perempuan atau<br />
sesama wanita, yang menjadi miliknya atau pelayan-pelayan<br />
laki-laki yang sudah tidak punya keinginan atau anak-anak yang<br />
belum mengerti aurat wanita dan jangan pula menggerak-gerakkan<br />
kaki supaya perhiasannya yang tersembunyi diketahui orang.<br />
Orang-orang beriman, hendaklah kamu sekalian bertaubat kepada<br />
Allah kalau-kalau kamu berhasil." (Qur'an 24: 30-31)<br />
<br />
Demikianlah prakteknya dalam Islam. Hubungan pria wanita itu<br />
berkembang setapak demi setapak meninggalkan yang lama. Jadi<br />
hubungan jantan-betina yang dikuatirkan akan menimbulkan<br />
fitnah, tak ada lagi. Sedang mengenai keperluan hidup<br />
sehari-hari lainnya dan yang mengenai segala hubungan<br />
pria-wanita, maka dalam semuanya adalah sama, semua hamba<br />
Allah, semua bekerja-sama untuk kebaikan dan untuk bertaqwa<br />
kepada Allah. Apabila ada pihak yang sudah terlanjur mau<br />
membangkitkan nafsu kelamin, baik laki-laki atau wanita, maka<br />
orang itu harus bertaubat kepada Tuhan. Tuhan Maha Pemurah,<br />
dan Pengampun.<br />
<br />
Akan tetapi untuk mengubah semua itu, untuk mengalihkan mental<br />
Arab dari semua pendirian lama - seperti halnya dengan<br />
pendirian tentang keimanan kepada Allah Yang Maha Esa dan<br />
meninggalkan kepercayaan syirik - ke dalam mental yang baru,<br />
tidak akan cukup dalam waktu yang begitu singkat. Hal ini<br />
sudah wajar sekali. Benda yang sudah diacu dalam bentuk<br />
tertentu misalnya, tidak akan mudah mengubahnya, kalau tidak<br />
dengan sedikit demi sedikit. Dan bagaimana pun diusahakan<br />
mengubahnya namun yang akan dapat berubah tidak seberapa juga.<br />
Begitulah halnya hidup manusia yang hidup serba-benda<br />
(materialistis). Ia dibentuk oleh adat-kebiasaan yang sudah<br />
turun-temurun, oleh tradisi lingkungan dalam soal-soal<br />
hidupnya. Apabila dikehendaki adanya sesuatu perubahan, maka<br />
dalam memindahkan perubahan itu harus dengan berangsur-angsur,<br />
dan perubahan yang berangsur-angsur ini tidak akan terjadi<br />
kalau tidak mengubah diri-sendiri. Adakalanya orang dapat<br />
mengubah dalam arti mental dari satu segi saja dengan<br />
menghilangkan rintangan yang mungkin ada di hadapannya. Hal<br />
ini sudah dapat dilakukan Islam terhadap kaum Muslimin<br />
sehubungan dengan tauhid serta iman kepada Allah, kepada Rasul<br />
dan hari kemudian. Akan tetapi masih banyak segi-segi mental<br />
Arab itu yang belum lagi dapat di tembus, terutama dalam<br />
soal-soal hidup kebendaan. Oleh karenanya keadaan kaum<br />
Muslimin ketika itu tetap tidak begitu jauh dari suasana<br />
sebelum Islam. Mereka serba lamban, karena memang sudah<br />
menjadi bawaan cara hidup padang pasir, dan sudah terbiasa<br />
pula suka bicara dengan wanita.<br />
<br />
Jadi apa yang sudah kita kemukakan mengenai perubahan yang<br />
dibawa oleh agama baru itu terhadap pandangan hidup mereka<br />
tentang hubungan laki-laki dengan perempuan, namun selain itu<br />
keadaan mereka masih seperti dahulu juga, atau mirip-mirip<br />
begitu. Banyak diantara mereka itu yang mau begitu saja<br />
memasuki rumah Nabi, kemudian mau duduk-duduk dan mau<br />
mengobrol dengan Nabi dan dengan isteri-isterinya. Padahal<br />
persoalan-persoalan kenabian yang begitu besar lebih penting<br />
daripada membiarkan Muhammad sibuk menghadapi pembicaraan<br />
mereka yang datang mengunjunginya itu, serta mereka yang mau<br />
mengobrol dengan isteri-isterinya dan yang kemudian<br />
pembicaraan-pembicaraan mereka itu dibawa kepadanya. Oleh<br />
karena itu AIlah menghendaki supaya Nabi dihindarkan dari<br />
soal-soal kecil semacam itu, maka ayat-ayat berikut ini<br />
datang:<br />
<br />
"Orang-orang yang beriman! Janganlah kamu masuk ke dalam rumah<br />
Nabi, kecuali bila diijinkan dalam menghadapi suatu hidangan<br />
makan yang bukan sengaja mau mengintip-intip untuk itu. Tetapi<br />
bila kamu diundang, hendaklah kamu masuk. Maka apabila sudah<br />
selesai hendaklah kamu pergi, dan jangan mau enak-enak<br />
mengobrol. Sesungguhnya yang demikian itu sangat mengganggu<br />
Nabi, tetapi dia malu kepada kamu, sedang Allah tidak akan<br />
malu dalam hal kebenaran. Dan apabila ada sesuatu yang kamu<br />
minta dari mereka (isteri-isteri Nabi), mintalah dari belakang<br />
tirai. Hal ini akan lebih bersih dalam hati kamu dan hati<br />
mereka. Tiada semestinya kamu akan mengganggu Rasulullah, juga<br />
jangan pula kamu akan mengawini janda-jandanya setelah ia<br />
wafat; sebab yang demikian itu dipandang Tuhan sebagai (dosa)<br />
yang besar." (Qur'an, 33: 53)<br />
<br />
<br />
Seperti halnya ayat-ayat ini turun ditujukan kepada<br />
orang-orang yang beriman dan yang juga sebagai bimbingan<br />
kepada mereka mengenai kewajiban mereka terhadap Nabi dan<br />
isteri-isterinya, juga kedua ayat berikut ini pun turun<br />
ditujukan kepada isteri-isteri Nabi dalam hal yang sama pula:<br />
<br />
"Wahai isteri-isteri Nabi. Kamu tidak sama dengan<br />
wanita-wanita lain. Kalau kamu berbakti (kepada Allah),<br />
janganlah kamu berlemah-lembut dalam kata-kata, nanti timbul<br />
keserakahan orang yang hatinya berpenyakit (jahat). Tetapi<br />
katakanlah dengan kata-kata yang baik-baik saja. Tinggal<br />
sajalah kamu di dalam rumah. Jangan kamu mempertontonkan diri<br />
seperti kelakuan orang zaman jahiliah dahulu. Lakukanlah<br />
sembahyang, keluarkan zakat serta patuh kepada Allah dan<br />
RasulNya. Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan noda dari<br />
kamu, keluarga Nabi, dan membersihkan kamu sungguh-sungguh."<br />
(Qur'an, 33: 32-33)<br />
<br />
(bersambung ke bagian 2/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>BAGIAN KESEMBILANBELAS: DARI DUA PEPERANGAN</b><br />
<b>SAMPAI KE HUDAIBIYA (2/3)</b><br />
Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Demikian inilah persiapan kehidupan sosial yang baru yang<br />
dikehendaki oleh Islam untuk suatu masyarakat umat manusia.<br />
Landasannya ialah mengubah sama-sekali pandangan masyarakat<br />
itu akan hubungan laki-laki dengan wanita. Ia menghendaki<br />
dihapusnya segala tanggapan tentang sex (libido) yang<br />
menguasai pikiran manusia selama ini, dan dalam segala hal<br />
menganggapnya sebagai satu-satunya yang berkuasa. Dengan<br />
demikian yang dikehendaki ialah mengarahkan masyarakat itu<br />
sesuai dengan tujuan hidup umat manusia yang lebih tinggi<br />
dengan tidak mengurangi kesenangan hidupnya, yaitu kesenangan<br />
hidup yang tidak akan mengurangi pula kebebasannya untuk<br />
berkeinginan - apalagi sampai akan menghilangkan kebebasan<br />
untuk berkeinginan ini - dan yang akan melahirkan hubungan<br />
manusia dengan semesta alam. Dari tingkat hidup mengolah<br />
tanah, dari tingkat hidup usaha perindustrian dan perdagangan,<br />
yang bagaimana pun, ke tingkat yang lebih tinggi, setaraf<br />
dengan kehidupan orang-orang suci, dan akan berkomunikasi<br />
dengan cara malaikat. Puasa, salat, zakat yang telah<br />
ditentukan oleh Islam, ialah alat untuk mencapai taraf ini;<br />
yang akan mencegah perbuatan keji, kemungkaran serta<br />
pelanggaran. Sekaligus ia akan membersihkan jiwa dan hati<br />
orang dari segala penyakit menghambakan diri selain kepada<br />
Allah, disamping memperkuat tali persaudaraan antara sesama<br />
orang beriman, memperkuat hubungan antara manusia dengan<br />
segala yang ada dalam semesta alam ini.<br />
<br />
Penyusunan suatu kehidupan sosial secara berangsur-angsur<br />
sebagai suatu persiapan kearah transisi besar yang telah<br />
disediakan oleh Islam bagi umat manusia ini, tidak mengurangi<br />
pihak Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya dalam<br />
menantikan kesempatan hendak menghancurkan Muhammad. Tetapi<br />
juga Muhammad tidak kurang pula selalu waspada. Cepat-cepat ia<br />
bergerak untuk menanamkan rasa takut dalam hati pihak musuh,<br />
bila dianggap perlu.<br />
<br />
Itu sebabnya, enam bulan kemudian setelah Banu Quraiza dapat<br />
dihancurkan, ia sudah merasakan adanya suatu gerakan lain di<br />
sekitar Mekah. Terpikir olehnya akan membalas kematian Khubaib<br />
b. 'Adi dan kawan-kawannya yang telah dibunuh oleh Banu Lihyan<br />
di Raji' dua tahun yang lalu itu. Akan tetapi maksudnya ini<br />
tidak diumumkan, kuatir pihak musuh akan segera berjaga-jaga.<br />
Untuk dapat menyergap pihak musuh ia pura-pura pergi ke Syam.<br />
Dengan membawa perlengkapan perang ia berangkat menuju ke arah<br />
utara.<br />
<br />
Setelah yakin sekali bahwa Quraisy dan sekutu-sekutunya yang<br />
berdekatan tak ada yang menyadari maksudnya, ia pun membelok<br />
ke arah Mekah dengan berjalan lebih cepat lagi. Tetapi<br />
sesampainya di perkampungan Banu Lihyan di 'Uran, masyarakat<br />
setempat telah melihatnya ketika pertama kali ia menyusur<br />
jalan ke selatan. Dari mereka inilah Banu Lihyan mengetahui<br />
bahwa ia menuju ke tempat mereka. Mereka pun segera berlindung<br />
ke puncak-puncak bukit dengan membawa harta-benda yang ada.<br />
Nabi tidak sampai berhasil menyergap mereka.<br />
<br />
Ketika itu ia lalu menugaskan Abu Bakr dengan membawa seratus<br />
orang pasukan menuju 'Usfan2 tidak jauh dari Mekah. Rasulullah<br />
sendiri kemudian kembali ke Medinah. Ketika itu panas musim<br />
sedang sampai di puncaknya, sehingga Nabi berkata:<br />
<br />
"Yang kembali dan yang bertobat jika dikehendaki Allah<br />
kiranya kepada Tuhan juga kami memuji syukur. Saya<br />
berlindung kepada Allah dari perjalanan yang sangat meletihkan<br />
ini, serta kedukaan karena diri kembali dari perjalanan3<br />
dengan keburukan yang tampak pada keluarga dan harta-benda."<br />
<br />
Baru beberapa malam saja Muhammad kembali ke Medinah,<br />
tiba-tiba datang 'Uyaina b. Hishn menyerang pinggiran kota<br />
itu. Di tempat tersebut ada beberapa ekor unta yang<br />
digembalakan, dijaga oleh seorang laki-laki dengan isterinya.<br />
Laki-laki itu oleh 'Uyaina dan kawan-kawannya dibunuh, unta<br />
diambil dan perempuan itu dibawa. Mereka segera pergi dengan<br />
perkiraan bahwa mereka telah dapat menyelamatkan diri dari<br />
pengejaran. Tetapi sebenarnya Salama b. 'Amr bin'l-Akwa' yang<br />
sudah lebih dulu memacu kudanya menuju hutan dengan<br />
bersenjatakan panah dan busur, ketika melintasi<br />
Thaniat'l-Wada' dan menjenguk ke bawah dari arah bukit Sal'<br />
rombongan yang sedang menggiring unta dan membawa wanita itu<br />
dilihatnya. Ketika itu pula ia berteriak meminta bantuan<br />
sambil terus mengikuti jejak rombongan itu. Ia melepaskan anak<br />
panahnya ke arah mereka, setelah ia berada agak lebih dekat.<br />
Dalam pada itu tiada henti-hentinya ia berteriak. Dan teriakan<br />
Salama itu akhirnya sampai juga kepada Muhammad. Maka kemudian<br />
ia pun memanggil-manggil penduduk Medinah: Ada bahaya! Ada<br />
bahaya!<br />
<br />
Seketika itu juga pahlawan-pahlawan kota datang dari segenap<br />
penjuru. Setelah mendapat perintah mereka pun berangkat<br />
mengikuti jejak gerombolan itu. Dia sendiri mempersiapkan<br />
pasukannya lalu berangkat menyusul mereka. Ia berhenti di<br />
sebuah gunung di bilangan Dhu Qarad.<br />
<br />
Sementara itu 'Uyaina dan anak buahnya sudah mempercepat<br />
langkah, ingin lekas-lekas bergabung dengan Ghatafan dan<br />
melepaskan diri dari pengejaran Muslimin. Akan tetapi pasukan<br />
Medinah berhasil mencapai barisan belakang mereka. Sebahagian<br />
unta itu dapat diselamatkan kembali dari tangan mereka.<br />
Kemudian Muhammad datang menyusul dan memberikan bantuannya.<br />
Wanita beriman yang dibawa oleh orang-orang Arab itu pun<br />
selamat pula.<br />
<br />
Ada beberapa orang dari sahabat-sahabat Nabi, terdorong oleh<br />
rasa panas hati, ingin terus mengejar 'Uyaina. Tetapi dilarang<br />
oleh Rasulullah, sebab sudah diketahuinya bahwa 'Uyaina dan<br />
anak buahnya sudah sampai ke tempat Ghatafan dan berlindung<br />
kepada mereka.<br />
<br />
Bila kaum Muslimin kemudian kembali ke Medinah, isteri penjaga<br />
itu pun datang pula menyusul di atas seekor unta kepunyaan<br />
kaum Muslimin. Wanita itu sudah bernadar, bahwa kalau unta itu<br />
dapat diselamatkan, akan disembelihnya seekor sebagai kurban<br />
buat Tuhan. Tetapi setelah nadarnya disampaikan kepada Nabi'<br />
Nabi berkata: "Suatu balasan yang buruk sekali, Tuhan sudah<br />
mengantarkan engkau dan menyelamatkan engkau dengan unta itu,<br />
lalu unta itu yang akan kausembelih. Nadar dengan berdosa<br />
kepada Tuhan tidak berlaku, juga atas sesuatu yang tidak<br />
kaupunyai."<br />
<br />
Sesudah itu Muhammad tinggal di Medinah hampir dua bulan<br />
sudah. Kemudian terjadi suatu ekspedisi terhadap Banu<br />
Mushtaliq di Muraisi' - suatu ekspedisi yang telah dijadikan<br />
bahan studi oleh setiap ahli sejarah dan penulis sejarah hidup<br />
Nabi. Soalnya bukan karena ekspedisi itu sangat penting, atau<br />
karena kedua belah pihak - Muslimin dan musuhnya - bertempur<br />
mati-matian sampai melampaui batas, tetapi karena kenyataan<br />
adanya malapetaka yang kemudian hampir menjalar kedalam tubuh<br />
Muslimin sendiri kalau tidak segera Rasul mengambil langkah<br />
yang sangat baik sekali, tegas dan meyakinkan; juga karena<br />
kemudian Rasul kawin dengan Juwairiah bt. al-Harith, dan<br />
karena ekspedisi ini telah pula menimbulkan hadith'l-ifk -<br />
peristiwa kebohongan - tentang diri Aisyah. Peristiwa ini<br />
telah menempatkannya kedalam persoalan iman dan kekuatan hati<br />
- sementara usianya masih enambelas tahun - sehingga segalanya<br />
tidak akan berdaya, hanya karena keagungan iman dan kekuatan<br />
hati itu jugalah.<br />
<br />
Bahwa kegiatan Banu Mushtaliq - yang merupakan bagian dari<br />
Khuza'a - yang telah mengadakan persepakatan dalam<br />
perkampungan mereka di dekat Mekah, beritanya telah sampai<br />
pula kepada Muhammad. Mereka sedang mengerahkan segala potensi<br />
dengan maksud hendak membunuh Muhammad dengan dipimpin oleh<br />
komandan mereka Al-Harith b. Abi Dzirar. Rahasia ini diperoleh<br />
Muhammad dari salah seorang orang badwi. Maka iapun<br />
cepat-cepat berangkat sementara mereka sedang lengah, seperti<br />
biasanya bila ia menghadapi musuh. Pimpinan pasukan Muhajirin<br />
di tangan Abu Bakr dan pimpinan pasukan Anshar di tangan Sa'd<br />
b. 'Ubada. Pihak Muslimin ketika itu sudah berada di sebuah<br />
pangkalan air yang bernama Muraisi', tidak jauh dari wilayah<br />
Banu Mushtaliq. Kemudian Banu Mushtaliq dikepung. Pihak-pihak<br />
yang tadinya datang hendak memberikan pertolongan sekarang<br />
mereka sudah lari. Dari Banu Mushtaliq sepuluh orang terbunuh'<br />
dari Muslimin seorang, konon bernama Hisyam b. Shubaba,<br />
dibunuh oleh salah seorang dari Anshar, yang keliru dikira<br />
dari pihak musuh.<br />
<br />
Setelah terjadi sedikit saling hantam dengan panah, tak ada<br />
jalan lain buat Banu Mushtaliq mereka harus menyerah dibawah<br />
tekanan pihak Muslimin yang kuat dan bergerak cepat itu.<br />
Mereka dibawa sebagai tawanan perang, begitu juga wanita<br />
mereka, unta dan binatang ternak yang lain. Dalam pasukan<br />
tentara itu Umar ibn'l-Khattab mempunyai orang upahan yang<br />
bertugas menuntunkan kudanya. Selesai pertempuran orang ini<br />
pernah berselisih dengan salah seorang dari kalangan Khazraj<br />
karena soal air. Mereka jadi berkelahi dan sama-sama<br />
berteriak. Pihak Khazraj berkata: "Saudara-saudara Anshar!"<br />
Sedang orang sewaan Umar berkata pula: "Saudara-saudara<br />
Muhajirin!"<br />
<br />
Teriakan demikian itu terdengar juga oleh Abdullah b. Ubayy,<br />
yang ketika itu bersama-sama dengan orang-orang munafik turut<br />
pula dalam ekspedisi dengan harapan akan beroleh bagian<br />
rampasan perang. Dendamnya kepada pihak Muslimin dan kepada<br />
Muhammad segera timbul. Dalam hal ini ia berkata kepada<br />
kawan-kawannya:<br />
<br />
"Di kota kita ini sudah banyak kaum Muhajirin. Penggabungan<br />
kita dengan mereka akan seperti kata peribahasa: 'Membesarkan<br />
anak harimau.'4 Sungguh, kalau kita sudah kembali ke Medinah,<br />
orang yang berkuasa akan mengusir orang yang lebih hina."<br />
<br />
Kemudian kepada golongannya yang hadir waktu itu ia berkata:<br />
"Inilah yang telah kamu perbuat sendiri. Kamu benarkan mereka<br />
tinggal di negerimu ini, dan kamu bagi harta-bendamu dengan<br />
mereka. Demi Allah, kalau apa yang ada pada kamu itu kamu<br />
pertahankan, pasti mereka akan beralih ke tempat lain."<br />
<br />
Percakapannya itu dibawa orang kepada Rasulullah, yang ketika<br />
itu baru selesai menghadapi musuh. Ketika itu Umar<br />
ibn'l-Khattab hadir. Mendengar itu Umar marah sekali.<br />
<br />
"Perintahkan kepada Bilal supaya membunuhnya," katanya.<br />
<br />
Seperti biasanya, disini Nabi memperlihatkan sikap sebagai<br />
seorang pemimpin yang sudah matang, bijaksana dan punya<br />
pandangan jauh. Berpaling kepada Umar ia berkata:<br />
<br />
"Umar bagaimana kalau sampai menjadi pembicaraan orang dan<br />
orang mengatakan, bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya<br />
sendiri?"<br />
<br />
Akan tetapi dalam pada itu ia sudah mempertimbangkan, bahwa<br />
soalnya akan jadi rumit sekali kalau tidak segera diambil<br />
langkah yang tegas. Oleh karena itu diperintahkannya agar<br />
diumumkan untuk segera berangkat dalam waktu yang tidak<br />
biasanya kaum Muslimin meninggalkan tempat itu. Berita yang<br />
disampaikan orang kepada Nabi itu sampai juga kepada Ibn<br />
Ubayy. Cepat-cepat ia menemui Nabi hendak membantah adanya<br />
berita yang dihubungkan kepadanya itu. Ia bersumpah atas nama<br />
Tuhan, bahwa dia tidak mengatakan dan tidak pernah bicara<br />
begitu. Tetapi ini tidak mengubah keputusan Muhammad hendak<br />
meninggalkan tempat itu. Bahkan sepanjang hari hingga sore dan<br />
sepanjang malam hingga pagi harinya lagi terus-menerus ia<br />
memimpin perjalanan itu hingga pada pertengahan hari kedua<br />
tatkala terik matahari sudah terasa sangat mengganggu.<br />
<br />
Setelah sampai, karena sudah sangat lelah, begitu badan mereka<br />
menyentuh lantai, mereka pun segera tertidur. Karena sangat<br />
lelah orang sudah lupa cakap Ibn Ubayy. Sesudah itu mereka<br />
pulang ke Medinah dengan membawa rampasan perang dan<br />
orang-orang tawanan Banu Mushtaliq, diantaranya Juwairia<br />
bint'l-Harith b. Abi Dzirar, pemimpin dan komandan daerah yang<br />
sudah dikalahkan itu.<br />
<br />
Kaum Muslimin sudah sampai di Medinah. Abdullah ibn Ubayy pun<br />
sudah di sana. Ia sudah tidak pernah tenang, hatinya gelisah<br />
selalu, terbawa oleh rasa dengki kepada Muhammad dan kepada<br />
Muslimin. Pura-pura ia sebagai orang Islam, bahkan sebagai<br />
orang beriman, meskipun masih gigih ia membantah berita yang<br />
bersumber dari dia ditujukan kepada Rasulullah di Muraisi'<br />
itu. Pada waktu itulah Surah Munafiqin ini turun:<br />
<br />
"Mereka itulah yang berkata: "Jangan memberikan bantuan<br />
apa-apa kepada mereka yang di sekitar Rasulullah, supaya<br />
mereka berpisah." Padahal segala perbendaharaan langit dan<br />
bumi milik Allah. Tetapi orang-orang munafik itu tidak<br />
mengerti. Kata mereka: "Kalau kita sudah kembali ke Medinah,<br />
orang yang berkuasa akan mengusir orang yang lebih hina."<br />
Padahal sebenarnya kekuasaan itu milik Allah dan Rasul-Nya<br />
beserta orang-orang yang beriman, hanya saja orang-orang<br />
munafik itu tidak mengetahui." (Qur'an, 63: 7-8)<br />
<br />
Dengan demikian lalu ada orang-orang yang mengira bahwa<br />
ayat-ayat itu merupakan hukuman terhadap Abdullah bin Ubayy,<br />
dan Muhammad pasti akan memerintahkan supaya ia dibunuh.<br />
Ketika itu Abdullah b. Abdullah b. Ubayy, yang sudah menjadi<br />
seorang Muslirn yang baik, datang dengan mengatakan:<br />
<br />
"Rasulullah, saya mendengar tuan ingin supaya Abdullah b.<br />
Ubayy itu dibunuh. Kalau memang begitu, tugaskanlah pekerjaan<br />
itu kepada saya. Akan saya bawakan kepalanya kepada tuan.<br />
Orang-orang Khazraj sudah mengetahui, tak ada orang yang<br />
begitu berbakti kepada ayahnya seperti yang saya lakukan. Saya<br />
kuatir tuan akan menyerahkan tugas ini kepada orang lain.<br />
Kalau sampai orang lain itu yang membunuhnya, maka saya takkan<br />
dapat menahan diri, membiarkan orang yang membunuh ayah saya<br />
itu berjalan bebas. Tentu akan saya bunuh dia dan berarti saya<br />
membunuh orang beriman yang membunuh orang kafir. Maka saya<br />
akan masuk neraka."<br />
<br />
Begitulah kata-kata Abdullah b. Abdullah b. Ubayy kepada<br />
Muhammad. Saya rasa tak ada suatu kata-kata yang lebih dalam<br />
dari ucapannya itu dengan begitu kuat meskipun singkat dalam<br />
melukiskan suasana batin yang sedang gelisah, batin yang<br />
dibawa oleh pengaruh pergolakan yang dahsyat sekali dalam<br />
jiwanya: gelisah karena pengaruh rasa berbakti kepada ayah dan<br />
pengaruh iman yang sungguh-sungguh disamping rasa harga diri<br />
sebagai orang Arab serta rasa cintanya akan kesejahteraan<br />
Muslimin supaya jangan tirnbul dendam yang berlarut-larut.<br />
<br />
Inilah perasaan seorang anak yang melihat ayahnya akan<br />
dibunuh. Dia tidak minta kepada Nabi supaya ayahnya jangan<br />
dibunuh, sebab dia Nabi, dia akan tunduk kepada perintah<br />
Tuhan, dan yakin pula akan keingkaran ayahnya. Tetapi karena<br />
kuatir akan sampai menuntut balas kepada orang yang kelak akan<br />
membunuh ayahnya yang diharuskan oleh rasa baktinya kepada<br />
ayah dan oleh rasa kehormatan dan harga diri - maka dia<br />
sendirilah yang akan memikul beban itu, dia sendiri yang akan<br />
membunuh ayahnya; kepalanya akan dibawanya sendiri kepada<br />
Nabi, betapapun itu akan sangat menyayat hati dan perasaannya.<br />
<br />
Dengan imannya itu ia merasa agak mendapat hiburan juga<br />
menghadapi hal luar biasa yang menekan perasaan itu. Ia kuatir<br />
akan masuk neraka apabila ia membunuh seorang mukmin yang<br />
telah mendapat perintah Nabi membunuh ayahnya. Sungguh suatu<br />
perjuangan yang sangat dahsyat antara iman di satu pihak<br />
dengan perasaan dan moral di pihak lain. Suatu perjuangan<br />
batin yang sungguh fatal menghunjam ke dalam hati, sungguh<br />
tragis! Tetapi, tahukah kita betapa jawaban Nabi kepada<br />
Abdullah setelah mendengar itu?<br />
<br />
"Kita tidak akan membunuhnya. Bahkan kita harus berlaku baik<br />
kepadanya, harus menemaninya baik-baik selama dia masih<br />
bersama dengan kita."<br />
<br />
Memaafkan. Sungguh indah dan agung maaf itu. Muhammad berlaku<br />
begitu baik kepada orang yang telah menghasut penduduk Medinah<br />
supaya memusuhinya dan memusuhi sahabat-sahabatnya. Biarlah<br />
sikap baiknya dan kemaafannya itu memberi bekas yang lebih<br />
dalam daripada kalau ia menjatuhkan hukuman kepada orang itu.<br />
<br />
Sejak itu apabila Abdullah b. Ubayy mencoba mau bermain api,<br />
golongannya sendiri menegurnya, menyalahkannya dan membuatnya<br />
ia merasa bahwa sisa hidupnya itu dari pemberian Muhammad.<br />
Tatkala pada suatu hari Nabi sedang bicara-bicara dengan Umar<br />
mengenai masalah-masalah kaum Muslimin, sampai juga<br />
menyebut-nyebut Abdullah b. Ubayy' begitu juga tentang<br />
golongannya sendiri yang menegurnya dan menyalahkannya itu.<br />
<br />
"Umar, bagaimana pendapatmu," kata Muhammad. "Ya, kalau kau<br />
bunuh dia ketika kaukatakan kepadaku supaya dibunuh saja,<br />
tentu akan jadi gempar karenanya. Kalau sekarang kusuruh bunuh<br />
tentu akan kaubunuh."<br />
<br />
"Sungguh sudah saya ketahui, bahwa perintah Rasulullah lebih<br />
besar artinya daripada perintah saya."<br />
<br />
Semua peristiwa itu terjadi setelah kaum Muslimin - dengan<br />
membawa tawanan dan rampasan perang - kembali ke Medinah. Akan<br />
tetapi lalu ada suatu peristiwa yang pada mulanya tidak<br />
memberi bekas apa-apa, tetapi kemudian menjadi pembicaraan<br />
yang panjang juga. Soalnya ialah Nabi mengadakan undian<br />
terhadap isteri-isterinya bila akan berangkat mengadakan<br />
ekspedisi. Barangsiapa yang keluar namanya maka dialah yang<br />
ikut serta. Sorenya pada waktu mau mengadakan ekspedisi<br />
terhadap kepada Banu Mushtaliq, maka yang keluar ialah nama<br />
Aisyah. Jadi dia yang dibawa. Aisyah adalah seorang wanita<br />
yang berperawakan kecil, ringan. Bila pelangkin sudah<br />
diantarkan orang sampai di depan pintu rumahnya, dia pun naik.<br />
Lalu mereka membawanya pada punggung unta. Karena ringannya,<br />
mereka hampir tidak dapat merasakan.<br />
<br />
Selesai Nabi dari tugas perjalanan itu, dengan rombongannya ia<br />
berangkat lagi meneruskan perjalanan yang panjang dan sangat<br />
meletihkan seperti sudah kita sebutkan. Sesudah itu ia menuju<br />
Medinah. Sampai di suatu tempat dekat kota ia berhenti dan<br />
bermalam di tempat itu. Kemudian diumumkan kepada rombongan,<br />
perjalanan akan diteruskan lagi.<br />
<br />
Karena hendak menunaikan hajat, Aisyah ketika itu sedang<br />
keluar dari kemah Nabi, sedang pelangkin sudah menunggu di<br />
depan kemah, menantikan ia masuk kembali. Aisyah mengenakan<br />
seutas kalung yang ketika sedang menyelesaikan keperluannya,<br />
kalung itu lepas dari lehernya. Sesudah siap kembali ia akan<br />
berangkat, dirabanya kalung itu sudah tidak ada. Ia kembali<br />
menyusur jalan sambil mencari-carinya. Dan barangkali lama<br />
juga ia mencarinya, baru kemudian benda itu diketemukannya<br />
kembali. Mungkin sementara itu ia terlena karena sudah begitu<br />
lelah selepas perjalanan itu. Bila ia kembali ke markas untuk<br />
kemudian naik ke atas pelangkin, ternyata pelangkin itu sudah<br />
dipasang kembali di punggung unta dengan perkiraan bahwa dia<br />
sudah berada didalamnya lalu mereka berangkat juga dengan<br />
anggapan bahwa mereka sedang membawa Umm'l-Mu'minin, isteri<br />
yang sangat dekat ke dalam hati Nabi. Dalam markas itu orang<br />
yang akan dapat ditanyai tidak ada. Dia tidak merasa takut<br />
bahkan dia yakin bahwa apabila rombongan itu nanti mengetahui<br />
dia tidak ada, tentu mereka akan kembali ke tempatnya semula.<br />
Jadi lebih baik dia tidak meninggalkan tempat itu; daripada<br />
mengarungi padang pasir tanpa pedoman; ia akan sesat<br />
karenanya. Tanpa merasa takut, dengan berselimutkan pakaian<br />
luarnya ia berbaring di tempat itu, sambil menunggu orang yang<br />
akan datang mencarinya.<br />
<br />
Sementara ia sedang berbaring itu, Shafwan bin'l-Mu'attal<br />
lewat di tempat tersebut, yang juga terlambat dari rombongan<br />
tentara karena harus menunaikan urusannya pula. Ia sudah<br />
pernah melihatnya sebelum ada ketentuan hijab terhadap<br />
isteri-isteri Nabi. Setelah melihatnya, ia terkejut sekali dan<br />
surut sambil berkata: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un!<br />
Isteri Rasulullah s.a.w.? Kenapa sampai tertinggal? Semoga<br />
rahmat Tuhan juga." Aisyah tidak menjawab. Didekatkannya<br />
untanya itu dan dia sendiri mundur sambil berkata: "Naiklah."<br />
<br />
Setelah Aisyah naik kemudian ia berangkat dengan unta itu<br />
cepat-cepat hendak menyusul rombongan yang lain. Tetapi tidak<br />
terkejar juga, karena ternyata mereka mempercepat perjalanan,<br />
ingin segera sampai di Medinah, agar dapat beristirahat<br />
setelah mengalami perjalanan yang cukup meletihkan, yang juga<br />
diperintahkan oleh Rasulullah guna menghindarkan fitnah yang<br />
hampir-hampir terjadi akibat perbuatan Ibn Ubayy itu.<br />
<br />
Shafwan memasuki Medinah pada siang hari disaksikan oleh orang<br />
banyak sementara Aisyah di atas untanya. Sampai di depan<br />
rumahnya dalam rangkaian rumah isteri-isteri Rasul, ia pun<br />
masuk. Tak terlintas dalam pikiran orang bahwa hal ini akan<br />
dijadikan buah bibir, atau akan menimbulkan syak karena ia<br />
terlambat dari rombongan, juga dalam hati Rasul tidak<br />
terlintas suatu prasangka buruk terhadap Shafwan, seorang<br />
orang mukmin yang beriman teguh.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 3/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>BAGIAN KESEMBILANBELAS: DARI DUA PEPERANGAN</b></div><div style="color: red;"><b>SAMPAI KE HUDAIBIYA (3/3)</b></div>Muhammad Husain Haekal<br />
<br />
Sebenarnya tidak perlu sampai menjadi buah bibir; dia memasuki<br />
Medinah di depan mata orang banyak, di belakang pasukan<br />
tentara yang juga datang dalam waktu hampir bersamaan sehingga<br />
tidak perlu harus menimbulkan sesuatu prasangka. Dia datang<br />
disaksikan oleh orang banyak dengan wajah bersih dan<br />
berseri-seri, tak ada tanda-tanda yang akan menimbulkan<br />
kecurigaan. Seharusnya biarlah kota Medinah berjalan seperti<br />
biasa. Biarlah hasil rampasan perang dan tawanan perang Banu<br />
Mushtaliq itu dibagi-bagi antara sesama kaum Muslimin, biarlah<br />
mereka menikmati hidup sejahtera, yang makin hari sudah makin<br />
terasa. Iman mereka pun makin dalam menanamkan rasa harga diri<br />
dalam menghadapi musuh, di samping adanya kesungguhan hati,<br />
keberanian menghadapi maut demi Allah, untuk agama dan untuk<br />
kebebasan orang lain menganut kepercayaan agamanya, kebebasan<br />
yang sebelum itu tidak pula dikenal oleh masyarakat Arab.<br />
<br />
Juwairia bint'l-Harith termasuk salah seorang tawanan perang<br />
Banu Mushtaliq. Dia memang seorang wanita cantik dan manis. Ia<br />
jatuh menjadi bagian salah seorang Anshar. Dalam hal ini ia<br />
ingin menebus diri, tetapi mengetahui bahwa dia puteri seorang<br />
pemuka Banu Mushtaliq, dan ayahnya akan mampu menebus berapa<br />
saja diminta, maka tebusan yang diminta itu cukup tinggi.<br />
Kuatir akan membawa akibat yang melampaui batas, maka Juwairia<br />
sendiri segera pergi menemui Nabi, yang ketika itu sedang<br />
berada di rumah Aisyah.<br />
<br />
"Saya Juwairia puteri al-Harith bin Abi Dzirar, pemimpin<br />
masyarakat," katanya. "Saya mengalami bencana, seperti sudah<br />
tuan ketahui tentunya. Tetapi karena saya sudah menjadi milik<br />
si anu, maka saya telah memajukan penawaran guna membebaskan<br />
diri saya. Kedatangan saya kemari ingin mendapat bantuan tuan<br />
mengenai penawaran saya itu."<br />
<br />
"Maukah engkau dengan yang lebih baik dari itu?" tanya Nabi<br />
<br />
"Apa?"<br />
<br />
"Saya penuhi penawaranmu dan saya kawin dengan kau."<br />
<br />
Setelah berita itu tersiar, sebagai penghormatan kepada<br />
semenda Rasulullah dengan Banu Mushtaliq, tawanan-tawanan<br />
perang yang ada di tangan mereka segera mereka bebaskan;<br />
sehingga mengenai Juwairia ini Aisyah pernah berkata: Tak<br />
pernah saya lihat ada seorang wanita lebih besar membawa<br />
keuntungan buat golongannya seperti dia ini.<br />
<br />
Demikianlah sebuah sumber menyebutkan Ada pula sumber lain<br />
yang mengatakan, bahwa al-Harith b. Abi Dzirar datang<br />
mengunjungi Nabi hendak menebus puterinya itu, dan dia sendiri<br />
pun masuk Islam setelah dia percaya akan ajaran Nabi, dan<br />
bahwa dia mengambil Juwairia puterinya yang juga lalu masuk<br />
Islam seperti ayahnya. Kemudian Muhammad meminangnya dan<br />
mengawininya, dengan mas kawin sebesar 400 dirham.<br />
<br />
Seterusnya sumber ketiga menyebutkan, bahwa ayahnya tidak<br />
senang dengan perkawinan ini, bahkan dia tidak setuju, dan<br />
bahwa yang mengawinkannya dengan Nabi ialah salah seorang<br />
kerabatnya tanpa sekehendak ayahnya.<br />
<br />
Setelah Muhammad kawin dengan Juwairia, dibuatkannya rumah di<br />
samping rumah-rumah isterinya yang lain didekat mesjid. Dengan<br />
demikian ia menjadi Ibu kaum Muslimin pula.<br />
<br />
Sementara itu orang di luaran mulai pula berbisik-bisik kenapa<br />
Aisyah terlambat di belakang pasukan tentara dan datang<br />
bersama Shafwan menumpang untanya, sedang Shafwan seorang<br />
pemuda yang tampan dan tegap.<br />
<br />
Saudara perempuan Zainab bt. Jahsy yang bernama Hamna, sudah<br />
mengetahui bahwa Aisyah dalam hati Muhammad mempunyai tempat<br />
melebihi saudaranya itu. Ia segera menyebarkan desas-desus<br />
orang tentang Aisyah ini. Ia mendapat dukungan Hassan b.<br />
Thabit, dan Ali b. Abi Talib juga menyambutnya.<br />
<br />
Dengan demikian Abdullah b. Ubayy merasa mendapat tanah yang<br />
subur dalam usahanya menyebarkan bibit berita itu, yang<br />
sekaligus merupakan obat penawar pula terhadap api kebencian<br />
yang ada dalam hatinya. Mati-matian ia berusaha<br />
menyebar-luaskan berita itu. Akan tetapi dalam hal ini<br />
kalangan Aus telah menentukan sikap hendak membela Aisyah.<br />
Aisyah adalah lambang kesucian dan seorang wanita yang<br />
berakhlak tinggi, yang patut menjadi teladan Peristiwa ini<br />
hampir saja menjadi suatu fitnah di Medinah.<br />
<br />
Berita-berita ini kemudian sampai juga kepada Muhammad. Ia<br />
jadi gelisah. Apa? Aisyah akan mengkhianatinya? Tidak mungkin!<br />
Itu adalah perbuatan keji dan bertentangan. Dengan rasa cinta<br />
dan kasihnya kepada Aisyah hal yang hanya didasarkan pada<br />
prasangka semacam itu adalah suatu dosa besar. Ya. Tetapi<br />
wanita! Cih! Siapa pula gerangan yang dapat menduga lubuk hati<br />
mereka. Lagi pula Aisyah masih muda belia. Kalung serupa apa<br />
benar yang hilang dan dicarinya pada malam buta serupa itu?<br />
Kenapa hal itu tidak disebut-sebut ketika mereka masih berada<br />
di markas? Nabi sendiri masih dalam kebingungan, belum tahu<br />
ia, akan percayakah atau tidak.<br />
<br />
Orang tak ada yang berani menyampaikan desas-desus itu kepada<br />
Aisyah, meskipun ia sendiri sudah merasa aneh melihat sikap<br />
suaminya yang kaku, yang belum pernah di lihatnya dan memang<br />
tidak sesuai dengan perangainya yang selalu lemah-lembut,<br />
selalu penuh kasih kepadanya.<br />
<br />
Kemudian Aisyah jatuh sakit, sakit yang cukup keras. Bila ia<br />
datang menengoknya dan ibunya ada di tempat itu merawatnya,<br />
tidak lebih ia hanya berkata: "Bagaimana?" Sungguh pilu hati<br />
Aisyah merasakannya bila ia melihat sikap Nabi begitu kaku<br />
kepadanya. Ia bicara dengan hatinya sendiri, tidakkah karena<br />
Juwairia yang sekarang menggantikan tempatnya dalam hati<br />
suaminya? Begitu sesak dadanya karena sikap Muhammad yang kaku<br />
kepadanya itu, sehingga pernah ia berkata:<br />
<br />
"Kalau kauijinkan, aku akan pindah ke rumah ibu, supaya ia<br />
dapat merawatku."<br />
<br />
Ia pun pindah ke tempat ibunya. Sikapnya yang berlebih-lebihan<br />
itu menimbulkan kepedihan pula dalam hatinya sendiri. Lebih<br />
dari duapuluh hari ia menderita sakit, baru kemudian ia<br />
sembuh. Segala pembicaraan orang yang terjadi tentang dirinya,<br />
dia tidak tahu.<br />
<br />
Sebaliknya Muhammad, ia merasa sangat terganggu karena<br />
berita-berita yang disebarkan orang itu. Sekali ia mengucapkan<br />
pidato ini di hadapan orang banyak.<br />
<br />
"Saudara-saudara, kenapa orang-orang mengganggu saya mengenai<br />
keluarga saya. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya<br />
mengenai diri saya. Padahal yang saya ketahui mereka itu orang<br />
baik-baik. Lalu mereka mengatakan sesuatu yang ditujukan<br />
kepada seseorang, yang saya ketahui, demi Allah, dia juga<br />
orang baik; tak pernah ia datang ke salah satu rumah saya<br />
hanya jika bersama dengan saya."<br />
<br />
Kemudian Usaid b. Hudzair berdiri seraya berkata:<br />
<br />
"Rasulullah, kalau mereka itu dan saudara-saudara kami<br />
kalangan Aus, biarlah kami selesaikan, dan kalau mereka itu<br />
dan saudara-saudara kami golongan Khazraj perintahkanlah juga<br />
kepada kami. Sungguh patut leher mereka itu dipenggal."<br />
<br />
Akan tetapi Sa'd b. 'Ubada lalu menjawab, bahwa dia berani<br />
mengatakan itu karena dia mengetahui bahwa mereka dari<br />
golongan Khazraj. Kalau mereka itu dari Aus tentu takkan<br />
mengatakannya. Orang ramai lalu mengadakan berundingan dan<br />
hampir-hampir terjadi suatu bencana fitnah, kalau tidak karena<br />
Rasul segera campur tangan dengan suatu kebijaksanaan yang<br />
baik sekali.<br />
<br />
Akhirnya, berita itu pun sampai juga kepada Aisyah,<br />
diceritakan oleh seorang wanita dari Muhajirin. Terkejut<br />
sekali mendengar berita itu, hampir-hampir ia jatuh pingsan.<br />
Ia menangis tersedu-sedu, tak dapat lagi ia menahan airmata<br />
yang begitu deras berderai, sehingga terasa seolah pecah<br />
jantungnya. Ia pergi menjumpai ibunya, dengan membawa beban<br />
perasaan yang cukup berat, hampir-hampir terbawa jatuh<br />
terhuyung.<br />
<br />
"Ampun, Ibu," katanya, dengan suara tersekat oleh air mata.<br />
"Orang-orang sudah begitu rupa bicara di luar, tapi samasekali<br />
tidak ibu katakan kepada saya."<br />
<br />
Melihat kesedihan yang begitu menekan perasaan, ibunya<br />
berusaha hendak meringankannya. "Anakku," katanya, "Jangan<br />
terlampau gundah. Seorang wanita cantik yang dimadu, yang<br />
dicintai suami, tidak jarang menjadi buah bibir madunya dan<br />
buah bibir orang."<br />
<br />
Akan tetapi dengan kata-kata itu Aisyah belum terhibur juga.<br />
Kembali ia merasa lebih pedih lagi bila teringat sikap Nabi<br />
kepadanya yang terasa kaku, padahal tadinya sangat<br />
lemah-lembut. Ia merasa, bahwa berita itu tampaknya terkesan<br />
juga dalam hati Nabi, dan karenanya ia jadi curiga. Tetapi,<br />
gerangan apa yang akan dapat diperbuatnya? Akan dimulainya<br />
sajakah ia yang bicara serta menyebutkan berita itu, dan akan<br />
bersumpah bahwa ia sama sekali tidak berdosa? Jadi kalau<br />
begitu ia menuduh diri sendiri, kemudian menyanggah tuduhan<br />
itu dengan sumpah dan permohonan. Ataukah sudah saja membuang<br />
muka seperti dia, dan juga membalasnya bersikap kepadanya<br />
seperti dia, pula? Tetapi dia adalah Rasul Allah, dia telah<br />
memilihnya diatas isteri-isterinya yang lain. Bukan salah dia<br />
kalau orang sampai menyiarkan desas-desus tentang dirinya,<br />
karena dia telah terlambat dari pasukan tentara dan kembali<br />
pulang dengan Shafwan. Ya Allah! Berikanlah jalan keluar<br />
kepadanya dalam suasana yang demikian rumit itu, supaya<br />
terbuka kepada Muhammad keadaan yang sebenarnya tentang<br />
dirinya itu, supaya ia pun kembali seperti dalam suasana<br />
semula, penuh cinta, penuh kasih dan selalu lemah-lembut<br />
kepadanya.<br />
<br />
Tetapi keadaan Muhammad sebenarnya tidak lebih enak dari<br />
Aisyah. Ia merasa tersiksa karena percakapan orang mengenai<br />
dirinya itu, sehingga akhirnya terpaksa ia meminta pendapat<br />
sahabat-sahabatnya yang terdekat: apa yang akan diperbuatnya.<br />
Ia pergi ke ramah Abu Bakr, Ali dan Usama bin Zaid<br />
dipanggilnya akan dimintai pendapat. Usama ternyata menolak<br />
sama sekali segala tuduhan yang dilemparkan orang kepada<br />
Aisyah itu. Itu bohong dan tidak punya dasar. Sebagaimana Nabi<br />
mengenalnya, orang lain pun juga mengenal dia sebagai seorang<br />
wanita yang sangat baik. Sebaliknya Ali. Ia berkata:<br />
"Rasulullah, wanita yang lain banyak." Lalu sarannya supaya<br />
menanyai bujang pembantu Aisyah, kalau-kalau ia dapat<br />
dipercaya. Pembantu rumah itu pun dipanggil. Ali berdiri<br />
menghampirinya, lalu memukulnya yang cukup membuat bujang itu<br />
merasa kesakitan seraya berkata: "Katakanlah yang sebenarnya<br />
kepada Rasulullah!"<br />
<br />
"Demi Allah yang saya ketahui dia adalah baik," jawab pembantu<br />
rumah itu. Segala tuduhan jahat yang ditujukan kepada Aisyah<br />
dibantahnya.<br />
<br />
Akhirnya tak ada jalan lain Muhammad harus menemui sendiri<br />
isterinya dan dimintanya supaya mengaku. Ia masuk menemui<br />
Aisyah; di tempat itu ada ayahnya dan seorang wanita dari<br />
Anshar. Aisyah sedang menangis dan wanita itu juga turut pula<br />
menangis. Tiada terderita olehnya betapa dalamnya kesedihannya<br />
itu mencabik hati, tergetar ia setelah mengetahui bahwa oleh<br />
Muhammad ia dicurigai. Dicurigai oleh itu laki-laki yang<br />
sangat dicintainya, dipujanya, laki-laki yang sangat<br />
dipercayainya, tempat dia rela mati untuknya.<br />
<br />
Melihat kedatangannya itu, disekanya airmatanya, dan terdengar<br />
olehnya ketika ia berkata:<br />
<br />
"Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang menjadi pembicaraan<br />
orang. Hendaknya engkau takut kepada Allah jika engkau telah<br />
melakukan suatu kejahatan seperti apa yang dikatakan orang.<br />
Bertaubatlah engkau kepada Allah, sebab Allah akan menerima<br />
segala taubat yang datang dari hambaNya."<br />
<br />
Selesai kata-kata itu diucapkan, Aisyah merasa darahnya sudah<br />
mendidih. Airmatanya jadi kering. Ia menoleh ke arah ibunya<br />
dan ke arah ayahnya. Ia menunggu bagaimana mereka akan<br />
menjawab. Tetapi ternyata mereka diam, tiada sepatah kata pun<br />
yang keluar dari mereka. Hati Aisyah makin panas, seraya<br />
katanya:<br />
<br />
"Kenapa kalian tidak menjawab?"<br />
<br />
"Sungguh kami tidak tahu bagaimana harus kami jawab," jawab<br />
mereka.<br />
<br />
Lalu mereka berdua kembali terdiam lagi. Ketika itulah ia tak<br />
dapat menahan diri. Ia menangis lagi tersedu-sedu. Airmatanya<br />
itu telah dapat meredakan api amarah yang menyala-nyala seolah<br />
hendak membakar jantungnya. Sambil menangis itu kemudian ia<br />
bicara, ditujukan kepada Nabi:<br />
<br />
"Demi Allah, sama sekali saya tidak akan bertaubat kepada<br />
Tuhan seperti yang kausebutkan itu. Saya tahu, kalau saya<br />
mengiakan apa yang dikatakan orang itu, sedang Tuhan<br />
mengetahui bahwa saya tidak berdosa, berarti saya mengatakan<br />
sesuatu yang tak ada. Tetapi kalau pun saya bantah, kalian<br />
takkan percaya." Ia diam sebentar. Kemudian sambungnya lagi:<br />
"Saya hanya dapat berkata seperti apa yang dikatakan oleh ayah<br />
Yusuf: 'Maka sabar itulah yang baik, dan hanya Allah tempat<br />
meminta pertolongan atas segala yang kamu ceritakan itu!"<br />
<br />
Sejenak jadi sunyi, setelah terjadi pergolakan itu. Orang<br />
tidak tahu pasti sampai berapa lama hal itu berjalan. Akan<br />
tetapi begitu Muhammad hendak meninggalkan tempat itu<br />
tiba-tiba ia terlelap oleh kedatangan wahyu, seperti biasanya.<br />
Pakaiannya segera diselimutkan kepadanya dan sebuah bantal<br />
dari kulit diletakkan di bawah kepalanya.<br />
<br />
Dalam hal ini Aisyah berkata: "Saya sendiri sama sekali tidak<br />
merasa takut dan tidak peduli setelah melihat kejadian ini.<br />
Saya sudah mengetahui, bahwa saya tidak berdosa dan Allah<br />
tidak akan berlaku tidak adil terhadap diri saya. Sebaliknya<br />
orangtua saya, setelah Rasulullah s.a.w. terjaga, saya kira<br />
nyawa mereka akan terbang karena ketakutan, kalau-kalau wahyu<br />
dari Allah akan memperkuat apa yang dikatakan orang."<br />
<br />
Setelah Muhammad terjaga, ia duduk kembali, dengan bercucuran<br />
keringat. Sambil menyeka keringat dari dahi ia berkata:<br />
<br />
"Gembirakanlah hatimu, Aisyah! Tuhan telah membebaskan kau<br />
dari tuduhan."<br />
<br />
"Alhamdulillah," kata Aisyah.<br />
<br />
Kemudian Muhammad pergi ke mesjid, dan membacakan ayat-ayat<br />
berikut ini kepada kaum Muslimin:<br />
<br />
"Mereka yang datang membawa berita bohong itu sebenarnya dari<br />
golonganmu juga. Jangan kamu mengira ini suatu bencana buat<br />
kamu, tetapi sebaliknya, suatu kebaikan juga buat kamu. Setiap<br />
orang dari mereka itu akan mendapat ganjaran hukum atas dosa<br />
yang mereka perbuat. Dan orang yang mengetuai penyiarannya<br />
diantara mereka itu akan mendapat siksa yang berat. Mengapa<br />
orang-orang beriman - laki-laki dan perempuan - ketika<br />
mendengar berita itu, tidak berprasangka baik terhadap sesama<br />
mereka sendiri, dan mengatakan: ini adalah suatu berita bohong<br />
yang nyata sekali? Mengapa dalam hal ini mereka tidak membawa<br />
empat orang saksi. Kalau mereka tak dapat membawa saksi-saksi<br />
itu, maka mereka itu disisi Allah adalah orang-orang pendusta.<br />
<br />
Dan sekiranya bukan karena kemurahan Tuhan dan kasih-sayangNya<br />
juga kepadamu - di dunia dan di akhirat - niscaya siksa Allah<br />
yang besar akan menimpa kamu, karena fitnah yang kamu lakukan<br />
itu. Tatkala kamu menerima berita itu dari mulut ke mulut, dan<br />
kamu katakan pula dengan mulut kamu sendiri apa yang tidak<br />
kamu ketahui dengan pasti, dan kamu mengiranya hanya soal<br />
kecil saja, padahal pada Allah itu adalah perkara besar. Dan<br />
tatkala kamu mendengarnya, mengapa tidak kamu katakan saja:<br />
tidak sepatutnya kami membicarakan masalah ini. Maha Suci<br />
Tuhan. Ini adalah kebohongan besar. Allah memperingatkan kamu,<br />
jangan sekali-kali hal serupa itu akan terulang jika kamu<br />
memang orang-orang yang beriman. Allah menjelaskan<br />
keterangan-keterangan itu kepada kamu. Dan Allah Maha<br />
Mengetahui, Maha Bijaksana. Mereka yang suka melihat<br />
tersebarnya perbuatan keji di kalangan orang-orang beriman,<br />
akan mengalami siksaan pedih di dunia dan di akhirat. Dan<br />
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Qur'an, 24 :<br />
11-19)<br />
<br />
Dalam hubungan ini pula datangnya ketentuan hukuman terhadap<br />
orang yang melemparkan tuduhan buta kepada kaum wanita yang<br />
baik-baik.<br />
<br />
"Dan mereka yang melemparkan tuduhan keji kepada wanita-wanita<br />
yang baik-baik, lalu mereka tak dapat membawa empat orang<br />
saksi, maka deralah mereka dengan delapan puluh kali pukulan,<br />
dan jangan sekali-kali menerima lagi kesaksian mereka itu.<br />
Mereka itu adalah orang-orang yang jahat." (Qur'an, 24: 4)<br />
<br />
Untuk melaksanakan ketentuan Qur'an, mereka yang telah<br />
menyebarkan berita keji itu - Mistah b. Uthatha, Hassan b.<br />
Thabit dan Hamna bt. Jahsy, masing-masing mendapat hukuman<br />
dera delapanpuluh kali.<br />
<br />
Sekarang kembali Aisyah seperti dalam keadaannya semula, dalam<br />
rumah tangga dan dalam hati Muhammad.<br />
<br />
Sebagai komentar atas peristiwa ini Sir William Muir<br />
menyebutkan sebagai berikut: "Sejarah Aisyah, baik sebelum<br />
atau sesudah peristiwa itu mengharuskan kita mengambil<br />
keputusan yang pasti bahwa dia, adalah bersih dari segala<br />
tuduhan itu dan mengharuskan kita pula untuk tidak ragu-ragu<br />
lagi menggugurkan segala macam prasangka terhadap dirinya."<br />
<br />
Akan tetapi sesudah itu pun Hassan b. Thabit kembali diterima<br />
dan mendapat kasih sayang Muhammad lagi. Demikian juga<br />
Muhammad minta kepada Abu Bakr, supaya jangan mengurangi<br />
kasih-sayangnya kepada Mistah seperti yang sudah-sudah. Sejak<br />
itu selesailah peristiwa itu dan tidak lagi meninggalkan bekas<br />
di seluruh Medinah. Aisyah pun cepat pula sembuh dari<br />
sakitnya, lalu kembali ke rumahnya di tempat Rasul, dan<br />
kembali pula ke dalam hati Rasul, kembali dalam kedudukannya<br />
yang tinggi dalam hati sahabat-sahabatnya seluruh kaum<br />
Muslimin. Dengan demikian Nabi dapat kembali mengabdikan diri<br />
kepada ajarannya dan kepada pengarahan kaum Muslimin sebagai<br />
suatu persiapan guna menghadapi perjanjian Hudaibiya. Semoga<br />
Allah memberikan kemenangan yang nyata kepada umat Muslimin.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Qur'an 53<br />
<br />
2 Sebuah desa atau pangkalan air terletak antara Mekah<br />
dengan Medinah, kira-kira 66 km dari Mekah (A).<br />
<br />
3 min ka'abat'l-munqalab, 'menarik diri dari perjalanan<br />
dan kembali ke kampung halaman, yakni ia kembali ke<br />
rumah dengan melihat segala sesuatu yang menyedihkan'<br />
(N), (A).<br />
<br />
4 Aslinya secara harfiah: 'Gemukkan anjingmu, engkau<br />
akan dimakannya.' (A)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-22344240124150759972010-09-11T05:33:00.000-07:002010-09-11T05:33:07.105-07:00<div style="color: red;"><b>BAGIAN KEDELAPAN BELAS: PERANG KHANDAQ1 DAN BANU QURAIZA</b></div>Muhammad Husain Haekal (1/3)<br />
<br />
Huyayy b. Akhtab menghasut semua masyarakat Arab<br />
melawan Muslimin - Sepuluh ribu prajurit menuju Medinah<br />
- Salman al-Farisi mengusulkan penggalian parit sekitar<br />
kota - Quraisy dan Ghatafan mengepung kota - Banu<br />
Quraiza melanggar perjanjian dengan pihak Muslimin -<br />
Hilangnya kepercayaan Arab-Yahudi - Kabilah-kabilah<br />
Arab menarik diri dari Medinah - Pengepungan Banu<br />
Quraiza.<br />
<br />
SETELAH Medinah dikosongkan dari Banu Nadzir, kemudian setelah<br />
peristiwa Badr Terakhir dan sesudah ekspedisi-ekspedisi<br />
Ghatafan dan Dumat'l-Jandal berlalu, tiba waktunya kaum<br />
Muslimin sekarang merasakan hidup yang lebih tenang di<br />
Medinah. Mereka sudah dapat mengatur hidup, sudah tidak begitu<br />
banyak mengalami kesulitan berkat adanya rampasan perang yang<br />
mereka peroleh dari peperangan selama itu, meskipun dalam<br />
banyak hal kejadian ini telah membuat mereka lupa terhadap<br />
masalah-masalah pertanian dan perdagangan. Tetapi disamping<br />
ketenangan itu Muhammad selalu waspada terhadap segala<br />
tipu-muslihat dan gerak-gerik musuh. Mata-mata selalu<br />
disebarkan ke seluruh pelosok jazirah, mengumpulkan<br />
berita-berita sekitar kegiatan masyarakat Arab yang hendak<br />
berkomplot terhadap dirinya. Dengan demikian ia selalu dalam<br />
siap-siaga, sehingga kaum Muslimin dapat selalu mempertahankan<br />
diri.<br />
<br />
Tidak begitu sulit orang menilai betapa perlunya harus<br />
bersikap waspada dan berhati-hati selalu setelah kita melihat<br />
adanya segala macam tipu-muslihat Quraisy dan yang bukan<br />
Quraisy terhadap kaum Muslimin, juga karena negeri-negeri masa<br />
itu - juga sesudah itu sebagian besar dalam perkembangan<br />
sejarahnya masing-masing mereka itu merupakan sekumpulan<br />
republik-republik kecil, yang satu sama lain berdiri<br />
sendiri-sendiri. Mereka masing-masing menggunakan sistem<br />
organisasi yang lebih dekat pada cara-cara kabilah. Hal ini<br />
memaksa mereka harus berlindung pada adat-lembaga dan tradisi<br />
yang ada, yang tidak mudah dapat kita bayangkan seperti halnya<br />
pada bangsa-bangsa yang sudah teratur. Dalam hal ini Muhammad<br />
pun sebagai orang Arab sangat waspada sekali mengingat nafsu<br />
hendak membalas dendam yang ada dalam naluri orang-orang Arab<br />
itu besar sekali. Baik Quraisy maupun Yahudi Banu Qainuqa' dan<br />
Yahudi Banu Nadzir, demikian juga kabilah-kabilah Arab<br />
Ghatafan, Hudhail dan kabilah-kabilah yang berbatasan dengan<br />
Syam, mereka saling menunggu, bahwa Muhammad dan<br />
sahabat-sahabatnya itu akan binasa. Kalaupun mereka akan<br />
mendapat kesempatan, masing-masing berharap akan dapat<br />
mengadakan balas dendam terhadap laki-laki yang sekarang<br />
datang mencerai-beraikan masyarakat Arab dengan kepercayaan<br />
mereka itu. Laki-laki yang pergi keluar Mekah, mengungsi dalam<br />
keadaan tidak berdaya, tidak punya kekuatan, selain iman yang<br />
telah memenuhi jiwanya yang besar itu, dalam waktu lima tahun<br />
sekarang orang ini sudah kuat, sudah mempunyai kemampuan,<br />
sehingga kota-kota dan kabilah-kabilah Arab yang terkuat<br />
sekalipun, merasa segan kepadanya.<br />
<br />
Orang-orang Yahudi ialah musuh Muhammad yang paling tajam<br />
memperhatikan ajaran-ajaran dan cara berdakwahnya. Dengan<br />
kemenangannya itu merekalah yang paling banyak memperhitungkan<br />
nasib yang telah menimpa diri mereka. Mereka di negeri-negeri<br />
Arab sebagai penganjur-penganjur ajaran tauhid (monotheisma).<br />
Mengenai penguasaan bidang ini mereka bersaingan sekali dengan<br />
pihak Kristen. Mereka selalu berharap akan dapat mengalahkan<br />
lawannya ini. Dan barangkali mereka benar juga mengingat bahwa<br />
orang-orang Yahudi ialah bangsa Semit yang pada dasarnya lebih<br />
condong pada pengertian monotheisma. Sementara ajaran trinitas<br />
Kristen suatu hal yang tidak mudah dapat dicernakan oleh jiwa<br />
Semit. Dan sekarang Muhammad, orang yang berasal dari pusat<br />
Arab dan dari pusat orang-orang Semit sendiri, menganjurkan<br />
ajaran tauhid dengan cara yang sungguh kuat dan mempesonakan<br />
sekali, dapat menjelajahi dan merasuk sampai ke lubuk hati<br />
orang, dan mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih<br />
tinggi. Sekarang ia sudah begitu kuat, dapat mengeluarkan Banu<br />
Qainuqa' dari Medinah, mengusir Banu Nadzir dari daerah koloni<br />
mereka. Dapatkah mereka membiarkannya terus begitu, dan mereka<br />
sendiri pergi ke Syam atau pulang ke tanah air mereka yang<br />
pertama, ke Bait'l-Maqdis (Yerusalem) di Negeri yang<br />
Dijanjikan - Ardz'l-Mi'ad - (Palestina), ataukah mereka harus<br />
berusaha menghasut orang-orang Arab itu supaya dapat membalas<br />
dendam kepada Muhammad?<br />
<br />
Rencana hendak menghasut orang-orang Arab adalah yang paling<br />
terutama menguasai pikiran pemuka-pemuka Banu Nadzir. Untuk<br />
melaksanakan rencana itu, beberapa orang dari kalangan mereka<br />
pergi hendak menemui Quraisy di Mekah. Mereka terdiri dari<br />
Huyayy b. Akhtab. Sallam b. Abi'l-Huqaiq dan Kinana<br />
bin'l-Huqaiq, bersama-sama dengan beberapa orang dari Banu<br />
Wa'il Hawadha b. Qais dan Abu 'Ammar.<br />
<br />
Ketika oleh pihak Mekah, Huyayy ditanya mengenai golongannya<br />
itu ia menjawab:<br />
<br />
"Mereka saya biarkan mundar-mandir ke Khaibar dan ke Medinah<br />
sampai tuan-tuan nanti datang ke tempat mereka dan berangkat<br />
bersama-sama menghadapi Muhammad dan sahabatsahabatnya."<br />
<br />
Ketika oleh mereka ditanya tentang Quraiza, ia menjawab:<br />
<br />
"Mereka tinggal di Medinah sekedar mau mengelabui Muhammad.<br />
Kalau tuan-tuan sudah datang mereka akan bersama-sama dengan<br />
tuan-tuan."<br />
<br />
Pihak Quraisy jadi ragu-ragu akan maju, atau mundur saja.<br />
Mereka dengan Muhammad tidak berselisih apa-apa, selain<br />
ajarannya tentang Tuhan. Bukan tidak mungkinkah bahwa dia juga<br />
yang benar, sebab makin hari ajarannya itu ternyata makin kuat<br />
dan tinggi juga?<br />
<br />
"Tuan-tuan dari golongan Yahudi," kata pihak-Quraisy.<br />
"Tuan-tuan adalah ahli kitab yang mula-mula dan sudah<br />
mengetahui pula apa yang menjadi pertentangan antara kami<br />
dengan Muhammad. Soalnya sekarang: manakah yang lebih baik,<br />
agama kami atau agamanya."<br />
<br />
Pihak Yahudi menjawab:<br />
<br />
"Tentu agama tuan-tuan yang lebih baik, sebab tuan-tuan lebih<br />
benar dari dia."<br />
<br />
Dalam hal ini firman Tuhan dalam Qur'an menyebutkan;<br />
<br />
"Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang telah diberi<br />
sebahagian kitab? Mereka percaya kepada sihir dan berhala dan<br />
mereka berkata kepada orang-orang kafir: 'Jalan mereka lebih<br />
benar dari orang yang beriman.' Mereka itulah yang dikutuk<br />
oleh Tuhan. Dan barangsiapa yang dikutuk Tuhan, maka baginya<br />
takkan ada penolong." (Qur'an, 4: 51-52)<br />
<br />
Dalam posisi orang-orang Yahudi menghadapi Quraisy ini dengan<br />
sikap lebih mengutamakan paganisma mereka daripada tauhid<br />
Muhammad, maka dalam Tarikh'l-Yahudi fi Bilad'l-'Arab, Dr.<br />
Israel Wilfinson menyebutkan: "Seharusnya mereka itu tidak<br />
boleh sampai terjerumus ke dalam kesalahan yang begitu kotor,<br />
dan jangan pula berkata dengan terus-terang di depan<br />
pemuka-pemuka Quraisy, bahwa cara menyembah berhala itu lebih<br />
baik daripada tauhid seperti yang diajarkan Islam, meskipun<br />
hal itu akan mengakibatkan permintaan mereka tidak akan<br />
dipenuhi. Oleh karena orang-orang Israil sejak berabad-abad<br />
lamanya atas nama nenek-moyang dahulu kala sebagai pengemban<br />
panji tauhid (monotheisma) diantara bangsa-bangsa di dunia,<br />
dan telah pula mengalami pelbagai macam penderitaan,<br />
pembunuhan dan penindasan hanya karena iman mereka kepada<br />
Tuhan Yang Tunggal itu, yang mereka alami dalam berbagai zaman<br />
selama dalam perkembangan sejarah, maka sudah seharusnya<br />
mereka itu bersedia mengorbankan hidup mereka, mengorbankan<br />
segala yang mereka cintai dalam menghadapi dan menaklukan kaum<br />
musyrik itu. Apalagi dengan minta perlindungan kepada pihak<br />
penyembah berhala, itu berarti mereka telah memerangi diri<br />
sendiri serta menentang ajaran-ajaran Taurat yang meminta<br />
mereka menjauhi penyembah-penyembah berhala dan dalam<br />
menghadapi mereka supaya bersikap seperti menghadapi musuh.<br />
<br />
Huyayy b. Akhtab dan orang-orang Yahudi yang sepaham dengan<br />
dia, yang telah mengatakan kepada Quraisy bahwa paganisma<br />
mereka lebih baik daripada tauhid Muhammad dengan maksud<br />
supaya mereka sudi memeranginya, dan yang akan mereka<br />
laksanakan setelah sekian bulan disiapkan, tampaknya tidak<br />
cukup sampai di situ saja. Malah orang-orang Yahudi itu pergi<br />
lagi menemui kabilah Ghatafan2 yang terdiri dari Qais 'Ailan,<br />
Banu Fazara, Asyja' Sulaim, Banu Sa'd dan Asad, serta semua<br />
pihak yang ingin menuntut balas kepada Muslimin. Mereka ini<br />
aktif sekali mengerahkan orang supaya menuntut balas dengan<br />
menyebutkan bahwa Quraisy juga ikut serta memerangi Muhammad.<br />
Paganisma Quraisy mereka puji dan mereka menjanjikan, bahwa<br />
mereka pasti akan mendapat kemenangan.<br />
<br />
Kelompok-kelompok3 yang sudah diorganisasikan oleh pihak<br />
Yahudi itu kini berangkat hendak memerangi Muhammad dan<br />
sahabat-sahabatnya. Dari pihak Quraisy yang dipimpin oleh Abu<br />
Sufyan sudah disiapkan 4000 orang prajurit, tiga ratus ekor<br />
kuda dan 1500 orang dengan unta. Pimpinan brigade yang disusun<br />
di Dar'n-Nadwa diserahkan kepada 'Uthman b. Talha. Ayah orang<br />
ini telah mati terbunuh dalam memimpin pasukan di Uhud. Banu<br />
Fazara yang dipimpin oleh 'Uyaina b. Hishn b. Hudhaifa telah<br />
siap dengan sejumlah pasukan besar dan 100 unta. Sedang Asyja'<br />
dan Murra masing-masing membawa 400 prajurit. Pihak Murra<br />
dipimpin oleh Al-Harith b. 'Auf dan dari pihak Asyja' oleh<br />
Misiar ibn Rukhaila. Menyusul pula Sulaim, biang-keladi<br />
peristiwa Bi'r Ma'una, dengan 700 orang. Mereka itu semua<br />
berkumpul, yang kemudian datang pula Banu Sa'd dan Asad<br />
menggabungkan diri. Jumlah mereka kurang lebih semuanya<br />
menjadi 10.000 orang. Semua mereka itu berangkat menuju<br />
Medinah dibawah pimpinan Abu Sufyan.<br />
<br />
Setelah mereka sampai, selama dalam perang, pemuka-pemuka<br />
kabilah itu saling bergantian pimpinan, masing-masing sehari<br />
mendapat giliran.<br />
<br />
Berita keberangkatan mereka ini sampai juga kepada Muhammad<br />
dan kaum Muslimin di Medinah. Mereka merasa gentar. Ya,<br />
sekarang seluruh kabilah Arab sudah bersatu sepakat hendak<br />
menumpas dan memusnahkan mereka, sudah datang dengan<br />
perlengkapan dan jumlah manusia yang besar, suatu hal yang<br />
dalam sejarah peperangan Arab secara keseluruhannya belum<br />
pernah terjadi. Apabila dalam perang Uhud Quraisy telah<br />
mendapat kemenangan atas mereka, ketika mereka keluar<br />
menyongsong keluar Medinah, padahal baik jumlah perlengkapan<br />
maupun jumlah manusia jauh di bawah pasukan sekutu ini, apa<br />
lagi yang dapat dilakukan kaum Muslimin sekarang dalam<br />
menghadapi jumlah pasukan yang terdiri dari beribu-ribu<br />
rnanusia itu - barisan berkuda, unta, persenjataan serta<br />
perlengkapan lainnya?! Tidak ada jalan lain, hanya bertahan di<br />
Yathrib yang masih perawan ini, seperti dikatakan oleh<br />
Abdullah b. Ubayy.<br />
<br />
Tetapi cukup hanya bertahan sajakah menghadapi kekuatan<br />
raksasa itu? Salman al-Farisi adalah orang yang banyak<br />
mengetahui seluk-beluk peperangan, yang belum dikenal di<br />
daerah-daerah Arab. Ia menyarankan supaya di sekitar Medinah<br />
itu digali parit dan keadaan kota diperkuat dari dalam. Saran<br />
ini segera dilaksanakan oleh kaum Muslimin. Ketika menggali<br />
parit itu Nabi a.s. juga dengan tangannya sendiri ikut<br />
bekerja. Ia turut mengangkat tanah dan sambil terus memberi<br />
semangat, dengan menganjurkan kepada mereka supaya terus<br />
melipat gandakan kegiatan. Pihak Muslimin sudah membawa<br />
alat-alat yang diperlukan, terdiri dari sekop, cangkul dan<br />
keranjang pengangkut tanah dari tempat orang-orang Yahudi<br />
Quraiza yang masih berada di bawah pihak Islam. Dengan bekerja<br />
giat terus-menerus penggalian parit itu selesai dalam waktu<br />
enam hari. Dalam pada itu dinding-dinding rumah yang menghadap<br />
ke arah datangnya musuh, yang jaraknya dengan parit itu<br />
kira-kira dua farsakh, diperkuat pula. Rumah-rumah yang ada di<br />
belakang parit itu dikosongkan. Wanita dan anak-anak<br />
ditempatkan dalam rumah-rumah yang sudah diperkuat, dan di<br />
samping parit dari arah Medinah ditaruh pula batu supaya di<br />
waktu perlu dapat dilemparkan sebagai senjata.<br />
<br />
Tatkala pihak Quraisy dan kelompok-kelompoknya itu datang<br />
dengan harapan akan menemui Muhammad di Uhud, ternyata tempat<br />
itu kosong. Mereka meneruskan perjalanan ke Medinah; tapi<br />
mereka dikejutkan oleh adanya parit. Di luar dugaan semula,<br />
mereka heran sekali melihat jenis pertahanan yang masih asing<br />
bagi mereka itu. Dibawa oleh perasaan jengkel, mereka pun<br />
menganggap bahwa berlindung di balik parit semacam itu adalah<br />
suatu perbuatan pengecut yang belum pernah terjadi di kalangan<br />
masyarakat Arab. Pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya lalu<br />
bermarkas di Mujtama'l'-As-yal di daerah Ruma, dan pasukan<br />
Ghatafan serta pengikut-pengikutnya dari Najd, bermarkas di<br />
Dhanab Naqama. Sedang Muhammad sekarang berangkat dengan tiga<br />
ribu orang Muslimin, dengan membelakanyi bukit Sal' dan<br />
dijadikannya parit itu sebagai batas dengan pihak musuh. Di<br />
tempat inilah ia bermarkas dan memasang kemahnya yang berwarna<br />
merah.<br />
<br />
Pihak Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya melihat, bahwa<br />
tidak mungkin mereka menerobos parit itu. Dengan demikian<br />
selama beberapa hari mereka hanya saling melemparkan anak<br />
panah. Abu Sufyan sendiri dengan pengikutpengikutnya pun yakin<br />
bahwa akan sia-sia saja mereka lama-lama menghadapi kota<br />
Yathrib dengan paritnya itu, karena tidak akan dapat mereka<br />
menerobosnya<br />
<br />
Pada waktu itu sedang terjadi musim dingin yang luarbiasa<br />
disertai angin badai yang bertiup kencang, sehingga<br />
sewaktu-waktu dikawatirkan hujan lebat akan turun. Kalau<br />
orang-orang Mekah dan orang-orang Ghatafan dengan mudah saja<br />
dapat berlindung dalam rumah-rumah mereka di Mekah atau di<br />
Ghatafan, maka kemah-kemah yang mereka pasang sekarang di<br />
depan kota Yathrib itu sama-sekali takkan dapat melindungi<br />
mereka. Disamping itu tadinya memang mereka mengharap akan<br />
memperoleh kemenangan secara lebih mudah, tidak perlu<br />
susah-payah seperti pada waktu di Uhud. Mereka akan kembali<br />
pulang dengan menyanyikan lagu-lagu kemenangan serta menikmati<br />
adanya pembagian barang-barang jarahan dan rampasan perang.<br />
Jadi apalagi kalau begitu yang masih menahan Ghatafan buat<br />
kembali pulang?! Mereka ikut melibatkan diri dalam perang itu<br />
hanya karena pihak Yahudi pernah menjanjikan mereka dengan<br />
buah-buahan hasil pertanian dan perkebunan Khaibar, apabila<br />
mereka memperoleh kemenangan, Tetapi sekarang mereka melihat<br />
untuk memperoleh kemenangan itu tampaknya tidak mudah, atau<br />
setidak-tidaknya sudah diluar kenyataan. Dalam musim dingin<br />
yang begitu hebat rupanya diperlukan kerja keras yang<br />
luarbiasa yang akan membuat mereka lupa segala buah-buahan<br />
berikut kebun-kebunnya itu!<br />
<br />
Sebaliknya pihak Quraisy yang hendak menuntut balas karena<br />
peristiwa Badr dan kekalahan-kekalahan lain sesudah Badr, pada<br />
suatu waktu masih akan dapat mengejar dengan harapan parit itu<br />
tidak akan selamanya berada dalam genggaman Muhammad dan<br />
selama pihak Banu Quraiza masih bersedia memberikan bantuan<br />
kepada penduduk Yathrib, yang akan memperpanjang perlawanan<br />
mereka sampai berbulan-bulan. Bukankah lebih baik pihak Ahzab<br />
itu kembali pulang saja? Ya! Akan tetapi mengumpulkan kembali<br />
kelompok-kelompok itu nanti buat memerangi Muhammad lagi<br />
bukanlah soal yang mudah. Sebenarnya orang-orang Yahudi itu,<br />
terutama Huyayy b. Akhtab sebagai pemimpin mereka, sekali itu<br />
telah berhasil mengumpulkan kabilah-kabilah itu untuk membalas<br />
dendam golongannya dan golongan Banu Qainuqa' terhadap<br />
Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Apabila kesempatan itu sudah<br />
hilang, maka jangan diharap ia akan kembali, dan bilamana<br />
Muhammad mendapat kemenangan dengan ditariknya pihak Ahzab<br />
itu, maka bahaya besar akan mengancam pihak Yahudi.<br />
<br />
Semua itu sudah diperhitungkan oleh Huyayy b. Akhtab. Ia<br />
kuatir akan akibatnya. jalan lain tidak ada. Ia harus<br />
mempertaruhkan nasib terakhir. Kepada pihak Ahzab itu ia<br />
membisikkan, bahwa ia sudah dapat meyakinkan Banu Quraiza<br />
supaya membatalkan perjanjian perdamaiannya dengan Muhammad<br />
dan pihak Muslimin, dan selanjutnya akan menggabungkan diri<br />
dengan mereka, dan bahwa begitu Banu Quraiza melaksanakan hal<br />
ini, maka dari suatu segi terputuslah semua perbekalan dan<br />
bala bantuan kepada Muhammad itu, dan dari, segi lain jalan<br />
masuk ke Yathrib akan terbuka. Quraisy dan Ghatafan merasa<br />
gembira atas keterangan Huyayy itu. Huyayy sendiri cepat-cepat<br />
berangkat hendak menemui Ka'b b. Asad, orang yang<br />
berkepentingan dengan adanya perjanjian Banu Quraiza itu.<br />
Tetapi begitu mengetahui kedatangannya itu Ka'b sudah menutup<br />
pintu bentengnya, dengan perhitungan bahwa pembelotan Banu<br />
Quraiza terhadap Muhammad dan membatalkan perjanjiannya secara<br />
sepihak kemudian menggabungkan diri dengan musuhnya,<br />
adakalanya memang akan menguntungkan pihak Yahudi kalaupun<br />
pihak Muslimin yang dapat dihancurkan. Tetapi sebaliknya sudah<br />
seharusnya pula mereka akan habis samasekali bila pihak Ahzab<br />
itu yang mengalami kekalahan dan kekuatan mereka hilang dari<br />
Medinah. Sungguhpun begitu Huyayy terus juga berusaha, hingga<br />
akhirnya pintu benteng itu dibuka.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 2/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>BAGIAN KEDELAPAN BELAS: PERANG KHANDAQ1 DAN BANU QURAIZA</b><br />
Muhammad Husain Haekal (2/3)<br />
<br />
"Ka'b, sungguh celaka," katanya kemudian. "Saya datang pada<br />
waktu yang tepat dan membawa tenaga yang tepat pula. Saya<br />
datang membawa Quraisy dan Ghatafan dengan pemimpinpemimpin<br />
dan pemuka-pemuka mereka. Mereka sudah berjanji kepadaku,<br />
bahwa mereka tidak akan beranjak sebelum dapat mengikis habis<br />
Muhammad dan kawan-kawannya itu."<br />
<br />
Tetapi Ka'b masih juga maju mundur. Disebutnya kejujuran serta<br />
kesetiaan Muhammad kepada perjanjian itu. Ia kuatir akan<br />
akibatnya atas apa yang diminta oleh Huyayy itu. Tetapi Huyayy<br />
masih terus menyebut-nyebut bencana yang dialami orang-orang<br />
Yahudi karena Muhammad itu, dan juga bencana yang akan mereka<br />
alami sendiri nanti bilamana Ahzab tidak berhasil mengikisnya.<br />
Diuraikannya juga kekuatan pihak Ahzab itu serta perlengkapan<br />
dan jumlah orangnya. Yang sekarang masih merintangi mereka<br />
untuk menumpas semua orang-orang Islam dalam sekejap mata itu,<br />
hanyalah parit itu saja. Sekarang Ka'b sudah mulai lunak.<br />
<br />
"Kalau pasukan Ahzab itu berbalik?" tanyanya kemudian. Di sini<br />
Huyayy memberikan jaminan, bahwa kalau Quraisy dan Ghatafan<br />
sampai kembali dan tidak berhasil menghantam Muhammad ia pun<br />
akan tinggal dalam benteng itu dan akan tetap bersama-sama<br />
dalam seperjuangan. Dalam hati Ka'b nafsu Yahudinya sudah<br />
mulai bergerak-gerak. Permintaan Huyayy itu diterimanya,<br />
perjanjian dengan Muhammad dan kaum Muslimin mulai<br />
dilanggarnya dan ia sudah keluar dari sikap kenetralannya.<br />
<br />
Berita-berita penggabungan Quraiza dengan pihak Ahzab itu<br />
sampai juga kepada Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Mereka<br />
sangat terkejut sekali dan kuatir juga akan akibat yang<br />
mungkin terjadi. Muhammad segera mengutus Sa'd b. Mu'adh,<br />
pemimpin Aus dan Sa'd b. 'Ubada, pemimpin Khazraj, disertai<br />
pula oleh Abdullah b. Rawaha dan Khawat b. Jubair dengan<br />
tujuan supaya mempelajari duduk perkara yang sebenarnya.<br />
Bilamana mereka kembali pulang, hendaknya dapat memberikan<br />
isyarat kalau memang hal itu benar, supaya jangan nanti sampai<br />
mematahkan semangat orang.<br />
<br />
Tetapi sesampainya para utusan itu kesana, mereka melihat<br />
keadaan Quraiza justeru lebih jahat lagi dari apa yang pernah<br />
mereka dengar semula. Diusahakan juga oleh utusan itu supaya<br />
mereka mau menghormati perjanjian yang ada. Tetapi Ka'b<br />
berkata kepada mereka, supaya orang-orang Yahudi Banu Nadzir<br />
dikembalikan ke kampung halaman mereka. Ketika itu Said b.<br />
Mu'adh - yang juga bersahabat baik dengan pihak Quraiza -<br />
mencoba meyakinkan supaya jangan sampai mereka mengalami nasib<br />
seperti yang pernah dialami oleh Banu Nadzir, atau yang lebih<br />
parah lagi dari itu. Pihak Yahudi sekarang mau terus<br />
melancarkan serangan kepada Muhammad a.s.<br />
<br />
"Siapa Rasulullah itu!?" kata Ka'b. "Kami dengar Muhammad<br />
tidak terikat oleh sesuatu persahabatan atau perjanjian apa<br />
pun!"<br />
<br />
Kedua belah pihak itu lalu saling adu mulut.<br />
<br />
Utusan-utusan Muhammad pulang. Mereka melaporkan apa yang<br />
telah mereka saksikan. Bencana besar kini mengancam.<br />
Kekuatiran makin menjadi-jadi. Penduduk Medinah kini melihat<br />
pihak Quraiza telah membukakan jalan bagi Ahzab, yang akan<br />
memasuki kota dan membasmi mereka. Hal ini bukan hanya sekedar<br />
khayal dan ilusi saja. Terbukti Banu Quraiza sekarang sudah<br />
memutuskan segala bantuan dan bahan makanan kepada mereka.<br />
Juga terbukti sekembalinya Huyayy b. Akhtab yang<br />
memberitahukan kepada mereka, bahwa Quraiza telah tergabung<br />
dengan pihak Quraisy dan Ghatafan - jiwa mereka sudah berubah<br />
dan mereka sudah siap-siap melakukan peperangan. Soalnya lagi<br />
pihak Quraiza telah memperpanjang waktu selama sepuluh hari<br />
lagi buat pihak Ahzab guna mengadakan persiapan, asal Ahzab<br />
selama sepuluh hari itu benar-benar mau menyerbu kaum<br />
Muslimin. Dan memang itulah yang mereka lakukan. Mereka telah<br />
menyusun tiga buah pasukan besar guna memerangi Nabi. Sebuah<br />
pasukan dibawah pimpinan Ibn'l-A'war as-Sulami didatangkan<br />
dari jurusan sebelah atas wadi, pasukan yang dipimpin oleh<br />
'Uyayna b. Hishn datang dari sebelah samping, dan pasukan yang<br />
dipimpin oleh Abu Sufyan ditempatkan di jurusan parit. Dalam<br />
peristiwa inilah ayat berikut ini turun:<br />
<br />
"Tatkala mereka datang kepadamu dari jurusan atas dan bawah,<br />
dan pandangan mata sudah jadi kabur, hati pun naik menyekat di<br />
kerongkongan (sangat gelisah), ketika itu kamu berprasangka<br />
tentang Tuhan, prasangka yang salah belaka. Saat itulah<br />
orang-orang yang beriman mendapat cobaan dan mereka mengalami<br />
keguncangan yang hebat sekali. Dan ingat! ketika orang-orang<br />
munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya itu<br />
berkata: Apa yang dijanjikan Allah dan RasulNya kepada kami<br />
hanyalah tipu daya belaka. Juga ketika ada satu golongan<br />
diantara mereka itu berkata: "Wahai penduduk Yathrib! Tak ada<br />
tempat buat kamu. Kembalilah kamu pulang." Dan ada sebagian<br />
dari mereka itu yang meminta ijin kepada Nabi seraya berkata:<br />
'Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka.' Tetapi sebenarnya<br />
tidak terbuka. Hanya saja mereka itu ingin melarikan diri."<br />
(Qur'an, 33: 10-13)<br />
<br />
Tetapi buat penduduk Yathrib masih dapat dimaafkan kalau<br />
mereka sampai begitu takut dan hati mereka terguncang<br />
karenanya. Mereka yang masih dapat dimaafkan itu ialah yang<br />
berpendapat: Dulu Muhammad menjanjikan kami, bahwa kami<br />
mendapat harta kekayaan Kisra dan Kaisar Rumawi. Tetapi<br />
sekarang orang sudah merasa tidak aman lagi sekalipun hanya<br />
akan pergi ke kebun. Pandangan mata mereka yang jadi kabur pun<br />
dapat dimaafkan. Demikian juga mereka yang merasa sangat<br />
gelisah dalam ketakutan dapat juga dimaafkan. Bukankah maut<br />
juga yang sekarang sedang menari-nari di depan matanya,<br />
menjilat-jilat menyala keluar dari mata pedang yang di tangan<br />
Quraisy dan Ghatafan, menyusup-nyusup kedalam hati sebagai<br />
ancaman, dan juga yang datang dari rumah-rumah Banu Quraiza<br />
yang berkhianat itu? Sungguh celaka orang-orang Yahudi.<br />
Sungguh patut sekali kalau Muhammad mengikis habis saja Banu<br />
Nadzir itu daripada hanya sekedar membiarkan mereka pergi<br />
dalam keadaan berkecukupan, serta membiarkan Huyayy cs.<br />
menghasut masyarakat dan kabilah-kabilah Arab supaya<br />
menghantam kaum Muslimin. Ya, sungguh suatu bencana besar,<br />
suatu ancaman besar. "Tak ada daya upaya kalau tidak dengan<br />
Allah juga."<br />
<br />
Dari segi moril pihak Ahzab sudah merasa begitu tinggi,<br />
sehingga ada beberapa orang ksatria dari Quraisy yang sudah<br />
berani maju kedepan, seperti 'Amr b. 'Abd Wudd, 'Ikrima b. Abi<br />
Jahl dan Dzirar bin'l-Khattab. Mereka langsung menyerbu parit<br />
itu. Mereka menuju ke suatu bagian yang agak sempit. Dipacunya<br />
kuda mereka itu sehingga mereka dapat menyeberangi parit dan<br />
sampai di Sabkha yang terletak antara parit dengan bukit Sal'.<br />
Ketika itu juga Ali b. Abi Talib keluar dengan beberapa orang<br />
dari kalangan Muslimin, terus cepat-cepat merebut sebuah<br />
rongga dalam parit yang telah diserbu oleh pasukan berkuda<br />
mereka. Ketika itu 'Amr b. 'Abd. Wudd memanggil-manggil:<br />
<br />
"Siapa berani bertanding?!"<br />
<br />
Setelah ajakannya itu disambut oleh Ali b. Abi Talib, ia<br />
berkata lagi dengan congkak sekali:<br />
<br />
"Oh kemenakanku ! Aku tidak ingin membunuhmu."<br />
<br />
"Tapi aku ingin membunuh kau," sahut Ali.<br />
<br />
Kemudian duel itu terjadi, dan Ali berhasil membunuhnya. Saat<br />
itu juga pasukan berkuda pihak Ahzab lari kucar-kacir,<br />
sehingga mereka terbentur sekali lagi ke dalam parit sambil<br />
lari terus tanpa melihat kekanan-kiri lagi.<br />
<br />
Tatkala matahari sudah terbenam, ketika itu datang pula Naufal<br />
b. Abdullah bin'l-Mughira dengan menunggang kudanya hendak<br />
menyeberangi parit itu, tapi saat itu juga ia mendapat pukulan<br />
hebat sehingga ia berikut kudanya itu mati dan hancur di<br />
tempat tersebut. Dalam hal ini Abu Sufyan menyampaikan tawaran<br />
hendak menebus mayat kawannya itu dengan seratus ekor unta,<br />
Tetapi itu oleh Nabi a.s. ditolak, seraya berkata:<br />
<br />
"Ambillah mayat itu. Barang yang kotor tebusannya kotor juga."<br />
<br />
Dengan cara yang berlebih-lebihan pihak Ahzab sekarang mulai<br />
lagi hendak mengobarkan api permusuhannya dengan maksud<br />
menakut-nakuti dan melemahkan jiwa kaum Muslimin. Orang-orang<br />
Quraiza yang bersemangat mulai turun dari benteng-benteng dan<br />
kubu-kubu mereka. Mereka memasuki rumah-rumah di Medinah yang<br />
terdekat pada mereka. Maksud mereka mau menakut-nakuti<br />
penduduk.<br />
<br />
Pada waktu itu Shafia bt. Abd'l-Muttalib sedang berada dalam<br />
Fari', benteng Hassan b. Thabit. Juga Hassan ketika itu disana<br />
dengan kaum wanita dan anak-anak. Waktu itu ada seorang orang<br />
Yahudi yang mundar-mandir sekeliling benteng itu.<br />
<br />
"Kaulihat bukan?" kata Shafia kepada Hassan, "Orang Yahudi itu<br />
mundar-mandir sekeliling benteng kita. Sungguh aku tidak<br />
mempercayainya. Ia akan menunjukkan rahasia kita kepada pihak<br />
Yahudi. Sedang Rasulullah dan sahabat-sahabat sedang sibuk.<br />
Turunlah kau dan bunuh orang itu."<br />
<br />
"Semoga Tuhan mengampunimu, Shafia," jawab Hassan. "Engkau<br />
tahu, aku bukan orangnya akan melakukan itu."<br />
<br />
Mendengar itu Shafia langsung mengambil sebatang tongkat. Ia<br />
turun dari benteng itu dan orang Yahudi tadi dipukulnya Sampai<br />
ia menemui ajalnya.<br />
<br />
"Hassan, turunlah dan lucuti dia. Sayang dia laki-laki; kalau<br />
tidak aku sendiri yang akan melakukannya."<br />
<br />
"Shafia, tidak perlu aku melucuti dia," jawab Hassan. Penduduk<br />
Medinah masih dalam ketakutan, hati mereka masih gelisah<br />
selalu. Dalam pada itu yang selalu menjadi pikiran Muhammad<br />
ialah bagaimana caranya mencari jalan keluar. Harus ada suatu<br />
taktik. Dikirimnya utusan kepada pihak Ghatafan dengan<br />
menjanjikan sepertiga hasil buah-buahan Medinah untuk mereka<br />
asal mereka mau pergi meninggalkan tempat itu.<br />
<br />
Pihak Ghatafan sendiri sebenarnya sudah mulai jemu. Mereka<br />
sudah memperlihatkan perasaan muak, karena begitu lama mereka<br />
mengadakan pengepungan dengan segala jerih payah yang mereka<br />
hadapi selama itu. Soalnya hanyalah karena mau memenuhi ajakan<br />
Huyayy b, Akhtab dan orang-orang Yahudi yang menjadi<br />
pengikutnya. Di samping itu, Nu'aim b. Mas'ud, dengan perintah<br />
Rasul telah pergi hendak menemui pihak Quraiza, yang ketika<br />
itu belum mengetahui bahwa dia sudah masuk Islam. Pada zaman<br />
jahiliah ia bergaul rapat sekali dengan pihak Quraiza.<br />
Diingatkannya kembali hubungan dan persahabatan mereka masa<br />
dahulu itu. Kemudian disebut-sebutnya juga bahwa mereka telah<br />
mendukung Quraisy dan Ghatafan dalam menghadapi Muhammad,<br />
sedang baik Quraisy maupun Ghatafan mungkin tidak akan tahan<br />
lama tinggal di tempat itu. Kedua kabilah ini tentu akan<br />
berangkat pulang, dan mereka akan ditinggalkan sendirian<br />
menghadapi Muhammad yang tentunya nanti akan menghajar mereka<br />
pula. Oleh karena itu dinasehatinya supaya mereka jangan mau<br />
ikut golongan itu sebelum mendapat jaminan beberapa orang<br />
sebagai sandera dari kedua golongan itu. Dengan demikian<br />
Quraisy dan Ghatafan tidak akan meninggalkan mereka. Quraiza<br />
merasa puas dengan keterangan Nu'aim itu.<br />
<br />
Selanjutnya ia pergi lagi kepada Quraisy dengan membisikkan,<br />
bahwa sebenarnya pihak Quraiza merasa menyesal sekali atas<br />
tindakannya melanggar perjanjian dengan Muhammad dan bahwa<br />
mereka sekarang berusaha hendak mengambil hatinya dan<br />
mengadakan tali persahabatan lagi dengan jalan hendak<br />
menyerahkan pemimpin-pemimpin Quraisy kepadanya supaya<br />
dibunuh. Oleh karena itu lalu disarankannya, bahwa bilamana<br />
nanti pihak Yahudi mengutus orang meminta jaminan berupa<br />
pemimpin-pemimpin mereka, jangan dikabulkan. Seperti terhadap<br />
Quraisy, kemudian Nu'aim melakukan hal yang sama pula terhadap<br />
Ghatafan. Keterangan Nu'aim ini telah menimbulkan keraguan<br />
dalam hati Quraisy dan Ghatafan.<br />
<br />
Pemimpin-pemimpin mereka segera berunding. Abu Sufyan lalu<br />
mengutus orang menemui Ka'b, pemimpin Banu Quraiza dengan<br />
pesan: "Kami sudah cukup lama tinggal di tempat dan mengepung<br />
orang itu. Menurut hemat kami besok kamu harus sudah menyerbu<br />
Muhammad dan kami dibelakangmu."<br />
<br />
Tetapi utusan Abu Sutyan itu kembali dengan membawa jawaban<br />
pemimpin Quraiza: "Besok hari Sabtu, dan pada hari Sabtu itu<br />
kami tidak dapat berperang atau bekerja apa pun."<br />
<br />
Mendengar itu Abu Sufyan naik pitam. Benar juga kata Nu'aim<br />
kalau begitu. Utusan itu disuruhnya kembali dengan mengatakan<br />
kepada pihak Quraiza: "Cari Sabtu4 lain saja sebagai pengganti<br />
Sabtu besok, sebab besok Muhammad harus sudah diserbu. Kalau<br />
kami sudah mulai menyerang Muhammad sedang kamu tidak ikut<br />
serta dengan kami, maka persekutuan kita dengan sendirinya<br />
bubar, dan kamulah yang akan kami serbu lebih dulu sebelum<br />
Muhammad."<br />
<br />
Pernyataan Abu Sufyan itu oleh Quraiza tetap dijawab dengan<br />
mengulangi bahwa mereka tidak akan melanggar hari Sabtu. Ada<br />
golongan mereka yang telah mendapat kemurkaan Tuhan karena<br />
telah melanggar hari Sabtu sehingga mereka itu menjadi monyet<br />
dan babi. Kemudian disebutnya juga jaminan yang mereka minta<br />
sebagai sandera, supaya mereka lebih yakin akan perjuangan<br />
mereka itu.<br />
<br />
Mendengar permintaan semacam itu Abu Sufyan lebih yakin lagi<br />
akan keterangan yang telah diberikan Nu'aim itu. Terpikir<br />
olehnya sekarang apa yang harus diperbuatnya. Ketika hal ini<br />
dibicarakan dengan pihak Ghatafan ternyata mereka juga masih<br />
maju-mundur hendak memerangi Muhammad. Mereka terpengaruh oleh<br />
janji yang pernah diberikan kepada mereka, bahwa sepertiga<br />
hasil buah-buahan kota Medinah nanti untuk mereka, tapi janji<br />
tersebut belum ter]aksana karena masih mendapat tantangan dari<br />
Said b. Mu'adh dan pemuka-pemuka Medinah, baik kalangan Aus<br />
dan Khazraj maupun dari sahabat-sahabat Rasulullah.<br />
<br />
Malam harinya angin topan bertiup kencang sekali, disertai<br />
oleh hujan yang turun dengan lebatnya. Bunyi petir<br />
menderu-deru diselingi oleh halilintar yang<br />
sambung-menyambung. Tiba-tiba angin topan itu bertiup kencang<br />
sekali dan kuali-kuali tempat mereka masak terbalik belaka.<br />
Sekarang timbul rasa takut dalam hati. Terbayang oleh mereka<br />
bahwa kaum Muslimin akan mengambil kesempatan ini untuk<br />
menyerang dan menghantam mereka. Ketika itu Tulaiha b.<br />
Khuailid tampil seraya berteriak: "Muhammad telah mendahului<br />
menyerang kita. Selamatkan dirimu ! Selamatkan!"<br />
<br />
"Saudara-saudara dari Quraisy," kata Abu Sufyan. "Tidak layak<br />
lagi kita tinggal lama-lama di tempat ini. Pasukan kita yang<br />
terdiri dari kuda dan unta sudah binasa, Banu Quraiza sudah<br />
tidak menepati janjinya lagi dengan kita, bahkan kita<br />
mendengar hal-hal dari mereka yang tidak menyenangkan hati.<br />
Ditambah lagi kita menghadapi angin yang begitu dahsyat. Maka<br />
lebih baik pulang sajalah. Saya pun akan berangkat pulang."<br />
<br />
Ditengah-tengah angin yang masih bertiup kencang, rombongan<br />
itu berangkat dengan membawa perbekalan seringan mungkin,<br />
diikuti oleh Ghatafan dan kelompok-kelompok lainnya.<br />
<br />
Keesokan harinya sudah tidak seorang juga yang dijumpai oleh<br />
Muhammad di tempat itu. Ia pun lalu kembali pulang ke Medinah<br />
bersama-sama umat Islam yang lain. Mereka bersama-sama<br />
menyatakan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Tuhan,<br />
karena mereka telah terhindar dari segala mara bahaya,<br />
orang-orang beriman itu tidak sampai terlibat dalam<br />
pertempuran.<br />
<br />
***<br />
<br />
Setelah pihak Ahzab berangkat pulang, Muhammad kembali<br />
memikirkan keadaannya. Tuhan telah menyelamatkannya dari musuh<br />
yang selama ini mengancamnya. Tetapi sungguhpun begitu pihak<br />
Yahudi dapat saja mengulang kembali peristiwa semacam itu,<br />
dapat saja mereka mencari kesempatan lain, tidak lagi pada<br />
musim dingin yang begitu dahsyat seperti dalam tahun ini, yang<br />
telah merupakan bantuan Tuhan dalam menghancurkan pihak musuh.<br />
Disamping itu, kalaupun tidak karena Azhab telah pergi, dan<br />
peristiwa perpecahan di pihaknya sendiri telah terjadi,<br />
niscaya Banu Quraiza itu sudah siap-siap pula turun ke<br />
Medinah, akan menghantam dan akan memberikan segala macam<br />
bantuan dalam menghancurkan kaum Muslimin.<br />
<br />
Jadi, jangan membiarkan ekor ular yang sudah dipotong. Atas<br />
perbuatannya itu Banu Quraiza harus dibasmi. Dalam hal ini<br />
Nabi a.s. memerintahkan supaya diserukan kepada segenap orang,<br />
yakni: Barangsiapa yang tetap setia, bersembahyang Asar supaya<br />
dilakukan di perkampungan Banu Quraiza. Lalu Ali<br />
diberangkatkan lebih dulu dengan membawa bendera ke tempat<br />
itu. Sungguhpun pihak Muslimin sudah begitu payah akibat<br />
pengepungan Quraisy dan Ghatafan yang cukup lama, namun mereka<br />
segera bergegas ke medan perang lagi. Mereka yakin bahwa<br />
mereka akan mendapat kemenangan. Memang benar, bahwa Banu<br />
Quraiza tinggal dalam benteng-benteng yang begitu kukuh<br />
seperti perbentengan Banu Nadzir, tetapi kendatipun<br />
benteng-benteng itu dapat melindungi mereka, namun mereka<br />
tidak akan dapat tahan menghadapi pihak Muslimin. Persediaan<br />
bahan makanan kini berada di tangan penduduk Medinah, setelah<br />
pihak Ahzab meninggalkan tempat tersebut. Oleh karena itu,<br />
pihak Muslimin pun dengan perasaan gembira bergegas pula<br />
berangkat di belakang Ali, menuju ke tempat Banu Quraiza.<br />
<br />
Ternyata mereka itu - juga Huyayy b. Akhtab dari Banu Nadzir<br />
ada di tempat itu - melemparkan kata-kata yang tidak senonoh<br />
dialamatkan kepada Muhammad. Mereka mendustakannya dan<br />
memakinya serta mau mencemarkan nama baik isterinya. Setelah<br />
kekalahan pasukan Ahzab di Medinah, seolah mereka memang sudah<br />
merasakan apa yang akan terjadi terhadap diri mereka.<br />
<br />
(bersambung ke bagian 3/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KEDELAPAN BELAS: PERANG KHANDAQ1 DAN BANU QURAIZA</b><br />
Muhammad Husain Haekal (3/3)<br />
<br />
Ketika Rasul kemudian sampai ke tempat itu Ali segera<br />
menemuinya dan dimintanya supaya jangan ia mendekati<br />
perbentengan Yahudi itu.<br />
<br />
"Kenapa?" tanya Muhammad. "Rupanya kau mendengar mereka<br />
memaki-maki aku."<br />
<br />
"Ya" jawab Ali.<br />
<br />
"Kalau mereka melihat aku" kata Rasulullah, "tentu mereka<br />
tidak akan mengeluarkan kata-kata itu."<br />
<br />
Setelah berada dekat dari perbentengan itu mereka<br />
dipanggil-panggil:<br />
<br />
"Hai, golongan kera. Tuhan sudah menghinakan kamu bukan, dan<br />
sudah menurunkan murkaNya kepada kamu sekalian?!"<br />
<br />
"Abu'l-Qasim," kata mereka. "Tentu engkau bukan tidak<br />
mengetahui."<br />
<br />
Sepanjang hari itu kaum Muslimin terus berdatangan ke tempat<br />
Banu Quraiza, sehingga mereka dapat berkumpul di sana.<br />
Kemudian Muhammad memerintahkan supaya tempat itu dikepung.<br />
<br />
Pengepungan demikian itu terjadi selama duapuluh lima malam.<br />
Sementara itu terjadi pula beberapa kali bentrokan dengan<br />
saling melempar anak panah dan batu. Selama dalam kepungan itu<br />
Banu Quraiza samasekali tidak berani keluar dari kubu-kubu<br />
mereka. Setelah terasa lelah dan yakin pula bahwa mereka tidak<br />
akan dapat tertolong dari bencana dan mereka pasti akan jatuh<br />
ke tangan kaum Muslimin apabila masa pengepungan berjalan<br />
lama, maka mereka mengutus orang kepada Rasul dengan<br />
permintaan "supaya mengirimkan Abu Lubaba kepada kami untuk<br />
kami mintai pendapatnya sehubungan dengan masalah kami ini."<br />
Sebenarnya Abu Lubaba ini golongan Aus yang termasuk sahabat<br />
baik mereka.<br />
<br />
Begitu mereka melihat kedatangan Abu Lubaba, mereka memberikan<br />
sambutan yang luarbiasa. Kaum wanita dan anak-anak segera<br />
meraung pula, menyambutnya dengan ratap tangis. Ia merasa iba<br />
sekali melihat mereka.<br />
<br />
"Abu Lubaba," kata mereka kemudian. "Apa kita harus tunduk<br />
kepada keputusan Muhammad?"<br />
<br />
"Ya" jawabnya sambil memberi isyarat dengan tangan kelehernya<br />
"Kalau tidak berarti potong leher."<br />
<br />
Beberapa buku sejarah Nabi mengatakan, bahwa Abu Lubaba merasa<br />
sangat menyesal sekali memberikan isyarat demikian itu.<br />
<br />
Setelah Abu Lubaba pergi, Ka'b b. Asad menyarankan kepada<br />
mereka, supaya mereka mau menerima agama Muhammad dan menjadi<br />
orang Islam. Mereka serta harta-benda dan anak-anak mereka<br />
akan hidup lebih aman. Tetapi saran itu ditolak oleh teman<br />
Ka'b: "Kami tidak akan meninggalkan ajaran Taurat tidak akan<br />
menggantikannya dengan yang lain."<br />
<br />
Kemudian disarankannya lagi supaya kaum wanita dan anak-anak<br />
itu dibunuh saja, dan mereka boleh melawan Muhammad dan<br />
sahabat-sahabatnya dengan pedang terhunus tanpa meninggalkan<br />
suatu beban di belakang. Biar nanti Tuhan menentukan, kalah<br />
atau menang melawan Muhammad. Kalau mereka hancur, tidak ada<br />
lagi turunan nanti yang akan dikuatirkan. Sebaliknya, kalau<br />
menang mereka akan memperoleh wanita-wanita dan anak-anak<br />
lagi.<br />
<br />
"Kasihan kita membunuhi mereka. Apa artinya hidup tanpa mereka<br />
itu."<br />
<br />
"Kalau begitu tak ada jalan lain kita harus tunduk kepada<br />
keputusan Muhammad. Kita sudah mendengar, apa sebenarnya yang<br />
sedang menunggu kita." Demikian kata Ka'b kemudian kepada<br />
mereka.<br />
<br />
Mereka sekarang berunding antara sesama mereka.<br />
<br />
"Nasib mereka tidak akan lebih buruk dari Banu Nadzir," kata<br />
salah seorang dari mereka. "Wakil-wakil mereka dari kalangan<br />
Aus akan membela. Kalau mereka mengusulkan supaya mereka<br />
dibolehkan pergi ke Adhri'at di wilayah Syam, tentu terpaksa<br />
Muhammad mengabulkan."<br />
<br />
Banu Quraiza mengirimkan utusan kepada Muhammad dengan<br />
menyarankan bahwa mereka akan pergi ke Adhri'at dengan<br />
meninggalkan harta-benda mereka. Tetapi ternyata usul ini<br />
ditolak. Mereka harus tunduk kepada keputusan. Dalam hal ini<br />
mereka lalu mengirim orang kepada Aus dengan pesan: Tuan-tuan<br />
hendaknya dapat membantu saudara-saudaramu ini; seperti yang<br />
pernah dilakukan oleh Khazraj terhadap saudara-saudaranya.<br />
<br />
Sebuah rombongan dari kalangan Aus segera berangkat hendak<br />
menemui Muhammad.<br />
<br />
"Ya Rasulullah," kata mereka memulai, "dapatkah permintaan<br />
kawan-kawan sepersekutuan kami itu dikabulkan seperti<br />
permintaan kawan-kawan sepersekutuan Khazraj dulu yang juga<br />
sudah dikabulkan?"<br />
<br />
"Saudara-saudara dari Aus," kata Muhammad, "Dapatkah kamu<br />
menerima kalau kuminta salah seorang dari kamu menengahi<br />
persoalan dengan teman-teman sepersekutuanmu itu?"<br />
<br />
"Tentu sekali," jawab mereka.<br />
<br />
"Kalau begitu," katanya lagi, "katakan kepada mereka memilih<br />
siapa saja yang mereka kehendaki."<br />
<br />
Dalam hal ini pihak Yahudi lalu memilih Sa'd b. Mu'adh. Mata<br />
mereka seolah-olah sudah tertutup dari nasib yang sudah<br />
ditentukan bagi mereka itu, sehingga mereka samasekali lupa<br />
akan kedatangan Sa'd tatkala pertama kali mereka melanggar<br />
perjanjian, lalu diberi peringatan, juga tatkala mereka<br />
memaki-maki Muhammad di depannya serta mencerca kaum Muslimin<br />
tidak pada tempatnya.<br />
<br />
Sa'd lalu membuat persetujuan dengan kedua belah pihak itu.<br />
Masing-masing hendaknya dapat menerima keputusan yang akan<br />
diambilnya. Setelah persetujuan demikian diberikan, kepada<br />
Banu Quraiza diperintahkan supaya turun dan meletakkan<br />
senjata. Keputusan ini mereka laksanakan. Seterusnya Sa'd<br />
memutuskan, supaya mereka yang terjun melakukan kejahatan<br />
perang dijatuhi hukuman mati, harta-benda dibagi, wanita dan<br />
anak-anak supaya ditawan.<br />
<br />
Mendengar keputusan itu Muhammad berkata:<br />
<br />
"Demi Yang menguasai diriku. Keputusanmu itu diterima oleh<br />
Tuhan dan oleh orang-orang beriman, dan dengan itu aku<br />
diperintahkan."<br />
<br />
Sesudah itu ia keluar ke sebuah pasar di Medinah.<br />
Diperintahkannya supaya digali beberapa buah parit di tempat<br />
itu. Orang-orang Yahudi itu dibawa dan disana leher mereka<br />
dipenggal, dan didalam parit-parit itu mereka dikuburkan.<br />
Sebenarnya Banu Quraiza tidak menduga akan menerima hukuman<br />
demikian dari Said b. Mu'adh teman sepersekutuannya itu.<br />
Bahkan tadinya mereka mengira ia akan bertindak seperti<br />
Abdullah b. Ubayy terhadap Banu Qainuqa.' Mungkin teringat<br />
oleh Said, bahwa kalau pihak Ahzab yang menang karena<br />
pengkhianatan Banu Quraiza itu, kaum Muslimin pasti akan<br />
dikikis habis, akan dibunuh dan dianiaya. Maka balasannya<br />
seperti yang sedang mengancam kaum Muslimin sendiri.<br />
<br />
Keuletan orang-orang Yalmudi menghadapi maut dapat kita lihat<br />
dalam percakapan Huyayy b. Akhtab ini ketika ia dihadapkan<br />
untuk menjalani hukuman potong leher, Nabi telah menatapnya<br />
seraya berkata:<br />
<br />
"Huyayy, bukankah Tulman sudah membuat kau jadi hina?"<br />
<br />
"Setiap orang merasakan kematian," kata Huyayy. "Umurku juga<br />
tidak akan dapat kulampaui. Aku tidak akan menyalahkan diriku<br />
dalam memusuhimu ini."' Lalu ia menoleh kepada orang banyak<br />
sambil katanya lagi: "Saudara-saudara. Tidak apa kita<br />
menjalani perintah Tuhan, yang telah mentakdirkan kepada Banu<br />
Israil menghadapi perjuangan ini."<br />
<br />
Kemudian juga peristiwa yang terjadi dengan Zubair b. Bata<br />
dari Banu Quraiza. Ia pernah berjasa kepada Thabit b. Qais<br />
ketika terjadi perang Bu'ath, sebab ia telah membebaskannya<br />
dari tawanan musuh. Sekarang Thabit ingin membalas dengan<br />
tangannya sendiri budi orang itu, setelah Sa'd ibn Mu'adh<br />
menjatuhkan keputusannya terhadap orang-orang Yahudi.<br />
Disampaikannya kepada Rasulullah tentang jasa Zubair kepadanya<br />
dulu dan ia mempertaruhkan diri minta persetujuannya akan<br />
menyelamatkan nyawa Zubair. Rasulullah mengabulkan<br />
pernmintaannya itu. Tetapi setelah Zubair mengetahui usaha<br />
Thabit itu ia berkata: Orang yang sudah setua aku ini, tidak<br />
lagi ada isteri, tidak lagi ada anak; buat apa lagi aku<br />
hidup?!"<br />
<br />
Sekali lagi Thabit mempertaruhkan diri minta supaya isteri dan<br />
anak-anaknya dibebaskan. Ini pun dikabulkan juga. Selanjutnya<br />
dimintanya supaya hartanya juga diselamatkan. Juga ini<br />
dikabulkan.<br />
<br />
Setelah Zubair merasa puas tentang isteri, anak dan hartanya<br />
itu, ia bertanya lagi tentang Ka'b b. Asad, tentang Huyayy b.<br />
Akhtab dan 'Azzal b. Samu'al serta pemimpin-pemimpin Quraiza<br />
yang lain. Sesudah diketahuinya, bahwa mereka sudah menjalani<br />
hukuman mati, ia berkata:<br />
<br />
"Thabit, dengan budiku kepadamu itu aku minta, susulkanlah aku<br />
kepada mereka. Sesudah mereka tidak ada, juga tidak berguna<br />
aku hidup lagi. Aku sudah tidak betah hidup lama-lama lagi.<br />
Biarlah aku segera bertemu dengan orang-orang yang kucintai<br />
itu!"<br />
<br />
Dengan demikian hukuman potong leher dijalankan juga atas<br />
permintaannya sendiri.<br />
<br />
Pada dasarnya dalam perang itu pihak Muslimin tidak akan<br />
membunuh wanita atau anak-anak. Tetapi pada waktu itu mereka<br />
sampai membunuh seorang wanita juga yang telah lebih dulu<br />
membunuh seorang Muslim dengan mempergunakan batu giling.<br />
Dalam hal ini Aisyah pernah berkata:<br />
<br />
"Tentang dia sungguh suatu hal yang aneh tidak pernah akan<br />
saya lupakan. Dia seorang orang yang periang dan banyak<br />
tertawa, padahal dia mengetahui akan dibunuh mati."<br />
<br />
Waktu itu ada empat orang pihak Yahudi yang masuk Islam.<br />
Mereka ini terhindar dari maut.<br />
<br />
Menurut hemat kami terbunuhnya Banu Quraiza itu berada di<br />
tangan Huyayy b. Akhtab, meskipun dia sendiri juga turut<br />
terbunuh. Dia telah melanggar janji yang dibuat oleh<br />
golongannya sendiri, oleh Banu Nadzir, yang oleh Muhammad<br />
telah dikeluarkan dari Medinah dengan tiada seorang pun yang<br />
dibunuh, setelah keputusannya itu mereka terima. Tetapi dengan<br />
tindakannya menghasut pihak Quraisy dan Ghatafan, kemudian<br />
menyusun masyarakat dan kabilah-kabilah Arab semua supaya<br />
memerangi Muhammad, hal ini telah memperbesar rasa permusuhan<br />
antara golongan Yahudi dengan kaum Muslimin, sehingga mereka<br />
itu berkeyakinan, bahwa kaum Israil itu tidak akan merasa puas<br />
sebelum dapat mengikis habis Muhammad dan sahabat-sahabatnya.<br />
Dia juga lagi yang kemudian mengajak Banu Quraiza melanggar<br />
perjanjian dan meninggalkan sikap kenetralannya. Sekiranya<br />
Banu Quraiza tetap bertahan, tentu mereka takkan mengalami<br />
nasib seburuk itu. Dia juga yang kemudian datang ke benteng<br />
Banu Quraiza - setelah kepergian pihak Ahzab dan mengajak<br />
mereka melawan kaum Muslimin. Sekiranya dari semula mereka<br />
sudah bersedia pula menerima keputusan Muhammad serta mengakui<br />
kesalahannya yang telah melanggar janjinya sendiri itu,<br />
pertumpahan darah dan pemotongan leher niscaya takkan terjadi.<br />
Akan tetapi, permusuhan itu sudah begitu berakar dalam jiwa<br />
Huyayy dan kemudian menular pula ke dalam hati orang-orang<br />
Quraiza, sehingga Sa'd b. Mu'adh sendiri sebagai kawan<br />
sepersekutuan mereka yakin bahwa kalau mereka dibiarkan hidup,<br />
keadaan tidak akan pernah jadi tenteram. Mereka akan menghasut<br />
lagi golongan Ahzab, akan mengerahkan kabilah-kabilah dan<br />
orang-orang Arab supaya memerangi Muslimin, dan akan mengikis<br />
sampai ke akar-akarnya kalau mereka dapat mengalahkan.<br />
Keputusan yang telah diambilnya dengan begitu keras, hanyalah<br />
karena terdorong oleh sikap hendak mempertahankan diri, dengan<br />
pertimbangan bahwa adanya atau lenyapnya orang-orang Yahudi<br />
itu berarti hidup atau matinya kaum Muslimin.<br />
<br />
Kaum wanita, anak-anak serta harta-benda Banu Quraiza oleh<br />
Nabi di bagi-bagikan kepada kaum Muslimin, setelah<br />
seperlimanya dikeluarkan, Setiap seorang dari pasukan berkuda<br />
mendapat dua pucuk panah, untuk kudanya sepucuk panah.<br />
<br />
Prajurit yang berjalan kaki mendapat sepucuk panah. Jumlah<br />
kuda dalam peristiwa Quraiza itu sebanyak tigapuluh enam ekor.<br />
<br />
Setelah itu, Sa'd b. Zaid kemudian mengirimkan tawanan-tawanan<br />
Banu Quraiza itu ke Najd. Dengan demikian dibelinya beberapa<br />
ekor kuda dan senjata untuk lebih memperkuat angkatan perang<br />
Muslimin.<br />
<br />
Raihana adalah salah seorang tawanan Banu Quraiza. Ia jatuh<br />
menjadi bagian Muhammad. Kepadanya ditawarkan kalau-kalau ia<br />
bersedia menjadi orang Islam. Tetapi ia tetap bertahan dengan<br />
agama Yahudinya. Juga ditawarkan kepadanya kalau-kalau ia mau<br />
di kawini. Tetapi dia menjawab: "Biar sajalah saya dibawah<br />
tuan. Ini akan lebih ringan buat saya, juga buat tuan."<br />
<br />
Barangkali juga, melekatnya ia kepada agama Yahudi dan<br />
penolakannya akan dikawin, berpangkal pada fanatisma<br />
kegolongan, serta sisa-sisa kebencian yang masih tertanam<br />
dalam hatinya terhadap kaum Muslimin dan terhadap Nabi. Tetapi<br />
tidak ada orang yang bicara tentang kecantikan Raihana seperti<br />
yang pernah disebut-sebut orang tentang Zainab bt. Jahsy,<br />
sekalipun ada juga yang menyebutkan bahwa dia juga cantik.<br />
Buku-buku sejarah dalam hal ini berbeda-beda pendapat: Adakah<br />
ia juga menggunakan tabir seperti terhadap isteri-isteri Nabi,<br />
atau masih seperti wanita-wanita Arab umumnya pada waktu itu,<br />
yang memang tidak menggunakan tutup muka. Sampai pada waktu<br />
Raihana wafat di tempat Nabi, ia tetap sebagai miliknya.<br />
<br />
Adanya serbuan Ahzab serta hukuman yang telah di jatuhkan<br />
kepada Banu Quraiza, telah memperkuat kedudukan Muslimin di<br />
Medinah. Orang-orang golongan Munafik sudah samasekali tidak<br />
bersuara lagi. Semua masyarakat dan kabilah-kabi]ah Arab sudah<br />
mulai bicara tentang kekuatan dan kekuasaan Muslimin,<br />
disamping posisi dan kewibawaan Muhammad yang ada. Akan tetapi<br />
ajaran itu bukan hanya buat Medinah saja, meiainkan buat<br />
seluruh dunia. Jadi Nabi dan sahabat-sahabatnya masih harus<br />
terus meratakan jalan dalam menjalankan perintah Allah, dalam<br />
mengajak orang menganut agama yang benar, dengan terus<br />
membendung setiap usaha yang hendak melanggarnya. Dan memang<br />
inilah yang mereka lakukan.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Khandaq berarti parit. Dalam terjemahan seterusnya<br />
sering dipakai kata parit (A).<br />
<br />
2 Ghatafan merupakan sekumpulan kabilah-kabilah, yang<br />
terkenal diantaranya kabilah 'Abs dan Dhubyan yang<br />
terlibat dalam perang Dahis, dan Dhubyan ini bercabang<br />
lagi menjadi 'Ailan, Fazara, Murra, Asyja', Sulaim dan<br />
lain-lain (A).<br />
<br />
3 Aslinya Al-Ahzab, kelompok-kelompok atau puak-puak.<br />
Di sini berarti persekutuan atau gabungan kekuatan<br />
angkatan perang kabilah-kabilah Arab di sekitar Mekah<br />
dan Medinah serta golongan Yahudi, yang bersama-sama<br />
hendak menghancurkan kaum Muslimin di Medinah. Dalam<br />
terjemahan selanjutnya lebih banyak dipergunakan kata<br />
Ahzab (A).<br />
<br />
4 Yakni Hari Sabat, hari besar agama Yahudi (A)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8709578682761377883.post-88002438783451866082010-09-11T05:28:00.000-07:002010-09-11T05:28:06.523-07:00<div style="color: red;"><b><br />
</b></div><div style="color: red;"><b>BAGIAN KETUJUH BELAS: ISTERI-ISTERI NABI (1/3)</b></div><br />
Teriakan Orientalis tentang Zainab bt. Jahsy - Zainab<br />
menurut gambaran kaum Orientalis - Orang-orang besar tidak<br />
tunduk kepada undang-undang - Penggambaran Orientalis yang<br />
keliru - Sampai usia 50 tahun hanya beristerikan Khadijah -<br />
Hanya Khadijah yang membawa keturunan - Perkawinan Sauda bt.<br />
Zam'a - Penelitian sejarah dan kesimpulannya Cerita Zainab<br />
bt. Jahsy - Kekeluargaan Muhammad dengan Zainab - Melamarnya<br />
untuk Zaid dan penolakan Zainab - Terpaksa menerima - Zaid<br />
mengadukan Zainab dan perceraian - Hukum pengaduan dalam<br />
Islam - Bagaimana Muhammad kawin dengan Zainab - Bagaimana<br />
pendapat kaum Orientalis tentang cerita Zainab bt. Jahsy -<br />
Muhammad menjunjung tinggi kedudukan wanita.<br />
<br />
SEMENTARA peristiwa-peristiwa dalam dua bagian di atas itu<br />
terjadi, Muhammad kawin dengan Zainab bt. Khuzaima, kemudian<br />
kawin dengan Umm Salama bt. Abi Umayya bin'l-Mughira,<br />
selanjutnya kawin lagi dengan Zainab bt. Jahsy setelah<br />
dicerai oleh Zaid b. Haritha. Zaid inilah yang telah<br />
diangkat sebagai anak oleh Muhammad setelah dibebaskan<br />
sebagai budak sejak ia dibelikan oleh Yasar untuk Khadijah.<br />
Di sinilah kaum Orientalis dan misi-misi penginjil itu<br />
kemudian berteriak keras-keras: Lihat! Muhammad sudah<br />
berubah. Tadinya, ketika ia masih di Mekah sebagai pengajar<br />
yang hidup sederhana, yang dapat menahan diri dan<br />
mengajarkan tauhid, sangat menjauhi nafsu hidup duniawi,<br />
sekarang ia sudah menjadi orang yang diburu syahwat, air<br />
liurnya mengalir bila melihat wanita. Tidak cukup tiga orang<br />
isteri saja dalam rumah, bahkan ia kawin lagi dengan tiga<br />
orang wanita seperti yang disebutkan di atas. Sesudah itu<br />
mengawini tiga orang wanita lagi, selain Raihana. Tidak<br />
cukup kawin dengan wanita-wanita yang tidak bersuami, bahkan<br />
ia jatuh cinta kepada Zainab bt. Jahsy yang masih terikat<br />
sebagai isteri Zaid b. Haritha bekas budaknya. Soalnya tidak<br />
lain karena ia pernah singgah di rumah Zaid ketika ia sedang<br />
tidak ada di tempat itu, lalu ia disambut oleh Zainab.<br />
Tatkala itu ia sedang mengenakan pakaian yang memperlihatkan<br />
kecantikannya, dan kecantikan ini sangat mempengaruhi<br />
hatinya. Waktu itu ia berkata "Maha suci Ia yang telah dapat<br />
membalikkan hati manusia!" Kata-kata ini diulanginya lagi<br />
ketika ia meninggalkan tempat itu. Zainab mendengar<br />
kata-kata itu dan ia melihat api cinta itu bersinar dari<br />
matanya. Zainab merasa bangga terhadap dirinya dan apa yang<br />
didengarnya itu diberitahukannya kepada Zaid. Langsung waktu<br />
itu juga Zaid menemui Nabi dan mengatakan bahwa ia bersedia<br />
menceraikannya. Lalu kata Nabi kepadanya:<br />
<br />
"Jaga baik-baik isterimu, jangan diceraikan. Hendaklah<br />
engkau takut kepada Allah."<br />
<br />
Tetapi pergaulan Zainab dengan Zaid sudah tidak baik iagi.<br />
Kemudian ia dicerai. Muhammad menahan diri tidak segera<br />
mengawininya sekalipun hatinya gelisah. Ketika itu firman<br />
Tuhan datang:<br />
<br />
"Ingat, tatkala engkau berkata kepada orang yang telah<br />
diberi karunia oleh Allah dan engkau pun telah pula berbudi<br />
kepadanya: Jagalah baik-baik isterimu. Hendaklah engkau<br />
takut kepada Allah. Dan engkau menyembunyikan sesuatu di<br />
dalam hatimu apa yang oleh Tuhan sudah diterangkan. Engkau<br />
takut kepada manusia, padahal seharusnya Allah yang lebih<br />
patut kautakuti. Maka setelah Zaid meluluskan kehendak<br />
wanita itu, Kami kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak<br />
tidak menjadi alangan bagi orang-orang beriman kawin dengan<br />
(bekas) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, bilamana<br />
kehendak mereka (wanita-wanita) itu sudah diluluskan.<br />
Perintah Allah itu mesti dilaksanakan." (Qur'an, 33:37)<br />
<br />
Ketika itulah wanita itu dikawininya. Dengan perkawinan ini<br />
semarak cinta berahi dan api asmaranya yang menyala-nyala<br />
dapat dipadamkan. Nabi apa itu!? Bagaimana ia membenarkan<br />
hal itu buat dirinya sedang buat orang lain tidak?!<br />
Bagaimana ia tidak tunduk kepada undang-undang yang katanya<br />
diturunkan Tuhan kepadanya?! Bagaimana pula "harem" ini<br />
diciptakan, yang mengingatkan orang pada raja-raja yang<br />
hidup mewah-mewah, bukan pada para nabi yang saleh dan<br />
memperbaiki kehidupan umat?! Selanjutnya bagaimana pula ia<br />
menyerah kepada kekuasaan cinta dalam hubungannya dengan<br />
Zainab sehingga ia menghubungi Zaid bekas budaknya supaya<br />
menceraikannya, kemudian ia tampil mengawininya! Hal semacam<br />
ini pada zaman jahiliah dilarang, tapi nabinya orang Islam<br />
ini membolehkan, karena mau menuruti kehendak nafsunya, mau<br />
memenuhi dorongan cintanya.<br />
<br />
Bilamana kaum Orientalis dan para misi penginjil bicara<br />
mengenai masalah ini dalam sejarah Muhammad, maka mereka<br />
membiarkan khayal mereka itu bebas tak terkendalikan lagi;<br />
sehingga ada diantara mereka itu yang menggambarkan Zainab -<br />
ketika terlihat oleh Nabi - dalam keadaan setengah telanjang<br />
atau hampir telanjang, dengan rambutnya yang hitam panjang<br />
lepas terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai,<br />
yang akan dapat menterjemahkan segala arti cinta berahi.<br />
Yang lain lagi menyebutkan, bahwa ketika ia membuka pintu<br />
rumah Zaid, angin menghembus menguakkan tabir kamar Zainab.<br />
Ketika itu ia sedang telentang di tempat tidur dengan<br />
mengenakan baju tidur. Pemandangan ini sangat menggetarkan<br />
jantung laki-laki yang gila perempuan dengan kecantikannya<br />
itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya meskipun sebenarnya<br />
ia tidak dapat tahan lama demikian!<br />
<br />
Gambaran yang diciptakan oleh khayal demikian itu banyak<br />
sekali. Akan kita jumpai ini dalam karya-karya Muir,<br />
Dermenghem, Washington Irving, Lammens dan yang lain, baik<br />
mereka ini para Orientalis atau misi-misi penginjil. Dan<br />
yang sungguh disayangkan lagi karena dalam membuat<br />
cerita-cerita itu, semua mereka memang mengambil sumbernya<br />
dari kitab-kitab sejarah Nabi dan tidak sedikit pula dari<br />
hadis. Kemudian dengan apa yang mereka gambarkan itu, mereka<br />
membangun istana-istana gading dari khayal mereka sendiri<br />
tentang Muhammad serta hubungannya dengan wanita. Alasan<br />
mereka ialah karena isterinya banyak, yang sampai sembilan<br />
orang menurut pendapat yang lebih tepat, atau lebih dari itu<br />
menurut sumber-sumber lain.<br />
<br />
Sebenarnya dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka<br />
itu dengan ucapan: Anggaplah semua itu benar, tetapi dengan<br />
itu apa pula kiranya yang akan dapat mendiskreditkan<br />
kebesaran Muhammad atau kenabian dan kerasulannya.<br />
Undang-undang yang biasanya berlaku pada umum, tidak mempan<br />
terhadap orang-orang besar, lebih-lebih terhadap para rasul<br />
dan nabi. Bukankah ketika Musa a.s. melihat perselisihan dua<br />
orang, yang seorang dari golongannya sendiri, dan yang<br />
seorang lagi dari pihak musuhnya, ditinjunya orang yang dari<br />
pihak musuh itu hingga menemui ajalnya, padahal pembunuhan<br />
demikian itu dilarang, baik dalam perang atau pun setengah<br />
perang? Ini berarti melanggar undang-undang. Jadi Musa tidak<br />
tunduk kepada undang-undang, tapi juga tidak berarti ini<br />
dapat mendiskreditkan kenabian atau kerasulannya, bahkan<br />
mengurangi kebesarannyapun juga tidak. Dan dalam hal Isa,<br />
dalam menyalahi undang-undang lebih besar lagi dari masalah<br />
Muhammad, dari para nabi dan para rasul semuanya. Dan<br />
soalnya tidak hanya terbatas pada besarnya kekuatan dan<br />
keinginan saja, bahkan kelahiran dan kehidupannya pun sudah<br />
melanggar undang-undang dan kodrat alam. Di hadapan ibunya<br />
malaikat muncul sebagai manusia yang sempurna, yang akan<br />
mengantarkan seorang anak yang suci bersih kepadanya. Wanita<br />
itu keheranan, sambil berkata: "Bagaimana aku akan beroleh<br />
seorang putera, padahal aku belum disentuh seorang manusia,<br />
juga aku bukan seorang pelacur." Malaikat berkata, bahwa<br />
Tuhan menghendaki supaya ia menjadi pertanda bagi umat<br />
manusia.<br />
<br />
Setelah terasa sakit hendak melahirkan, ia berkata: "Aduhai,<br />
coba sebelum ini aku mati saja, maka aku akan hilang<br />
dilupakan orang." Lalu datang suara memanggilnya dari bawah:<br />
"Jangan berdukacita, Tuhan telah mengalirkan sebatang anak<br />
sungai di bawahmu." Dibawanya anak itu kepada keluarganya.<br />
Mereka pun berkata: "Maryam, engkau datang membawa masalah<br />
besar. Dalam buaiannya itu (usia semuda itu) Isa berkata<br />
kepada mereka: "Aku adalah hamba Allah É" dan seterusnya.<br />
<br />
Betapapun orang-orang Yahudi menolak semua ini, dan oleh<br />
mereka Isa dinasabkan kepada Yusuf an-Najjar (Yusuf anak<br />
Heli), sebagian sarjana semacam Renan sampai sekarang pun<br />
memang menganggapnya demikian. Kebesaran Isa, kenabiannya<br />
dan kerasulannya serta penyimpangannya dari hukum dan kodrat<br />
alam adalah suatu pertanda mujizat Tuhan kepadanya. Tapi<br />
anehnya, misi-misi penginjil Kristen itu minta orang supaya<br />
percaya kepada hal-hal yang di luar hukum alam mengenai diri<br />
Yesus, sementara mengenai diri Muhammad mereka sudah<br />
menjatuhkan hukuman sendiri. Padahal apa yang dilakukannya<br />
tidak seberapa dan tidak lebih karena Muhammad memang<br />
terlalu tinggi untuk dapat tunduk kepada undang-undang<br />
masyarakat yang berlaku terhadap setiap orang besar,<br />
terhadap raja-raja, kepala-kepala negara yang pada umumnya<br />
sudah didahului oleh undang-undang dasar sehingga membuat<br />
mereka tak dapat diganggu-gugat.<br />
<br />
Sebenarnya dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka<br />
itu dengan jawaban yang sudah tentu akan menjatuhkan semua<br />
argumen misi-misi penginjil dan orang-orang Orientalis yang<br />
juga mau ikut cara-cara mereka itu. Tetapi dalam hal ini<br />
kita lalu memperkosa sejarah dan memperkosa kebesaran<br />
Muhammad dan kerasulannya. Dia bukanlah orang seperti yang<br />
mereka gambarkan: orang yang pikirannya dipengaruhi oleh<br />
hawa nafsu. Tak ada isterinya itu yang dikawininya hanya<br />
karena ia terdorong oleh syahwat atau nafsu berahi saja.<br />
Kalaupun ada beberapa penulis Muslim pada zaman-zaman<br />
tertentu dengan sesuka hati berkata demikian dan<br />
mengemukakan alasan itu kepada lawan-lawan Islam dengan niat<br />
baik, soalnya ialah karena tradisi yang berlaku telah<br />
membawa mereka kepada pengertian materi. Mereka ingin<br />
menggambarkan Muhammad itu besar dalam segalanya, juga besar<br />
dalam kehidupan hawa nafsu. Sudah tentu ini suatu<br />
penggambaran yang salah sama sekali. Sejarah hidup Muhammad<br />
sama sekali tak dapat menerima ini, dan seluruh hidup<br />
pribadinya pun dengan sendirinya sudah menolak.<br />
<br />
Ia kawin dengan Khadijah dalam usia duapuluh tiga tahun,<br />
usia muda-remaja, dengan perawakan yang indah dan paras muka<br />
yang begitu tampan, gagah dan tegap. Namun sungguhpun begitu<br />
Khadijah adalah tetap isteri satu-satunya, selama duapuluh<br />
delapan tahun, sampai melampaui usia limapuluhan. Padahal<br />
masalah poligami ialah masalah yang umum sekali di kalangan<br />
masyarakat Arab waktu itu. Di samping itu Muhammad pun bebas<br />
kawin dengan Khadijah atau dengan yang lain, dalam hal ia<br />
dengan isterinya tidak beroleh anak laki-laki yang hidup,<br />
sedang anak perempuan pada waktu itu dikubur hidup-hidup dan<br />
yang dapat dianggap sebagai keturunan pengganti hanyalah<br />
anak laki-laki.<br />
(bersambung 2/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KETUJUH BELAS: ISTERI-ISTERI NABI (2/3)</b><br />
<br />
Muhammad hidup hanya dengan Khadijah selama tujuh belas<br />
tahun sebelum kerasulannya dan sebelas tahun sesudah itu;<br />
dan dalam pada itu pun sama sekali tak terlintas dalam<br />
pikirannya ia ingin kawin lagi dengan wanita lain. Baik pada<br />
masa Khadijah masih hidup, atau pun pada waktu ia belum<br />
kawin dengan Khadijah, belum pernah terdengar bahwa ia<br />
termasuk orang yang mudah tergoda oleh kecantikan<br />
wanita-wanita yang pada waktu itu justeru wanita-wanita<br />
belum tertutup. Bahkan mereka itu suka memamerkan diri dan<br />
memamerkan segala macam perhiasan, yang kemudian dilarang<br />
oleh Islam. Sudah tentu tidak wajar sekali apabila akan kita<br />
lihat, sesudah lampau limapuluh tahun, mendadak sontak ia<br />
berubah demikian rupa sehingga begitu ia melihat Zainab bint<br />
Jahsy - padahal waktu itu isterinya sudah lima orang<br />
diantaranya Aisyah yang selalu dicintainya - tiba-tiba ia<br />
tertarik sampai ia hanyut siang-malam memikirkannya. Juga<br />
tidak wajar sekali apabila kita lihat, sesudah lampau<br />
limapuluh tahun usianya, yang selama lima tahun sudah<br />
beristerikan lebih dari tujuh orang, dan dalam tujuh tahun<br />
sembilan orang isteri. Semuanya itu, motifnya hanya karena<br />
dia terdorong oleh nafsu kepada wanita, sehingga ada<br />
beberapa penulis Muslim - dan juga penulis-penulis Barat<br />
mengikuti jejaknya - melukiskannya sedemikian rupa, demikian<br />
merendahkan yang bagi seorang materialis sekalipun sudah<br />
tidak layak, apalagi buat orang besar, yang ajarannya dapat<br />
mengubah dunia dan mengubah jalannya roda sejarah, dan masih<br />
selalu akan mengubah dunia sekali lagi, dan akan mengubah<br />
jalannya roda sejarah sekali lagi.<br />
<br />
Apabila ini suatu hal yang aneh dan tidak wajar, maka akan<br />
jadi aneh juga kita melihat bahwa perkawinan Muhammad dengan<br />
Khadijah telah memberikan keturunan, laki-laki dan<br />
perempuan, sampai sebelum ia mencapai usia limapuluh tahun,<br />
dan bahwa Maria melahirkan Ibrahim sesudah Muhammad berusia<br />
enampuluh tahun dan hanya dari yang dua orang ini sajalah<br />
yang membawa keturunan. Padahal isteri-isteri itu ada yang<br />
dalam usia muda, yang akan dapat juga hamil dan melahirkan,<br />
baik dari pihak suami atau pihak isteri, dan ada yang sudah<br />
cukup usia, sudah lebih dari tigapuluh tahun umurnya, dan<br />
sebelum itu pun pernah pula punya anak. Bagaimana pula<br />
gejala aneh dalam hidup Nabi ini ditafsirkan, suatu gejala<br />
yang tidak tunduk kepada undang-undang yang biasa, yang<br />
sekaligus terhadap kesembilan wanita itu?! Sebagai manusia,<br />
sudah tentu jiwa Muhammad cenderung sekali ingin beroleh<br />
seorang putera, sekalipun - dalam kedudukannya sebagai nabi<br />
dan rasul - dari segi rohani ia sudah menjadi bapa seluruh<br />
umat Muslimin.<br />
<br />
Kemudian peristiwa-peristiwa sejarah serta logikanya juga<br />
menjadi saksi yang jujur mendustakan cerita misi-misi<br />
penginjil dan para Orientalis itu sehubungan dengan poligami<br />
Nabi. Seperti kita sebutkan tadi, selama 28 tahun ia hanya<br />
beristerikan Khadijah seorang, tiada yang lain. Setelah<br />
Khadijah wafat, ia kawin dengan Sauda bint Zam'a, janda<br />
Sakran b. 'Amr b. 'Abd Syams. Tidak ada suatu sumber yang<br />
menyebutkan, bahwa Sauda adalah seorang wanita yang cantik,<br />
atau berharta atau mempunyai kedudukan yang akan memberi<br />
pengaruh karena hasrat duniawi dalam perkawinannya itu.<br />
Melainkan soalnya ialah, Sauda adalah isteri orang yang<br />
termasuk mula-mula dalam lslam, termasuk orang-orang yang<br />
dalam membela agama, turut memikul pelbagai macam<br />
penderitaan, turut berhijrah ke Abisinia setelah dianjurkan<br />
Nabi hijrah ke seberang lautan itu. Sauda juga sudah Islam<br />
dan ikut hijrah bersama-sama, ia juga turut sengsara, turut<br />
menderita. Kalau sesudah itu Muhammad kemudian mengawininya<br />
untuk memberikan perlindungan hidup dan untuk memberikan<br />
tempat setarap dengan Umm'l-Mu'minin, maka hal ini patut<br />
sekali dipuji dan patut mendapat penghargaan yang tinggi.<br />
<br />
Adapun Aisyah dan Hafsha adalah puteri-puteri dua orang<br />
pembantu dekatnya, Abu Bakr dan Umar. Segi inilah yang<br />
membuat Muhammad mengikatkan diri dengan kedua orang itu<br />
dengan ikatan semenda perkawinan dengan puteri-puteri<br />
mereka. Sama juga halnya ia mengikatkan diri dengan Usman<br />
dan Ali dengan jalan mengawinkan kedua puterinya kepada<br />
mereka. Kalaupun benar kata orang mengenai Aisyah serta<br />
kecintaan Muhammad kepadanya itu, maka cinta itu timbul<br />
sesudah perkawinan, bukan ketika kawin. Gadis itu<br />
dipinangnya kepada orangtuanya tatkala ia berusia sembilan<br />
tahun dan dibiarkannya dua tahun sebelum perkawinan<br />
dilangsungkan. Logika tidak akan menerima kiranya, bahwa dia<br />
sudah mencintainya dalam usia yang masih begitu kecil. Hal<br />
ini diperkuat lagi oleh perkawinannya dengan Hafsha bt. Umar<br />
yang juga bukan karena dorongan cinta berahi, dengan ayahnya<br />
sendiri sebagai saksi.<br />
<br />
"Sungguh," kata Umar, "tatkala kami dalam zaman jahiliah,<br />
wanita-wanita tidak lagi kami hargai. Baru setelah Tuhan<br />
memberikan ketentuan tentang mereka dan memberikan pula hak<br />
kepada mereka." Dan katanya lagi: "Ketika saya sedang dalam<br />
suatu urusan tiba-tiba isteri saya berkata: 'Coba kau<br />
berbuat begini atau begitu." Jawab saya: "Ada urusan apa<br />
engkau disini, dan perlu apa engkau dengan urusanku!" Dia<br />
pun membalas: "Aneh sekali engkau Umar. Engkau tidak mau<br />
ditentang, padahal puterimu menentang Rasulullah s.a.w.<br />
sehingga ia gusar sepanjang hari." Kata Umar selanjutnya:<br />
"Kuambil mantelku, lalu aku keluar, pergi menemui Hafsha.<br />
"Anakku," kataku kepadanya. "Engkau menentang Rasulullah<br />
s.a.w. sampai ia merasa gusar sepanjang hari?!" Hafsha<br />
menjawab: "Memang kami menentangnya." "Engkau harus tahu,"<br />
kataku. "Kuperingatkan engkau akan siksaan Tuhan serta<br />
kemurkaan RasulNya. Anakku, engkau jangan teperdaya oleh<br />
kecintaan orang yang telah terpesona oleh kecantikannya<br />
sendiri dengan kecintaan Rasulullah s.a.w." Katanya lagi:<br />
"Engkau sudah mengetahui, Rasulullah tidak mencintaimu, dan<br />
kalau tidak karena aku engkau tentu sudah diceraikan."<br />
<br />
Kita sudah melihat bukan, bahwa Muhammad mengawini Aisyah<br />
atau mengawini Hafsha bukan karena cintanya atau karena<br />
suatu dorongan berahi, tapi karena hendak memperkukuh tali<br />
masyarakat Islam yang baru tumbuh dalam diri dua orang<br />
pembantu dekatnya itu. Sama halnya ketika ia kawin dengan<br />
Sauda, maksudnya supaya pejuang-pejuang Muslimin itu<br />
mengetahui, bahwa kalau mereka gugur untuk agama Allah,<br />
isteri-isteri dan anak-anak mereka tidak akan dibiarkan<br />
hidup sengsara dalam kemiskinan.<br />
<br />
Perkawinannya dengah Zainab bt. Khuzaima dan dengan Umm<br />
Salama mempertegas lagi hal itu. Zainab adalah isteri<br />
'Ubaida bin'l-Harith bin'l-Muttalib yang telah mati syahid,<br />
gugur dalam perang Badr. Dia tidak cantik, hanya terkenal<br />
karena kebaikan hatinya dan suka menolong orang, sampai ia<br />
diberi gelar Umm'l-Masakin (Ibu orang-orang miskin). Umurnya<br />
pun sudah tidak muda lagi. Hanya setahun dua saja sesudah<br />
itu ia pun meninggal. Sesudah Khadijah dialah satu-satunya<br />
isteri Nabi yang telah wafat mendahuluinya.<br />
<br />
Sedang Umm Salama sudah banyak anaknya sebagai isteri Abu<br />
Salama, seperti sudah disebutkan di atas, bahwa dalam<br />
perang Uhud ia menderita luka-luka, kemudian sembuh kembali.<br />
Oleh Nabi ia diserahi pimpinan untuk menghadapi Banu Asad<br />
yang berhasil di kucar-kacirkan dan ia kembali ke Medinah<br />
dengan membawa rampasan perang. Tetapi bekas lukanya di Uhud<br />
itu terbuka dan kembali mengucurkan darah yang dideritanya<br />
terus sampai meninggalnya. Ketika sudah di atas ranjang<br />
kematiannya, Nabi juga hadir dan terus mendampinginya sambil<br />
mendoakan untuk kebaikannya, sampai ia wafat. Empat bulan<br />
setelah kematiannya itu Muhammad meminta tangan Umm Salama.<br />
Tetapi wanita ini menolak dengan lemah lembut karena ia<br />
sudah banyak anak dan sudah tidak muda lagi. Hanya dalam<br />
pada itu akhirnya sampai juga ia mengawini dan dia sendiri<br />
yang bertindak menguruskan dan memelihara anak-anaknya.<br />
<br />
Adakah sesudah ini semua para misi penginjil dan Orientalis<br />
itu masih akan mendakwakan, bahwa karena kecantikan Umm<br />
Salama itulah maka Muhammad terdorong hendak mengawininya?<br />
Kalau hanya karena itu saja, masih banyak gadis-gadis kaum<br />
Muhajirin dan Anshar yang lain, yang jauh lebih cantik,<br />
lebih muda, lebih kaya dan bersemarak, dan tidak pula ia<br />
akan dibebani dengan anak-anaknya. Akan tetapi sebaliknya,<br />
ia mengawininya itu karena pertimbangan yang luhur itu juga,<br />
sama halnya dengan perkawinannya dengan Zainab bt. Khuzaima,<br />
yang membuat kaum Muslimin bahkan makin cinta kepadanya dan<br />
membuat mereka lebih-lebih lagi memandangnya sebagai Nabi<br />
dan Rasul Allah. Di samping itu mereka semua memang sudah<br />
menganggapnya sebagai ayah mereka. Ayah bagi segenap orang<br />
miskin, orang yang tertekan, orang lemah, orang yang<br />
sengsara dan tak berdaya. Ayah bagi setiap orang yang<br />
kehilangan ayah, yang gugur membela agama Allah.<br />
<br />
Dari apa yang sudah diuraikan di atas, apakah yang dapat<br />
disimpulkan oleh penelitian sejarah yang murni? Yang dapat<br />
disimpulkan ialah bahwa Muhammad menganjurkan orang<br />
beristeri satu dalam kehidupan biasa. Ia menganjurkan cara<br />
demikian seperti contoh yang sudah diberikannya selama masa<br />
Khadijah. Untuk itu firman Tuhan dalam Qur'an menyebutkan:<br />
<br />
"Dan kalau kamu kuatir takkan dapat berlaku lurus terhadap<br />
anak-anak yatim itu, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu<br />
sukai: dua, tiga dan (sampai) empat. Tetapi kalau kamu<br />
kuatir takkan dapat berlaku adil, hendaklah seorang saja<br />
atau yang sudah ada menjadi milik kamu." (Qur'an, 4:3)<br />
<br />
"Dan (itu pun) tidak akan kamu dapat berlaku adil terhadap<br />
wanita, betapa kamu sendiri menginginkan itu. Sebab itu,<br />
janganlah kamu terlalu condong kepada yang seorang, lalu<br />
kamu biarkan dia terkatung-katung." (Qur'an, 4:129)<br />
<br />
Ayat-ayat ini turun pada akhir-akhir tahun kedelapan Hijrah,<br />
setelah Nabi kawin dengan semua isterinya, maksudnya untuk<br />
membatasi jumlah isteri itu sampai empat orang, sementara<br />
sebelum turun ayat tersebut pembatasan tidak ada. Ini juga<br />
yang telah menggugurkan kata-kata orang: Muhammad<br />
membolehkan buat dirinya sendiri dan melarang buat orang<br />
lain. Kemudian turun ayat yang memperkuat diutamakannya<br />
isteri satu dan menganjurkan demikian karena dikuatirkan<br />
takkan berlaku adil dengan ditekankan bahwa berlaku adil itu<br />
tidak akan disanggupi. Hanya saja dalam keadaan kehidupan<br />
masyarakat yang dikecualikan ia melihat suatu kemungkinan<br />
yang mendesak perlunya kawin sampai empat dengan syarat<br />
berlaku adil. Dia telah melakukan itu dengan contoh yang<br />
diberikannya ketika kaum Muslimin terlibat dalam peperangan<br />
dan banyak di antara mereka itu yang gugur dan mati syahid.<br />
<br />
Tolonglah sebutkan! Pada waktu peperangan sedang berkecamuk,<br />
panyakit menular berjangkit dan pemberontakan berkobar<br />
merenggut ribuan bahkan jutaan umat manusia, dapatkah orang<br />
memastikan, bahwa membatasi pada isteri satu itu lebih baik<br />
dan poligami yang dibolehkan dengan jalan kekecualian itu?<br />
Dapatkah orang-orang Eropa - pada waktu ini, setelah selesai<br />
Perang Dunia - mengatakan bahwa sistem monogami itu sistem<br />
yang paling tepat dalam praktek, karena mereka memang sudah<br />
mengatakan bahwa sistem itu tepat sekali dalam<br />
undang-undang? Bukankah tirnbulnya kekacauan ekonomi dan<br />
sosial setelah perang disebabkan oleh tidak adanya kerjasama<br />
yang teratur antara pria dan wanita dalam perkawinan, suatu<br />
kerjasama yang kiranya sedikit banyak akan dapat membawa<br />
keseimbangan ekonomi? Saya tidak bermaksud dengan ini hendak<br />
membuat suatu keputusan hukum. Saya serahkan soal ini kepada<br />
ahli-ahli pikir, kepada pihak penguasa untuk memikirkan dan<br />
merencanakannya, dengan catatan selalu, bahwa bilamana<br />
keadaan hidup sudah kembali biasa, maka yang paling baik<br />
dapat menjamin kebahagiaan masyarakat ialah membatasi<br />
laki-laki hanya pada satu isteri.<br />
<br />
Sehubungan dengan cerita tentang Zainab bt. Jahsy serta apa<br />
yang ditambah-tambahkan oleh beberapa orang ahli hadis, oleh<br />
kaum Orientalis dan misi-misi penginjil dengan<br />
bermacam-macam tabir khayal sehingga ia dijadikan sebuah<br />
cerita roman percintaan, sejarah yang sebenarnya dapat<br />
mencatat, bahwa teladan yang diberikan oleh Muhammad dan<br />
patut dibanggakan, dan sebagai contoh iman yang sempurna,<br />
ialah bahwa dia telah menerapkan bunyi hadis yang maksudnya:<br />
Iman seseorang belum sempurna sebelum ia mencintai<br />
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.1 Dirinya telah<br />
dijadikan contoh pertama manakala ia melaksanakan suatu<br />
hukum yang pada dasarnya hendak menghapus tradisi dan segala<br />
adat-istiadat jahiliah, dan yang sekaligus dengan itu ia<br />
menetapkan peraturan baru, yang diturunkan Tuhan sebagai<br />
bimbingan dan rahmat buat semesta alam.<br />
<br />
Untuk menghapuskan semua cerita mereka yang kita baca itu<br />
dari dasarnya, cukup kalau kita sebutkan, bahwa Zainab bt.<br />
Jahsy ini adalah puteri Umaima bt. Abd'l-Muttalib, bibi<br />
Rasulullah a.s. Ia dibesarkan di bawah asuhannya sendiri dan<br />
dengan bantuannya pula. Maka dengan demikian ia sudah<br />
seperti puterinya atau seperti adiknya sendiri. Ia sudah<br />
mengenal Zainab dan mengetahui benar apakah dia cantik atau<br />
tidak, sebelum ia dikawinkan dengan Zaid. Ia sudah<br />
melihatnya sejak dari mula pertumbuhannya, sebagai bayi yang<br />
masih merangkak hingga menjelang gadis remaja dan dewasa,<br />
dan dia juga yang melamarnya buat Zaid bekas budaknya itu.<br />
<br />
Jadi, kalau orang sudah mengetahui semua ini, maka hancurlah<br />
segala macam khayal dan cerita-cerita yang menyebutkan bahwa<br />
dia pernah kerumah Zaid dan orang ini tidak di rumah, lalu<br />
dilihatnya Zainab, ia terpesona sekali melihat begitu<br />
cantik, sampai ia berkata: "Maha suci Tuhan, Yang telah<br />
membalikkan hati manusia!" Atau juga ketika ia membuka pintu<br />
rumah Zaid, kebetulan angin bertiup menguakkan tirai kamar<br />
Zainab, lalu dilihatnya wanita itu dengan gaunnya sedang<br />
berbaring - seolah-olah seperti Madame Recamier - mendadak<br />
sontak hatinya berubah. Lupa ia kepada Sauda, Aisyah,<br />
Hafsha, Zainab bt. Khuzaima dan Umm Salama. Juga Khadijah<br />
sudah dilupakannya, yang seperti kata Aisyah, bahwa dirinya<br />
tidak pernah cemburu terhadap isteri-isteri Nabi seperti<br />
terhadap Khadijah ketika disebut-sebut. Kalau perasaan cinta<br />
itu sedikit banyak sudah terlintas dalam hati, tentu ia akan<br />
melamar kepada keluarganya untuk dirinya, bukan untuk Zaid.<br />
Dengan melihat hubungan Zainab dengan Muhammad ini serta<br />
gambaran yang kita kemukakan di atas, maka segala macam<br />
cerita khayal yang dibawa orang itu, sudah tidak lagi dapat<br />
dipertahankan dan ternyata samasekali memang tidak mempunyai<br />
dasar yang benar.<br />
(bersambung 3/3)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><br />
</b><br />
<b>BAGIAN KETUJUH BELAS: ISTERI-ISTERI NABI (3/3)</b><br />
<br />
Dan apakah yang ialah dicatat oleh sejarah? Sejarah mencatat<br />
bahwa Muhammad telah melamar Zainab anak bibinya itu buat<br />
Zaid bekas budaknya. Abdullah b. Jahsy saudara Zainab<br />
menolak, kalau saudara perempuannya sebagai orang dari suku<br />
Quraisy dan keluarga Hasyim pula, di samping itu semua ia<br />
masih sepupu Rasul dari pihak ibu akan berada di bawah<br />
seorang budak belian yang dibeli oleh Khadijah lalu<br />
dimerdekakan oleh Muhammad. Hal ini dianggap sebagai suatu<br />
aib besar buat Zainab. Dan memang benar sekali hal ini di<br />
kalangan Arab ketika itu merupakan suatu aib yang besar<br />
sekali. Memang tidak ada gadis-gadis kaum bangsawan yang<br />
terhormat akan kawin dengan bekas-bekas budak sekalipun yang<br />
sudah dimerdekakan. Tetapi Muhammad justeru ingin<br />
menghilangkan segala macam pertimbangan yang masih berkuasa<br />
dalam jiwa mereka hanya atas dasar ashabia (fanatisma) itu.<br />
Ia ingin supaya orang mengerti bahwa orang Arab tidak lebih<br />
tinggi dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.<br />
<br />
"Bahwa orang yang paling mulia di antara kamu dalam<br />
pandangan Tuhan ialah orang yang lebih bertakwa." (Qur'an,<br />
49:13)<br />
<br />
Sungguhpun begitu ia merasa tidak perlu memaksa wanita lain<br />
untuk itu di luar keluarganya. Biarlah Zainab bt. Jahsy,<br />
sepupunya sendiri itu juga yang menanggung, yang karena<br />
telah meninggalkan tradisi dan menghancurkan adat-lembaga<br />
Arab, menjadi sasaran buah mulut orang tentang dirinya,<br />
suatu hal yang memang tidak ingin didengarnya. Juga biarlah<br />
Zaid, bekas budaknya yang dijadikannya anak angkat, dan yang<br />
menurut hukum adat dan tradisi Arab orang yang berhak<br />
menerima waris sama seperti anak-anaknya sendiri itu, dia<br />
juga yang mengawininya. Maka dia pun bersedia berkorban,<br />
karena sudah ditentukan oleh Tuhan bagi anak-anak angkat<br />
yang sudah dijadikan anaknya itu. Biarlah Muhammad<br />
memperlihatkan desakannya itu supaya Zainab dan saudaranya<br />
Abdullah b. Jahsy juga mau menerima Zaid sebagai suami. Dan<br />
untuk itu biarlah firman Tuhan juga yang datang:<br />
<br />
"Bagi laki-laki dan wanita yang beriman, bilamana Allah dan<br />
RasulNya telah menetapkan suatu ketentuan, mereka tidak<br />
boleh mengambil kemauan sendiri dalam urusan mereka itu. Dan<br />
barangsiapa tidak mematuhi Allah dan RasulNya, mereka telah<br />
melakukan kesesatan yang nyata sekali." (Qur'an, 33:36)<br />
<br />
Setelah turun ayat ini tak ada jalan lain buat Abdullah dan<br />
Zainab saudaranya, selain harus tunduk menerima. "Kami<br />
menerima, Rasulullah," kata mereka. Lalu Zaid dikawinkan<br />
kepada Zainab setelah mas-kawinnya oleh Nabi disampaikan.<br />
Dan sesudah Zainab menjadi isteri, ternyata ia tidak mudah<br />
dikendalikan dan tidak mau tunduk. Malah ia banyak<br />
mengganggu Zaid. Ia membanggakan diri kepadanya dari segi<br />
keturunan dan bahwa dia katanya tidak mau ditundukkan oleh<br />
seorang budak.<br />
<br />
Sikap Zainab yang tidak baik kepadanya itu tidak jarang oleh<br />
Zaid diadukan kepada Nabi, dan bukan sekali saja ia meminta<br />
ijin kepadanya hendak menceraikannya. Tetapi Nabi<br />
menjawabnya: "Jaga baik-baik isterimu, jangan diceraikan.<br />
Hendaklah engkau takut kepada Allah."<br />
<br />
Tetapi Zaid tidak tahan lama-lama bergaul dengan Zainab<br />
serta sikapnya yang angkuh kepadanya itu. Lalu<br />
diceraikannya.<br />
<br />
Kehendak Tuhan juga kiranya yang mau menghapuskan melekatnya<br />
hubungan anak angkat dengan keluarga bersangkutan dan<br />
asal-usul keluarga itu, yang selama itu menjadi anutan<br />
masyarakat Arab, juga pemberian segala hak anak kandung<br />
kepada anak angkat, segala pelaksanaan hukum termasuk hukum<br />
waris dan nasab, dan supaya anak angkat dan pengikut itu<br />
hanya mempunyai hak sebagai pengikut dan sebagai saudara<br />
seagama. Demikian firman Tuhan turun:<br />
<br />
"Dan tiada pula Ia menjadikan anak-anak angkat kamu menjadi<br />
anak-anak kamu. Itu hanya kata-kata kamu dengan mulut kamu<br />
saja. Tuhan mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan<br />
jalan yang benar." (Qur'an, 33:4)<br />
<br />
Ini berarti bahwa anak angkat boleh kawin dengan bekas<br />
isteri bapa angkatnya, dan bapa boleh kawin dengan bekas<br />
isteri anak angkatnya. Tetapi bagaimana caranya melaksanakan<br />
ini? Siapa pula dari kalangan Arab yang dapat membongkar<br />
adat-istiadat yang sudah turun-temurun itu. Muhammad sendiri<br />
kendatipun dengan kemauannya yang sudah begitu keras dan<br />
memahami benar arti perintah Tuhan itu, masih merasa kurang<br />
mampu melaksanakan ketentuan itu dengan jalan mengawini<br />
Zainab setelah diceraikan oleh Zaid, masih terlintas dalam<br />
pikirannya apa yang kira-kira akan dikatakan orang, karena<br />
dia telah mendobrak adat lapuk yang sudah berurat berakar<br />
dalam jiwa masyarakat Arab itu. Itulah yang dikehendaki<br />
Tuhan dalam firmanNya:<br />
<br />
"Dan engkau menyembunyikan sesuatu dalam hatimu yang oleh<br />
Tuhan sudah diterangkan. Engkau takut kepada manusia padahal<br />
hanya Allah yang lebih patut kautakuti." (Qur'an, 33:37)<br />
<br />
Akan tetapi Muhammad adalah suri-teladan dalam segala hal,<br />
yang oleh Tuhan telah diperintahkan dan telah dibebankan<br />
kepadanya supaya disampaikan kepada umat manusia. Tidak<br />
takut ia apa yang akan dikatakan orang dalam hal<br />
perkawinannya dengan isteri bekas budaknya itu. Takut kepada<br />
manusia tak ada artinya dibandingkan dengan takutnya kepada<br />
Tuhan dalam melaksanakan segala perintahNya. Biarlah dia<br />
kawin saja dengan Zainab supaya menjadi teladan akan apa<br />
yang telah dihapuskan Tuhan mengenai hak-hak yang sudah<br />
ditentukan dalam hal bapa angkat dan anak angkat itu. Dalam<br />
hal inilah firman Tuhan itu turun:<br />
<br />
"Maka setelah Zaid meluluskan kehendak wanita itu, Kami<br />
kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak tidak menjadi<br />
alangan bagi orang-orang beriman kawin dengan (bekas)<br />
isteri-isteri anak-anak angkat mereka, bilamana kehendak<br />
mereka (wanita-wanita) itu sudah diluluskan. Perintah Allah<br />
itu mesti dilaksanakan." (Qur'an, 33:37)<br />
<br />
Inilah peristiwa sejarah yang sebenarnya sehubungan dengan<br />
soal Zainab bt. Jahsy serta perkawinannya dengan Muhammad.<br />
Dia adalah puteri bibinya, sudah dilihatnya dan sudah<br />
diketahuinya sampai berapa jauh kecantikannya sebelum<br />
dikawinkan dengan Zaid, dan dia pula yang melamarnya buat<br />
Zaid, juga dia melihatnya setelah perkawinannya dengan Zaid,<br />
karena pada waktu itu bertutup muka belum lagi dikenal.<br />
<br />
Sungguhpun begitu dari pihak Zainab sendiri, sesuai dengan<br />
ketentuan hubungan kekeluargaan dari satu segi, dan sebagai<br />
isteri Zaid anak angkatnya dari segi lain, Zainab<br />
menghubungi dia karena beberapa hal dalam urusannya sendiri<br />
dan juga karena seringnya Zaid mengadukan halnya itu. Semua<br />
ketentuan hukum itu sudah diturunkan. Lalu diperkuat lagi<br />
dengan peristiwa perkawinan Zaid dengan Zainab serta<br />
kemudian perceraiannya, lalu perkawinan Muhammad dengan dia<br />
sesudah itu. Semua ketentuan hukum ini, yang mengangkat<br />
martabat orang yang dimerdekakan ke tingkat orang merdeka<br />
yang terhormat, dan yang menghapuskan hak anak-anak angkat<br />
dengan jalan praktek yang tidak dapat dikaburkan atau<br />
ditafsir-tafsirkan lagi.<br />
<br />
Sesudah semua itu, masih adakah pengaruh cerita-cerita yang<br />
selalu diulang-ulang oleh pihak Orientalis dan oleh<br />
misi-misi penginjil, oleh Muir, Irving, Sprenger, Well,<br />
Dermenghem, Lammens dan yang lain, yang suka menulis sejarah<br />
hidup Muhammad? Ya, kadang ini adalah napsu misi penginjilan<br />
yang secara terang-terangan, kadang cara misi penginjilan<br />
atas nama ilmu pengetahuan. Adanya permusuhan lama terhadap<br />
Islam adalah permusuhan yang sudah berurat berakar dalam<br />
jiwa mereka, sejak terjadinya serentetan perang Salib<br />
dahulu. Itulah yang mengilhami mereka semua dalam menulis,<br />
yang dalam menghadapi soal perkawinan, khususnya perkawinan<br />
Muhammad dengan Zainab bt. Jahsy, membuat mereka sampai<br />
nmemperkosa sejarah, mereka mencari cerita-cerita yang<br />
paling lemah sekalipun asal dapat dimasukkan dan<br />
dihubung-hubungkan kepadanya.<br />
<br />
Andaikata apa yang mereka katakan itu memang benar, tentu<br />
saja kita pun masih akan dapat menolaknya dengan mengatakan,<br />
bahwa kebesaran itu tidak tunduk kepada undang-undang. Bahwa<br />
sebelum itu, Musa, Isa dan Yunus, mereka itu berada di atas<br />
hukum alam, diatas ketentuan-ketentuan masyarakat yang<br />
berlaku. Ada yang karena kelahirannya, ada pula yang dalam<br />
masa kehidupannya, tapi itu tidak sampai mendiskreditkan<br />
kebesaran mereka. Sebaliknya Muhammad, ia telah meletakkan<br />
ketentuan-ketentuan masyarakat yang sebaik-baiknya dengan<br />
wahyu Tuhan, dan dilaksanakan atas perintah Tuhan, yang<br />
dalam hal ini merupakan contoh yang tinggi sekali, sebagai<br />
teladan yang sangat baik dalam melaksanakan apa yang telah<br />
diperintahkan Tuhan itu. Ataukah barangkali yang dikehendaki<br />
oleh misi-misi penginjil itu supaya ia menceraikan<br />
isteri-isterinya dan jangan lebih dari empat orang saja<br />
seperti yang kemudian disyariatkan kepada kaum Muslimin,<br />
setelah perkawinannya dengan mereka semua itu?<br />
<br />
Adakah juga pada waktu itu ia akan selamat dari kritik<br />
mereka? Sebenarnya hubungan Muhammad dengan isteri-isterinya<br />
itu adalah hubungan yang sungguh terhormat dan agung,<br />
seperti sudah kita lihat seperlunya dalam keterangan Umar<br />
bin'l-Khattab yang sudah kita sebutkan; dan contoh semacam<br />
itu akan banyak kita jumpai dalam beberapa bagian buku ini.<br />
Semua itu akan menjadi contoh yang berbicara sendiri, bahwa<br />
belum ada orang yang dapat menghormati wanita seperti yang<br />
pernah diberikan oleh Muhammad, belum ada orang yang dapat<br />
mengangkat martabat wanita ketempat yang layak seperti yang<br />
dilakukan oleh Muhammad itu.<br />
<br />
Catatan kaki:<br />
<br />
1 Harfiah: Seseorang dari kamu tidak beriman sebelum ia<br />
menyukai buat saudaranya apa yang disukai buat dirinya<br />
sendiri. Terjemahan di atas didasarkan kepada komentar<br />
Nuruddin as-Sindi sebagai anotasi pada Shahih Al-Bukhari<br />
1/12 (A)Unknownnoreply@blogger.com0